Raina berjalan menyusuri koridor sekolah dengan wajah bantalnya. Sebenarnya, ia masih mengantuk karena semalam ia tidak tidur nyenyak. Dan itu semua karena Rian. Semalam cowok itu mengganggunya. Rian terus meneleponnya dan memarahinya karena Raina membuang martabak di depan rumahnya.
"Woi." Rian menarik lengan Raina membuat langkah cewek itu terhenti.
"Apa? Mau marahin gue lagi? Kan semalam gue udah minta maaf. Belum cukup lo ngomel-ngomelnya?"
"Mana buku PR gue?" tanya Rian sembari menjulurkan tangannya di depan Raina.
Dengan malas, Raina membuka tasnya lalu memberikan buku milik Rian pada cowok itu.
Saat Raina hendak melanjutkan langkahnya, lagi-lagi Rian menarik lengannya membuat Raina berdecak.
"Apalagi sih, Yan? Gak usah ganggu gue deh."
"Urusan kita belum selesai. Lo pikir dengan minta maaf aja bakal cukup?"
"Terus lo mau gue ngelakuin apa?"
*****
"Sapu yang benar. Kalau gak bersih gue suruh ulang, ya," ucap Rian membuat Raina melotot.
"Enak aja lo suruh gue ulang. Lo pikir gak capek apa nyapu?"
"Lanjutin gak usah bacot."
Kini Raina sedang menyapu di ruang kelas Rian. Cowok itu menyuruh Raina menyapu sebagai hukuman karena semalam Raina membuang martabak yang ia beli untuk Rian di depan rumah cowok itu.
Teman-teman kelas Rian hanya bisa menonton Raina menyapu.
Sebenarnya, beberapa dari mereka ingin membantu Raina menyapu karena merasa tidak enak dengan Raina. Namun, Rian malah melarang mereka. Bahkan cowok itu mengancam mereka sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk membantu Raina.
"Lah, Rain, kok lo nyapu di kelas kita?" heran Andi. Cowok itu baru saja tiba di kelas.
Andi menaruh tasnya di atas meja lalu mendekati Raina.
"Sini gue aja yang nyapu. Kasihan lo udah keringatan gini."
"Udah gak usah. Biar gue aja. Lagian ini juga udah mau selesai kok."
"Gak papa. Biar gue bantu lo."
"Andi! Gak usah sok pahlawan," ucap Rian dingin.
"Gue bukannya sok pahlawan. Tapi lo gak kasihan apa sama Raina? Ini bukan kelasnya kenapa lo nyuruh dia nyapu kelas? Lo cowok macam apa sih?" Wajah Andi terlihat kesal. Selama ini, Rian selalu berlaku seenaknya pada orang-orang. Tapi, Andi tidak akan membiarkan Raina diperlakukan seenaknya oleh Rian. Bagaimanapun, Raina adalah pacar Rian, jadi Andi memilih untuk membela Raina.
"Gak usah ikut campur."
"Gimana gue gak ikut campur kalau lo perlakuin cewek lo sendiri kayak gini?"
"Cewek gue kan? Bukan cewek lo?"
Raina yang baru saja selesai menyapu segera mendekati mereka untuk melerai mereka. Jangan sampai keduanya bertengkar karena dirinya.
"Udah gak usah ribut. Gue gak papa kok, Di. Gue balik ke kelas gue dulu."
"Yan, kalau lo perlakuin Raina kayak gitu terus gue gak akan tinggal diam walaupun lo itu cowoknya."
Rian dapat merasakan raut wajah Andi yang begitu serius. Tidak biasanya Andi berbicara seperti itu padanya. Karena Andi yang ia tahu adalah orang konyol yang suka bercanda.
"Sorry, Yan. Bukannya gue mau belain Andi, tapi gue rasa dia benar. Lo jangan terlalu keras sama Raina," ucap Liam.
"Gue gak butuh pendapat lo."
*****
"Rain, ke kantin, yuk," ajak Luna.
"Lo sama Risa duluan aja. Gue mau balikin buku paket ke perpus."
"Oh ya udah. Sampai ketemu di kantin."
Raina pun pergi ke perpustakaan.
Saat di pertengahan jalan, seorang cowok menabraknya membuat Raina terjatuh."Eh, sorry. Gue gak sengaja." Cowok itu mengambil buku paket yang terjatuh di lantai lalu menjulurkan tangannya pada Raina membantu cewek itu untuk berdiri.
"Sekali lagi sorry ya."
"Iya. Gak papa kok."
"Mau ke perpus, ya?"
"Iya."
"Em, kenalin gue Arka. Nama lo siapa?" Cowok bernama Arka itu menjulurkan tangannya hendak berkenalan dengan Raina.
"Gue Raina." Raina membalas jabat tangannya.
"Lo ceweknya Rian, ya?"
"Iya. Kok lo tahu? Apa gue seterkenal itu?"
Arka terkekeh pelan. "Iya lah. Lo kan pacaran sama orang yang terkenal di sekolah ini otomatis lo juga terkenal."
"Gue temenin lo ke perpus, ya?"
"Eh, gak usah. Gue pergi sendiri aja," tolak Raina.
"Udah gak papa. Gue temenin, ya?"
"Ya udah deh boleh." Arka tersenyum lebar.
Mereka pun berjalan beriringan menuju perpustakaan.
*****
Luna dan Risa dibuat terkejut karena Rian yang tiba-tiba memukul meja mereka.
"Apaan sih lo? Datang-datang langsung mukul meja. Untung jantung gue gak keluar dari tempatnya," ucap Luna kesal.
"Gak usah lebay. Raina di mana?" tanya Rian tidak ingin basa-basi.
"Ke perpus."
Setelah mendapat jawaban yang ia mau, Rian pun langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih pada Luna.
Sesampainya di depan perpustakaan, ia melihat Raina yang baru saja keluar dari perpustakaan bersama seorang cowok yang tidak dikenalnya.
Raina tampak terkejut saat melihat Rian yang berdiri di depan pintu perpustakaan.
"Rian. Ngapain lo di sini? Kantin bukan di sini. Ini perpus," ucap Raina.
Rian menatap tajam Raina karena ucapan cewek itu yang seolah mengejeknya. Dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas, Rian tidak pernah datang ke perpustakaan. Karena ia sangat malas ke sana. Menurutnya, perpustakaan adalah tempat yang paling membosankan di sekolah.
Tanpa sepatah kata, Rian pun langsung menarik lengan Raina membuat cewek itu terkejut.
"Eh, Yan. Kita mau ke mana?" tanya Raina.
Namun Rian tidak menjawab pertanyaan cewek itu.
Rian terus berjalan, hingga langkahnya terhenti karena dihadang oleh Arka.
"Minggir."
"Gue gak akan minggir sebelum lo lepasin Raina."
"Dia cewek gue. Gak usah ikut campur."
"Gue tahu dia cewek lo, tapi gak usah kasar sama dia. "
"Lo gak ada hak buat negur gue." Rian mendorong bahu Arka lalu kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda.
*****
"RIAN!" pekik Luna saat melihat Rian menyiram air ke wajah Raina.
Bukan hanya Luna yang terkejut, melainkan murid-murid yang ada di kantin pun juga ikut terkejut. Mereka menyayangkan sikap Rian yang tampak seenaknya saja pada Raina. Padahal Raina adalah pacarnya."Lo apa-apaan sih? Kenapa lo nyiram Raina?" marah Luna.
Raina yang disiram hanya diam. Namun, wajahnya tampak memerah menahan amarah.
"Pergi lo. Gak usah ikut campur."
"Raina teman gue. Gue gak bakal biarin lo seenaknya sama Raina. Lo pikir karena lo cowok dia jadi lo bisa ngelakuin apa pun sama dia gitu?"
"GUE BILANG PERGI YA PERGI! MAU GUE SIRAM JUGA?!" bentak Rian membuat Raina dan Luna terkejut.
Liam yang berada di belakang Rian segera mendekati Luna.
"Lun, mendingan lo cabut aja. Rian lagi emosi jadi lo jangan bikin dia tambah emosi," bisik Liam.
"Tapi..."
"Udah lo pergi aja, ya. Gue pastiin Rian gak bakal ngapa-ngapain Raina." Merasa cukup yakin dengan ucapan Liam, Luna pun akhirnya memilih kembali ke mejanya.
"Duduk," suruh Rian pada Raina.
Raina menurut lalu duduk di depan Rian.
"Lo sengaja kerjain PR gue salah-salah biar gue dapat nilai rendah, kan?" tuding Rian.
"Nih Rain, dilap dulu muka lo." Andi memberikan tisu pada Raina yang langsung diterima oleh cewek itu.
"Iya. Gue sengaja," jawab Raina tanpa memandang wajah Rian.
"Oh, jadi lo udah gak takut ya sama gue?"
"Gak tahu."
"Dengar ya, ini terakhir kalinya lo kayak gini. Kalau sampai lo ngulangin lagi, bukan air dingin yang gue siram ke muka lo, tapi air mendidih yang bakal gue siram," peringat Rian.
Raina hanya diam tanpa berniat membalas ucapan Rian. Percuma ia membalas, yang ada mereka akan bertengkar. Jadi lebih baik ia diam, meskipun sebenarnya ia ingin sekali membalas perbuatan Rian.
