Rafael menatap hotel di depannya dengan tangan terkepal. Dia masuk terburu-buru dan berjalan ke arah meja resepsionis sambil memasang wajah dingin. "Tolong tunjukkan ke mana Marcel membawa seorang wanita!"
"Maaf Tuan, ini--" "Kau harus mengatakannya jika ingin selamat. Kau tahu siapa aku 'kan!" Rafael menyorot tajam pada sang resepsionis. Hingga resepsionis itu ketakutan dan mengatakan apa yang diketahuinya, sekaligus menunjukkan di mana keberadaan Marcel. Tak mau membuang waktu, Rafael dengan segera berlari menuju ke arah kamar yang disebut oleh sang resepsionis. Hatinya sudah sangat panas memikirkan apa yang dilakukan Marcel terhadap Kiana. Bagaimana mungkin anak buahnya sendiri membiarkan Kiana pergi? Membuatnya harus pulang detik itu juga karena marah memikirkan Kiana kabur. Wanita pelayan itu membiarkan Kiana keluar, padahal sudah tahu kalau dia tidak pernah mengizinkannya. Meski beruntungKiana menatap manik mata hitam milik Rafael dengan wajah memerah. Kedua kakinya melingkar di pinggang laki-laki itu. Membiarkan saat Rafael menggoyangkan pinggulnya secara kasar. Sementara kedua tangannya terikat oleh borgol. Ini semua salahnya, jika saja tadi dia tidak asal menggoda Rafael, dirinya tidak akan berakhir seperti ini. Rafael benar-benar memborgolnya. "Katakan. Katakan ... sesuatu, Kiana." Hembusan napas kasar laki-laki itu menerpa wajahnya. Membuat Kiana semakin bergairah, namun dia tidak bisa melakukan banyak hal. Kedua tangannya hanya bisa mengepal saat Rafael dengan sengaja menggerayangi tubuhnya. Sekuat tenaga, Kiana menahan erangan kenikmatan akibat ulah Rafael. "Dasar jalang." Senyum culas terlihat di bibir Rafael ketika Kiana tanpa sengaja mendesis nikmat. "Akhhh ... lepas. Tolong lepaskan tanganku." Sayangnya Rafael tidak mau mendengar. Dia menikma
"Kami bertemu Kiana tadi." Fokus Andrew yang tengah menatap ponsel spontan teralihkan pada Arkan dan Sashi. Matanya melotot dan refleks merangsek maju. "A-apa? Kalian, katakan di mana kalian bertemu dengan Kiana?" "Aku tidak sengaja melihat Kiana saat sedang belanja, tapi dia lari ketakutan," sahut Sashi sambil menatap Arkan dengan raut wajah bingung. Padahal suaminya sudah mengejarnya, namun Kiana justeru lari tunggang langgang. "Dia pasti takut melihatku." Arkan meringis dan menatap adiknya dengan penuh rasa bersalah. Matanya bisa melihat dengan sangat jelas kekecewaan dan ekspresi takut yang Kiana tunjukkan padanya. "Dia pasti menyangka Kak Arkan akan memenjarakannya lagi." Andrew mendesah frustrasi memikirkannya. Kiana pernah bercerita tentang ucapan kakaknya yang ingin memasukkannya kembali ke dalam rumah sakit jiwa. Pasti ucapan itu menimbulkan efek trauma bagi Kiana.
"Jadi, apa kau bisa menjelaskan pada Kakek apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau bisa sampai menjadi pelayan cucuku dan katakan, apa saja yang diperbuat Rafael padamu?" Guzman menatap lekat ke arah Kiana yang ada di depannya. Dia menemui wanita itu saat Rafael tengah di rumah sakit. Kesempatan mengorek banyak informasi tentang kelakuan cucu biadabnya itu. Guzman tahu seperti apa sifat Rafael, tidak mungkin cucunya mau mengakui kesalahannya. Rafael licik dan pandai berkelit. "Itu ... aku tidak tahu, Kek." Kiana meremas kedua tangannya dengan gugup. Dia sendiri bingung tentang alasan Rafael begitu membencinya di hari pertama mereka bertemu. Jika kemarin dia sempat mengira kalau Rafael membencinya karena telah membunuh ayah dari laki-laki itu, tampaknya semua itu salah. Rafael tidak terlihat seperti sangat marah karena masalah itu. Seperti ada sesuatu yang laki-laki itu sembunyikan. Sayangnya Kiana tidak tahu itu
"Kau tidak seharusnya mengatakan itu pada orang asing!" Tangan Rafael menarik lengan Kiana dengan kuat dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya. Namun karena cengkeram yang begitu kuat, Kiana harus meringis sakit. Dia hendak membantah perkataan Rafael, tapi laki-laki itu malah memelototinya. "Kau menyakitinya, Rafael. Lepaskan dia." Bukannnya menurut, Rafael justeru menggeram marah. Dia berniat menarik Kiana ke dalam rumah. Meninggalkan kakek tua yang seenaknya membawa Kiana begitu saja. Sayangnya, Guzman dengan cepat menahan Kiana dari sisi yang lain. "Jangan bertindak kasar. Kasihan Kiana." Pandangan Rafael baru kemudian melihat ke arah Kiana. Lengan wanita itu memerah karena ulahnya dan spontan membuatnya seketika melepaskan genggamannya. Matanya terlihat bergetar, tapi dia malah membuang muka tanpa seucap kata maaf pun. Sampai Guzman yang menarik Kiana masuk ke da
"Masuklah Kiana, anggap saja ini rumahmu sendiri," ucap Guzman sambil tersenyum lebar. Dia mengajak Kiana masuk ke dalam rumahnya. Menculik wanita itu dari cucunya. Biar saja Rafael mencari-cari Kiana. Cucunya harus mendapat pelajaran karena menghalanginya melihat wanita ini. Setelah menyelediki yang terjadi, Guzman mendapati fakta kalau Kiana adalah orang yang terlibat dalam kematian anaknya, Daren, lima tahun yang lalu. Benci? Tidak, dia tidak membenci Kiana, karena setelah diselidiki, dia tahu perbuatan anaknya yang hampir saja memperkosa wanita ini. Sungguh, ini adalah fakta yang membuatnya sangat terluka sebagai seorang ayah. Daren adalah putranya yang sangat berengsek. Dia menjadi semakin merasa bersalah pada Kiana. Sekarang, Rafael justeru bersikap demikian. Sungguh mengecewakan. "Rumahnya sangat indah." Kiana tidak bohong saat memuji hal tersebut. Rumah tempat kakek Rafael t
Rafael memarkirkan mobilnya di luar gerbang saat melihat bodyguard dan security-nya tengah menahan dua orang laki-laki yang mencoba masuk ke dalam rumah. Membuat matanya memicing saat merasa mengenali mereka. Hingga Rafael dengan terpaksa turun dari mobil dan menghampiri kerumunan tersebut. "Ada apa ini? Kenapa kalian ribut-ribut di rumahku?" Semua mata serentak tertuju ke arah Rafael yang baru datang. Begitu pula dua orang yang tadi berseteru dengan security dan bodyguard-nya. Arkan dan Andrew. Dua kakak-beradik yang membuat Rafael mengernyitkan dahi. Apa maksud kedatangan keduanya? "Mereka berdua mencoba masuk ke dalam rumah, Tuan. Kami berusaha menghalanginya," ucap salah seorang security, yang seketika membuat Andrew melotot marah. "Kau sial--" "Maaf Dokter Rafael, ada hal yang harus kami pastikan di sini," sahut Arkan yang langsung menutup mulut adiknya dan menahan Andrew sebelum
Kiana menatap pakaian yang dikenakannya dengan gugup. Dress berwarna biru langit dan lengan panjang sebatas lutut dengan motif bunga di bagian bawah tampak cantik melekat di tubuhnya. Tak hanya itu, dress tersebut memerlihatkan pundak serta bentuk dadanya, membuat Kiana tampak manis sekaligus seksi. Rambutnya pun diikat ke atas hingga terlihat leher jenjangnya. Penampilannya saat jauh berbeda dibanding saat tinggal bersama Rafael. Kiana tidak pernah didandani seperti ini oleh para pelayan. Ralat, dia pernah satu kali saat Rafael berniat mengusir Mili dan menggunakannya. Setelah itu, Kiana dibiarkan memakai seragam pelayan tanpa perlu memakai makeup. "Anda sangat cantik, Nona. Saya seperti melihat bidadari yang jatuh dari langit," ucap salah satu pelayan dengan berlebihan. Memuji penampilan Kiana sekaligus orang yang bertugas melakukan make over padanya. "Terima kasih." Kiana tersenyum tip
"Kau, apa kau waras? Kiana pasti ada di sana! Rafael menyembunyikannya. Sialan, harusnya kau membiarkanku mencarinya," umpat Andrew begitu dia dan Arkan tiba di rumah. Ada Sashi yang sudah menunggu keduanya pulang setelah menidurkan kedua anaknya. Dia ikut khawatir dengan Kiana, jika benar kalau wanita itu ditahan oleh seseorang. "Apa yang terjadi? Kak Arkan, Andrew, kalian tidak berhasil menemukan Kiana?" Sashi berjalan mendekati Arkan dan menatap suaminya dengan cemas. Namun terlihat Arkan hanya tersenyum kecut seraya menggeleng. Menjelaskan kalau dia tidak berhasil. "Rafael sangat licik, dia pasti menyembunyikan Kiana di suatu tempat," sahut Andrew seraya merebahkan tubuhnya di sofa. Dia lelah. Pikiran dan tenaganya. "Sayang, bisa kamu ambilkan aku minum?" Arkan mengecup singkat bibir istrinya. Membiarkan Sashi meninggalkan mereka sampai dia duduk di samping adiknya dan menatap serius ke arah Andre