Rian menatap Raina yang baru saja tiba di sekolah. Ekspresi wajahnya kelihatan tidak suka karena melihat Raina yang datang ke sekolah bersama Arka.
Rian pun mendekati mereka, lalu tanpa banyak bicara, ia langsung menarik lengan Raina.
"Sakit Rian," ringis Raina. Ia berusaha untuk melepas tangan Rian, namun Rian semakin mempererat cekalannya.
Hingga Arka berhasil menyusul mereka lalu melepas paksa tangan Rian dari Raina.
"Jangan kasar jadi cowok. Lo itu cowoknya. Gak bisa lembut dikit sama cewek lo?"
Rian menatap sinis Arka. Menunjukkan kalau ia memang tidak suka cowok itu.
"Gak usah ikut campur. Ini urusan gue sama cewek gue." Setelah berucap demikian, Rian kembali menarik lengan Raina. Tidak peduli Raina mengadu kesakitan.
Rian melepas cekalannya saat mereka berhenti di lorong kelas dua belas yang cukup sepi karena masih cukup pagi.
"Lo ngapain sih narik-narik gue? Sakit tahu gak." Raina mengusap tangannya yang sedikit memerah
Raina menatap Rian yang sedang duduk di bangku belakang halaman sekolah. Cowok itu sedang merokok. Raina awalnya pergi ke toilet. Saat ia hendak kembali ke kelas, ia malah tidak sengaja melihat Rian. Tanpa ragu, Raina pun mendekati Rian."Lo ngerokok?" Rian terkejut lalu menoleh ke belakang. Ia menghela napas lega karena orang yang menangkapnya merokok adalah Raina."Jangan berani-berani laporin gue ke guru. Ngerti lo?""Iya. Kenapa lo gak masuk kelas? Kenapa lo ngerokok di jam pelajaran? Kan bisa lo ngerokok waktu pulang sekolah," ucap Raina."Gak usah ikut campur urusan gue," ucap Rian dingin."Gue gak ikut campur, cuma kasih saran aja. Kalau lo gak mau terima ya udah. Gue gak bakal maksa kok."Raina hendak berdiri namun Rian malah menahan lengannya."Kenapa?" tanya Raina namun tidak dijawab oleh Rian.Rian malah mendekatkan tubuhnya pada Raina membuat Raina kebingungan."Lo mau ngapain?"Rian kembali menjauhkan
"Rian Armando!" Rian yang sedang tertidur pulas di atas meja langsung terbangun dari tidurnya."Aduh sakit, Bu," ringis Rian saat Ibu Vina, selaku guru yang mengajar mata pelajaran Matematika menjewer telinga Rian."Berani-beraninya kamu tidur di jam pelajaran saya. Mana tugas kamu?" Wajah Ibu Vina terlihat garang menunjukkan kalau beliau kesal pada Rian."Ada Bu, tapi lepasin dulu kuping saya, Bu. Bisa-bisa kuping saya putus.""Ya sudah cepat kasih tugas kamu." Rian membuka tasnya ketika Bu Vina sudah melepas jewerannya.Rian mengambil buku tugasnya lalu memberikannya pada Bu Vina."Ini Bu tugasnya." Bu Vina menerima buku Rian lalu membukanya. Memeriksa hasil pekerjaan Rian.Lalu ia kembali menatap Rian."Gimana Bu? Benar semua, kan?""Memang benar semua, tapi bukan kamu yang kerjain tugasnya, kan?"Siapapun tahu kalau tugas Rian tidak dikerjakan sendiri olehnya. Karena Rian terkenal tidak pernah mengerjakan tugasn
Arka berjalan mendekati Raina yang sedang duduk termenung di depan kelasnya. Kebetulan karena masih pagi, sekolah masih sepi, hanya beberapa murid yang baru datang ke sekolah."Raina." Arka menepuk pundak Raina membuat cewek itu tersadar dari lamunannya."Eh, Arka. Kenapa?"Arka duduk di samping Raina. "Lo yang kenapa? Pagi-pagi udah ngelamun aja. Ada masalah lo?"Raina menggeleng. "Enggak. Cuma capek doang. Karena semalam gue begadang kerjain tugas Rian.""Kenapa lo mau aja disuruh-suruh sama dia? Lo itu pacarnya bukan pembantunya. Harusnya lo tegas sama dia. Jangan mentang-mentang lo ceweknya jadi dia bisa seenaknya sama lo.""Sebelumnya makasih ya udah belain gue. Tapi tugas gue sebagai ceweknya dia ya emang kayak gitu. Gue harus selalu ikutin apa yang dia suruh.""Itu sih bukan pacar namanya, tapi pembantu."Raina hanya tersenyum mendengar ucapan Arka.Ia tahu Arka kesal dengan Rian. Raina juga kesal dengan Rian,
