Buana hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan wanita di hadapannya ini. Tak lama kemudian, Sobri datang dengan membawa satu plastik belanjaan berisi rokok, kopi hitam, gula dan roti.
"Maaf saya lama, Komandan," katanya pada Rusdi. Rusdi hanya mengangguk dan kembali bicara dengan Buana.
Tiba-tiba pintu ruangan konsultasi terbuka, seorang wanita separuh baya keluar sambilm dipapah. Lalu, seorang lelaki berusia sekitar 60-an ikut berjalan keluar. Janggutnya panjang dengan peci putih mengenakan baju koko dan kain sarung.
Pandangan matanya langsung tertuju pada Buana. Selama beberapa saat ia menatap Buana dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Tidak ada suara sama sekali, hening. Tak ada yang berani bertanya juga. Sampai akhirnya ....
"Punten, Ibu, Bapak, Mas-nya boleh masuk duluan," katanya dengan suara penuh wibawa kepada Buana dan kawan-kawan.
Pak Sobri bergegas bang
Abah Enom baru berusia 61 tahun, ia terlahir dengan nama Komar Sudjana. Ia lahir di malam jumat pada tanggal 1 syawal. Di usia 40 tahun ia pernah mengalami mati suri. Selama 40 hari ia dimakamkan dan pada hari ke 41 tiba-tiba saja ia bangkit dari alam kubur. Kuburannya terbelah dengan sendirinya dan abah Enom hidup kembali. Sejak saat itu ia memiliki kekuatan supranatural. Abah Enom bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain secara kasat mata. Sejak saat itu nama Komar Sudjana hilang berganti dengan Abah Enom. Pengobatan yang dilakukannya sangat sederhana. Hanya dengan air dan bunga. Ia menyembuhkan orang yang terkena santet, guna-guna. Ia juga bisa menyembuhkan orang yang kesurupan atau orang yang terkena pelet. Malam itu setelah ia selesai mengobati orang yang datang ke rumahnya seperti biasa Abah Enom duduk di teras. Abah Enom tidak pernah
Buana, Rusdi, Yongseng, Takeda dan pak Sobri menatap tanah merah di hadapan mereka tak percaya. Padahal baru saja mereka bertemu dengan Abah Enom. Tetapi mendadak mereka mendengar kabar duka cita."Apa ini ada hubungannya dengan kasus kita?" tanya Rusdi."Bisa saja, Pak. Makhluk itu pasti akan melakukan apa saja untuk menghalangi kita menyelidiki semuanya.""Ya, kau benar Buana. Jadi, menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Yongseng."Mencari tau siapa korban terakhir dan melindunginya," jawab Buana dengan tegas."Kira-kira siapa? Ingat kata almarhum, korban sangat dekat dengan kita. Dia berada dekat, kemungkinan besar dia adalah orang yang kita kenal," kata Takeda."Buana, mungkinkah korban itu adalah Gendis?" tanya Yongseng. Tak ada yang menjawab, sementara Buana sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia merasa tidak yakin jika Gendis adalah korban terakhir yang dit
Gendis menatap Buana tak percaya, menjadi istri? Secepat ini? Apa pendengarannya tidak salah?"Ma-Mas tidak salah? Kenapa secepat in-""Papa setuju, Gendis. Sesuatu yang baik itu harus dipercepat. Menikah itu ibadah, nak. Jadi, kenapa harus ditunda?"Galih dengan cepat memotong pertanyaan sang putri. Ia memang ingin Gendis cepat menikah, ia tidak mau hal yang buruk terjadi lagi. Ia tau jika apa yang leluhurnya katakan tentang kutuk itu bukan masalah kecil."Iya, Dis. Usiamu sudah cukup matang untuk menikah, jadi kenapa tidak disegerakan? Mama nggak keberatan, kok." Gendis menghela napas panjang, ia tau antara dirinya dan Buana memang ada ikatan yang khusus. Kisah cinta yang tak sampai. Mungkinkah ini adalah jawaban dari penantian selama ratusan tahun?"Aku tidak meminta jawaban sekarang, kau bisa memikirkannya dulu," kata Buana. Gendis menatap kedua orangtua
Gendis menghela napas panjang, "Aku siap menjadi pendamping hidupmu, Mas. Baik dalam keadaan susah atau senang, juga dalam segala kesulitan."Buana tersenyum manis, ia mengusap kepala Gendis perlahan dengan penuh kasih sayang."Aku akan menjagamu sekuatnya dan juga semampuku. Aku hanya ingin mengatakan satu hal kepadamu, tugasku sebagai seorang polisi terkadang sangat berbahaya dan juga mungkin akan membahayakan dirimu. Apa kau siap?" tanya Buana. Gendis mendekat dan menyandarkan kepalanya di bahu Buana."Ratusan tahun aku menunggu, aku tidak akan pernah mundur hanya untuk hal kecil yang kau takutkan, Mas. Aku akan selalu bertahan."Buana merasa terharu mendengar perkataan Gendis, dikecupnya kening gadis cantik itu. "Kau tunggu aku datang bersama bibiku juga AKBP Bayu untuk melamarmu, ya.""Iya, Mas. Aku akan menunggu lamaranmu secara resmi. Aku juga akan mempersiapkan untuk urusan
Buana terkejut saat melihat siapa yang sengaja datang ke kantornya. Ia baru saja hendak makan siang saat seorang anak buahnya memberi kabar jika ada seseorang yang ingin bertemu dengannya. Dan saat ia melihat siapa tamunya, Buana kaget bukan main."Kau bukannya Nino?" tanya Buana. Tamu itu yang tak lain adalah Nino mantan kekasih Gendis mengangguk sungkan. Tampak jelas jika ia sedikit merasa tidak enak, tapi Buana juga menangkap jika ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh pemuda itu."Kau kakaknya almarhumah Nindia, bukan?" tanya Buana. Nino menghela napas panjang, ia pun tersenyum getir. Jelas terlihat bahwa ia masih merasa berduka karena kehilangan adik perempuan satu-satunya itu."Pak, apa kita bisa bicara berdua? Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan," ujar Nino."Kebetulan saya memang hendak makan siang, kita makan siang sama-sama, ya." Buana pu
Buana menatap Nino tak percaya. "Kau yakin? Siapa? Katakan, Nino supaya kami dari pihak kepolisian bisa melindunginya," kata Buana dengan tegas."Anda pasti tidak akan percaya jika saya mengatakan Giselle. Dia adalah kekasih sekaligus tunangan Genta, adik Gendis. Jika tidak salah mereka dijodohkan dan sudah bertunangan.""Tunggu, bagaimana kau bisa tau jika Giselle memiliki tanda yang sama dan lahir di hari yang sama?" tanya Buana penasaran. Nino menghela napas panjang. Beberapa kali ia mengusap wajahnya dan menyesap minuman di hadapannya."Seharusnya, malam itu saya tidak mengajak Nindia ke ulang tahun Genta. Malam itu Gendis mengundang saya dan Nindya. Malam itulah saya juga baru mengetahui jika Gendis adalah bos di tempat saya bekerja. Selama ini saya tidak tau. Saya pikir dia adalah tamu biasa yang datang ke restoran yang kebetulan tangan kanan bos. Tetapi, malam itu saya baru mengetahui semuan
Gendis pagi ini kelihatan cantik dengan kebaya dan riasan pengantin adat Jawa Barat. Ia mengenakan siger di kepalanya, siger Sunda itu sendiri memiliki makna tersendiri bagi kebudayaan Sunda.Dengan meletakkan siger pada kepala, pengantin wanita pada dasarnya telah meletakkan kearifan, rasa hormat, dan kebijaksanaannya sebagai prioritas dalam pernikahan. Sebagai istri, siger merupakan simbolisasi harapan kearifan, hormat dan kebijaksanaan. Selain sigernya itu sendiri, riasan adat siger yang Gendis pakai juga disertai dengan hiasan-hiasan pada sanggul seperti kembang tanjung. Kembang tanjung adalah 6 pasang bunga yang disematkan pada belakang sanggul, bentuknya seperti kupu-kupu kecil di belakang konde. Kembang tanjung sendiri bermakna sebagai kesetiaan pengantin wanita pada pria. Sebagai seorang gadis Sunda Gendis terlihat sangat cantik dengan untaian bunga melati dari sanggulnya kemudiian jatuh ke bahuny
Buana tersenyum saat melihat siapa yang datang dan memberinya selamat."Segara ... aku kira kau tidak akan datang," sambut Buana bahagia sambil memeluk adik angkatnya itu."Tidak mungkin aku tidak datang, Bang. Selamat ya, Bang, Mbak, Kakak angkat saya ini biasanya takut perempuan. Makanya lama tidak laku, saya sempat khawatir. Tapi, syukur Alhamdulilah akhirnya laku juga," gurau Segara. Buana dan Gendis tertawa terbahak-bahak."Aku sekalian pamit, Bang. Kuliahku selesai, dan aku berencana untuk mengikuti jejak Abang. Aku mau menjadi polisi seperti Abang. Entah kenapa panggilan jiwaku begitu kuat seperti ada bisikan yang meminta untukku masuk akademi kepolisian," ujar Segara. Buana tersentak kaget, ia sangat mengenal Segara dan Segara tidak pernah mengatakan jika ia ingin menjadi polisi. Namun, pada akhirnya Buana hanya menepuk bahu Segara dan tersenyum hangat.
Pagi harinya, ramai orang sudah berkumpul di sebuah pemakaman.Orang-orang berbondong mengenakan pakaian serba berwarna hitam, seperti barisan semut yang mengular panjang untuk mengantarkan sang jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir.Isak tangis terdengar di mana-mana, bebarengan dengan kidung doa yang dilantunkan merdu sepanjang perjalanan menuju ke makam. Inilah waktunya untuk orang baik hati itu pergi meninggalkan dunia fana ini, guna menuju alam yang lebih tinggi dan abadi.Gendis tak kuasa menahan tangisnya sebab kabar ini terlalu mendadak. Semalam dia diberitahu pihak berwajib bahwa suaminya meninggal dunia di atap sebuah apartemen mewah.Benar! Kini Buana telah benar-benar wafat, tepatnya ketika pertarungan puncak berakhir dan jiwa Mpu Supa pergi meninggalkan tubuh tersebut, tampaknya luka-luka yang diderita oleh Buana tidaklah sepele.Tercatat bahwa dadanya berlubang cukup besar, kepalanya pun terus meneteskan darah sebab terbentur
Tak ingin berbicara lebih lama lagi, sebab waktu yang dipunyai terbatas, maka Mpu Supa segera menyerang balik Sang Iblis menggunakan ajian putihnya.Dia terbang melesat mendekati Sang Iblis dengan kecepatan cahaya, dan ketika berada di depannya Mpu Supa langsung memegangi kepala Sang Iblis. Dia membenturkan wajahnya sendiri ke arah wajah Sang Iblis!Duakkk!!! Suara benturan tersebut terdengar sangat keras membelah hening malam.Sang Iblis terpental jauh ke belakang menerima benturan tersebut. Kakinya masih melayang di udara. Namun belum sampai kesadarannya pulih, Mpu Supa sudah melesat lagi menuju ke arahnya dan kali ini hantaman bertubi-tubilah yang dia terima.‘Bugh’‘Bugh’‘Bagh!!!’Dengan jurus seribu cahaya Mpu Supa menghajar Sang Iblis tanpa ampun! Dia menghantam kepala, badan, tangan, kaki, serta titik-titik persendian tertentu yang memang sudah diicarnya sebagai kelemahan dari Sang Iblis.
Di atap gedung, Sang Iblis terus mencekik seraya menyedot darah dari leher Giselle. Perempuan malang itu benar-benar sudah tidak bisa bangun lagi akibat Sang Iblis mengekang jiwanya.Bahkan muka Giselle kini sudah pucat pasi sebab kehilangan darah yang banyak. Setiap darah yang mengalir dari tubuh Giselle segera berpindah kepada Sang Iblis, dan darah tersebut mengandung kekuatan tertentu untuk Iblis. Makin banyak darah yang diambil maka makin banyak kekuatan yang didapat, serta Iblis berencana untuk menyedot semua darah perempuan tersebut.Namun di luar dugaan, saat sedang melakoni ritual tersebut tiba-tiba dua orang datang dengan cara terbang dan mengangumkan. Tentu itu membuat Sang Iblis terheran-heran, pasalnnya sekarang dia menyangka hanya dirinyalah yang mampu terbang seperti itu.“Hentikan perbuatanmu!” teriak Mpu Supa begitu melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sang Iblis!“Jauhi perempuan itu sekarang juga!” Raden Kamandr
Sementara itu di saat bersamaan, di dalam apartemen, Buana dan Segara masih terkapar tidak bergerak. Denyut nadinya sudah menghilang, dan jantungnya pun berhenti bergerak.Secara medis memang keduanya sudah dinyatakan meninggalkan, sebab lambat-laun organ tubuh dan sel-sel di dalam badan perlahan berhenti bekerja. Namun, sebenarnya mereka itu belum mati, hanya saja ruh-nya berpindah ke alam yang lebih tinggi.“Bangunlah kalian!” ucap seorang tua berpakaian serba putih kepada ruh Buana dan Segara. Rambut orang tua tersebut juga menjulur panjang dan putih, sambil tersenyum dia pun kembali berkata, “Buana, Segara, bangunlah!”Mendapat panggilan tersebut ruh Buana dan Segara pun seketika bangun. Keduanya tercengang saat mendapati alam sekeliling yang berbeda dengan alam dunia, sebab di sini semuanya serba berwarna putih. “Apakah aku sudah mati?” ucap Buana dan Segera secara bersamaan.“Belum, sebab lebih tepatnya di s
Mendapati kakaknya sedang ditikam spontan saja Segara membantunya. Dia langsung memuul wajah Sang Iblis tepat di ppinya. Namun sayangnya Iblis tak bergeming dengan pukulan lema tersebut. Malahan dengan kejam dia berkata, “Lihatlah sekarang Kakakmu ini akan kubunuh di depan matamu! Hahahaa...”“Sial, lepaskan dia!” teriak Segara yang masih berusaha terus memukul. Namun Sang Iblis terlalu tangguh untuk menerima pukulan lemah tersebut. “Hentikan! Aku bilang hentikan!”Sang Iblis tak peduli! Dia terus menancapkan kukunya semakin dalam dan bahkan kini mengenai bagian jantung Buana, lalu merobeknya membuat seisi perut porak-poranda!Buana sudah lemas tidak bisa melawan lagi, wajahnya yang penuh dengan darah hanya menatap ke langit-langit, mengerjab satu kali, kemudian mati!“Hahahaa!! Lihatlah makhluk lemah ini. Hanya dengan begini saja dia sudah mati. Cih, siapa suruh mau melawanku!” ucap Sang Iblis dengan tawany
Genta terpental mendapat tiga tembakan tersebut. Tubuhnya ambruk menghantam meja kaca hingga pecah.Meski dengan tiga buah peluru yang bersarang di dada, namun Genta tidak mati. Dia hanya limbung sebentar kemudian bangkit lagi dan tertawa renyah.“Kamu pikir bisa membunuhku dengan pistol seperti itu?” ucapnya yang kini sudah terdengar bahwa itu bukanla suara Genta lagi. Suara itu terdengar berat dan serak, serta menggunakan logat seperti orang zaman kuno. Jelas sekali bahwa itu adalah suara Sang Iblis.Mendengar suara aneh tersebut Buana bersiap-siap untuk menembak kembali. Namun sayangnya Sang Iblis sudah terlebih dahulu bergerak cepat sekali, secepat cahaya, yang tiba-tiba dirinya sudah berada di samping persis Buana. “Enyahlah kamu! Dasar manusia makhluk lemah dan penganggu!”Brakkk!!! Dipukul-lah kepala Buana dengan telak hingga sampai tengkoraknya berbunyi.Buana terlempar cukup jauh hingga sampai menabrak dinding. Lalu
Mimik wajah genta berubah menjadi ketakutan saat tahu Buana tidak main-main. Wajar, siapa yang tidak takut dengan peristiwa seperti ini, ditodong pistol tepat di hadapan keningnya? Jelas saja semua orang akan takut. Namun sebenarnya yang dilakukan Buana hanyalah sedang ingin memancing Sang Iblis agar keluar dari tubuh Genta. Sebab sampai saat ini belum ada tanda-tanda kemuculan makhluk laknat tersebut.“Akan kuhitung satu sampai tiga, jika kamu masih mengelak atas perbuatanmu, maka jangan salahkan aku jika kutarik pelatuk ini!” ucap Buana semakin menekan moncong pistol ke kening iparnya.“Satu...”Tubuh Genta mulai gemetar. Terlihat jelas dia ketakutan dan tidak ingin mati. Sepertinya jiwanya sekarang sedang ingin melawan Sang Iblis yang mengekang dalam dirinya.“Dua...” Buana terus menghitung mundur tanpa ampun. Jarinya telah bersiap untuk menarik pelatuk!“Tiga!!!”“Oke, oke, stop! Aku
Tidak heran jika ini disebut apartemen elite karena berada di tengah kawasan tempat tinggal para orang konglomerat. Bagi Genta tentu saja uang bukanlah masalah sebab dia merupakan putra seorang yang sangat berada, sehingga bahkan uang sakunya sangat cukup jika harus membeli apartemen di sini.Bangunan ini terdiri dari 15 lantai, sedangkan lantai paling atas digunakan untuk tempat pendaratan helikopter. Sebab tidak jarang para penghuni apartemen di sini kerap menyewa helikopter untuk kepentingan sehari-hari atau sekadar untuk cari sensasi. Begitulah.Setelah menganalisis dengan saksama lingkungan sekitar apartemen, Buana dan Segara langsung naik menuju lantai sembilan. Kepada security di depan Buana menunjukkan lencananya sebagai perwira polisi dan berkata dia ingin melakukan investigasi dengan salah satu penghuni di sini.Tentu saja si security langsung memberikan izin tanpa banyak bertanya. Malahan dia menawarkan jasa informasi mengenai apartemen jika memang di
Memang begitulah yang terjadi. Setelah bertemu dengan Mpu Badingga, seolah kehidupan Buana dan Segara selalu diikuti oleh sosok ruh yang tidak kasat mata.Semua ini terlau sulit untuk dijelaskan oleh keduanya, tetapi mereka benar-benar merasakan kehadirannya, sosok Mpu Supa dan Raden Kamandraka.Seperti halnya ketika Buana sedang tidur, dia akan didatangi oleh sosok laki-laki tua berambut serba putih yang menjulur panjang. Memang di dalam mimpi tersebut sosok Kakek tua tidak terlihat begitu jelas, namun yang pasti Buana bisa memastikan melalui instingnya bahwa itu adalah sosok Mpu Supa.Saat mendatangi Buana di alam mimpi Mpu Supa tidak bericara banyak hal. Beliau hanya suka duduk di samping Buana, dan saat itu adalah malam hari dengan taburan bintang-bintang.Buana pun tidak mencoba untuk bertanya hal apa pun dengan sosok Mpu Supa di dalam mimpinya, melainkan Buana hanya membiarkan beliau tersenyum memandangi wajahnya, sambil sesekali mengusap-usap kepal