Share

Gosip

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-08 08:21:20

Aku masih sibuk menggarap konten ketika Arin menyenggol lenganku berulang. Aku hanya menanggapi seadanya dengan tatapan masih lurus ke arah layar. Aku membutuhkan konsentrasi tinggi untuk membuat konten menarik. Dan biasanya gangguan pergosipan dari Arin sering mendistraksi. Jadi, kali ini aku mau fokus dan nggak mau peduli berita apa yang dibawa wanita yang beberapa hari lalu mengembalikan poni pendeknya lagi.

"Wina, dia datang lagi ke kantor kita. Mau apa coba?" tanya Arin pelan.

Aku nggak tahu apa yang dia bicarakan jadi memilih abai.

"Meski agak nyeremin tapi lama-lama dilihat tampan juga, ya, Win."

Aku masih fokus memilih stiker yang cocok untuk aku masukan ke dalam konten.

"Rahangnya tegas, dagunya juga kokoh. Cakep Win, lebih cakep dia daripada Pak Giko. Kenapa lo nggak gaet abangnya aja, sih?"

Sebelah alisku berkedut. Lalu tanganku kembali menggerakkan tetikus membuang stiker yang sudah aku pasang. Aku mengembuskan napas. Arin terlalu berisik, sehingga konsetrasiku buyar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • REUNI   Macet

    Kejebak macet ketika pulang dari lembur itu sangat tidak menyenangkan. Bayangkan saja, seharian bekerja. Badan sudah lelah, lengket, tulang seolah remuk dan harus dihadapkan macet serta bisingnya ibu kota. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan? Kalau sudah seperti ini aku ingin terbang saja. Melewati ratusan manusia dan kendaraan yang berjejal di jalanan. Sudah sepuluh menit mobil Giko mandeg. Nggak jalan sama sekali barang satu senti pun. Klakson-klakson dari mobil dan motor bersahutan tak sabar. "Berisik, Bangke. Siapa sih yang nggak mau cepet jalan.Tapi di depan macet! Mata kalian semua pada buta apa gimana, sih?" omel Giko yang merasa terganggu dengan bunyi klakson di belakangnya. "Di depan ada perbaikan jalan kayaknya deh," ujarku yang merasa lelah karena mobil belum juga bergerak. "Gue bakal request bapak presiden biar dibikinin ruas jalan baru." "Pembangunan jalan baru juga bikin jalanan macet." "Hah!" Giko memukul kemudi dengan gemas. "Ya udah sih nikmati aja." "Gu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08
  • REUNI   Farmer Market

    Aku dan Giko keluar dari restoran setelah berhasil menghabiskan dessert satu cup puding mangga mix dengan es krim. Aku yang menolak diajak ke restoran Padang membuat Giko harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Bodo amat. Kan dia ngeyel jadi pacarku. Meski cuma pura-pura, benefitnya harus tetap nyata. "Gue sama Danar ikut ke Bogor, ya, nanti. Udah lama banget nggak jengukin ibu. Pasti ibu kangen sama gue," ujar Giko penuh percaya diri. Sudah sangat biasa. Jadi, aku hanya menanggapinya dengan memutar bola mata. Lalu ketika langkah kami sampai di lantai lobi, dua orang yang baru saja masuk menarik perhatian kami. Aku sempat tertegun melihat keduanya yang melangkah terburu-buru. Mereka Tama dan Sintia. Aku harap mereka nggak melihatku. Malas kalau harus terlibat obrolan dengan mereka berdua. Tapi ...."Sintia!" Aku berdecak pelan saat pria di sampingku malah berseru memanggil Sintia. Gara-gara itu mereka menoleh ke arah kami. Sumpah, rasa-rasanya aku ingin sekali menyumpal mulut makhlu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • REUNI   Cukup Tahu

    Sudah hampir satu jam Giko di apartemenku. Dia masih saja asyik menonton siaran bola sendirian. Bahkan camilanku dia babat juga. Ngeselin banget itu orang. Meskipun nanti diganti sama camilan lain segambreng, tapi tetap saja nyebelin. "Lo nggak niat pulang apa gimana, gitu?" tanyaku berdiri di ambang pintu bersandar pada kusen. "Tanggung, Win. Satu babak lagi. Ini tim favorit gue nih, sayang kalau dilewatkan." Aku memutar bola mata. Kalau sudah begini ceritanya pasti bakal lama. Jika ada Danar malah bisa lebih lama lagi. Aku mengembuskan napas. Lalu beranjak masuk ke kamar, menutup pintu. Bertepatan dengan itu bunyi notif pesan dari ponselku terdengar. Aku mendekati nakas, dan duduk di tepian tempat tidur yang paling dekat nakas. Pop up percakapan dari Tama muncul.Tama : Giko udah balik? Dia seperti sedang memantau. Saat pesannya centang biru. Ponselku auto bergetar. Nama Tama muncul di sana. Aku mengangkat kaki ke atas tempat tidur, duduk bersila di sana dan menarik sebuah gu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • REUNI   Stuff Roti

    Sampai dia pamit meninggalkan apartemenku, Tama tidak membahas satu patah kata pun soal kejadian semalam. Dia pasti juga nggak sadar saat aku mendengar pertengkarannya melalui telepon. Dan aku juga tidak berniat untuk membahasnya ketika aku rasa mood lelaki itu lagi kurang baik. Kami hanya membahas hal-hal umum yang tidak ada hubungannya dengan soal pribadi. Misal, rencana mengunjungi Tebet Eco Park di akhir pekan yang mana langsung kutolak karena mau pulang ke rumah Ibu. Dia tidak menawari berangkat berkerja bersama seperti biasanya. Jelas nggak mungkin saat ada Sintia dia ketahuan mengantarku berangkat kerja. Mungkin perdebatan mereka akan lebih besar kalau sampai ketahuan. Apalagi jika Sintia tahu semalam Tama tidur di apartemenku, ya, meskipun kami nggak melakukan apa-apa dan berada di ruang terpisah. Tapi kalau wanita cemburu buta, semua alasan nggak bisa diterima oleh akalnya. Aku sampai kantor ketika Danar sedang memberikan briefing paginya. Sedikit terlambat sehingga hanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • REUNI   Dari Ujung ke Ujung

    Aku senang karena akhirnya bukan hanya aku yang ikut makan siang atas undangan Luffy. Danar pun ikut bersama kami. Korban kekerasan anak buah Luffy itu meminta syarat dirinya ikut serta, baru dia mengizinkan Giko membawaku. Giko mendengus. Dan mencemooh, "Bilang aja mau makan enak gratis." Tapi tentu saja hanya ditanggapi dengan tawa oleh pria pemilik poni setengah itu. Jika lokasi kantor kami ada di Jakarta Selatan, maka lokasi restoran tempat Luffy mengundang kami makan siang ada di Jakarta Utara. Dari ujung ke ujung. Aku heran kenapa Giko mau repot-repot seperti ini? Kenapa nggak suruh abangnya saja yang makan siang menyesuaikan lokasi kami? Jadi, nggak akan makan waktu lebih panjang dari durasi istirahat siang. Lokasi makan siang kami ternyata ada di salah satu restoran di ujung Kota Jakarta Utara. Sebuah restoran yang menyediakan segala macam menu seafood yang artinya aku nggak bisa memakannya. Jadi, buat apa aku makan siang ke tempat sejauh ini kalau ujung-ujungnya yang aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-11
  • REUNI   Lembur

    Aku benar-benar sangat terlambat kembali ke kantor. Luffy yang menghadap langsung Pak Johan, meminta maaf padanya. Aku tentu saja harus cuci tangan soal ini. Karena memang dia yang menyebabkan jam kerjaku berantakan. Arin menyenggol lenganku saat aku kembali ke kubikel. "Ada apa?" tanyaku meliriknya. "Lo abis ke mana aja? Pak Danar dari tadi bolak balik nanyain lo udah kembali belum," ujarnya berbisik. Aku lupa memberi tahunya saat di perjalanan ke kantor tadi. Pria bernama Luffy itu benar-benar menguji kesabaranku. Dua jam lebih aku menghabiskan waktu istirahat sia-sia. Jika gajiku dipotong gara-gara ini, akan kupastikan dia mengganti rugi semuanya. "Gue tadi ada urusan sedikit," balasku berbisik juga. "Dua jam lalu lo pergi sama Pak Danar dan Pak Giko, kenapa pulangnya nggak bareng?" "Iya, ada sedikit masalah," sahutku, nyengir. Aku nggak mau Arin membahas lebih lagi. Kerjaanku masih banyak, menumpuk dan bisa diprediksi nggak akan terselesaikan sampai jam pulang tiba. Hari in

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • REUNI   Melemas

    "Gue curiga Luffy beneran naksir lo." Suara Giko berdenging, memekakkan telinga. Bukan karena kerasnya suara dia, tapi lebih karena informasi yang dia sampaikan. "Ngaco." Aku merespons singkat "Nggak tau, tapi gue yakin begitu." Aku baru sampai apartemen ketika panggilan telepon dari Giko masuk. Lalu dia menginfokan hal yang nggak masuk akal. "Lo tau? Dia sering meminta gue buat putusin lo. Dia bilang Wina terlalu sempurna buat gue. Sialan enggak?" Aku mendesah dan melempar tas ke sofa. "Itu nggak lantas bisa dijadikan alasan buat menyimpulkan kalau dia naksir gue." "Memang sih. Cuma feeling gue bilang begitu.""Feeling lo itu nggak pernah benar." "Kadang-kadang benar." Luffy juga meminta hal sama. Memintaku agar putusin Giko. Dia masih heran bagaimana bisa aku pacaran dengan playboy tengik macam adiknya. Jika dia tahu ini hanya pura-pura, aku nggak tahu apa yang akan dia katakan. "Udah, jangan ganggu gue. Gue baru pulang dan mau istirahat.""Serius lo baru pulang? Ngapain a

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • REUNI   Shusi

    "Kayaknya kalian makin sweet aja."Aku baru mendaratkan bokong ke kursi saat Arin melemparkan godaan itu. Tanpa ditanya maksudnya pun, aku tahu. Dia sedang menggodaku yang tadi "ribut" di lobi. Aku menghela napas, mencoba menenangkan diri agar enggak asal ceplos menjelaskan kejadian yang sebenarnya. "Ya, namanya juga pacaran, Rin. Wajarlah kalau ada swit-switan dikit." Arin mesem lalu menggeser kursinya mendekatiku. "Kayaknya Pak Giko nggak bakal berulah deh kali ini. Secara yang jadi satpam dia lo." Aku menoleh ke sisi Arin dan melihat wanita itu menarik turunkan alisnya. Aku kembali menghela napas. "Ya belum tentu juga. Dia kan cepat bosan sama cewek.""Beuh! Kalau gue jadi lo dan memergoki dia selingkuh. Gue gantung lehernya di tiang bendera depan kantor." "Ide bagus. Thanks, ya, sarannya," ucapku menepuk pundaknya pelan dan berharap obrolan ini berakhir. Dan harapanku terkabul ketika Danar datang. Arin langsung menggeser kursi kembali ke mejanya dan terlihat mengambil sesua

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-13

Bab terbaru

  • REUNI   Pasangan Rasa Sahabat

    Aku menyisir rambut tebal Danar dengan jemari. Dia masih terlelap dengan nyaman di atas dadaku. Lengan kekarnya memeluk perutku, terlihat nyaman. Sama sekali nggak merasa engap karena semalaman tidur dengan posisi begini. Setelah kumpul-kumpul bersama yang lain, lalu bertemu sebentar dengan ibu dan mama—ibu mertuaku, kami baru kembali ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Meski begitu, Danar tidak membiarkanku tidur hingga lewat tengah malam. Danar dan gairahnya membuatku sedikit kuwalahan. Aku nggak mungkin menolak meski jujur sangat mengantuk. Nyatanya setelah itu dia berhasil membuat kantukku hilang. Rasa penasaran sebagai pengantin baru membuat kami ingin terus mencoba. Senyumku terbit saat kembali mengingat sentuhannya semalam. Masih bisa membuat tubuhku merinding hingga sekarang. Setelah melewati yang pertama, kedua dan seterusnya aku merasa lebih nyaman."Nar, bangun...." Aku menepuk pipinya pelan. "Hm." Dia melenguh namun tidak mengubah posisi tidurnya. "Nanti kita nggak

  • REUNI   Gagal Lagi

    "Norak banget, sumpah. Bisa nggak itu tangan kalian lepas? Kalau mau show off ke gue tuh jangan tanggung-tanggung, live streaming malam pertama kalian minimal tuh!" Tanganku dan Danar masih saling tertaut meskipun sekarang sudah duduk berdampingan di salah satu sudut kafe. Itu yang bikin Giko jengkel setengah mampus. Aku sih bodo amat. "Lepas kagak?!" Entah dapat dari mana karet gelang yang Giko pegang sekarang. Detik berikutnya tautan kami sontak terlepas karena kunyuk itu menjepret-nya dengan karet sialan itu. Yang kena jepretan Danar, tapi yang terkejut aku. "Resek lo!" Aku langsung meraih kembali tangan Danar dan mengabaikan decakan Giko. "Aku nggak apa-apa, Win," ucap Danar tersenyum. "Lebay! Cuma jepret karet doang itu. Sakitnya nggak ada apa-apanya dibanding malam pertama lo." Aku menggeram sebal. Dari tadi Giko nyinggung soal malam pertama terus. Dia beneran kurang belaian kurasa. "Katanya Marissa mau ke sini? Kok nggak datang-datang?" tanya Giko menengok jam tangannya.

  • REUNI   Badai Asmara

    Tidak ada pengait bra di punggung. Tidak ada adegan romantis saat bra itu melonggar di dada. Cup silicon yang kukenakan aku lepas sendiri lantaran Danar sepertinya agak kejang melihat bentukan asli dadaku. Diam-diam aku mengulum senyum saat pria itu dengan hati-hati dan perlahan menyentuh area itu. Telapak tangannya yang agak kasar sedikit membuatku menggelinjang. Apalagi ketika jemarinya bermain di puncak dadaku. Ya Tuhan aku bisa merasakan sekujur tubuhku merinding seketika. Ciuman Danar berpindah ke pipi lantas rahang. Kepalaku sontak mendongak ketika dia menyasar area leher. Dan lagi-lagi aku dibuat merinding saat bisa merasakan jejak basah yang dia tinggalkan. Danar sedikit mendorongku agar bergerak mundur. Dia dengan pelan menuntun duduk di tepian tempat tidur, dan tanpa melepas ciumannya menjatuhkan tubuhku ke atas permukaan tempat tidur. Dia sendiri lantas memposisikan diri di atasku. Desahan pertamaku lolos saat step ciumannya turun ke dada. Sebelah tanganku refleks merem

  • REUNI   Pagi Pertama

    Pernah punya sahabat rasa suami? Atau suami rasa sahabat? Aku merasakannya hari ini. Not bad, bahkan terlalu manis. Di saat pria lain membawa pengantinnya ke kamar dengan cara membopong, Danar malah menggendongku di punggungnya. Alasannya karena badanku berat, sialan sekali. Resepsi pernikahan sederhana kami, sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Aku dan Danar memutuskan kembali ke kamar setelah sebelumnya pamit kepada Ibu, Mama dan Papa mertuaku, serta lainnya. Lantaran pernikahan kami berlangsung pagi, dan dihadiri hanya oleh sanak famili, acaranya cuma berlangsung hingga pukul sepuluh pagi. Rencananya kami akan mengadakan tour wisata keluarga setelah ini. Jangan berharap aku dan Danar bisa bobo cantik di sini, ya. Hehe."Gimana kalau kita nggak usah ikut tour? Pasti mereka paham, kok," ujar Danar saat kami melewati lorong-lorong menuju kamar kami. Aku masih berada di gendongannya."Ih, nggak enak. Kayak ketahuan nggak sabarnya." "Ya biarin, kita kan emang nggak sabar

  • REUNI   My Wedding Draft

    "White gold, mewah juga ya konsepnya." Giko memasuki ballroom yang disulap menjadi taman bunga dengan dominasi warna putih dan emas.Sembari mengisi buku tamu aku mengedarkan pandang. Beberapa kali aku menghadiri resepsi pernikahan indoor seperti ini. Undangan pernikahan teman tidak pernah aku lewatkan. Hitung-hitung mencari referensi dekorasi yang cantik.Aku menyerahkan pena pada Danar yang ada di belakangku. Setelah dia mengisi buku tamu, kami bertiga melewati lorong taman bunga buatan yang lumayan panjang."Ini kira-kira mereka menghabiskan berapa ribu tangkai, ya?" tanya Giko, tangannya dengan usil mengambil salah satu kelompok bunga."Yang jelas ratusan ribu. Bunga satu kebon kayaknya diangkut ke sini," sahutku lantas terkikik."Beb, lo mau konsep pernikahan kayak gini juga enggak?"Pertanyaan yang bikin mood-ku lumayan naik. "Gue nggak mau ribet, sih. Cukup outdoor party aja.""Di mana?" Giko berbalik. "Di hutan aja, kayaknya belum pernah ada yang ngadain acara pernikahan di hu

  • REUNI   Area Teritori

    Danar tidak main-main. Setelah membawaku ke rumah mamanya, dia langsung menyusun acara melamarku ke ibu. Aku agak ngeri dengan langkahnya yang begitu cepat. Seolah sedang menjaring klien, dan takut kliennya akan hilang."Gue bilang juga apa! Lo itu udah cocok sama Bang Danar, Kak," ujar Dendy. Acara lamaran sudah kelar dari satu jam lalu. Rombongan pelamar pun sudah pulang lagi ke Jakarta. Namun, Danar tetap tinggal."Kenapa dari dulu lo nggak desak kakak lo, sih, Den?" tanya Danar duduk memepet ke dekatku. Salah satu kebiasaan baru pria itu sejak jadian, nempel terus kayak perangko."Capek gue ngomongin, Bang.""Ish! Gue kan nggak enak sama cewek lo. Dia itu naksir berat sama Danar dulu," timpalku mengernyit tak suka lantaran terus dipojokkan."Arin pernah bilang ke gue, sih. Katanya deketin Bang Danar kayak lagi deketin kayu hidup.""Ebuset, pinokio dong!" celetuk Dean yang sejak tadi makan aneka kue basah yang didapat dari lamaran."Tau tuh! Padahal Arin cantik, dilirik pun enggak,

  • REUNI   Kejutan dari Danar

    Danar masih sibuk di depan laptopnya. Akhir bulan memang menjadi momok bagi karyawan di perusahaan keuangan. Jika biasanya dia akan lembur di kantor hingga larut, kali ini dia membawa pulang pekerjaan ke apartemen. Alasannya konyol. Lembur di kantor sudah nggak menyenangkan sejak aku nggak bekerja di sana lagi.Maksud ngana?Beberapa saat sebelum dia berkutat di depan layar laptop ada sebuah pengakuan yang mencengangkan. Seenggaknya mencengangkan bagi aku. Hehe."Aku dulu sengaja memintamu lembur, agar aku bisa berlama-lama sama kamu di kantor. Percaya enggak?"Itu diucapkan manusia yang baru dua minggu jadi pacarku tanpa ekspresi. Gila enggak? Sontak saja mataku melotot dan memekik. "Demi apa?""Demi kamu."Panggilan "lo-gue" berganti "aku-kamu" di hari kedua kami pacaran. Awalnya agak geli, tapi lama-lama terbiasa. Danar yang terus membiasakan sebenarnya.Aku menarik napas dan mengembuskannya. "Kamu tau nggak, sih, Nar. Lembur itu hal yang paling nggak aku suka.""Aku sih suka aja

  • REUNI   Potongan Kue Pertama

    Setelah mengucapkan tetek bengek doanya buatku, pria yang aslinya memiliki senyum manis itu memelukku. "Nggak usah sedih meskipun sekarang cuma gue doang yang nemenin ultah lo." Dia mengacak rambutku. Alih-alih sedih aku malah terkekeh. Ini yang aku nggak paham. Serius, muka lempeng Danar itu nggak ada lucu-lucunya sama sekali, tapi kadang bikin aku ingin tertawa. "Sebenarnya gue pengin rayain ultah bareng pacar. Tapi, nasib cinta gue masih ngenes aja dari tahun kemarin," ujarku masih terkekeh, merasa nasib konyolku ini seperti lelucon. "Pacar, ya?" Aku mengangguk. "Mungkin gue akan pertimbangin Bima, biar ultah gue tahun depan nggak jomblo lagi." "Kok Bima?" Kening Danar mengernyit."Ya, soalnya cuma dia satu-satunya cowok yang lagi prospek ke gue." Aku meraih pisau keik, dan mulai memotong kue. "Sebenarnya gue punya penawaran. Dan gue rasa ini cukup menguntungkan, buat lo atau pun gue." Aku yang sedang fokus memotong kue hanya membalas sambil lalu. "Apa tuh?"Danar tidak lan

  • REUNI   Hari Jadi

    "Lo udah kayak bodyguard Wina aja, sih? Ngapain juga pake acara jemput Wina segala? Gue bisa kok anterin dia." Bima mengatakan itu setengah sadar. Dia agak sedikit mabuk. Seperti apa yang Danar bilang, pukul sembilan malam dia sudah menyambangi privat room lokasi pesta kami. "Anggap aja begitu. Gue bawa Wina dulu, ya," ujar Danar tersenyum kecil lalu menarik tanganku untuk bergegas keluar dari ruangan itu. "Nggak asik lo!" seru Bima dari dalam yang diabaikan oleh Danar. Kami menuruni anak tangga, dan melewati lautan manusia yang tengah berpesta di lantai bawah. "Lain kali nggak usah datang kalau kantor ngadain acara di tempat kayak gini," ujar Danar begitu membawaku masuk ke mobilnya. "Gue kan nggak enak nolaknya, Nar." "Itu tempat nggak aman. Kalau lo diapa-apain mereka gimana?" Aku nggak akan mendebat si kulkas. Pikirannya yang sistematis selalu membuatku tidak bisa berkata-kata kalau memaksa debat dengannya. "Lihat, bajumu kenapa basah gitu?" Aku menunduk, sempat lupa ka

DMCA.com Protection Status