Beranda / Semua / REUNI / Malam Mingguan

Share

Malam Mingguan

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-21 21:04:41

Seperti biasa jalanan utama kota sedikit macet. Mungkin karena banyak yang ingin bermalam mingguan sama seperti aku dan Dean. Biasanya kami menonton film cukup di Bogor Trade Mall yang ada di Jalan Juanda, tapi kali ini kami memutari kebun raya menuju Pajajaran ke Botani Square.

Gara-gara macet itu, kami ketinggalan film sekitar sepuluh menit. It's okay masih bisa ditoleransi. Dan aku benci dengan film yang Dean pilih. Alih-alih Komedi romantis dia malah memilih film horor. Jadi, selama dua jam duduk di kursi dingin, aku memperhatikan jalannya cerita dengan dada berdebar.

"Lo kalau mau nonton horor itu nanti sama cewek lo. Lo tau engga, sih sepanjang film diputar gue nahan kencing?!" omelku begitu keluar dari studio.

Dean malah tertawa melihatku mengomel. Manusia satu ini beneran minta aku tampol.

"Ya kan tinggal ke toilet aja. Apa susahnya?"

Aku menggeleng seraya melepas napas dari hidung dengan kasar. "Kalau hantunya ngikutin gue sampe ke toilet gimana?"

"Lebay! Itu kan cuma f
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • REUNI   Rumah Ibu Juwita

    Aku baru membaca pesan Giko dan Danar di whatsapp grup saat sudah sampai rumah. Aku meninggalkan Dean yang langsung menghampiri Ibu ketika kami sampai rumah. Dia sempat membelikan martabak telur pesanan Ibu sebelum pulang. Sekarang keduanya sedang ngobrol seru di ruang TV. Menghabiskan martabak telur dengan dua cangkir teh hangat di atas meja yang Ibu siapkan tadi. GikoDean perasaan makin ganteng ajaItu chat yang Giko tulis, di bawahnya Danar menyahuti. DanarNamanya juga laki.GikoTakutnya ada yang jatuh cinta tanpa sadar, Nar."DanarMaksudnya elo?!Giko Ya kali, gue jatuh cinta sama laki. Emang gue Ragil!DanarHahaha!Pembahasan yang unfaedah. Aku memutar bola mata dan memutuskan nggak nimbrung dalam obrolan chat itu. Setelah berganti pakaian aku keluar dari kamar. Dean masih duduk manis di depan layar TV menyaksikan tontonan bola yang bagiku membosankan. "Bu, anak laki-laki ibu yang ada di Kalimantan katanya bakal pulang kalau aku udah nikah," celetukku mengambil tempat du

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-21
  • REUNI   Kebun Ibu

    Aku membuka jendela kamar saat pagi menjelang. Tunggu, apa masih bisa dibilang pagi? Sekarang sudah hampir pukul sembilan. Tepat di samping kamarku, ada lahan pekarangan. Di sana ibu menanam macam-macam tanaman. Seperti singkong, ubi, sayur bayam, cabe, tomat dan lain-lain. Tanaman-tanaman itu tumbuh subur di bawah perawatan Ibu yang bertangan dingin. Dari sini aku bisa melihat tanaman cabe yang berbuah banyak. Ibu tidak perlu membeli cabe yang harganya sekarang sedang gila-gilaan. Tomat chery berwarna merah juga sedang banyak-banyaknya berbuah. Pemandangan itu membuat senyumku tersungging. Namun, nggak lama dari itu aku melihat Dean memasuki kebun kecil ibu dengan membawa sebuah ember kecil. Lelaki itu mengenakan kaos hitam disambung celana pendek. Kakinya cuma mengenakan alas sandal karet. Sangat kontras dengan penampilannya semalam saat mengajakku malam mingguan. Tapi biarpun begitu dia masih terlihat lumayan ganteng. "Heh! Ngapain lo di situ?! Kayak burung kakak tua!" tegurnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-21
  • REUNI   Wawancara

    big thanks buat yang berkenan memberi ulasan bintang lima dan komenannya.______Aku ingin mengusir Tama, tapi jelas itu nggak mungkin. Ibu dan Dean sudah menangkap keberadaannya yang sama sekali nggak aku duga. Jadi, lelaki yang kini mengenakan outfit semi formal itu duduk di salah satu sofa single seater berseberangan dengan Ibu dan Dean. Sementara aku diberi tugas membuatkan minum bagi tamu tak diundang tersebut. Hanya satu cangkir teh, nggak membutuhkan waktu lama. Kurang dari lima menit aku sudah menyuguhkan teh hangat ke depan Tama. "Jadi, namanya siapa?" tanya Ibu yang aku perhatikan terus memandangi Tama dengan tatapan kagum. "Sebelumnya saya minta maaf sudah lancang datang ke sini. Saya Tama, teman Wina. Kami dulu pernah satu sekolah," terang Tama seraya memperkenalkan diri. Aku yang berdiri di belakang Ibu sambil memeluk nampan hanya bisa mengerutkan bibir. Jujur aku kesal dengan tindakannya. "Oh, jadi dulu pernah satu sekolah sama Wina. Kenal Danar dan Giko juga?" Tam

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • REUNI   Coffee Shop

    Sebelum baca follow authornya dulu. Jangan lupa vote, dan pegang hatinya kuat-kuat. Wkwk.______Siang itu juga aku pamit pulang ke Jakarta. Ibu sempat menahanku untuk pulang sore saja. Namun, aku menolak. Aku tidak mau baik ibu atau pun Dean mewawancarai Tama lagi. "Saya pamit mengantar Wina ke Jakarta, ya, Bu," ucap Tama sopan. Tangannya maju dan minta salam kepada ibu. "Tolong, hati-hati ya, Nak Tama," sambut ibu menepuk bahu lebar Tama. Sementara Dean, dia hanya mengangguk ketika Tama berpamitan padanya. "Lo yakin dia cuma teman yang mau jemput lo?" tanya Dean ketika aku berpamitan padanya. Tama sudah lebih dulu ke teras bersama Ibu. "Ya, iya. Memang apa lagi?" "Gue curiga dia cowok lo. Dari gelagat dan tatapannya ke lo. Lo kayak mau diterkam aja sama dia." Aku kontan melebarkan mata sembari memukul lengan abang sepupuku itu. "Memangnya dia harimau." Dean meringis kesakitan, tapi tatapnya masih saja melihat ke arah Tama yang sedang bicara dengan ibu. "Lo kudu hati-hati, gu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • REUNI   Terasa Panas

    Aku kembali berusaha menarik tangan dari genggamannya. Kali ini berhasil. Setelahnya aku buru-buru menggapai gelas minum,dan menyeruputnya seraya memalingkan wajah. Aku merasa tubuhku memanas, dan sangat yakin kalau wajah ini sudah memerah. Tama membuat jantungku rasanya mau lepas. Organ sebesar kepalan tangan itu berdenyut kencang seolah mau lompat keluar. Aku terselamatkan dari situasi ini ketika ponsel Tama berdering. Dia tampak merogoh saku celananya dan mengecek benda pipih yang sedang mengeluarkan suara itu. "Tunggu sebentar, ya. Ada telepon masuk," ucapnya lantas menyingkir. Fiuh! Aku melepaskan napas lega begitu lelaki jangkung itu pergi. Ya Tuhan, aku bahkan masih bisa merasakan tanganku yang bergetar. Tama mengajakku kembali ke unit setelah menerima telepon entah dari siapa. Melihat dari perubahan raut wajahnya sepertinya sudah terjadi sesuatu. Namun, aku enggak berani bertanya. Dia mengantarku hingga ke depan unit, padahal aku beberapa kali menolak agar dia langsung s