"Woi!" Andi menepuk pundak Rian membuat cowok itu memberikan tatapan tajamnya."Buset. Biasa aja dong liatnya.""Kalau gak ada hal yang penting mendingan lo pergi," ucap Rian dengan tatapan lurus ke depan.Saat ini Rian dan Andi sedang berada di tepi lapangan. Karena sedang jam kosong, jadi Rian memilih keluar kelas dan bersantai sejenak."Lo gak minta maaf sama Raina?" tanya Andi."Ngapain minta maaf?""Lo kan udah numpahin kuah bakso ke tangannya. Lo jadi pacar yang perhatian dikit kek. Udah bikin pacarnya luka, gak obatin, gak minta maaf juga. Pacar macam apa lo?""Gue gak peduli. Lagian itu bukan salah gue." Rian bangkit dari duduknya."Jangan ikutin gue!" ucap Rian saat Andi hendak berdiri."Siapa yang mau ikutin lo? Gue mau ke kelas kok.""Awas aja kalau lo ikutin gue."Andi mengelus dadanya. "Sabar Di. Rian itu teman lo jadi lo harus sabar hadapin dia.""Untung gue yang jadi teman dia. K
Raina turun dari motor Rian saat mereka sudah sampai di sekolah. Pagi ini, mereka memang berangkat bersama. Rian yang datang ke rumah Raina untuk menjemput gadis itu. Tentu saja Raina merasa heran karena tidak biasanya Rian mau menjemputnya."Eh, mau ke mana lo?" tanya Rian saat Raina hendak pergi."Kelas.""Emang gue udah nyuruh lo pergi?""Emang gue harus nunggu lo suruh dulu baru gue pergi?""Iya lah." Rian melempar tasnya ke arah Raina yang langsung ditangkap oleh cewek itu."Apaan sih lo? Kenapa lo lempar tas lo ke gue?""Bawain tas gue ke kelas.""Tapi kan tas lo ringan-ringan aja. Kenapa gak lo bawa sendiri tasnya?""Kalau ada lo ngapain gue harus bawa tasnya?" Rian berjalan dahulu meninggalkan Raina."Ish. Dasar nyebelin!" Raina pun berlari kecil agar bisa menyusul cowok itu.Sesampainya di kelas, Rian melihat Wanda sedang duduk di bangkunya sembari tersenyum ke arahnya."Pagi Rian ganteng. C
"Yah, hujan." Raina yang baru saja keluar dari minimarket harus mengurungkan niatnya untuk kembali ke rumah karena turun hujan. Ia pergi ke minimarket untuk membeli beberapa camilan. Tadi, Dian sudah menyuruhnya untuk membawa payung, tapi Raina menolak karena ia pikir langit hanya mendung dan tidak akan turun hujan. Ternyata dugaannya salah."Raina."Merasa namanya dipanggil, ia pun menoleh ke arah samping. "Eh, Arka."Ya, orang itu adalah Arka."Lo beli apa?" tanya Arka."Ini gue beli snack biar bisa nemenin waktu nonton film.""Gue beli minum dulu. Tungguin, ya, gue gak lama kok.""Oke."Tak butuh waktu lama, Arka sudah keluar dari minimarket."Nih, buat lo." Arka memberikan sebotol minuman pada Raina yang langsung diterima oleh cewek itu."Makasih.""Lo mau ke mana? Kok lewat sini?" tanya Raina. Karena yang ia tahu, rumah Arka bukan arah sini."Oh itu, gue lagi mau ke rumah teman gue. Kebetulan di
"Raina! Gawat," ucap Luna dengan wajah panik. Cewek itu baru saja tiba di kelas."Kenapa Lun?" tanya Raina."Rian.""Kenapa dia?""Dia lagi berantem sama adik kelas. Lo harus lerai dia.""Berantem lagi?" Raina geleng-geleng kepala. Tidak habis pikir dengan Rian. Setiap hari cowok itu selalu saja membuat keributan.Raina yang tidak mau ikut campur pun, terpaksa harus turun tangan. Agar Rian tidak memukul orang-orang secara berlebihan."Mereka berantem di mana?" tanya Raina."Di depan kelas X IPA 2.""Oke." Raina pun segera keluar dari kelas untuk menghampiri Rian.Setibanya di sana, Raina melihat kerumunan murid yang ada di depan kelas X IPA 2. Mereka tampak berteriak menyoraki nama Rian.Raina segera masuk ke dalam kerumunan tersebut. "Rian! Stop!" pekiknya.Rian menoleh pada Raina, namun hanya sejenak. Setelah itu ia kembali melayangkan pukulan pada adik kelasnya."Ayo Rian pukul aja."
"Eh, Non Raina. Mau ketemu Den Rian, ya?" ucap seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Rian.Raina memang kini sedang berada di rumah Rian. Ia datang ke sini karena disuruh Dian mengantarkan kue untuk Rian. Awalnya, Raina menolak karena ia sangat malas jika harus bertemu dengan Rian, namun karena Dian sudah terus memaksanya, mau tidak mau ia menuruti."Em, Rian ada gak Bi?" tanya Raina."Ada kok Non. Masuk aja ke dalam.""Gak usah deh. Aku mau nitip ini sama Bibi aja boleh, ya. Tolong kasih ke Rian." Raina memberikan kotak makan berisi kue pada asisten rumah tangga tersebut."Kalau gitu aku pulang dulu, ya, Bi."Saat Raina hendak pergi, tiba-tiba suara Rian menghentikan langkahnya."Ngapain lo ke sini?" tanya Rian.Raina membalikkan badannya lalu menatap Rian."Antarin kue dari nyokap gue. Terserah lo mau makan kuenya atau enggak. Itu udah bukan urusan gue lagi.""Eh, tunggu. G
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan