Rian baru saja keluar dari kelasnya bersama Liam dan Andi.
"Eh, Raina. Tumben ke sini. Mau pulang bareng, Rian, ya?" tanya Andi melihat Raina yang kebetulan sedang berdiri di depan kelas mereka.
"Enggak. Cuma mau ngomong sama dia aja."
Andi menyenggol lengan Rian. "Raina mau ngomong sama lo tuh. Buruan ajak ke cafe kek atau ke mana kek."
"Bisa diam gak lo? Bacot mulu dari tadi."
"Sorry."
Rian beralih menatap Raina. "Mau ngomong apa? Buruan."
"Bisa kita ngomongnya di tempat lain aja gak?"
Rian berdecak. "Aneh-aneh aja sih. Ya udah ayo."
"Yam, Di, gue duluan."
"Hati-hati, Bro. Anak orang jangan lo apa-apain."
Rian tidak peduli dengan ucapan Andi yang menggodanya. Ia terus berjalan membiarkan Raina mengejarnya.
*****
"Mau ngomong apa?" tanya Rian saat mereka sampai di sebuah taman yang tidak jauh dari sekolah.
Raina memang meminta Rian untuk berhenti di taman. Ia ingin berbicara dengan Ria
"Rian!"Raina terkejut melihat Rian yang sedang duduk di kursi teras rumahnya. Untuk apa cowok itu datang pagi-pagi seperti ini?"Ngapain lo di sini?" tanya Raina."Jemput lo.""Jemput gue?""Nanya mulu lo. Buruan. Nanti telat.""Bukannya lo udah biasa kalau telat?""Emang lo mau dihukum sama Bu Ani?" tanya Rian balik.Raina segera menggeleng. "Enggaklah.""Ya udah buruan. Lama banget.""Iya, iya. Judes banget sih.""Bisa jalan sendiri?""Bisa."Rian memperhatikan Raina yang berjalan dengan sangat pelan karena kakinya masih sedikit sakit.Rian berdecak. "Lama banget."Rian berjongkok di hadapan Raina. "Ayo naik.""Gak usah. Gue bisa jalan kok.""Kalau lo jalan kayak siput gitu yang ada kita bisa telat.""Ya udah gue naik, tapi jangan ngeluh kalau gue berat, ya.""Buruan!"Raina pun naik ke punggung Rian. Setelahnya Rian bangkit, lalu berjalan ke
"Jadi kita mau nonton film apa, Lun?" tanya Raina pada Luna.Raina, Risa, dan Luna kini sedang berada di bioskop. Luna tadi meminta Raina dan Risa untuk menemaninya ke bioskop. Awalnya Raina ingin menolak ajakan Luna. Karena ia sedang malas keluar rumah, tapi karena Luna terus memohon dan Luna juga bilang kalau dia yang akan membayar tiket nonton membuat Raina mau tidak mau menerimanya."Jangan bilang lo mau nonton film romantis yang menye-menye," sahut Risa."Menye-menye apaan? Film yang bakal kita nonton itu bagus banget. Bahkan gue udah nonton tiga kali."Raina dan Risa melotot tidak percaya. Mereka pikir Luna memohon-mohon pada mereka untuk menemaninya karena cewek itu belum menonton film yang sangat ingin ditontonnya. Padahal, Luna malah sudah menonton tiga kali."Eh, serius lo, Lun?"Luna mengangguk. "Serius. Tiga rius malah.""Kalau lo udah nonton kenapa nonton lagi? Udah lah pulang aja. Gak usah nonton," ucap Risa. Ia hendak m
"RAINA!"Rian memasuki kelas Raina dengan wajah garangnya. Membuat seisi kelas ketakutan."Mana Raina?" tanya Rian pada seorang cewek berkacamata. Cewek itu tampak ketakutan karena Rian menatapnya dengan tajam."Jawab! Gak punya mulut, ya?" sentaknya membuat cewek itu semakin ketakutan."Ra-Raina be-belum datang," jawabnya terbata-bata.Rian pun berbalik badan hendak keluar dari kelas Raina. Namun, saat ia sampai di depan pintu, ia berpapasan dengan Raina yang hendak masuk ke dalam kelas.Tanpa sepatah kata, Rian langsung menarik tangan Raina dengan cukup kasar. Tidak peduli jika cewek itu mengadu kesakitan."Kenapa sih harus narik-narik segala? Sakit tahu." Raina mengusap-usap tangannya yang sedikit memerah karena ulah Rian.Rian membawanya ke rooftop sekolah."Jelasin ke gue yang kemarin.""Kemarin yang mana?" tanya Raina pura-pura tidak mengerti."Cowok yang ngaku tunangan lo itu.""Buruan jelasin
Rian menghentikan mobilnya saat mereka sampai di rumah Raina."Makasih buat makan malamnya dan makasih udah antarin gue," ucap Raina.Rian hanya mengangguk."Gue harap lo jangan kecewa sama orang tua lo, ya. Mungkin mereka sibuk banget makanya mereka gak bisa ninggalin pekerjaan mereka," ucap Raina mencoba menghibur Rian. Karena ia tahu betul Rian masih kecewa dengan kedua orang tuanya."Hm.""Kalau gitu gue masuk dulu." Raina melepas seat beltnya. Ia membuka pintu mobil. Saat ia hendak keluar dari mobil, Rian memanggilnya membuat Raina menoleh pada cowok itu."Makasih."Raina mengerutkan keningnya. "Makasih? Untuk?""Karena udah mau nemenin gue makan malam."Raina tersenyum simpul. "Sama-sama. Bye."Setelah Rian pergi, barulah Raina masuk ke dalam rumahnya.Raina melepas sepatu high heelsnya, tak lupa ia juga mengganti baju dan menghapus make up-nya. Setelah selesai, ia membaringkan tubuhnya di kasur.