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-23
  • REUNI   Bidadari

    Danar masih membisu. Dia hanya menatapku dengan mulut tertutup rapat. Tidak ada ekspresi apa pun pada wajahnya. Datar seperti biasanya. Aku masih ingat dia dan Marissa satu sama lain memanggil dengan sebutan aku-kamu, dan itu cukup membuatku penasaran dan menyangka keduanya memiliki hubungan sesuatu. "Mau jawab dia teman biasa?" tanyaku menatapnya lurus dengan lengan melipat di dada, sementara dua alisku sudah menanjak. "Kenapa? Bukannya lo sama Tama juga teman biasa?" Mulutku akan membuka. Namun urung sesaat setelah sadar aku nggak punya jawaban untuk pertanyaannya. Aku berdecak, dan menyerah. Lalu memilih mengangkat tas, memindahkannya ke atas meja. Mungkin memang nggak usah banyak bicara. Aku menyibukkan diri membereskan sisa-sisa makanan di atas nakas. Yang masih bisa dimanfaatkan aku pisah dan disimpan ke kantong berbeda. Langkahku bergeser ke kulkas mini di sudut ruangan. Ada buah-buahan yang masih utuh terbungkus rapi. "Krisan di atas meja bawa, Win. Itu dari Arin." Aku s

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-23
  • REUNI   Mutasi

    Oh ya yang baru nemu cerita ini pastikan follow authornya dulu, dan jangan lupa vote serta tinggalkan jejak.(◠‿◕)Gerakan Danar yang hendak meneguk minumannya terhenti. Dia menatapku sesaat, lalu menghela napas. "Apa itu penting banget?" Kalau dia masih menganggapku sahabat, dia akan menjawabnya dengan mudah. Tapi, tunggu. Aku tiba-tiba salah tingkah. Ini pasti wujud dari overthinking yang aku rasakan akhir-akhir ini tentang Tama. Menelan ludah kasar, aku beranjak duduk di samping Danar dengan gerakan pelan. "D-dia nggak seperti Tama, kan?" tanyaku ragu. Aku bisa melihat kerutan samar pada dahinya. "Seperti Tama?" Aku mengangguk, lalu kembali merasa nyeri saat ingat sebelum ke rumah sakit aku sempat melihat Tama dengan istrinya. "Sudah punya pasangan." "Gue nggak tau," sahutnya melengos dengan muka masam. Kentara sekali Danar nggak mau mengatakan hal yang sebenarnya. "Oke. Gue nggak mau maksa," ucapku akhirnya dan bergerak ke dapur untuk menyimpan buah-buahan yang tadi dibawa

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-24
  • REUNI   Sepasang Suami-Istri

    Danar kesal karena kesusahan menyuap dengan tangan kiri. Dia mendorong mangkoknya menjauh. "Butuh bantuan?"Lelaki berwajah lempeng itu nggak menjawab dan hanya menyeka bibirnya yang belepotan kuah seblak. Aku menarik napas melihat tingkahnya. Dia terbiasa mandiri, lengannya yang menggantung itu pasti membuatnya kesal setengah mati. Aku menyimpan piring, dan meraih mangkok Danar. "Gue suapin sini." Danar melirikku dengan kening berkerut. "Nggak usah. Lo makan aja.""Ahelah! Nggak usah sok kuat. Udah, suapin Wina aja. Gue lagi males nyuapin lo," sambar Giko, menyempatkan diri menjeda kegiatan makannya. Danar berdecak, dan dia pasrah saat aku menyodorkan sendok. "Nah, gitu kan enak. Wina bisa sambil makan dan nyuapin lo," ujar Giko lantas tertawa. "Kalian udah mirip kayak laki dan bini. Dahlah, Win. Lo sama Danar aja. Sama-sama single, pas." Aku dan Danar kompak mendelik. Dan hal itu membuat tawa Giko berhenti seketika. "Ya kan kali aja jodoh gitu," ujarnya lalu kembali fokus ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-24

Bab terbaru

  • REUNI   Pasangan Rasa Sahabat

    Aku menyisir rambut tebal Danar dengan jemari. Dia masih terlelap dengan nyaman di atas dadaku. Lengan kekarnya memeluk perutku, terlihat nyaman. Sama sekali nggak merasa engap karena semalaman tidur dengan posisi begini. Setelah kumpul-kumpul bersama yang lain, lalu bertemu sebentar dengan ibu dan mama—ibu mertuaku, kami baru kembali ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Meski begitu, Danar tidak membiarkanku tidur hingga lewat tengah malam. Danar dan gairahnya membuatku sedikit kuwalahan. Aku nggak mungkin menolak meski jujur sangat mengantuk. Nyatanya setelah itu dia berhasil membuat kantukku hilang. Rasa penasaran sebagai pengantin baru membuat kami ingin terus mencoba. Senyumku terbit saat kembali mengingat sentuhannya semalam. Masih bisa membuat tubuhku merinding hingga sekarang. Setelah melewati yang pertama, kedua dan seterusnya aku merasa lebih nyaman."Nar, bangun...." Aku menepuk pipinya pelan. "Hm." Dia melenguh namun tidak mengubah posisi tidurnya. "Nanti kita nggak

  • REUNI   Gagal Lagi

    "Norak banget, sumpah. Bisa nggak itu tangan kalian lepas? Kalau mau show off ke gue tuh jangan tanggung-tanggung, live streaming malam pertama kalian minimal tuh!" Tanganku dan Danar masih saling tertaut meskipun sekarang sudah duduk berdampingan di salah satu sudut kafe. Itu yang bikin Giko jengkel setengah mampus. Aku sih bodo amat. "Lepas kagak?!" Entah dapat dari mana karet gelang yang Giko pegang sekarang. Detik berikutnya tautan kami sontak terlepas karena kunyuk itu menjepret-nya dengan karet sialan itu. Yang kena jepretan Danar, tapi yang terkejut aku. "Resek lo!" Aku langsung meraih kembali tangan Danar dan mengabaikan decakan Giko. "Aku nggak apa-apa, Win," ucap Danar tersenyum. "Lebay! Cuma jepret karet doang itu. Sakitnya nggak ada apa-apanya dibanding malam pertama lo." Aku menggeram sebal. Dari tadi Giko nyinggung soal malam pertama terus. Dia beneran kurang belaian kurasa. "Katanya Marissa mau ke sini? Kok nggak datang-datang?" tanya Giko menengok jam tangannya.

  • REUNI   Badai Asmara

    Tidak ada pengait bra di punggung. Tidak ada adegan romantis saat bra itu melonggar di dada. Cup silicon yang kukenakan aku lepas sendiri lantaran Danar sepertinya agak kejang melihat bentukan asli dadaku. Diam-diam aku mengulum senyum saat pria itu dengan hati-hati dan perlahan menyentuh area itu. Telapak tangannya yang agak kasar sedikit membuatku menggelinjang. Apalagi ketika jemarinya bermain di puncak dadaku. Ya Tuhan aku bisa merasakan sekujur tubuhku merinding seketika. Ciuman Danar berpindah ke pipi lantas rahang. Kepalaku sontak mendongak ketika dia menyasar area leher. Dan lagi-lagi aku dibuat merinding saat bisa merasakan jejak basah yang dia tinggalkan. Danar sedikit mendorongku agar bergerak mundur. Dia dengan pelan menuntun duduk di tepian tempat tidur, dan tanpa melepas ciumannya menjatuhkan tubuhku ke atas permukaan tempat tidur. Dia sendiri lantas memposisikan diri di atasku. Desahan pertamaku lolos saat step ciumannya turun ke dada. Sebelah tanganku refleks merem

  • REUNI   Pagi Pertama

    Pernah punya sahabat rasa suami? Atau suami rasa sahabat? Aku merasakannya hari ini. Not bad, bahkan terlalu manis. Di saat pria lain membawa pengantinnya ke kamar dengan cara membopong, Danar malah menggendongku di punggungnya. Alasannya karena badanku berat, sialan sekali. Resepsi pernikahan sederhana kami, sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Aku dan Danar memutuskan kembali ke kamar setelah sebelumnya pamit kepada Ibu, Mama dan Papa mertuaku, serta lainnya. Lantaran pernikahan kami berlangsung pagi, dan dihadiri hanya oleh sanak famili, acaranya cuma berlangsung hingga pukul sepuluh pagi. Rencananya kami akan mengadakan tour wisata keluarga setelah ini. Jangan berharap aku dan Danar bisa bobo cantik di sini, ya. Hehe."Gimana kalau kita nggak usah ikut tour? Pasti mereka paham, kok," ujar Danar saat kami melewati lorong-lorong menuju kamar kami. Aku masih berada di gendongannya."Ih, nggak enak. Kayak ketahuan nggak sabarnya." "Ya biarin, kita kan emang nggak sabar

  • REUNI   My Wedding Draft

    "White gold, mewah juga ya konsepnya." Giko memasuki ballroom yang disulap menjadi taman bunga dengan dominasi warna putih dan emas.Sembari mengisi buku tamu aku mengedarkan pandang. Beberapa kali aku menghadiri resepsi pernikahan indoor seperti ini. Undangan pernikahan teman tidak pernah aku lewatkan. Hitung-hitung mencari referensi dekorasi yang cantik.Aku menyerahkan pena pada Danar yang ada di belakangku. Setelah dia mengisi buku tamu, kami bertiga melewati lorong taman bunga buatan yang lumayan panjang."Ini kira-kira mereka menghabiskan berapa ribu tangkai, ya?" tanya Giko, tangannya dengan usil mengambil salah satu kelompok bunga."Yang jelas ratusan ribu. Bunga satu kebon kayaknya diangkut ke sini," sahutku lantas terkikik."Beb, lo mau konsep pernikahan kayak gini juga enggak?"Pertanyaan yang bikin mood-ku lumayan naik. "Gue nggak mau ribet, sih. Cukup outdoor party aja.""Di mana?" Giko berbalik. "Di hutan aja, kayaknya belum pernah ada yang ngadain acara pernikahan di hu

  • REUNI   Area Teritori

    Danar tidak main-main. Setelah membawaku ke rumah mamanya, dia langsung menyusun acara melamarku ke ibu. Aku agak ngeri dengan langkahnya yang begitu cepat. Seolah sedang menjaring klien, dan takut kliennya akan hilang."Gue bilang juga apa! Lo itu udah cocok sama Bang Danar, Kak," ujar Dendy. Acara lamaran sudah kelar dari satu jam lalu. Rombongan pelamar pun sudah pulang lagi ke Jakarta. Namun, Danar tetap tinggal."Kenapa dari dulu lo nggak desak kakak lo, sih, Den?" tanya Danar duduk memepet ke dekatku. Salah satu kebiasaan baru pria itu sejak jadian, nempel terus kayak perangko."Capek gue ngomongin, Bang.""Ish! Gue kan nggak enak sama cewek lo. Dia itu naksir berat sama Danar dulu," timpalku mengernyit tak suka lantaran terus dipojokkan."Arin pernah bilang ke gue, sih. Katanya deketin Bang Danar kayak lagi deketin kayu hidup.""Ebuset, pinokio dong!" celetuk Dean yang sejak tadi makan aneka kue basah yang didapat dari lamaran."Tau tuh! Padahal Arin cantik, dilirik pun enggak,

  • REUNI   Kejutan dari Danar

    Danar masih sibuk di depan laptopnya. Akhir bulan memang menjadi momok bagi karyawan di perusahaan keuangan. Jika biasanya dia akan lembur di kantor hingga larut, kali ini dia membawa pulang pekerjaan ke apartemen. Alasannya konyol. Lembur di kantor sudah nggak menyenangkan sejak aku nggak bekerja di sana lagi.Maksud ngana?Beberapa saat sebelum dia berkutat di depan layar laptop ada sebuah pengakuan yang mencengangkan. Seenggaknya mencengangkan bagi aku. Hehe."Aku dulu sengaja memintamu lembur, agar aku bisa berlama-lama sama kamu di kantor. Percaya enggak?"Itu diucapkan manusia yang baru dua minggu jadi pacarku tanpa ekspresi. Gila enggak? Sontak saja mataku melotot dan memekik. "Demi apa?""Demi kamu."Panggilan "lo-gue" berganti "aku-kamu" di hari kedua kami pacaran. Awalnya agak geli, tapi lama-lama terbiasa. Danar yang terus membiasakan sebenarnya.Aku menarik napas dan mengembuskannya. "Kamu tau nggak, sih, Nar. Lembur itu hal yang paling nggak aku suka.""Aku sih suka aja

  • REUNI   Potongan Kue Pertama

    Setelah mengucapkan tetek bengek doanya buatku, pria yang aslinya memiliki senyum manis itu memelukku. "Nggak usah sedih meskipun sekarang cuma gue doang yang nemenin ultah lo." Dia mengacak rambutku. Alih-alih sedih aku malah terkekeh. Ini yang aku nggak paham. Serius, muka lempeng Danar itu nggak ada lucu-lucunya sama sekali, tapi kadang bikin aku ingin tertawa. "Sebenarnya gue pengin rayain ultah bareng pacar. Tapi, nasib cinta gue masih ngenes aja dari tahun kemarin," ujarku masih terkekeh, merasa nasib konyolku ini seperti lelucon. "Pacar, ya?" Aku mengangguk. "Mungkin gue akan pertimbangin Bima, biar ultah gue tahun depan nggak jomblo lagi." "Kok Bima?" Kening Danar mengernyit."Ya, soalnya cuma dia satu-satunya cowok yang lagi prospek ke gue." Aku meraih pisau keik, dan mulai memotong kue. "Sebenarnya gue punya penawaran. Dan gue rasa ini cukup menguntungkan, buat lo atau pun gue." Aku yang sedang fokus memotong kue hanya membalas sambil lalu. "Apa tuh?"Danar tidak lan

  • REUNI   Hari Jadi

    "Lo udah kayak bodyguard Wina aja, sih? Ngapain juga pake acara jemput Wina segala? Gue bisa kok anterin dia." Bima mengatakan itu setengah sadar. Dia agak sedikit mabuk. Seperti apa yang Danar bilang, pukul sembilan malam dia sudah menyambangi privat room lokasi pesta kami. "Anggap aja begitu. Gue bawa Wina dulu, ya," ujar Danar tersenyum kecil lalu menarik tanganku untuk bergegas keluar dari ruangan itu. "Nggak asik lo!" seru Bima dari dalam yang diabaikan oleh Danar. Kami menuruni anak tangga, dan melewati lautan manusia yang tengah berpesta di lantai bawah. "Lain kali nggak usah datang kalau kantor ngadain acara di tempat kayak gini," ujar Danar begitu membawaku masuk ke mobilnya. "Gue kan nggak enak nolaknya, Nar." "Itu tempat nggak aman. Kalau lo diapa-apain mereka gimana?" Aku nggak akan mendebat si kulkas. Pikirannya yang sistematis selalu membuatku tidak bisa berkata-kata kalau memaksa debat dengannya. "Lihat, bajumu kenapa basah gitu?" Aku menunduk, sempat lupa ka

DMCA.com Protection Status