******************************Rian menyandarkan tubuhnya di tembok depan kelas Raina. Cowok itu menunggu Raina keluar dari kelasnya.Tak lama kemudian, Raina pun keluar dari kelasnya bersama Luna dan Risa."Na, lo jadi temenin gue ke mall, kan?" tanya Luna."Ja---""Raina sama gue," potong Rian membuat ketiganya langsung menoleh pada cowok itu."Enak aja lo. Gue duluan yang udah janjian sama Raina. Iya kan Rain?"Raina melirik Rian yang tampaknya tidak ingin dibantah."Sorry, Lun, bukannya gue gak mau nemenin lo, tapi gue gak bisa. Soalnya Rian udah duluan ngajak gue pergi."Wajah Luna tampak kecewa. "Terus gue pergi sama siapa dong?""Sama Risa aja. Sa, mau temenin Luna, kan?"Risa menggeleng cepat. "Gak. Malas gue ke mall. Mendingan gue tidur di rumah.""Sa, jangan gitu lah sama Luna. Sekali-kali temenin Luna. Lagian kalau gue bisa aja pasti gue udah temenin Luna.""Ya udah oke. Gue mau." Raina dan Luna tersenyum lebar karena R
Raina menatap pantulan wajahnya di cermin. Memastikan penampilannya sudah baik atau belum. Setelah dirasanya sudah baik, ia pun mengambil tas selempangnya lalu memakainya.Sesuai janjinya pada Rian, malam ini ia akan menemani Rian ke rumah tante cowok itu.Raina turun ke lantai bawah. Ternyata Rian sudah menunggunya di bawah. Cowok itu sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya."Jadi kamu mau ngajakin Raina keluar?" tanya Seno."Iya Om. Boleh kan, Om?""Boleh aja. Asal sebelum jam sepuluh kamu udah antarin Raina pulang.""Siap Om.""Em, Pa, Ma, aku pergi sama Rian dulu, ya." Raina mendekati Seno dan Dian lalu mencium tangan keduanya diikuti Rian."Hati-hati, ya."Mereka berdua berjalan keluar dari rumah. Pandangan Rian tidak terlepas dari Raina. Ia cukup kagum karena malam ini Raina terlihat cantik."Kenapa liatin gue kayak gitu? Gue jelek, ya?" Pertanyaan Raina sukses membuat Rian tersadar. Buru-buru cowok
Raina berjalan mendekati Rian yang sedang duduk di tepi lapangan. Cowok itu berkeringat karena baru saja selesai berlari mengelilingi lapangan. Tadi, ia datang terlambat, sehingga ia dihukum."Nih, minumnya." Raina memberikan sebotol air mineral yang ia beli tadi di kantin. Sebenarnya, ia datang ke sini bukan karena ia mau, melainkan karena disuruh oleh Rian.Rian menerima botol minum tersebut lalu meneguknya hingga setengah.o"Mau ke mana?" tanya Rian saat Raina hendak pergi."Ke kantin.""Emangnya gue udah bolehin lo pergi?""Emangnya gue harus butuh izin lo dulu baru gue boleh pergi?""Selama lo jadi cewek gue, lo harus nurutin apa kata gue.""Ngatur banget, ya, lo."Rian kembali meminum airnya tanpa membalas ucapan Raina."Hai Rian. Aduh pasti lo capek banget ya, habis dihukum. Sini gue lap keringat lo." Seorang cewek dengan seragam ketatnya tiba-tiba menghampiri Rian dan Raina. Cewek itu menarik tisu dari bun
Rian duduk di pinggir kolam renangnya sambil termenung. Mengingat kembali Raina yang tadi terlihat begitu akrab dengan Arka membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Entah kenapa, ia tidak suka Raina didekati oleh cowok lain."Woi." Rian terkejut saat Andi yang menepuk pundaknya cukup keras."Ngapain lo di sini?" Suara Rian terdengar sangat dingin. Bahkan wajahnya tampak datar."Gue mau bersantai di rumah lo. Gak ngerepotin, kan?""Kalau gue bilang ngerepotin lo bakal pergi?""Enggak sih."Rian memutar bola matanya malas. Ia bangkit berdiri membuat Andi menatapnya."Yan," panggilnya."Apa?""Tadi, gue liat Raina sama Arka.""Gak peduli.""Mereka tadi makan berdua di pinggir jalan. Mereka keliatan mesra kayak orang pacaran. Gue jadi iri sama mereka.""Raina cewek gue," ucap Rian dingin.Andi terkekeh pelan. "Iya gue tahu. Gue bukan bilang mereka pacaran, gue kan cuma bilang mereka mesra ka
Rian turun dari motornya. Cowok itu baru saja tiba di sekolah. Seperti biasa, ia selalu menjadi pusat perhatian para cewek di SMA Bina Bangsa. Namun, Rian sama sekali tidak pernah peduli dengan cewek-cewek yang mendekatinya. Ia bahkan mengacuhkan mereka, makanya para cewek tidak berani mendekatinya kecuali Wanda. Itu karena cewek itu terlalu terobsesi dengan Rian."Pagi Rian. Nih, gue ada bekal buat lo. Gue dengar kemarin Raina bawain lo bekal tapi lo buang ke tempat sampah karena gak enak, ya? Emang sih Raina itu benar-benar gak cocok sama lo. Mendingan juga gue ke mana-mana. Udah cantik, seksi, primadona sekolah, bisa masak. Pokoknya lo itu cocok kalau sama gue.""Eh, Rian jangan pergi dulu dong. Terima dulu kotak makannya." Wanda menahan lengan Rian, lalu menyodorkan kotak makan berwarna putih tersebut.Rian melepas tangan Wanda dari lengannya lalu mengambil kotak makan dari tangan Wanda membuat cewek itu tersenyum. Namun, senyumnya itu tidak bertahan lama, k
"RAINA!" teriak Luna membuat seisi kelas menatapnya tajam. Namun, cewek itu tidak peduli. Ia segera berlari mendekati Raina yang sedang mengobrol dengan Risa."Rain, gawat." Wajah Luna tampak panik."Kenapa sih? Teriak-teriak mulu lo," ujar Risa."Apanya yang gawat, Lun?" tanya Raina penasaran."Itu si Rian lagi berantem sama Arka.""Hah? Kenapa bisa berantem?""Gak tahu. Mendingan sekarang lo samperin aja. Mereka sekarang lagi di halaman belakang sekolah."Tanpa menunggu lama, Raina pun segera pergi ke halaman belakang sekolah.Sesampainya di sana, ia cukup terkejut karena banyak murid yang menonton pertengkaran mereka. Yang membuat Raina kesal adalah kenapa mereka tidak ada yang melerai mereka berdua?"Stop! Berhenti!" Raina menyerobot masuk ke dalam kerumunan tersebut untuk menghentikan perkelahian keduanya.Rian yang hendak memukul wajah Arka pun menoleh pada Raina ketika mendengar teriakan cewek itu."
Rian menatap Raina yang baru saja tiba di sekolah. Ekspresi wajahnya kelihatan tidak suka karena melihat Raina yang datang ke sekolah bersama Arka.Rian pun mendekati mereka, lalu tanpa banyak bicara, ia langsung menarik lengan Raina."Sakit Rian," ringis Raina. Ia berusaha untuk melepas tangan Rian, namun Rian semakin mempererat cekalannya.Hingga Arka berhasil menyusul mereka lalu melepas paksa tangan Rian dari Raina."Jangan kasar jadi cowok. Lo itu cowoknya. Gak bisa lembut dikit sama cewek lo?"Rian menatap sinis Arka. Menunjukkan kalau ia memang tidak suka cowok itu."Gak usah ikut campur. Ini urusan gue sama cewek gue." Setelah berucap demikian, Rian kembali menarik lengan Raina. Tidak peduli Raina mengadu kesakitan.Rian melepas cekalannya saat mereka berhenti di lorong kelas dua belas yang cukup sepi karena masih cukup pagi."Lo ngapain sih narik-narik gue? Sakit tahu gak." Raina mengusap tangannya yang sedikit memerah
Raina menatap Rian yang sedang duduk di bangku belakang halaman sekolah. Cowok itu sedang merokok. Raina awalnya pergi ke toilet. Saat ia hendak kembali ke kelas, ia malah tidak sengaja melihat Rian. Tanpa ragu, Raina pun mendekati Rian."Lo ngerokok?" Rian terkejut lalu menoleh ke belakang. Ia menghela napas lega karena orang yang menangkapnya merokok adalah Raina."Jangan berani-berani laporin gue ke guru. Ngerti lo?""Iya. Kenapa lo gak masuk kelas? Kenapa lo ngerokok di jam pelajaran? Kan bisa lo ngerokok waktu pulang sekolah," ucap Raina."Gak usah ikut campur urusan gue," ucap Rian dingin."Gue gak ikut campur, cuma kasih saran aja. Kalau lo gak mau terima ya udah. Gue gak bakal maksa kok."Raina hendak berdiri namun Rian malah menahan lengannya."Kenapa?" tanya Raina namun tidak dijawab oleh Rian.Rian malah mendekatkan tubuhnya pada Raina membuat Raina kebingungan."Lo mau ngapain?"Rian kembali menjauhkan
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan