Rian begitu menikmati es campur yang dibelinya. Sedangkan Raina malah menatap Rian tanpa menyentuh es campurnya."Gue tahu gue ganteng, tapi gak usah diliatin terus juga," ucap Rian yang sudah tahu kalau Raina sedari tadi memperhatikannya."Kepedean banget lo jadi orang.""Lo tuh gak bisa ya sehari aja jadi murid yang baik? Dengan lo kabur kayak tadi malah bikin Bu Tina makin marah sama lo. Gue juga gak mau terlibat gara-gara tadi," ucapnya.Rian manggut-manggut. "Jadi itu alasan lo diam dari tadi? Gue pikir apaan. Lo tenang aja lo gak bakal kena masalah. Lagian cuma masalah kecil doang.""Jujur aja lo gak capek kayak gini terus? Gak capek buat masalah? Gak capek dihukum?" Rian menggeleng. "Gue ngerasa gak pernah buat masalah. Justru orang-orang yang cari masalah sama gue. Dan gue gak akan pernah diam kalau diganggu."Raina mengembuskan napasnya kesal. Berbicara dengan Rian memang selalu menguras tenaga dan pikirannya. Harusnya ia tidak memberikan pertanyaan pada cowok itu."Terserah
"Pagi-pagi udah bete aja mukanya. Gak baik tahu, Rain," ucap Luna."Pasti Rian lagi, kan?" tebak Risa."Lah, emang iya, Rain? Perasaan lo berdua ada aja masalahnya. Padahal lo berdua romantis banget.""Romantis apanya? Gue disuruh-suruh itu romantis?" ucap Raina sedikit kesal."Sorry, deh. Emangnya Rian ngapain lagi?" tanya Luna penasaran.Walaupun setiap hari mendengar keluhan Raina tentang Rian, tapi tidak membuat Luna bosan."Dia bikin gue malu. Bisa-bisanya dia nuduh senior gue di SMP selingkuhannya gue. Cuma karena gue sama senior gue ngobrol di depan rumah dia. Nyebelin banget, kan? Rasanya gue gak mau ketemu senior gue lagi," jelas Raina."Wajarlah Rain. Mungkin Rian cemburu," kata Luna mencoba memahami sikap Rian."Gue gak peduli mau dia cemburu atau apapun, tapi setidaknya dia nanya. Jangan langsung marah-marah terus nuduh sembarangan.""Terus gimana tanggapan senior lo?" Risa yang diam ikut bertanya."Ya, Kak Wily jelasin ke dia kalau gue sama Kak Wily gak ada hubungan apa-a
Raina kini sedang menonton televisi di ruang tengah bersama Dian. Keduanya sedang menonton drama Korea kesukaan mereka. Awalnya Dian tidak menyukai drama Korea, tapi karena Raina terus memaksa Dian untuk menonton bersama. Akhirnya Dian malah ketagihan. Bahkan, lebih parah daripada Raina.Tok! Tok! Tok!"Na, bukain pintunya.""Iya Ma." Raina malas karena sedang asyik menonton, tapi karena mamanya sudah menyuruhnya, mau tidak mau ia harus menuruti."Iya sebentar." Raina sedikit kesal karena sang tamu terus mengetuk pintu seperti orang tidak sabaran.Raina meraih gagang pintu lalu membukanya. Raina semakin kesal ketika melihat tamu yang datang."Ada perlu apa?" tanya Raina dengan ekspresi datar."Eh, Rian!"Keduanya langsung menoleh ke arah Dian."Ayo masuk dulu." Dian langsung membawa Rian masuk ke dalam. Melihat mamanya yang begitu antusias ketika Rian datang, membuat Raina hanya bisa mengembuskan napas pelan."Ini Tan, Rian bawain kue coklat yang waktu itu aku sempat bawa." Rian membe
"Pa, Ma, aku berangkat sekolah dulu, ya," pamit Raina pada kedua orang tuanya."Iya, hati-hati, ya. Titip salam buat calon mantu Mama," ucap Dian."Papa juga titip salam, ya," timpal Anton.Raina menatap kedua orang tuanya cemberut. "Papa, Mama!"Keduanya tertawa. "Udah sana buruan. Kasihan calon mantu Mama nunggu lama.""Bye Pa, Ma."Raina menghampiri Rian yang sudah menunggunya di depan rumah. Cowok itu sedang sibuk dengan ponselnya."Ayo."Rian mendongak kemudian memberikan helm pada Raina."Lo udah gak marah sama gue?" tanya Rian hati-hati.Tadi, Raina mengirimnya pesan. Raina menyuruh Rian untuk menjemputnya. Tentu Rian tidak menolak, tapi Rian merasa aneh karena semalam ia tahu betul kalau Raina sedang marah padanya."Enggak. Gue udah maafin pacar gue yang ganteng ini kok.""Kenapa? Gak suka ya gue bilang lo ganteng?" tanya Raina ketika wajah Rian sedikit bingung."Enggak, cuma agak aneh aja.""Ya udah, mulai sekarang lo jangan ngerasa aneh lagi, ya. Karena gue bakal manggil lo
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Raina memukul mulutnya beberapa kali sambil merutuki dirinya sendiri. "Kenapa lo ngelakuin hal bodoh kayak gitu, sih?" Raina menyesal karena telah mencium Rian. Harusnya ia tidak melakukan hal tersebut. Entah pikiran bodoh dari mana yang membuat Raina berani untuk melakukannya. Padahal rencana tersebut tidak pernah terlintas di pikirannya. "Mau taruh di mana harga diri lo, Raina? Pasti dia mikirnya gue sengaja ngelakuin itu biar bisa modus ke dia." Raina merebahkan tubuhnya ke kasur. Raina sudah tidak tahu harus bagaimana. Ingin bercerita pada Risa dan Luna, tapi ia takut malah jadi bahan ejekan kedua temannya. Apalagi Luna yang seperti itu. "Coba aja gue bisa putar waktu. Gak akan mungkin gue ngelakuin hal bodoh kayak tadi." ***** Rian menggelengkan kepalanya berulang kali. Kejadian Raina menciumnya tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Rian sudah mencoba melupakannya, tapi tetap saja tidak bisa. "Den Rian," panggil Bi Ira. Namun Rian tidak menjaw
"Na, tuh liat pacar lo lagi dihukum." Luna menyikut lengan Raina sembari menunjuk Rian yang sedang mengelap kaca ruang guru.Kebetulan pagi ini kelas Raina sedang ada mata pelajaran olahraga, jadi mereka sekarang sedang berada di lapangan.Raina menatap sekilas Rian, ketika pandangan mereka bertemu, Raina buru-buru mengalihkan pandangannya dan kembali melanjutkan pemanasan."Rian lagi liatin lo, Na," ucap Luna heboh."Terus?" tanya Raina cuek."Ya lo liat balik lah. Minimal senyum kek. Jangan cuekin gitu. Kasihan Rian nya.""Lo aja yang liatin. Malas gue.""Lah, kok malah gue? Kan dia liatin lo bukan gue. Lagian yang pacar Rian juga lo bukan gue.""Mendingan lo fokus pemanasan aja. Gak usah ngurusin dia. Lo mau nanti diomelin Pak Darto?"Luna menggeleng. Kemudian kembali melanjutkan pemanasan.Raina kembali menatap Rian. Tak disangka Rian masih menatapnya. Bahkan cowok itu tersenyum padanya. Bukannya senang, Raina malah merasa aneh dengan senyuman Rian. "Dasar aneh.""Raina!"Raina s
"Raina." Arka melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Raina. Raina yang melamun segera tersadar. "Eh, Arka." "Gue boleh duduk di sini, kan?" tanya Arka. "Boleh. Bangkunya kan milik sekolah bukan milik gue." Arka hanya tertawa mendengar jawaban Raina. "Kalau boleh tahu lo kenapa? Gue liat dari tadi lo ngelamun. Ada masalah?" tanya Arka. "Biasa masalah tugas doang." Arka manggut-manggut. Arka merasa Raina sedang berbohong, tapi Arka memilih untuk tidak bertanya banyak. Tidak mau mencampuri urusan Raina. "Btw, lo ngapain ke sini? Ada perlu sama gue?" tanya Raina. "Oh, enggak. Kebetulan gue temenin teman gue buat pinjam buku sama sepupunya di kelas sebelah. Karena gue liat lo lagi ngelamun di sini, makanya gue samperin." "Jadi kalau gue gak ngelamun gak lo samperin?" "Ya gak gitu juga." Raina tertawa melihat raut wajah Arka yang cukup panik. "Gak usah panik. Gue bercanda kali." "Btw, gue minta maaf, ya, kalau gue selalu ganggu hubungan lo sama Rian." "Kenapa lo minta
"Rain." Salah seorang teman kelas Raina menghampiri Raina yang baru saja tiba di kelas."Kenapa Sis?" "Kemarin gue mau kasih bunga ini, tapi gue lupa," ucap cewek bernama Siska tersebut sembari memberikan sepucuk bunga mawar merah pada Raina.Raina mengerutkan keningnya. Sadar akan kebingungan Raina, Siska pun segera menjelaskan."Itu bukan bunga dari gue. Kemarin gue gak sengaja liat Rian lagi pegang bunga ini di dekat kelas kita. Gue pikir dia mau kasih ke lo, tapi pas liat lo lagi sama Arka dia langsung buang ke tempat sampah terus pergi. Mukanya juga keliatan kesal gitu.""Makasih, ya.""Sama-sama."Raina menatap bunga tersebut. Tiba-tiba ia teringat Rian yang masih marah padanya. Apa mungkin penyebab cowok itu marah padanya karena melihatnya dengan Arka kemarin? Kalau memang benar, kenapa Rian tidak bilang langsung padanya? Padahal biasanya kalau Rian melihatnya bersama Arka pasti Rian akan langsung menghampiri mereka dan marah-marah. Tapi kali ini cowok itu malah mendiamkannya
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan