Tegar mwnyunggingkan senyuman serta memintaku masuk kedalam mobil lebih dulu. Ia mengingatkanku sidah siang lebih baik memikirkan pekerjaan penting yang sudah menumpuk."Orang yang tidak pernah menghargai orang lain pantas Ditinggal Pergi Nyonya, silahkan masuk pekerjaan anda lebih penting daripada memikirkan orang yang egois dan tidak mau menghargai," jawab Tegar."Apa kamu tidak apa-apa? Maksudku hatimu yang menerima cacian seperti ini?" tanyaku lagi.Tegar mengatakan kalau ia sudah biasa seperti ini. Mungkin Tuhan memperlihatkan sisi buruk Ratna lebih awal sehingga ia sudah bisa memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Dia hanya mencintai harta dan kekuasaan. Sedangkan Tegar hanya seorang yang bekerja mengandalkan gaji dari calon suamiku. Tapi gaji yang ia dapat sebagai penanggung jawab cabang restoran tidaklah sedikit."Nyonya tidak perlu khawatir yanh harus ditinggalkan memang pantas di tinggal pergi karena dari awal bukan cinta dan ketulusan yang ia mau. Tapi ha
Aku meminta pergi ke kantor pak maulana karena aku masih kerja di sana. Tegar mengantarku ke sana dan banyak karyawan yang seperti sedang menggosipkanku karena baru saja sampai."Baru dilamar anak bos saja kelakuannya sudah mirip bos besar jam segini baru datang," bisik Sinta."Hus nggak boleh begitu acara lamaran 'kan sampai malam. Biasanya orang-orang pada cuti dia 'kan cuti sama sekali tuh hanya ijin masuk setengah hari," balas pak satpam.Aki tak menggubris hal sepele seperti ini. Toh sudah biasa waktu itu ada Irma sekarang ada Sinta. Aku tak tahu lagi kenapa banyak orang rese di hidupku ini.Ku lanjutkan perjalanan menuju ruang kerjaku. Disana sudah ada Desi dan Metta. Mereka menungguku dan memberikan sebuah kado."Selamat ya calon manten semoga nanti acara nikahannya lancar tanpa suatu halangan apapun," ucap Metta sambil cipika cipiki."Terima kasih nggak usah repot-repot nanti masih ada nikahan loh. Semoga kalian cepat nyusul ya. Tapi sepertinya D
Aku menjawab kalau aku baik-baik saja mungkin hanya kelelahan akibat banyak pikiran beberapa hari ini juga ada telat makan."Hanya mual dan perutku sakit bu. Biasanya kalau begini maagku kambuh," ucapku."Kamu yakin Dara apa tidak mau ke Dokter?" tanya bu Sari.Aku menerima tawaran bu sari untuk membawaku ke Dokter agar menerima obat. Raut wajah bu Sari sepertinya menyimpan beberapa pertanyaan untukku. Aku bisa menyadari itu.Sampai di Dokter bu Sari segera meminta Dokter yang berjaga untuk memeriksa keadaanku."Apa yang terjadi Dok dengan karyawan saya?" tanya Bu Sari."Asam lambungnya naik. bisa jadi stres atau ada telat makan sebelumnya," jawab dokter seraya menulis resep obat untuk di tebus di apotek.Bu Sari menerima resep yang ditulis Dokter yang membayar jasa sekaligus uang untuk berobatku. Bu Sari melihatku yang berwajah pucat dan lemas itu."Bu Sari apakah ada yang mau ditanyakan padaku?" tanyaku karena bu Sari terlihat seperti ada yang
Pak Maulana masuk ke dalam ruangannya di ikuti oleh Irma dan juga pak Roni. Aku tak mau tahu mereka akan di omeli seperti apa kali ini. Emang dasarnya sudah bermuka tembok makanya tidak kapok melakukan kesalahan apapun."Dara kamu sudah mendingan belom, makan itu camilannya atau enggak besok kamu cuti sehari. Sekarang pulang juga nggak apa-apa," ucap bu Sari."Tanggung lima dokumen lagi aku selesaikan terus ijin pulang ya," jawabku.Bu Sari menyetujuinya aku segera mengerjakan pekerjaanku tapi karena sedang sakit jadi agak lama dari biasanya. Teleponku berdering ada panggilan masuk dari Nungki tapi aku abaikan aku ingin fokus pada pekerjaanku dahulu."Telepon nggak diangkat Dara. Siapa tahu penting?" tanya bu Sari."Dari Nungki sih nanti saja deh bu. Aku mau fokus selesaikan dokumen ini," jawabku.Bu Sari mengerti seperti apa aku. Jika sudah fokus pekerjaan aku tidak akan melakukan hal yang tidak penting. Selang satu jam berlalu pekerjaanku selesai tepat
Irma berdalih kalau ibu Rania itu tidak tulus mencintai suami sirihnya kini. Kalau sudah berkeluarga untuk apa pisah harta segala berarti dari awal dia sudah menyiapkan untuk berpisah dengan pak Roni."Aku merebut apa, menikmati apa, Nungki kamu jangan menghinaku. Yang namanya suami istri itu ya harta harus bersama kenapa harus di pisah segala. Berarti dia tidak tulus mencintai pak Roni," ucap Irma."Sungguh kasihan kamu Irma tidak mendapatkan apa-apa setelah menghancurkan rumah tangga orang," ledek Nungki.Nungki mendorong Irma agar menjauh dari hadapannuya mungkin dia sudah terlalu jijik melihat Irma dan pamannya yang selalu ada di mana-mana. Ia juga berkata pada Irma untuk bekerja agar sibuk dan tidak terus-terusan mengganggu kehidupan orang."Dara ayo pulang sudah waktunya pulang besok ijin saja kita akan fitting baju pengantin," ucap Nungki padaku."Baiklah kalau begitu, semuanya aku pulang dulu ya," pamitku.Saat aku akan meninggalkan
Terjadi perdebatan antara bu Sri dan juga bu Endang. Bu Endang tak terima di doakan cepat mati sedangkan bu Sri memang hanya mengingatkan sesama tetangga karena hidup ini hanya ibarat mampir minum untuk apa selalu menjatuhkan satu sama lain."Bu Sri kamu sengaja doakan aku mati ya. Kalau ternyata kamu mati duluan bagaimana?" tanya bu Endang sewot."Saya ini hanya mengingatkan bu Endang aupaya cepat tobat bukan cepat mati. Hidup di dunia ini tidak lama bu hanya sebentar saja," jawab bu Sri.Bu Endang tak merasa melakukan kejahatan dia merasa apa yang ia lontarkan kepadaku adalah hal yang jujur dan benar. "Orang di kampung sini itu emang aneh. Siapa aih yang jahat sekarang gini saja ya. Dara itu emang tidak pernah to bergaul sama orang kelas atas. Apalagi orang tuanya hanya penjual ikan di pasar bau amis. bergaulnya juga pasti sama pedagang di pasar bau asem juga. Apa yang salah dari perkataanku!" seru bu Endang."Iya benar kok apa yang dikatakan bu Endang. T
Semua orang sudah tidak mempedulikan bu Endang lagi. Alih-alih enggan menawab pertanyaannya para ibu-ibu itu pulang ke rumah masing-masing mereka berkata tidak akan menggubris bu Endang lagi yang sekarang terlihat mulai stres karena memikirkan anaknya."Sudah ayo pulang jangan ladeni orang stres," ajak bu Lastri."Iya bu betul jangan ladeni orang yang hatinya dipenuhi kedengkian sama tetangga," balas bu Arum.Lucu sekali percakapan tetanggaku itu. Kadang mereka sohiban tapi kadang kalau satu nggak ada diomongin. Yah beginilah kehidupan di lingkunganku ini dikatakan tidak sehat tapi terlihat harmonis. Dikatakan harmonis tapi orangnya suka saling menusuk."Dar, sepertinya kita harus membawa bu Endang ke Dokter deh," ucap Doni."Lah apa bu Endang pingsan di luar karena kecapekan teriak-teriak?" tanyaku gugup siapa yang mau gotong karena tubuhnya gemuk begitu kalau pingsan kan berabe.Doni menjawab kalau bu Endang harus dibawa ke rumah sakit jiw
Ibu duduk di bangku meja makan lalu menceritakan apa yang terjadi. Warga sedang heboh dengan berita Fitri yang dilamar anak pemilik pondok yang sudah mempunyai dua istri."Ya seperti biasa dong dimana lagi gosip disini cepat tersebar kalau bukan di warung bu Sri," balas ibuku."Tidak usah mendengarkan cerita hoax yang belum tentu benar adanya bu. Ratna juga tidak akan tinggal diam kalau dilangkahi adiknya. Apalagi pak Nurdin mana mau anaknya dijadikan istri ketiga," jawabku.Ibu mengangguk dan berkata perkataanku ada benarnya juga. Tidak ada yang mengijinkan anaknya menjadi selir atau hanya menjadi istri kedua apalagi istri ke tiga.Pak Nurdin pasti tidak rela melepaskan anaknya begitu saja."Tapi kalau seandainya kejadian bagaimana Dar?" tanya ibuku."Ya mau gimana lagi sudah menjadi ketetapan yang maha kuasa," jawabku.Aku selesai sarapan lalu berangkat kerja. Bulan ini terakhir kerja di tempat pak Maulana aku diterima di perusahaan baru yang lebih besa
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal