Sela melihat status yang ditulis Diah. Badannya sudah demam.“Kalau belanja modal ada pajaknya dan saya ambil dari sana, Pak,” kata Sela dengan suara bergetar.“Belanja modalnya apa saja coba, kami ingin tahu. Karena selama ini Pak Sela dan teman-temannya yang beli keperluan sekolah,” cecar Nanang.“Saya tidak mau merepotkan, Pak,” kata Sela.“Tidak mau merepotkan atau tidak mau jika kami ikut makan sedikit uangnya? Jangan berbelit! Keadaan keuangan sekolah sudah dikuasai njenengan semua. Sampai memasang instalasi listrik, air bersih, ganti kran itu njenengan sendiri yang melakukan.”Suara Nanang meninggi.“Jangan emosi, Pak Nanang! Tahan!” kata Darma menengahi.“O, tidak bisa! Saya sudah kesal, Pak. Pernah saya sudah melatih anak maju POPDA dan sudah siap berangkat, pagi itu dengan entengnya bilang kalau Pak Tri tidak menyuruh. Benar-benar merasa dikerjain saya. Lagi, saat ada anak kelas satu yang ibunya meninggal dunia, Mbak Asih meminta uang buat takziah, saling lempar. Antara Pak T
Part 53“Indah, Indah ….” Suara Sela bergetar hebat dari balik selimut. Ia langsung pulang begitu Ambar marah-marah menyalahkan dia yang tidak mempertahankan posisi sebagai bendahara.Indah yang sedang menonton televisi mengecilkan volume. “Ya, ada apa? Aku sedang nonton infotainment,” katanya tidak beranjak.“Tolong ambilkan aku air hangat,” katanya lagi.Indah beranjak dan membawakan segelas air teh manis hangat. Meletakkan di atas nakas samping ranjang.“Indah, boleh aku minta tolong?” tanya Sela menyembulkan wajah dari balik selimut. Terlihat matanya merah dan wajah yang lelah.“Apa?”“Tolong ke rumah sakit sebentar, uruskan Bapak yang mau operasi,” katanya lirih.Indah menatap Sela lama dan tidak menjawab. “Kamu sudah membutuhkan aku sekarang, Mas?” tanyanya. “Kemana saja selama ini? Apa selingkuhan kamu tidak mau ikut menguruskan?”Sela diam, bingung hendak menjawab apa.“Jangan dikira aku tidak tahu dengan apa yang kamu lakukan di luar sana ya, Mas. Aku sangat paham dengan apa
“Baiklah, Mas. Aku memaafkan kamu. Aku berharap, kamu tidak lagi berhubungan dengan wanita itu apapun alasannya. Bertaubatlah dan minta maaf sama Tuhan. Aku telah bersabar dengan tidak melabrak atau menemui wanita itu. Aku harap, kamu akan meninggalkan dia. Karena di saat butuh pun, kamu masih meminta sesuatu padaku meskipun hakku sebagai istri tidak pernah kamu beri.”Sela mengangguk pelan. Tidak mungkin ia memenuhi permintaan Indah untuk meninggalkan Ambar. Ia sudah menikahi Ambar dan tidak mungkin meninggalkan wanita itu apapun alasannya. Akan tetapi ia butuh Indah untuk beberapa hal lain yang Ambar tidak bisa melakukannya. Di sanalah Sela merasa sangat dilema.“Indah, bantulah aku membayar biaya operasi Bapak yang sudah kamu tandatangani. Aku janji akan mengembalikannya saat sudah punya uang.”“Kamu uang dari mana, Mas? Sedangkan uang sertifkasi kamu saja sudaah kamu hutangkan sama bank. Mau ambil uang sekolah?” tuduh Indah.“Aku sudah tidak jadi bendahara lagi,” kata Sela.Indah
Part 54“Indah, tunggu!” seru Sela.Langkah Indah yang hendak pergi menjemput anaknya terhenti saat sela mengeluarkan nada tinggi. “Kenapa lagi?” tanyanya sambil berbalik.“Maksud kamu apa dengan memberikan sebuah pilihan yang sulit sama aku?” Sela balik bertanya.“Tidak ada maksud apapun, Mas. Aku hanya ingin memastikan jika kamu tidak pergi meninggalkan aku dan anak-anak. Apa itu salah? Di pasal pertama berbunyi kalau kamu menggugat cerai aku. Bukan begitu bunyinya, Mas? Itu karena aku tidak mau berpisah dengan kamu. Bukankah aku wanita yang cukup bodoh? Harusnya kamu senang dengan apa yang aku tulis disana, Mas. Kamu tidak perlu merayuku karena aku sendiri sudah memperlihatkan kebodohanku dengan memberimu uang. Coba pikir! Istri mana yang akan mau memberikan uang pada suaminya padahal suaminya sudah ketahuan selingkuh? Aku saja bukan? Dan istri mana yang bodoh dengan masih menerimanya di rumah ini bahkan parahnya lagi dia tidak mau ditinggal. Lalu, bagian mananya aku mempersulit k
Ambar gelisah seorang diri. berhari-hari ia tidak bisa berhubungan lancer dengan Sela sementara ia harus menyiapkan berbagai cara untuk menjegal Diah. Dan akhirnya pada malam itu, Ambar bisa menelpon Sela dengan leluasa.“Kamu sudah sembuh, Mas?” tanya Ambar lembut.“Sudah ….”“Kamu dimana sekarang?”“Di kamar.”“Istrimu tidak dengar kamu telpon, Mas?”“Tidak. Kami berada di kamar berbeda. Dia sudah tidur saat aku pulang dari rumah Ibu.”“Aku kangen,” kata Ambar.“Sama, aku juga kangen sama kamu.”“Kapan kita ketemu?”“Besok aku berangkat.”“Pengen nginep lagi bareng di hotel.”“Aku tidak punya uang.”“Pakai uangku gak papa. Aku sudah kangen sama kamu.”“Ya sudah, berarti besok kamu aku jemput ke kontrakan ya?”Indah yang sebenarnya belum tidur mengintip di balik pintu yang terbuka sedikit. Hatinya sangat sakit, telinganya panas. Namun, sekuat hati ditahan. Ia harus bias membiasakan diri dengan perselingkuhan Sela. Sudah biasa bahkan.Dengan santainya Indah membuka pintu dan masuk kam
Part 55Diah menutup ponsel karena tidak kuat lagi membaca pesan-pesan yang ditujukan untuk membullly nya.Mental siapapun akan terjatuh seketika bila berada di posisinya. Grup masih ramai dengan berbagai macam olokan yang ditujukan untuknya. Dilema, antara ingin tahu isi dari percakapan di sana ataukah menghindari demi sebuah kewarasan mental. Namun, Diah akhirnya memilih menghadapi kenyataan dengan melihat isi pesan di sana.Lita: Lha kalau Pak Sela keluar, terus yang akan menjadi ketua paguyuban siapa?Ambar: Ya jangan boleh keluar to ….Lita: Iya lah, Pak, jangan keluar.Sela: Nanti ada yang menggantikan.Ibra: yang menggantikan ya pengganti bendaharanya dong. Pasti luar biasa hebatnya ini bendahara yang baru. Sudah sangat berpengalaman dan berkompetensi. Cocok sekali dijadikan ketua. Calon kepala sekolah.Diah hanya sesekali bertemu Ibra saat orang itu ada keperluan dengan Sela datang ke sekolah. Hari ini, lelaki yang hanya dikenalnya beberapa kali saja itu seolah ingin menjatuhk
Ambar meski di grup begitu begitu ramai, tetapi aslinya ia murung. Berharap bisa menghasut teman-temannya untuk melakukan seperti apa yang dikatakannya di grup.“Bu, Yuli, tahu, gak?” tanya Ambar.“Apa?” tanya Yuli balik.“Mbak Diah sedang dibully lho di grup. Alah dikatain yang tidak-tidak lho, Bu. Kalau aku di posisi dia ya malu sekali lah ya. Sudah direndahkan seperti itu. secara lho yang dia gantikan itu adalah sosok yang paling hebat. Masa dia yang tidak tahu apapun tentang dunia bendahara mau menggantikan Pak Sela yang master,” kata Ambar berapi-api. “Mentalnya tuh kuat banget ya? Atau barangkali dia sedang kena mental? Aduh, pokoknya kalau aku mah, pilih mundur.”“Lhah, berarti bendahara sekolah sebelah sudah ganti?”“Sudah, Bu ….”“Oalah, pantesan Bu Ambar uring-uringan ya?”“Ya iyalah, Bu, soalnya lho ya, yang diganti ‘kan sosok penting. Bukan sosok yang biasa saja. Nanti kalau aku tidak bisa mau minta diajari siapa coba?”Yuli menatap Ambar sangat lama. “Lha ya biarkan saja,
Part 56Sepuluh hari sudah berlalu sejak rapat pergantian bendahara. Sela memberikan laptop inventaris bendahara pada diah melalui Asih.Diah yang memang tidak tahu menahu bagaimana cara kerja bendahara, hanya bisa memandang layar laptop dengan penuh kebingungan.“Bantuin aku bekerja, ya?” tanya Diah pada Asih. “Kudoakan semoga tahun depan bisa lolos di sekolah ini, jadi kita bisa bekerjasama membangun sekolah ini bersama,” lanjutnya lagi, merasa kasihan karena teman seperjuangannya belum sampai pada titik yang diinginkan.“Amin …,” sahut Asih. “Kamu mau minta diajari siapa?” tanyanya.“Gak tahu, Risna aku chat selalu bilang gak bisa.”“Minta diajari Mbak Lita saja,” saran Asih.“Malu, aku tidak akrab. Risna saja yang akrab sama aku kayak cuek. Entah lah, aku merasa kali ini dia beda sama aku. Padahal, waktu mau cerai sama suaminya, tiap hari curhat terus lho sama aku. Dia juga yang suka cerewet minta aku buat ikut ngumpul-ngumpul.”“Jangan berprasangka buruk dulu,” kata Asih.“Iya. M
EKSTRA PARTPuntung rokok berserakan. Aroma kamar tentu saja tidak sedap. Ditambah lagi beberapa botol minuman yang masih ada isinya dan berhari-hari tidak dibuang.Micella menyesap rokok dalam keadaan terbatuk-batuk. Semenjak Sekar menjauh dari hidupnya hingga akhirnya menikah dengan Catur, hidupnya sudah tidak terarah lagi. Ia keluar dari kampus, kembali ke kotanya dan setiap hari hanya mabuk-mabukan saja.Orang tua Micella sudah kehabisan akal untuk bisa menyembuhkan putri kesayangan dari perbuatan menyimpang. Mereka hanya bisa pasrah dan merawat Micella dengan sebaik-baiknya.Suatu pagi, Micella yang merasa suntuk jalan-jalan keliling komplek. Duduk sendiri di sebuah kursi panjang di trotoar membuat ingatannya berlari pada masa dimana ia dan Andrew masih sekolah. Dengan tatapan kosong memandang rumah yang ada di depan sana. Tempat tinggal sang mantan kekasih, sosok yang sudah tidak akan pernah ia miliki.“Kamu sedang melihat apa di sana, Micel?” Sebuah suara membuat Micella kaget
Part 94 “Maaf, Bu, saya tidak tahu apa-apa. Saya seorang muslim dan saya tidak akan berpindah agama. Cella, kamu keterlaluan melakukan ini semua. Aku tidak suka dengan cara kamu ini,” ucap Sekar marah. “Cella, memilih sebuah agama atau berpindah keyakinan, itu adalah keinginan dari setiap orang. Kamu memaksa orang seperti ini? Maaf, Cella, kami tidak akan pernah menerima siapapun. kamu sudah sangat salah melakukan ini,” kata suster kecewa. Sekar menangis sejadi-jadinya. “Bu, tolong pesankan saya taksi untuk pulang. Saya takut dengan dia, Bu, dia sudah membawa saya ke rumah yang di sana ada pesta s e x sesama jenis. Saya sangat takut dan saya ingin pulang,” kata Sekar yang tiba-tiba memiliki keberanian untuk mengadu. Suster yang sudah berusia di atas lima puluh tahun itu menatap marah pada Boy. “Benar kamu melakukan ini?” “Saya pamit pulang. Saya akan mengantar dia,” kata Cella menarik lengan Sekar secara paksa. “Tidak! Aku akan pulang sendiri,” kata Sekar sambil mengusap air mata
Part 93Sekar ketakutan setengah mati. Terlebih saat merasakan pintu seperti ada yang menggedor. Ia menangis sejadi-jadinya.“Bapak, Ibu, maafkan aku ...,” lirihnya sambil berurai air mata.“Sekar, buka pintunya! Sekar, ini aku, Boy. Buka pintunya!” teriak seseorang dari luar.Antara takut dan ingin mendapat pertolongan, Sekar ragu untuk membuka. Sempat terlintas keinginan untuk kabur, tetapi jendela rupanya memiliki teralis besi yang sangat kuat.“Sekar, buka pintunya!” teriak Sekar dari luar.Sekar bangkit perlahan dan mulai memutar kunci. Membuka sedikit dan berjaga-jaga. Rupanya di luar sudah sepi dan lampu sudah menyala terang, tidak seperti tadi yang menggunakan lampu remang-remang.“Boy, kamu dari mana?” pekik Sekar bernapas lega.“Maaf, aku tadi lama ya keluarnya? Kamu menangis? Buka yang lebar pintunya,” kata Cella yang memahami jika Sekar ketakutan.“Siapa mereka, Boy? Siapa mereka?” tanya Sekar.“Siapa? Tidak ada siapa-siapa,” jawab Cella.“Tidak, Boy, aku tadi melihat bebe
Selama beberapa hari di rumah, Sekar sama sekali tidak berani bermain media sosial. Ia takut berhubungan dengan Boy meskipun rindu dalam hatinya sudah menggunung.Hardi sering menasehati Sri untuk tidak terlalu keras. “Anak kita sedang butuh pertolongan, beri kasih sayang pada dia agar tidak merasa butuh kasih sayang dari orang lain.” Begitulah kalimat yang selalu diucapkan pada sang istri.Perlahan hati Sri mulai melunak. Pagi hari ia akan membangunkan Sekar untuk sholat Subuh, lalu mengajak Sekar berbelanja dan memasak. Wanita itu berusaha mendekatkan diri dengan putrinya.Sekar mulai mau beribadah lima waktu, meski terkadang ia melakukan itu karena merasa terpaksa.“Tuhan itu ada dalam hati kita. Kalau kita beriman pada Tuhan, cukuplah setiap waktu mengingatNya, cukuplah setiap saat menjadi waktu untuk beroda. Tak perlu kamu beribadah lima waktu sehari yang itu justru membebani kamu. Agama itu jangan dijadikan beban. Kalau kamu terus menerus mengingat ibadah, kamu tidak akan punya
Part 91Sekar berlari menghampiri Boy yang hendak masuk.“Kenapa?” Boy bertanya saat paham dirinya seperti ditahan masuk.“Jangan masuk dulu, Boy! Ibu sedang sensitif sekali,” jawab Sekar dengan menahan rasa tidak enak.“Ok, aku bawa kabar bahagia untuk kamu. Aku sudah beli rumah untuk kita tinggali, jadi, kamu tidak akan kubawa hidup di tempat kontrakan lagi,” ucap Boy dengan posisi terhalang pintu pagar setinggi satu meter.“Iya, tapi aku tidak bisa pergi sekarang. Ibu masih membutuhkanku,” sahut Sekar.Meski kecewa, Boy berusaha tersenyum. “Tak apa, kamu akan kujemput kapanpun kamu sudah siap.”Sekar dilema. Wajahnya terlihat bimbang. “Bisakah kamu belajar melupakanku? Aku juga akan belajar melupakan kamu. Bagaimanapun apa yang kita lakukan ini salah,” katanya dengan wajah yang berubah sedih.“Aku tidak akan melarang kamu untuk merawat ayah kamu kok. Kita akan hidup bersama, suatu hari nanti. Aku akan setia menunggu sampai kamu selesai dengan tugasmu di rumah ini,” ucap Boy.Sekar
Part 90POV AuthorDiary Cella.Lembar pertama.Masa SMA yang bahagia. Pulang naik bus, berdesak-desakan dengan siswa dari sekolah lain rasanya menyenangkan. Meski Mami dan Papi selalu menyediakan sopir, tetapi aku lebih senang naik bus. Apalagi setiap pagi sudah janjian dengan Andrew di ujung gang komplek perumahan.Kami dekat dan selalu bersama sejak SMP karena belajar di satu sekolah yang sama terus. Aku dan Andrew sudah sepakat kami pacaran. Dia ganteng dan sangat digemari siswa perempuan. Aku sangat beruntung mendapatkannya. Andrew sosok yang sangat perhatian. Kami banyak merangkai mimpi bersama dan saling janji akan menjaga cinta ini sampai dewasa nanti.***Sekar mengambil sebuah foto yang terletak balik halaman yang sudah dibaca. Foto Cella memakai seragam SMK bersama seorang yang diduga itu Andrew. Nampak serasi sekali. Tiba-tiba Sekar merasa dibakar api cemburu. Ia gegas membaca lagi halaman berikutnya.Lembar keduaHari ini adalah hari yang terberat dalam hidupku. Setelah u
Part 89Kami duduk di kursi taman depan rumah sakit sekarang. Alih-alih ingin memakan makanan yang dibawa Boy agar ia tidak kecewa, aku justru kehilangan seluruh rasa lapar. Sambil memegang styrofoam berisi mie lethek yang isinya masih penuh, aku memandangnya yang duduk di samping dengan tatapan kosong.“Kamu juga harus makan. Aku tidak akan muat makan segini banyak. Mienya saja masih banyak. Karena lihat kamu yang murung seperti itu.” Aku berusaha mengalihkan isi pikiran Boy.Ia menghela napas panjang tanpa beralih pandang.“Aku bukain, ya? Atau aku suapin mie?” Lama tak mendapat jawaban, aku berkata lagi.“Tidak perlu. Kamu makan saja sendiri. Kamu butuh tenaga untuk menghadapi segala kondisi yang mungkin tidak menyenangkan.” Kali ini ia mau memandangku.Aku tersenyum senang. Seperti ini saja sudah cukup. Iya, melihat tatapan Boy yang sangat penuh cinta, dunia ini tidak terasa sepi. Benar apa kata Boy, jika dengannya sudah menemukan bahagia, tak perlu juga mencari pasangan hidup yan
Part 87 (Masih POV Sekar) Setelah membereskan urusan Mas Catur, Boy jadi mendiamkan aku. Pagi itu, dia berangkat kuliah tanpa sarapan. “Aku sudah masak makanan kesukaan kamu. Kok langsung mau berangkat?” Aku menegur Boy yang tengah memakai sepatunya. Dia diam tidak menjawab. “Apa aku bawakan bekal buat kamu?” Aku bertanya lagi. Dia tetap diam. “Kamu marah karena aku menyuruhmu membersihkan nama Mas Catur?” Kali ini Boy mau menatapku. “Kamu suka lelaki itu?” Ia bertanya sinis. “Kalau aku suka Mas Catur, aku akan menerima perjodohan dan menikah dengannya. Buktinya aku masih disini menemani kamu, ‘kan? Apa ini belum cukup untuk membuktikan kalau aku menyayangimu dan lebih memilihmu?” Aku balik bertanya. “Dari dulu kamu tidak peduli dengan siapapun cowok yang kubuat menderita karena dekat dengan kamu. Kenapa sekarang kamu berbeda? Kamu mau mengelak kalau kamu punya rasa sama dia?” “Ibunya Mas Catur pernah berjasa pada keluargaku. Aku pernah berhutang budi pada mereka. Tidak seha
Part 86POV Sekar.Micella atau yang sering dipanggil Cella sama dosen, dia adalah sosok yang kukenal saat pertama kali masuk kampus ini. Tepatnya tiga tahun yang lalu. Cella anak yang tomboy, tetapi manis. Rambutnya panjang dan sering dikuncir kuda. Aku sangat suka melihat dan memperhatikan wajahnya lama.Kadang berpikir, aku saja yang perempuan suka melihat dia. Apalagi mahasiswa cowok?Saat kegiatan orientasi, Cella kerap dikerjain oleh senior. Mungkin karena kecantikan dan gaya asyik yang dia miliki.Tidak seperti kebanyakan mahasiswa baru, Cella santai saat disuruh maju. Melakukan apa saja yang diperintahkan padanya. Kadang malah senior cowok yang merasa salah tingkah. Iya, sejak pertama bertemu, aku sudah memperhatikan dia sedetail itu.Kami satu jurusan, tetapi beda kelas. Suatu ketika, aku mendaftar kegiatan kampus Mapala, Mahasiswa Pecinta Alam. Di sanalah kami akhirnya kenalan. Lebih tepatnya dia mengenalku, kalau aku sudah sering mencari tahu siapa Cella.Cella orang yang s