Nungki terlihat kesal wajahnya mendengar bu Endang menghinaku orang kaya baru dan tukang pamer karena memiliki suami kaya dan baru bisa memakai perhiasan. "Bagus dong bu Endang istri saya memakai perhiasan sekarang. Soalnya saya sebagai suami betulan merawat istri saya dengan baik," balas Nungki suamiku."Halah siapa yang tahu kalau perhiasan yang dipakai Dara adalah perhiasan imitasi!" seru bu Endang.Nungki menertawakan bu Endang yang sudah terlihat panas. Suamiku itu mengatakan kalau surat pembelian emasnya dia bawa dan bisa di tunjukkan kalau apa yang diberikan pasaku tidak pernah imitasi."Ini suratnya dari perhiasan yang dipakai istriku. Ya suka-suka saya mau beliin istri saya perhiasan yang seperti apa! Saya lelaki kaya betulan punya uang mau apa saja istri saya pasti akan saya berikan!" tegas Nungki."Maksudnya apa kamu menunjukkan surat segala. Kamu mau pamer kalau bisa beli emas buat istrimu. Apa kamu sengaja menghina saya di depan umum," ujar bu Endang menggebu-gebu.Nungk
Nungki meminta pak Nurdin membuka kadonya di hadapan banyak orang. Karena bu Endang sudah membuat lelucon yang tidak enak didengar di telinga."Buka saja pak. Biar semua orang tahu dengan apa yang kami bawa," ucap Nungki."Loh ya ndak enak toh dek Nungki," balas pak Nurdin."Buka saja pak. Istri bapak meremehkan kami. Masa ia kami memberi orang hanya sekedae kondom saja. Buat apaan tidak berharga sama sekali," ucap Nungki.Pak Nurdin akhirnya membuka paper bag yang kami bawa. Lalu para tetangga yang sudah ada di situ melihatnya. "Waduh ini toh emas batangan. Kok kecil ya kaya silet. Mahal dong kalau begini ya. Pak Nurdin beruntung sekali!" seru bu Sri."Coba lihat dong pak. Oh ini emas batangan," ucap bu Arum.Semua orang mengatakan kalau Nungki orang yang royal. Bu Endang semakin kesal karena merasa tersaingi lagi. "Emang kalian ke sini niat mau pamer doang kan. Ngasih emas batangan yang warga sini tidak pernah melihatnya lalu biar di sanjung dan dipuja," ucap bu Endang."Bu Endang
Bu Endang menimpali karena para ibu-ibu di sini selalu memuja dan memuji keluarga kami. Padahal yang berprestasi itu adalah Ratna. yang pantas di sanjung itu adalah Ratna."Kamu bisa saja ngelesnya ya bu Arum. Kamu dan para komplotanmu itu selalu memuji Dara dan suaminya. Baru bisa beli emas batangan begitu saja pada heboh nggak ketulungan. Emang berapa sih harganya. Kalau palsu bagaimana. Kaya saya nggak mampu beli aja!" seru bu Endang."Ya belilah kalau mampu. Kalau asli ada hologramnya bu. Ada barcode scannya bisa di cek saja. Masa kalah sama tukang sayuran kaya saya punya investasi emas batangan sampai lima puluh gram loh," ucap bu Sri. Bu Endang memusuhi bu Sri jadinya. Bilang katanya tukang bual tukang bohong. Tukang tipu suka adu domba buat apa sih pamer-pamer. "Sudahlah bu Endang, bu Sri jangan adu debat terus. Saya dan suami saya niat baik datang ke sini bukan untuk ribut seperti ini," ucapku."Halah Dara kamu mah sama saja. Pengen banget di akui sebagai istri orang kaya. N
Bu Endang sedikit berubah raut wajahnya karena mendengar pertanyaan Nungki. Ia mengatakan kalau tidak jadi di gedung. "Saya tidak jadi di gedung mengingat rundingan kerabat di rumah saja. Biar semuanya bisa menikmati masakan di hajatan saja. Biar ngirit juga soalnya setelah menikah nanti banyak keperluan yang akan di tanggung pengantin," ucap bu Endang."Bilang saja nggak ada duitnya," sahut bu Sti.Bu Endang terlihat adu mulut sama bu Sri perihal nggak jadi nikahan di gedung. Mau nikahan di gedung atau tidak yang penting sah tidak ngutang. Tidak ngerepotin tetangga juga. Itu adalah pembelaan dari bu Endang."Mulut kamu kok beracun sih. Emangnya yang punya uang cuma kamu doang hah?" tanya Bu endang kesal."Loh kalau ada duitnya mah sudah nikah di gedung terus pakai tukang riasnya yang mahal. Ngapain juga loh ngomong bebelit begitu. Banyak omong tapi kenyataan kosong," balas bu SrI.Suasana tidak seperti yang ku bayangkan mendingan sekarang aku melerai mereka kemudian pulang. Tinggal
Bu Endang mendengus kesal atas pertanyaan bu Sri. Karena hari sudah sore dan larut bu Endang istirahat karena besok adalah acara pernikahan anaknya tercinta. Gadis paling berprestasi yang selalu ia banggakan."Ratna kamu adalah gadis cantik di kampung ini. Di dandani mangklingi," ucap bu Endang memuji anaknya."Ya jelas dong bu. Aku ini putri paling cantik di kampung ini. Walau nikahan hanya di rumah dandanan dari MUA yang aku pilih pasti yang paling baik," balas Ratna memuji dirinya sendiri.Acara akad tiba. Akhirnya Ratna sah menjadi istri orang. Tamu dari besan sudah pulang. Mendadak sepi rumah bu Endang."Undangan yang katanya seribu orang itu mana sih?" tanya bu Sri sambil kipas-kipas wajahnya."Iya sesumbar mulu undangan seribu orang. Katanya di rumah saja biar teman kerja Ratna pada datang. Mana sih aku juga ingin cuci mata melihat Dokter, perawat dan petugas medis lainnya yang cakep-cakep," balas bu Arum.Rumpian tetangga mulai terdengar. Aku dan Nungki masih di tempat nikahan
Nungki hanya mengatakan kalau selama ini bu Endang selalu menindasku. Lalu selalu menggunjing keluargaku. Kami semua tahu kalau bu Endang saat kami menggelar acara resepsi. Dia yang paling depan menghujat apa saja yang kami lakukan. Sekarang mungkin dia sedang mendapatkan karma atas perbuatannya tempo hari."Itu aku menertawakan orang yang gemar menggunjing orang. Segala makanan dan riasan dan tega juga dikomentari orang. Emang enak apa dia perlakukan seperti itu sama tetangga," balas Nungki."Iya juga sih tapi kan kasihan Nungki. Sudah yuk kita salaman kasih selamat. Lalu kita pulang saja," pintaku.Aku dan suamiku memberikan selamat kepada pengantin yang berada di atas altar pengantin. Kami berfoto bersama kemudian segera pulang. Daripada mendengarkan bisik-bisik tetangga yang beracun lebih baik segera pulang saja. Nanti juga ada yang mengabari lewat telepon atau chat pesan singkat."Selamat ya Ratna sudah menjadi istri sah sekarang. Semoga langgeng sampai kakek nenek ya," ucapku."
Bu Lasti mengatakan memang itu adalah daging burung dara bukan daging ayam. Memang ada ayam tapi tidak banyak. Yah mungkin memang dananya tidak ada. Ada sih tapi ya mungkin sedikit."Memang itu burung dara siapa bilang ayam," balas bu Lastri."Pantas kecil sekali. Ya ampun kalau aku pasti sudah malu banyak omong ini itu tapi ya begitu deh. Tidak sesuai kenyataan," ucap bu Sri.Mereka saling mengobrol dan membicarakan keburukan bu Endang yang sedang hajatan. Ketika sore tiba memang datang orang dari rumah sakit tapi hanya sedikit saja. Mereka kembali menggunjing di pojokan."Eh tahu nggak sih kalian kalau teman Ratna sudah pada datang?" tanya bu Arum."Yang sebelah mana teman Ratna? Apakah banyak yang datang rumah sakit kan besar pasti temannya banyak ya," balas bu Mutia yang sudah tidak sabar ingin mengetahui seperti apa teman Ratna.
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal