Nungki bercerita dia berkenalan dengan seorang cewek dari facebook dan sekarang sedang janjian untuk bertemu mumpung sedang istirahat makan siang. Jadi memanfaatkan waktu untuk ketemuan.
"Aku ada janji ketemuan sama cewek kenalan di facebook Dara. Kalian mau aku kenalin ke cewek itu?' tanya Nungki.
"Boleh deh kita mah senang nambah teman kok," jawab Metta.
Aku lihat temanku itu sedang mencari dimana teman kencannya yang baru saja dia temui. Tapi sepertinya ada yang aneh. Dia sampai minta ijin untuk pergi mencari wanita itu. Apa wanita yang berkencan dengannya sudah pergi duluan atau sedang menghindari kami?
"Tunggu dulu ya tadi dia ada kok. Apa dia sudah kembali ke kantornya ya," ucap Nungki sambil pergi meninggalkan kami.
"Oke kalau begitu kami mau lanjut ngerumpi dulu deh. Nanti kenalin saja kalau masih ada di sekitar sini," balasku.
Kami saling pandang dan curiga apakah orang yang bersama Nungki temanku adalah Irma si pencari masalah deng
Aku seperti seorang pelakor yang sedang dilabrak istri sah. Semua orang berbondong-bondong menuju ruangan kerjaku. Betapa malu diri ini jika benar terjadi aku ini sebagai seorang pelakor. "Dasar tidak tahu diri pembawa sial kamu itu Dara. Kenapa hidupku menjadi hancur semenjak adanya kamu di perusahaan ini, Kamu wanita jalang!" seru Irma. "Kamu yang jalang Irma. Aku sudah menahan diri selama ini agar tidak marah dan membalas semua perbuatan kejimu terhadapku. Tapi nyatanya kamu tetap jahat padaku," jawabku karena hari ini Irma telah keterlaluan. Biarlah hari ini orang mau menilaiku apa. Aku sudah muak dan jenuh dengan pertikaan seperti ini. Aku sudah memberi Irma pelajaran walau tidak ada kontak fisik hanya sebuah peringatan. Sekarang saatnya membuktikan kalau aku juga manusia biasa yang bisa marah. Tidak bisa ditindas secara terus menerus. "Terus kamu mau apa hah. Mau memukulku mau menamparku. Berani kamu? Gara-gara kamu aku tak jadi mendapatkan Nungki
Pak Maulana tersenyum kembali Irma ini tidak bisa menyembunyikan kekesalananya sedikitpun dan selalu menyalahkan orang lain atas kegagalannya."Irma tentu saja kalaian memiliki perbedaan yang jauh sekali." ucap Pak Maulana sambil duduk di kursi terdekat."Aku tidak percaya kalau aku lebih buruk darinya. Kalian semua bodoh telah tertipu oleh Dara yang pura-pura baik tapi sebenarnya kejam!" seru irma.Pak Maulana hanya diam saja tetapi tersenyum penuh pertanyaan. Lalu beliau mengungkap perbedaanku dan Irma yang mencolok.Irma menyelesaikan kuliah dengan biaya dari Roni dan masuk kerja di sini dengan bantuan Roni adiknya. Sejak dulu dia sudah menjadi banyak simpananan om yang banyak duitnya. Yang paling lama ialah saat bersama Roni. Sampai nikah siri dan keluarganya di hidupi olehnya dengan uang dari Roni.Tidak sampai disitu saja. Pak Maulana juga mengungkit masalah yang kita semua sudah tahu adanya. bahwa kelaurga Irma menjelekkan bu Rania selaku is
Irma tampak mengerutkan dahinya ketika melihatku memberikan kotak kado padanya. Padahal aku ini tulus memberikan ini padanya. Kenapa responnya sungguh buruk. Begitu tercelakah aku dimatanya."Ini untuk apa kau berikan kado untukku. Lalu apa isinya kau tidak mau ini adalah sebuah jebakan untukku!" tegas Irma."Ini bukan sebuah jebakan untukmu. Aku dengan sadar memberikannya untukmu. Lihatlah banyak saksi di sini mana mungkin aku menjebakmu," jawabku.Irma menerima kotak kado yang aku berikan untuknya. Mungkin saja dia selalu menggunakan trik ini untuk banyak orang sehingga dia curiga terhadapku. Menjebak bagaimana sih maksud dia ini. Aku tidak tahu menahu soal apa yang Irma maksud ini. Irma sudah membuka kotak kado yang aku berikan padanya."Kau sungguh memberikan aku ini. Apa kau tidak akan menyesal nantinya?" tanya Irma."Tidak ini untukmu. Kau yang lebih berhak menerimanya karena kau adalah karyawan lama di sini. Maafkan aku jika pernah men
Nungki masih mengikuti jalanku menuju ruangan kerja. Orang yang masih tersisa di kantor kenapa tidak menegur seorang yang bukan anggota dari perusahaan ini batinku.Itu bukan urusanku sekarang lagian sebagaian karyawan sudah tidak ada jadi tidak menimbulkan keributan."Kenapa masih mengikutiku sampai tempat ini. Aku tidak mau kau mengejarku. Karena aku tidak menjadi banyak musuh karena dekat denganmu!" tegasku menjawab pertanyaan Nungki."Banyak musuh. Kenapa bisa dekat denganku menjadi banyak musuh?" tanya Nungki lagi.Tentu saja jawaban dariku adalah karena banyak yang mendambakan seorang Nungki untuk menjadi miliknya. Banyak wanita yang mengejarnya aku tak mau menjadi buah bibir dan dimusuhi oleh kaum wanita yang sibuk mengejar Nungki."Semoga kau puas dengan jawaban yang aku katakan, sudah ya aku mau pulang jangan mengikutiku!" seru ku pada Nungku."Dara aku kan bisa mengantarmu. Kenapa kamu tidak memintaku untuk mengantarmu?" tany
Aku menghela nafas melihat bu Endang yang antusias bertanya pada Nungki beberapa pertanyaan yang mungkin itu sanagt sensitif. Tapi kenapa pria tampan yang sedang mencoba mencari perhatian padaku secara gampang menjawab semua pertanyaan yang diberikan padanya."Saya bekerja di kafe," ucap Nungki santai."Hah bekerja di kafe bagian apa. Bukannya bekerja di kafe itu capek. Kmau tidak terlihat kalau kerjanya di kafe loh!" seru Bu Endang yang melihat Nungki dari atas ke bawah."Pokoknya saya kerjanya di kafe," jawab Nungki sambil tersenyum.Aku mengajak Nungki masuk ke rumah. Tidak enak juga dilihat abnyak tetangga. Bu Endang juga sangat kepo dengan kehadiran Nungki. Lebih baik membawanya masuk ke rumah toh ada bapak dan ibu di dalam rumah. Biar mereka saja yang mengobrol dengan Nungki daripada orang lain."Nungki lebih baik masuk dulu. Kita ngobrol di dalam ada bapak dan ibu juga di rumah," ajakku pada Nungki."Oke siap. Bu mari saya permisi dul
Kekepoan bu Endang ini membuatku tak bisa berhenti berpikir. Orang sudah pada tua tapi kok main sosmed buat apa sih. Kalau sudah berteman di sosial media buat apa coba. Apa hanya untuk kepo semata. "Bu Endang main ingragram sama pacebook juga ya. Emm kalau begitu bisa folow saya deh," ucap Nungki ia juga mengeluarkan ponselnya. "Nungki apa tidak apa-apa sosial mediamu di follow tetanggaku?" tanyaku. Nungki tersenyum dan menggelengkan kepalanya. ia berkata tak apalah untuk sekedar berteman dan juga biar bu Endang dan tetanggaku yang lainnya tidak kepo lagi jika Nungki datang lagi berkunjunkung. "Dara kamu cemburu sama nenek-nenek yang minta sosial media pacar kamu. Bu Endang ini sudah tua sebentar lagi juga ngawinin," ucap bu Endang. "Bu-bukan begitu bu. Tapi ini kan privasinya Nungki. Dia juga baru pertama kali datang ke desa kita loh," ucapku. Bu Endang menuduhku kalau aku keberatan pria yang mengejarku di kepoin bu Endang. Ah bagaimana ya m
Aku saja belum berpikir sampai sejauh itu kenapa para tetanggaku berpikir jauh kesana. Memangnya keluarga Nungki akan bisa menerimaku. Aku tidak mau berpikir terlalu jauh dari pada sakit hati nantinya."Aku maunya sederhana saja bu. Tidak perlu mewah lagian kapan nikahnya juga belum tahu," jawabku pada Ibu-ibu rempong itu."Kalau lelakinya kaya mah nggak apa-apa Dara, Pengan nikah di gedung atau di hotel mewah juga nggak ada yang larang. Duitnya kan ada," balas bu Endang.Iya duitnya sih ada, kalau orang menganggap aku matre bagaimana. Apalagi aku ini hanya anak seorang penjual ikan yang tinggal di pinggiran ibu kota saja.Tetangga ini memang enak banget ya kalau bicara. Tak tahu nanti bagaimana reaksi keluarga calon suamiku jika aku mengikuti saran dari mereka."Saya belum berpikir terlalu jauh kesana bu-ibu. Mungkin jika waktunya tiba baru deh mau berbuat apa saja juga enak," jawabku."Kamu jangan polos-polos amat. Kalau dapat orang kaya nggak apa-apa minta a
Aku menggelengkan kepalaku serta menjelaskan kenapa aku menghela nafas berat karena sudah berhasil menghindar para penggosip di kampung tempat tinggalku. Mereka memang selalu heboh seperti itu.Aku berpikir Nungki akan kapok hari itu saat datang ke rumahku. Karena ada tetangga penggosip seperti bu Endang itu. Tertanya pikiranku salah Nungki datang lagi ke esokan harinya dengan menggunakan mobil.Sebelumnya ia mengunggah sarapan pagi di dapur rumahnya dan tetanggaku yang super heboh bernama bu Endang sudah memberikan pengumuman ke seluruh ibu-ibu lainnya."Jadi seperti itu ceritanya Nungki. Kamu jangan salah paham. Pagi ini kau sudah membuat kehebohan sebanyak dua kali," keluhku."Haha ... Aku baru pertama kali melihat seorang tetangga yang begitu heboh seperti tetanggamu itu, mereka unik ya?" ucap Nungki sambil tertawa."Menurutku mereka bukan unik para penggosip itu selalu menggangguku. Mereka selalu kepo dengan apa yang aku lakukan," balask
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal