Share

[ Roses ] ; 03

Author: Rara Huang
last update Last Updated: 2021-05-01 23:51:58

“Cinta akan jatuh pada ruang dan waktu yang tepat.”

“Taco masih marah ya sama Kak Miko!”

Masih dengan piyama polkadotnya, Taco memberengut kesal pada kakaknya. Kemarin ia mati bosan menunggu kakaknya untuk menjemput setelah kegiatan OSIS-nya. Bukan permintaan maaf yang Taco dapatkan, malah cengiran.

Selama perjalanan dari sekolah Taco ke rumah, wajah Miko dihiasi bintang-bintang. Merasa ada yang salah dengan perangai sang kakak, Taco menempelkan punggung tangannya ke dahi sang kakak yang sibuk mengemudi. 

Miko malah kembali tersenyum tidak jelas. Taco bergidik ngeri melihatnya.

“Tahu enggak sih kak, gara-gara kakak telat jemput, Taco digodain sama kakak kelas mesum sialan! Taco sebel banget liat wajahnya. Mesum banget!”

“Kakak minta maaf, dek. Tapi kamu enggak diapa-apain kan? Kak Miko traktir makan deh, terserah apa aja!” 

“Untungnya enggak dipegang-pegang. Cuma ya tetep aja itu udah masuk pelecehan seksual. Bener nih sepuasnya?”

“Sepuasnya.”

“Oke deal!”

Taco mencium gemas kedua pipi kakaknya yang elastis. Mereka kakak adik yang tak jarang terlibat dalam sebuah pertengkaran konyol, tetapi mereka berusaha saling menjaga. Terlebih lagi  papa mereka yang telah meninggal saat Taco masih SD.

[...]

Permen warna-warni dengan berbagai rasa menyambut kedatangan Rosea. Seorang ibu-ibu bertubuh tambun menyambutnya. Rosea melemparkan senyum khasnya pada ibu pemilik toko.

Tangannya memilah memilih permen apa saja yang ingin ia beli. Telunjuk Rosea mengetuk-ngetuk etalase permen mengingat-ingat apa saja yang anak kecil biasanya suka. 

Rosea memutuskan untuk membeli beberapa permen jeli, lollipop, marshmallow, dan permen kapas. Rosea juga membeli sekotak bola-bola cokelat kesukaannya. Setelah membayar, ia memesan ojek dan pergi ke Panti Asuhan Cahaya.

“Kak, boleh antar aku enggak?” Seorang anak kecil berwajah lusuh menghampiri Rosea yang saat itu masih berumur belasan awal. Rosea merasa bingung, pasalnya ia sedang menunggu ayahnya datang menjemput.

“Kak, tolong ya....” Anak kecil perempuan itu sudah menangis. Rosea makin bingung harus berbuat apa.

Rosea sedikit membungkuk, mensejajarkan dirinya dengan gadis kecil itu. “Emang rumah adek dimana?” Rosea mengelus lembut surainya. Ia menjadi teringat masa kecilnya yang hobi sekali menangis.

“Panti Asuhan Cahaya.”

Sekarang gadis yang Rosea tolong beberapa tahun lalu berdiri beberapa meter dari hadapannya, berlari menghambur memeluk erat malaikat penolongnya.

“Halo Tiara, Tiara apa kabar?” Masih dalam posisi berpelukan, Rosea mencium puncak kepala gadis kecil yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. 

Melepas pelukannya dengan Tiara. Rosea berjalan mencari ibu panti yang menjaga rumah beserta anak-anak. “Eh nak Rosea datang. Sehat, Ros?” 

“Sehat, bu. Gimana keadaan ibu?” Bu Salma mengangguk, lantas mengajak Rosea untuk bertemu anak pantai yang lain di taman belakang.

Rosea bermain sebentar dan membagikan permen yang ia beli tadi. Ia berutang banyak pada Bu Salma. Bu Salma dan anak-anak panti mengisi kesepian dalam hati Rosea.

Di kala semua orang menjauh, Bu Salma dan Tiara ada untuk memeluknya. Di saat dia sangat ketakutan, Bu Salma dan Tiara meyakinkan Rosea bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka meredam kesedihan walaupun tak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Rosea.

Hanya sesederhana melihat senyum polos Tiara, Rosea selalu percaya dunia tak seburuk yang ada di kepalanya.

[...]

Rumah berlantai tiga milik keluarga Lesmana siang ini dipenuhi perjaka-perjaka berperut kosong. Sahabat-sahabat Julian mengekor mobil Julian sepulang kuliah. Ini ide Dinan. Katanya lumayan bisa makan siang di rumah orang kaya.

Papa Reno menyambut kedatangan anak-anak ganteng ‘slengean’ itu dengan tangan terbuka. Papa Julian itu sangat senang ketika Dinan, Hanzel, dan Royan berkunjung ke rumah. Rumah terasa lebih hidup dengan tawa mereka. Walau ia harus merogoh kantong dalam untuk membelikan mereka makanan.

What’s up papa ganteng…” Dinan memeluk Papa Reno dengan akrabnya. Hanzel dan Royan yang berada di belakangnya datang dengan senyum penuh tipu muslihat.

“Papa ganteng, kita lagi laper nih. Kasihan udah tiga hari enggak makan.” Hanzel berujar semelas mungkin. Semenjak ia memasuki ruang tamu rumah Julian ia sudah mencium harum masakan, semakin menambah keinginannya untuk segera makan.

“Ayo-ayo makan bareng. Mamanya Julian lagi masak. Kalian ada pesan mau makan apa?” Papa Reno menyebutkan menu makanan dan cemilan yang ia punya. Ketiga sahabat anaknya itu menggunakan keadaan sebaik mungkin dengan mengatakan semuanya.

Papa Reno, Mama Hesita, dan ketiga sahabat Julian sudah berada di ruang makan. Masih menunggu Julian yang masih membersihkan diri. Karena Julian tak kunjung turun, Dinan naik ke lantai 2 memanggil Julian.

Julian yang sedang mengeringkan rambutnya terkejut kala pintu kamarnya terbuka. Tawa usil Dinan menyapanya dari balik pintu kamar. “Lu ngapain di sini?”

“Ya mau ketemu bokap ganteng. Ayo turun udah laper nih gua nungguin lu!”

“Salah siapa lu numpang makan di rumah gua?”

“Ah tai lu!”

[...]

Keadaan hati Rosea terasa sangat baik setelah berkunjung dari panti asuhan. Senyum-senyum anak di sana bagai sengatan tenaga untuknya. Dari panti asuhan, Rosea pergi ke kampus untuk mengikuti kegiatan UKM tari modern. 

Di antara anak UKM tari dan basket, Rosea terkenal dengan keahliannya meliuk-liukkan tubuh. Ia bisa menari dengan berbagai jenis. Mulai dari tari tradisional hingga modern.

Rosea memang suka mencoba hal baru. Selain berguna untuk olahraga, menari dapat mengeluarkan emosi yang hanya bisa ia pendam dalam hati. Rosea juga berkali-kali mendapatkan prestasi dalam kejuaraan menari di tingkat kota hingga nasional.

"Hai, Mbak Aletha!" Rosea yang baru datang matanya menangkap Aletha yang sibuk dengan tabletnya di ujung kafe. 

"Halo, Ros! Habis ikut UKM? Keringetan gitu?" Tunjuk Aletha ke arah kening Rosea.

"Hehehe iya mbak. Mbak Aletha lagi ngapain, serius banget wajahnya?" Rosea duduk di sebelah bosnya. Kebiasaan Rosea yang suka sekali dekat-dekat dengan Aletha sejak mereka saling terbuka satu sama lain. Selain Hana, Aletha tahu masalah serta segala trauma Rosea. Bosnya itu sudah seperti kakaknya yang super duper bawel, namun pengertian.

"Ini bikin kontrak buat Julian." Rosea melirik sekilas. Banyak sekali kata-kata yang tak ia mengerti.

"Ros, tolong hubungin Julian dong besok suruh ke sini buat bahas kontrak!" Rosea melongo. 

"Lho kan nomernya sudah Rosea kasih ke mbak." Rosea bukannya menolak perintah atasan, dia hanya malu untuk menghubungi laki-laki yang membuatnya mimpi indah semalam.

"Lho kan mbak minta tolong?"

Rosea meniup poninya malas. "Iya…"

[...]

"Ini siapa ya?"

Dinan melirik Royan bertanya siapa yang menelepon Julian. Royan yang tidak tahu mengedikkan bahunya. 

"Oh… Ada apa ya?"

Hanzel yang sedari tadi sibuk menyemili jeli milik Julian ikut penasaran. Ia mendekatkan telinganya ke Julian. 

Julian yang merasa para sahabatnya sedang menguping percakapannya, menoleh ke belakang, dan mendapati Hanzel di belakang punggungnya. Hampir saja Julian mencium pipi Hanzel. Untung saja tidak kena. Ia akan dianggap pria macam apa yang mencium pria lain. Idih! 

Kembali fokus dengan seseorang di ujung sana. Julian mendengarkan dengan saksama. Sesekali mengangguk selepas mendengarkan informasi yang ia dengar. 

"Iya, terima kasih informasinya."

Kembali duduk bersama teman-temannya yang pura-pura tak terjadi apa-apa barusan. "Masalah kerjaan."

Dinan menoleh ke dua sahabatnya. Tiba-tiba banget tuh anak?

"Sebelum lu pada nanyain yang nelpon gua siapa, gua bilang aja," tutur Julian dengan nada menyindir.

"Enggak ada yang nanya tuh!" ucap Hanzel berpura-pura tak acuh.

Omongan Hanzel mengundang Julian untuk melemparkan bantal ke arah wajahnya. Hanzel tertawa lepas melihat Julian yang sedang kesal.

Rahasia yang hanya mereka ketahui, Julian jika sedang kesal wajahnya sangat menggemaskan. Namun, demi citranya di hadapan publik, Julian tak pernah menampakkan ekspresi seperti itu, kecuali di hadapan sahabat, Serena, dan kedua orang tuanya saja. Bagi Julian lingkungan luar sudah menjadi ruang formal baginya. Ada nama baik keluarga yang harus ia jaga.

"Kalo cewek lain juga gapapa kali. Kalo Serena bisa selingkuh, masa lu enggak? Ya enggak, Nan?"

Dinan yang mendapat pelototan dari Julian dan Royan malah menampilkan senyum dua jari. Takut-takut ia menjadi korban kedangkalan berpikir Hanzel, jadi ia lebih memilih diam.

"Buang-buang jauh dah tuh pikiran buat balas dendam ke orang, enggak baik." 

"Dengerin tuh si Royan!" Dinan mencubit perut buncit Hanzel dan mengambil beberapa yupi dari genggamannya.

[...]

Di minggu sore yang sedikit mendung, Rosea mendapat misi khusus dari Aletha. Sebuah tugas negara yang sangat sayang untuk dilewatkan. Ia harus menunggu kedatangan Julian ke kafe dan menemaninya, karena Aletha harus pergi ke tengkuantusiaslak biji kopi terlebih dahulu.

Biasanya rambutnya ia cepol asal, hari ini rambut bergelombang Rosea tergerai bebas. Gadis itu juga memakai jepit bermotif bunga mawar yang eleganㅡyang Rosea beli dengan harga miring di pasar kaget. 

Saat Rosea mematut dirinya di depan cermin, ada gelanyar aneh di dalam hatinya. Debar jantung yang telah lama tak ia rasakan. Sebuah  yang membuncah. Ada keinginan lebih hanya sekedar bertatap muka.

Rosea menjaga kasir dengan bolak-balik merapikan rambutnya, takut-takut Julian datang. Perkara ia mengetahui siapa nama laki-laki itu, sahabatnya yang berkulit lebih gelap memberitahukannya kemarin saat tak sengaja berjumpa di kantin fakultas. Juven Juliansyah Lesmana. Sebuah nama yang indah, yang dengan mudah Rosea hafal di luar kepala.

Bunyi gemerincing bel berbunyi. Mata Rosea secepat kilat menatap ke arah pintu. Benar dugaannya, Julian datang tepat pukul empat.

Rosea berjalan sedikit cepat menghampiri Julian yang celingukan, sampai-sampai tak menyadari ada seorang gadis di depannya.

“Halo! Rosea.” Rosea mengajukan tangannya, berniat untuk bersalaman.

“Hai! Julian.” Satu hal yang paling Rosea hindari sekarang, yaitu pingsan di hadapan Julian. Bagaimana bisa ada seorang laki-laki dengan perawakan sempurna, garis wajah tegas, gaya berpakaiannya mengikuti perkembangan zaman, dan jangan lupakan wanginya yang mampu membius wanita.  

Terus terang Julian tertawa dalam benaknya, ia sudah tahu nama gadis itu berhari-hari yang lalu. Apa dia lupa pernah menuliskan namanya di kertas merah muda yang diberikan pada Julian?

Ya Tuhan, apa Julian ini sebenarnya adalah pangeran berkudah putih? Atau keturunan Kerajaan Inggris?

Rosea mempersilahkan Julian untuk duduk di salah satu kursi. Mengambilkan buku menu dan menawarkan makanan atau minuman yang akan Rosea buatkan. Pilihan Julian jatuh pada cocktail “Sweet Dream” yang menyegarkan dengan bahan utama buah stroberi.

Rosea membuatkan minuman Julian dengan hati-hati dan lebih istimewa. Ia menambahkan ekstra krim di atasnya serta menambah taburan meses warna-warni agar lebih semarak. Setelah selesai, Rosea membawanya dengan perlahan ke meja Julian.

Laki-laki itu sepertinya menikmati alunan lagu yang Rosea sengaja putar lewat speaker kafe. Lagu Ardhito Pramono berjudul ‘Superstar’ dengan tempo yang menggebu memenuhi gendang telinga seisi kafe.

“Ini!”  

Julian tersenyum. Bukan hanya bibirnya, namun juga matanya. Semalam sepulang bekerja, Rosea sempat mencari tahu sebutan apa yang cocok untuk senyum Julian. 

Senyum bulan sabit.

“Makasih ya, Ros.” Rosea mengangguk.

“Oh ya Jul, Mbak Aletha mungkin sampek kafe 5 menitan lagi, maaf ya harus nunggu.”

“Gapapa santai aja. Lu ada kerjaan?” Rosea memutar badannya melihat keadaan sekitar. Hanya ada dua pelanggan dan tak ada tanda-tanda pelanggan datang. Belum ada yang harus ia kerjakan.

Rosea menggeleng.

“Duduk sini aja. Sekalian gua mau tanya-tanya.”

Julian minta aku duduk di sebelahnya? Oke, oke, tenang. Tarik nafas, tahan, hembuskan perlahan… 

“Mau tanya apa?” Rosea memerhatikan bagaimana Julian yang berada di hadapannya dengan tatapan memuja.

“Ini kafe milik Mbak Aletha sendiri kah? Atau Mbak Aletha hanya manajer di sini?” 

“Iya, ini kafe milik Mbak Aletha sendiri.” Pikiran Rosea sedari tadi sangat bising. Opini-opini tentang laki-laki di depannya terdengar saling bersahutan.

“Gua boleh nanya satu hal lagi?” Rosea lagi-lagi mengangguk dengan antusias. Rosea sudah mirip dengan kucing rumahan yang senang diajak bicara pemiliknya.

Dengan senyum yang entahlah tak bisa Rosea terjemahkan, Julian bertanya, “Lu suka lagu-lagunya Ardhito juga?”

[...]

“Makasih ya Julian sudah mau bekerja sama dengan saya.”

“Seharusnya saya mbak yang berterima kasih sudah diberikan kepercayaan sebesar ini.” Julian menampilkan senyum bulat sabitnya.

Rosea yang semenjak tadi mencuri pandang pada Julian dari balik meja kasir merasa seperti pencuri betulan. Bolak-balik tatapannya tertangkap oleh Julian, tetapi Rosea tak merasa kapok dibuatnya.

Aletha yang menyadari gelagat aneh keduanya hanya bisa tersenyum. Aletha senang bisa melihat raut wajah bahagia Rosea yang sedang jatuh cinta. Bukan tanpa alasan, Aletha tahu semua hal yang membuatnya harus semenderita sekarang. Aletha hanya ingin gadis itu kembali menemukan kehidupan dan bahagianya.

Setelah mendiskusikan beberapa hal mengenai kontrak, Julian pamit pulang. Langit sudah menggelap, hujan pun turun lumayan deras. 

Aletha memanggil Rosea, mengatakan bahwa Julian pamit pulang. Rosea menghampiri mereka berdua. Lalu tiba-tiba Aletha meminta Julian untuk mengantar Rosea.

“Julian, boleh enggak mbak minta tolong antarkan Rosea pulang ya. Kasihan kalau pulang jalan kaki, mana hujan lagi. Lagian kafe juga mau saya tutup karena saya mau pergi dengan suami.”

Alis Rosea hampir menyatu saking kagetnya. Tabiat apa yang Aletha ingin lakukan?

Aletha juga sungguh percaya diri, iya jika Julian membawa mobil, jika sama-sama berjalan kaki bagaimana?

“Boleh-boleh mbak. Saya juga bawa mobil. Yuk, Ros!” Rosea makin melongo.

Apa-apaan ini? Rosea menatap Aletha bingung. Yang ditatap malah mengedipkan sebelah matanya. Tidak waras!

[...]

Kecanggungan melingkupi Julian dan Rosea di dalam mobil. Keduanya terdiam setelah adegan drama beberapa waktu lalu. Di mana Julian memakaikan jaketnya ke kepala Rosea agar tak terkena hujan. Mereka lari bersama menuju mobil hitam Julian.

Saat sudah memasuki mobil, mereka tertawa. Berlari di bawah guyuran hujan seperti sebuah penghiburan bagi keduanya. Hiburan bagi hati yang sedang lara dan temaram.

Untuk mengusir kecangguang, Julian menghidupkan radio mobilnya. Kebetulan atau bukan, lagu Ardhito terputar. Kali ini lagu bertajuk ‘Say hello’ yang mereka dengar.

Rosea menoleh ke arah Julian yang nampak menikmati lagunya. Kepalanya mengangguk irama lagu, jarinya mengetuk kemudi secepat ketukan lagu. Ia juga mendengar Julian bersenandung pelan.

“I don’t need to be pagliacci

Cause I’m truly in love and so happy”

Saat keduanya bersamaan bagian tersebut dengan suara yang lumayan keras, mereka saling menatap antusias. Melanjutkan nyanyian dengan suara yang meninggi. Julian dan Rosea menikmati momen itu.

“Say hello! Say Hello! Say hello!” Julian dan Rosea menyanyikan bait terakhir dengan suara yang lantang. Layaknya orang yang sedang mengeluarkan semua amarah yang teredam terlalu lama.

[...]

“Makasih ya, Jul. Maaf banget ngerepotin.” 

“Iya sama-sama. Santai aja, kita bakal jadi rekan kerja.”

“Oke. Sampai jumpa Sabtu depan, Jul!” Rosea melambaikan tangannya, lalu keluar dari mobil Julian.

Rosea berjalan sedikit cepat agar segera masuk ke dalam kamar indekosnya. Ia ingin sekali berteriak sedari tadi. Jantung yang memompa lebih cepat, pupil mata yang membesar, dan nada suara yang meninggi. Rosea benar-benar jatuh cinta.

“AAA…” Rosea membenamkan wajahnya ke bantal. Meredam teriakan bahagianya.

Dering gawai Rosea menginterupsi aktivitas konyolnya. Nama yang sangat ia rindukan muncul di sana. Entah ia harus senang atau bagaimana. Dengan tangan yang bergetar, Rosea mengangkat panggilan tersebut.

“H-halo?”

Related chapters

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 04

    “Yang sungguh cinta, sejauh apapun ia pergi pasti kembali pulang karena hati adalah kompas alami manusia.”“Bu, pesen es teh manisnya 3, es susu cokelatnya 1, sama mi ayam 4 pedes semua.”“Oke tunggu sebentar ya, mas.”“Siap!” Hanzel yang memesan makanan di warung Bu Denok untuk para sahabatnya.Mereka sedang menikmati suasana kantin FISIP sembari memandang gadis-gadis cantik, kecuali Julian. Julian semenjak duduk, ia hanya memerhatikan gawainya. Membuka-tutup aplikasi pesan singkat. Menanti balasan pesan dari Serena.Serena, gadis itu berkuliah di tempat yang berbeda dengan Julian. Tahun pertama kuliah hubungan mereka masih sangat hangat. Hampir setiap hari mereka bertemu. Bahkan di saat Julian sangat sibuk, laki-laki itu masih berusaha menyempatkan waktu. Tetapi, memasuki tahun kedua, Serena mulai berubah.Entahlah mungkin gadis itu mulai bosan. Atau benar-benar sudah jatuh ke pelukan laki-laki lain.“Udahlah enggak

    Last Updated : 2021-05-03
  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 05

    "Sering kali cinta saja tak cukup untuk memenuhi asupan ego manusia.”Sadar dari mabuknya semalam, Serena berjalan dengan badan yang masih lemas. Netranya menyusuri setiap sudut ruangan yang ia tempati. Dilihat dari perabotannya, ia tahu ini apartemen Julian."Sudah bangun, Ser?" Julian yang sedang memasak bubur untuk Serena mengalihkan fokusnya dari kompor."Menurut kamu gimana?" Serena malah membalas dengan nada sengau. Julian termangu. Perbedaan Serena sangat nyata. Setahun ini ia kira itu semua hanya ilusi dalam pikirannya saja karena mereka tak berada di kampus yang sama. Nyatanya, Serena memang berubah.Dengan suasana tegang, Serena dan Julian makan. Tanpa ada suara. Tanpa ada tawa. Tanpa ada debaran. Semuanya hambar. Kini cinta rasanya sudah tak lagi bersarang di tempatnya."Sekarang jam berapa, Jul?" Serena sudah menyelesaikan makannya dan menaruh mangkuknya di mesin pencuci piring."Jam 9, kenapa S

    Last Updated : 2021-05-03
  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 06

    "Ketika hatimu remuk, semuanya akan menjadi sangat menyesakkan.”Pikirannya kacau dan semua perih bergelung di dada. Kepedihan meringsak masuk menggerogoti perasaannya. Sehancur apapun keadaannya, dunia tetap berputar, waktu tetap berjalan.Julian menggendong tas gitarnya menuju mobil yang terparkir di depan gedung FEB. Sahabat-sahabatnya sudah pergi entah kemana sejak ia tinggal mengambil gitar dari ruang UKM seni.Hari ini, hari pertama Julian bekerja sebagai penyanyi kafe, di Kafe Aletha. Perasaannya bercampur aduk. Antara senang dan gundah, tetapi bagi Julian pantang untuk mencampur urusan pribadi dengan pekerjaan.Rosea memandang lurus ke arah panggung dari balik meja kasir. Julian sudah nampak siap dengan gitar di pangkuannya. Ia mulai menyapa para pengunjung kafe. Semua nampak antusias.Lagu dimulai dengan permainan gitar yang menghanyutkan setiap jiwa yang ada di sana. Julian memejamkan matanya, menyatukan dirinya dengan lagu ya

    Last Updated : 2021-05-03
  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 07

    “Lukamu akan sembuh. Maka bersabarlah!”Sudah beberapa hari berlalu semenjak malam itu. Rosea bersyukur saat itu terjadi Hana ada di sampingnya, setidaknya tidak ada hal bodoh yang ia lakukan. Walaupun beberapa hari sejak malam itu ia merasa sangat cemas dan badannya tak enak, ada Hana yang dengan sabar merawatnya. Hana juga menginap beberapa hari, memastikan bahwa Rosea benar-benar kembali stabil.Rosea senang memiliki Hana sebagai sahabatnya.“Males banget deh harus latihan bareng sama anak basket. Perasaan selama 2 tahun baru kali ini kayak gini. Huft…” Bela mendengus kesal.“Ya mau gimana lagi. Sekitar sebulan lagi kita ada lomba. Belum lagi kemaren ada UTS jadi kepotong waktu latihannya, kan?” Rosea mengelus lengan Bela yang tidak suka berita yang Mas Begas, pelatih dance mereka, bawa bahwa latihan dipindahkan ke lapangan basket. Alasannya karena ruang latihan mereka sedang direnovasi.“Iya sih…,” Bela menjawab lunglai.Latih

    Last Updated : 2021-05-04
  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 08

    “Sakit bisa saja mendatangkan lebih banyak kebaikan bagi orang-orang yang ikhlas menjalaninya.”Sudah delapan kali Rosea ke kamar mandi untuk buang air besar. Sebuah ritual pasti setelah makan seblak, tetapi tak pernah separah ini. Kemarin sepertinya ada sebuah setan antah berantah membisikkan pesan untuk membeli seblak dengan level maksimal. Biasanya Rosea membeli level 0. Paling mentok ya level 3 kalau-kalau gadis itu sedang frustasi dengan tugas Pak Jagad.Rosea sudah seperti melakukan simulasi bunuh diri.“Gini banget punya penyakit maag!” gerutu Rosea dengan tangan memegangi perutnya. Dirinya masih berbaring lemas di atas kasur sembari berharap mulesnya akan hilang.“Ah sebel! Tau gitu aku ajak makan mi yamin aja ketimbang makan seblak. Sama-sa

    Last Updated : 2021-06-06
  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 09

    CHAPTER 9“Akan ada harapan baru untuk orang-orang yang masih mau berjuang.”“Tolong bantuin gua dong!” pinta seorang gadis pada laki-laki bertubuh jangkung di depannya.Pagi-pagi sekali di ruang tamu rumah bertingkat tiga ini diisi oleh dua orang bersentimen tinggi. Si gadis dengan baju tidur berwarna cerah, di kepalanya dihiasi bando dengan aksen sepasang tanduk sapi. Sedangkan si laki-laki nampak santai dengan kaos dan celana jeans robek-robek, duduk bersandar sofa, serta kakinya disilangkan dan telapaknya bergerak-gerak.“Adah-adah! Apaan lagi sih, wak?” Laki-laki itu menyugar rambutnya angkuh. Matanya terlihat jengah menatap gadis di depannya. Walaupun cantik—ralat, sangat cantik—tetapi, karena sifatnya yang menyebalkan membuatnya malas.“Eh lu gua bayar ya!”Laki-laki itu sontak melotot. “Koreksi. Bokap lu!”Gadis itu menunjukk

    Last Updated : 2021-06-08
  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 10

    "Semua yang pahit pasti pergi. Jika datang kembali, ucapkan padanya bahwa kamu sudah siap melaluinya lagi.”Lampu warna-warni yang menghiasi aula lantai 2 gedung FISIP malam ini menambah semarak kemeriahan acara para mahasiswa ilmu komunikasi. Beberapa teman seangkatan Rosea menampilkan sebuah musikalisasi puisi yang sangat indah. Sajak demi sajak yang mereka bawakan, membawa pandangan baru akan dunia. Membikin Rosea semakin sadar bahwa bumi yang ia pijaki sangat luas.Kini gilirannya mempersembahkan sebuah lagu yang baru-baru ini rilis dan sangat digandrungi para remaja galau, yaitu “Driver License”. Pada kesempatan kali ini, suara merdunya akan diiringi oleh petikan gitar dari salah satu teman kelasnya, Febriko.Rosea nampak manis dengan celana jeans berwarna putih gading dan badannya dibalut kardigan berwarna cokelat muda. Rambutnya dicepol dengan gaya sedikit berantakan. Riasan tipis dengan lipstik merah

    Last Updated : 2021-06-10
  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 11

    “Ketakutan akan kebagusan adalah usaha menutupi keburukan.”Lembabnya jalan setapak sehabis hujan menyapa kaki Hana kala berjalan memasuki taman rumah sakit. Langkahnya gontai. Banyak pikiran buruk datang silih berganti. Ia duduk di salah satu bangku dengan lampu taman bersinar kuning.“Nih!”Hana menerima segelas coklat hangat dari orang yang telah menantinya di bangku itu sedari tadi. “Makasih.” Hana paksakan senyum berterima kasih.“Hm, Luk, makasih udah mau mantau Rosea. Jadi gua enggak terlalu telat buat tahu keadaan Rosea tadi.”“Iya, sama-sama. Udahlah wak lu gausah sedih-sedih gitu, gua ikutan sedih.” Luki bersandar pada bangku dan menoleh pada Hana.“Gua enggak habis pikir gitu, lho. Maksud gua tuh gini. Orang baik pasti ada aja cobaannya. Coba para bajingan, bedebah, preman, kenapa hidupnya mujur? Akal gua enggak bisa nerima ini semua,&

    Last Updated : 2021-06-17

Latest chapter

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 15

    “Perihal menahan rasa yang bergemuruh pada dada, manusia perlu berguru pada kesabaran dan angkara murka, agar tahu bagaimana dampak keduanya.” “WOY BABI HUTAN!” “Ha? Mana? Mana?” Miko bangun dengan gelagapan. Mukanya masih kusut dengan bekas air liur di pipi kanannya. Bajunya juga terdapat bekas air liurnya. “Lu babi hutannya! Parah banget gila lu ngorok apa kesurupan?” Rachel benar-benar murka. Semalaman setelah adegan Miko yang mabuk setelah minum anggur merah, ia ingin sekali tidur karena lelah seharian ini. Tetapi keinginannya sirna setelah satu setengah jam kemudian. Miko mengorok dengan suara yang lumayan keras. “Ngorok apaan sih? Gua kalo tidur tuh cakep banget. Sangat tenang dan tidak mengeluarkan suara.” “Pret!” Rachel beranjak dari duduknya dan merapikan ruang tamu yang dipenuhi bungkus makanan dan botol anggur merah sisa semalam. Sedangkan Miko memilih melanjutkan tidurnya. Rachel memunguti bu

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 15

    “Perihal menahan rasa yang bergemuruh pada dada, manusia perlu berguru pada kesabaran dan angkara murka, agar tahu bagaimana dampak keduanya.” “WOY BABI HUTAN!” “Ha? Mana? Mana?” Miko bangun dengan gelagapan. Mukanya masih kusut dengan bekas air liur di pipi kanannya. Bajunya juga terdapat bekas air liurnya. “Lu babi hutannya! Parah banget gila lu ngorok apa kesurupan?” Rachel benar-benar murka. Semalaman setelah adegan Miko yang mabuk setelah minum anggur merah, ia ingin sekali tidur karena lelah seharian ini. Tetapi keinginannya sirna setelah satu setengah jam kemudian. Miko mengorok dengan suara yang lumayan keras. “Ngorok apaan sih? Gua kalo tidur tuh cakep banget. Sangat tenang dan tidak mengeluarkan suara.” “Pret!” Rachel beranjak dari duduknya dan merapikan ruang tamu yang dipenuhi bungkus makanan dan botol anggur merah sisa semalam. Sedangkan Miko memilih melanjutkan tidurnya. Rachel memunguti bu

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 14

    “Ketulusan tak pernah meminta balasan. Berbeda dengan dendam yang selalu ingin terbayarkan.” “Iya aku setuju sama kamu, Chel. Peluang terbesare ya anak HIMA lek enggak gitu ya anak BEM. Tapi sekarang ambil kunci mading dulu.” Susi dan Rachel berjalan beriringan menuju ruang sekretariat BEM. Susi terlihat mungil berada di sebelah Rachel yang bertubuh jenjang. Rachel tadi sempat mengganti alas kaki menjadi sandal setelah makan bebek bersama Miko. “Btw, sorry ya gua ganggu lu.” “Gapapa kok, Chel. Aku juga enggak tega sama orang yang jadi korban. Tapi waktu itu aku enggak tahu harus ngapain soalnya yang lain pada ikutan gosip.” Susi terus bercerita bagaimana teman-temannya menggunjing Rosea sembari membetulkan kacamatanya. “Kok tega gitu ya? Apa ya kan kita sama-sama cewe nih ya, amit-amit kalo kena kita kan enggak enak juga. Udah kena musibah, eh jadi bahan ghibahan. Emang bener mah

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 13

    “Hidup ini memang penuh drama, jadi tidak usah terkejut atau sampai berlebihan dalam menyikapi perangai orang yang bermuka dua.” Dalam ruangan VIP sebuah klab malam eksklusif, suara ketukan gelas wine mengiringi pikiran-pikiran Miko yang berkeliaran. Sedari tadi matanya menerawang jauh, memikirkan bagaimana cara menemukan orang yang menyebarkan berita tentang Rosea. Sudah dua jam ia duduk sambil menghabiskan sebotol anggur, tetapi pikirannya semakin buntu. Tadi sore Miko sekongkol dengan Julian dan Hana untuk membohongi Rosea. Miko berkata bahwa latihan dance dibatalkan karena ada turnamen basket antar kampus. Rosea untungnya percaya-percaya saja. Hana pun menghapus room chat UKM dance yang sedang membahas jadwal latihan hari itu. Hana juga pura-pura sebagain bundanya Rosea, lalu menelpon Mas Begas dan mengatakan bahwa Rosea ada acara keluarga mendadak. Malangnya Miko harus pergi dan akhirnya mem

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 12

    “Tiada manusia yang benar-benar kuat. Sekali pun dia terlihat tegar, salah satu bagian dirinya pasti menampakkan luka.” Miko gelagapan menjawab pertanyaan Rosea yang baru selesai mandi. Air mukanya berubah merah kala mencari-cari alasan. Hana dan Julian menatap menuntut jawab. Sedangkan Rosea santai dengan handuk di kepalanya. “Ah itu, dosennya ngeliburin. Iya, libur. Nih barusan dikabarin lewat grup.” Miko mengangkat gawainya canggung. Rosea mengangguk, lalu tersenyum. “Kalian mau makan bubur ndak? Pasti blom makan semua kan?” “Biar gua aja yang beliin!” Hana langsung melotot mendengar Miko dan Julian berseru bersamaan. Ia menatap Rosea yang mengedip-ngedipkan matanya cepat. Sahabatnya itu terkejut melihat dua orang laki-laki sangat semangat ingin membantunya. “Hm, oke, mending gua aja gimana yang beli?” tawar Hana dengan nada penuh penekanan. “JANGAN!” “Kalem! Kalem! Jangan pada ngegas

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 11

    “Ketakutan akan kebagusan adalah usaha menutupi keburukan.”Lembabnya jalan setapak sehabis hujan menyapa kaki Hana kala berjalan memasuki taman rumah sakit. Langkahnya gontai. Banyak pikiran buruk datang silih berganti. Ia duduk di salah satu bangku dengan lampu taman bersinar kuning.“Nih!”Hana menerima segelas coklat hangat dari orang yang telah menantinya di bangku itu sedari tadi. “Makasih.” Hana paksakan senyum berterima kasih.“Hm, Luk, makasih udah mau mantau Rosea. Jadi gua enggak terlalu telat buat tahu keadaan Rosea tadi.”“Iya, sama-sama. Udahlah wak lu gausah sedih-sedih gitu, gua ikutan sedih.” Luki bersandar pada bangku dan menoleh pada Hana.“Gua enggak habis pikir gitu, lho. Maksud gua tuh gini. Orang baik pasti ada aja cobaannya. Coba para bajingan, bedebah, preman, kenapa hidupnya mujur? Akal gua enggak bisa nerima ini semua,&

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 10

    "Semua yang pahit pasti pergi. Jika datang kembali, ucapkan padanya bahwa kamu sudah siap melaluinya lagi.”Lampu warna-warni yang menghiasi aula lantai 2 gedung FISIP malam ini menambah semarak kemeriahan acara para mahasiswa ilmu komunikasi. Beberapa teman seangkatan Rosea menampilkan sebuah musikalisasi puisi yang sangat indah. Sajak demi sajak yang mereka bawakan, membawa pandangan baru akan dunia. Membikin Rosea semakin sadar bahwa bumi yang ia pijaki sangat luas.Kini gilirannya mempersembahkan sebuah lagu yang baru-baru ini rilis dan sangat digandrungi para remaja galau, yaitu “Driver License”. Pada kesempatan kali ini, suara merdunya akan diiringi oleh petikan gitar dari salah satu teman kelasnya, Febriko.Rosea nampak manis dengan celana jeans berwarna putih gading dan badannya dibalut kardigan berwarna cokelat muda. Rambutnya dicepol dengan gaya sedikit berantakan. Riasan tipis dengan lipstik merah

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 09

    CHAPTER 9“Akan ada harapan baru untuk orang-orang yang masih mau berjuang.”“Tolong bantuin gua dong!” pinta seorang gadis pada laki-laki bertubuh jangkung di depannya.Pagi-pagi sekali di ruang tamu rumah bertingkat tiga ini diisi oleh dua orang bersentimen tinggi. Si gadis dengan baju tidur berwarna cerah, di kepalanya dihiasi bando dengan aksen sepasang tanduk sapi. Sedangkan si laki-laki nampak santai dengan kaos dan celana jeans robek-robek, duduk bersandar sofa, serta kakinya disilangkan dan telapaknya bergerak-gerak.“Adah-adah! Apaan lagi sih, wak?” Laki-laki itu menyugar rambutnya angkuh. Matanya terlihat jengah menatap gadis di depannya. Walaupun cantik—ralat, sangat cantik—tetapi, karena sifatnya yang menyebalkan membuatnya malas.“Eh lu gua bayar ya!”Laki-laki itu sontak melotot. “Koreksi. Bokap lu!”Gadis itu menunjukk

  • [ ROSES ] : The Tragedy After 10 PM   [ Roses ] ; 08

    “Sakit bisa saja mendatangkan lebih banyak kebaikan bagi orang-orang yang ikhlas menjalaninya.”Sudah delapan kali Rosea ke kamar mandi untuk buang air besar. Sebuah ritual pasti setelah makan seblak, tetapi tak pernah separah ini. Kemarin sepertinya ada sebuah setan antah berantah membisikkan pesan untuk membeli seblak dengan level maksimal. Biasanya Rosea membeli level 0. Paling mentok ya level 3 kalau-kalau gadis itu sedang frustasi dengan tugas Pak Jagad.Rosea sudah seperti melakukan simulasi bunuh diri.“Gini banget punya penyakit maag!” gerutu Rosea dengan tangan memegangi perutnya. Dirinya masih berbaring lemas di atas kasur sembari berharap mulesnya akan hilang.“Ah sebel! Tau gitu aku ajak makan mi yamin aja ketimbang makan seblak. Sama-sa

DMCA.com Protection Status