"RIAN!" Rian yang sedang berada di halaman belakang sekolah terkejut ketika mendengar seseorang meneriaki namanya. Perlahan Rian menoleh. Ia melotot begitu melihat Bu Ani menatapnya tajam sembari berjalan mendekatinya. Rian segera bangkit berdiri lalu berlari menjauhi Bu Ani."Rian! Jangan kabur kamu!"Rian tidak peduli dengan teriakan Bu Ani. Cowok itu terus berlari, sembari menoleh ke belakang. Karena terus melihat ke belakang, Rian malah tidak melihat jalan di depannya dan berujung menabrak seorang cewek."Kalau jalan yang benar," ucap Rian dingin."Lo yang salah bukannya minta maaf malah nyalahin gue." Cewek itu bangkit berdiri sembari mengibas rok bagian belakangnya.Cewek itu terkejut ketika tahu kalau Rian yang sudah menabraknya."Rian!""Raina. Ngapain lo di luar kelas? Bolos lo?"Raina melotot. Tidak terima dengan tuduhan Rian."Enak aja bilang gue bolos. Gue itu mau pinjam buku di perpus bukan mau bolos. Jangan
Raina mengerutkan keningnya saat tahu kalau Rian ikut masuk ke halaman rumahnya."Lo ngapain masuk segala? Kan gue bilang pulang," ucap Raina saat ia sudah berada di teras rumah."Suka-suka gue.""Aneh banget lo jadi orang." Rian tidak peduli dengan ucapan Raina. Ia memilih duduk di kursi kayu yang ada di teras."Ambilin gue minum," suruh Rian."Ogah.""Berani lo sama gue?" Rian mengangkat sebelah alisnya."Iya gue berani. Kenapa?" tantang Raina.Rian bangkit lalu menjewer telinga Raina membuat cewek itu mengadu kesakitan."Lepasin Rian! Sakit.""Masih mau nantangin gue?"Raina menggeleng. "Enggak.""Buruan ambil minum buat gue.""Lepasin dulu jewerannya." Rian melepas jewerannya. Setelahnya, Raina pun masuk ke dalam rumahnya.Beberapa menit kemudian, Raina sudah kembali sembari membawa nampan berisi segelas air putih. Raina tampak sudah berganti baju."Nih minumnya.""Lam
"Raina! Raina!" Wanda masuk ke dalam kelas Raina sambil berteriak memanggil nama Raina."Apaan sih lo? Gak tahu sopan santun banget. Masuk kelas orang sembarangan, udah gitu teriak-teriak lagi," sahut Risa kesal.Wanda menatap tajam Risa. "Mana Raina?" tanya Wanda langsung."Raina lagi ke toilet. Kenapa lo cari dia? Ada masalah?""Wan, itu dia." Teman Wanda yang berada di sampingnya menepuk pundak Wanda menyuruh cewek itu untuk mengikuti arah pandangannya ke pintu.Benar saja, Raina dan Luna baru saja kembali. Tanpa sepatah kata, Wanda langsung saja menghampiri Raina. Wanda menarik rambut Raina ke belakang, membuat Raina meringis kesakitan."Aww. Sakit Wanda. Lepasin.""Lo benar-benar cewek gak tahu diri, ya. Lo apain Rian sampai dia mau pacarin cewek jelek kayak lo, hah?" Raina semakin meringis karena Wanda menarik rambutnya lebih kuat."Wanda jangan gitu sama Raina. Kasihan Raina," tegur Luna."Diam lo!" Wanda menatap
"Mama." Dian menatap Raina yang tampak terburu-buru menuruni anak tangga."Pelan-pelan dong. Kalau kamu jatuh gimana?""Ma, aku berangkat dulu, ya. Takut telat.""Gak sarapan dulu?" tanya Dian.Raina menggeleng. "Enggak Ma. Nanti telat kalau masih sarapan.""Ya udah, kamu bawa bekal aja. Kebetulan Mama udah buatin sandwich buat kamu." Dian memberikan kotak bekal berwarna merah muda yang sudah ia siapkan pada Raina.Raina menerimanya. "Makasih Ma." Raina menaruhnya di dalam tasnya."Oh iya, Na. Tadi pagi waktu Mama mau buang sampah ada nasi goreng. Kamu yang buang, ya?" tanya Dian.Raina tampak bingung. Seingatnya, semalam ia sama sekali tidak membeli nasi goreng. Jadi tidak mungkin ia yang membuangnya."Enggak Ma. Aku aja gak beli nasi goreng.""Terus siapa yang buang dong?""Mama pikir lagi aja. Aku mau berangkat sekolah. Ojek online udah di depan. Bye, Ma." Raina mengecup pipi Dian kemudian pergi.
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan