Elrissa menyendiri di kamar tidur sejak mendapatkan hasil tes kehamilannya. Perasaan tidak enak yang selalu dia rasakan ternyata adalah gejala kehamilan."Bagaimana? Mungkin beberapa minggu lagi kita harus menikah," ucap Alano berdiri di depan Elrissa yang duduk di tepian ranjang.Elrissa menengok ke kalender meja kecil yang ada di atas meja nakas. Disitu terlihat kalau sebentar lagi natal. "Aku nggak mau.""Maksudmu kamu akan tetap hamil dan tanpa status begini?""Aku nggak terima dengan caramu melakukan ini. Aku nggak mau.""Kalau kamu mau punya anak di luar pernikahan, nggak masalah. Aku nggak akan menikahimu.""Iya sudah.""Iya, aku nggak akan menikahimu, jadi kamu dan anak kita nanti akan dijadikan bahan gunjingan orang.""Ini era modern, banyak ibu single parent di luaran sana. Jangan menjadikan ini untuk mengekangku.""Oh hebat kamu, berani ngomong kayak begitu di negara ini?""Aku akan bilang kalau ayah dari anakku sudah mati.""Kamu lebih bodoh dari yang aku kira. Ini namanya
Esok harinya ...Elrissa datang menemui Daniel di kediamannya seorang diri. Dia tidak tahu bagaimana nanti reaksi pria itu. Tetapi, dia harus memutuskan sekarang karena sudah mengandung anak pria lain.Begitu masuk ke dalam rumah, terlihat Daniel sudah bersiap untuk pergi.”Sebaiknya kita langsung pergi dari sini, Sayang, aku nggak mau pria itu mengincar kita lagi, kita akan pergi ke rumah David," katanya."Apa? Nggak, nggak usah, aku ingin bicara denganmu serius.“ Elrissa duduk lebih dahulu di sofa panjang ruang tamu.Daniel duduk di sofa depannya. "Bicara serius? Ada apa?”“Bagaimana tanganmu?" Elrissa ingin basa basi sedikit, agak khawatir dengan kondisi tangan Daniel yang waktu itu dikasari oleh Alano."Sudah membaik.""Syukurlah.""Kamu mau bicara apa?""Begini, aku ingin kita ... mmm ... nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Maafkan aku.""Apa? Apa maksudmu!" Daniel meledakkan emosi. Dia jelas sangat marah. Setelah kesengsaraan yang terus dia alami, tentu saja tidak semudah melep
Elrissa masih tidak sadarkan diri saat ditidurkan di ranjang kamar tamu rumah David.David sampai dibuat tidak bisa berkata-kata dengan tindakan sepupunya. Dia tidak tahu kalau akan sampai seperti penculikan begini.Apakah ini tidak apa-apa? Sekalipun mereka tunangan, tapi ini sudah kelewatan. Dia pergi ke dapur dan mendapati Daniel sedang berciuman dengan Sarah.Muak, dia menarik pundak Daniel hingga mereka berhenti berciuman. "Stop berbuat bejat untuk sementara, ini masalah serius, kenapa kalian membawa masalah di rumahku?"Sarah memilih pergi, dia tidak mau terlibat pertengkaran. David sempat melototinya, kesal sekali.Daniel malah duduk di meja dapur layaknya seorang bos. Dia memainkan cangkir kosong yang dia pegang. "Kamu ganggu saja. Aku mau buat kopi ini.""Jangan keterlaluan, Daniel, bisa-bisanya bermesraan dengan mantan kekasihmu di rumahku?""Memangnya kenapa? Kamu sudah tahu 'kan?""Ini kelewatan.""Ada apa denganmu? Kamu jadi nggak asyik sekarang.""Aku bukannya nggak asy
Daniel baru saja menindih tubuh Sarah di atas ranjang, tapi suara berisik pintu gerbang mengganggunya. Dia langsung bangun, dan menaikkan celananya lagi."Siapa itu, jangan-jangan dia ..." katanya sambil mengancingkan lagi kemeja yang dia pakai.Sarah bangun sembari menutupi dadanya dengan selimut. "Daniel, mau kemana?"Daniel mengacuhkannya, dan berlari keluar kamar, curiga kalau David mengkhianatinya.Dia menggebrak pintu kamar tamu, dan tak melihat ada Elrissa disitu. "Rissa!"Panik, dia keluar rumah, dan berlari ke pintu gerbang. Dari situ, dia bisa melihat wanita itu berlari menyusuri trotoar menuju ke jalan raya yang berjarak dua ratus meter dari rumah ini."ELRIISSSSAAA! MAU KEMANA KAMU!" teriak Daniel mengejarnya.Elrissa kaget, ternyata ucapan David benar, suara berisik dari pintu gerbang menyadarkan Daniel akan kepergiannya.Dia menambah kecepatannya berlari, dan untungnya jarak ke jalan raya tidak terlalu jauh.Sebuah taksi berhasil dia berhentikan, tapi sialnya lari Daniel
Elrissa memeluk Alano begitu sampai di rumah. Dia menangis di pelukan pria itu, menyesali keputusannya untuk pergi sendirian. Hatinya masih terluka dengan kelakuan tersembunyi dari Daniel.Alano mengelus rambutnya. Tidak perlu dijelaskan, dia sudah mengetahui segalanya. "Nggak usah menangis, Sayang, nanti akan aku balas semua sakit hatimu.""Dia ingin melenyapkan anak kita.""Nggak akan. Nggak akan ada orang yang bisa mencelakaimu ataupun anak kita. Tenang saja, ya."Elrissa melepaskan pelukannya, lalu memandangi wajah Alano. Air mata membasahi pipinya. Dia sangat stres karena semua ini.Alano tidak tega melihatnya. Dia memgusap air mata Elrissa dengan jempolnya. "Sudah jangan nangis. Dia nggak akan mengganggu kita lagi.""Iya.""Kamu mau liburan nggak? Kita bisa menyewa villa di kota lain? Kita bisa main ke pantai atau semacamnya."Elrissa menatap Alano dalam-dalam, senang dengan perubahan sikap pria itu. Sekarang, dia merasa sangat aman dan dicintai. Tidak dikekang seperti sebelumny
“Kamu nggak apa-apa 'kan? Ada yang sakit? Mana yang sakit?"Mendengar pertanyaan itu, Elrissa hanya bisa diam. Sejak bangun dari pingsan, dia merasa hampa, kepingan ingatan di kepalanya saling bercampur tidak karuhan. Ini membuat dia tak ingat— apa yang barusan terjadi? Kenapa dadanya sakit seakan baru saja bernapas di dalam air? Kenapa juga sekujur tubuhnya basah? Dan, siapa pria misterius yang mengajaknya bicara ini?"Sayang? Kenapa kamu diam aja? Kamu nggak apa-apa 'kan?”Kedua mata Elrissa terbelalak. Dia mengulang, "Sayang? Sayang kamu bilang? Kenapa kamu manggil aku Sayang?“"Kok kamu malah ngomong nggak jelas gitu, sih? Aku tanya, kamu baik-baik aja, nggak? Ada yang sakit?" Si pria misterius berparas menawan itu mendekati Elrissa, hendak menyentuh lengannya. "Sini aku—”"Enggak!“ sela Elrissa sambil mundur selangkah, tetap menjaga jarak. Dia bingung dengan keadaan ini. ”Tolong jangan dekat-dekat sama aku.“"Kamu ini kenapa? kenapa malah mundur, aku mau periksa kondisi kamu.""
Alano menyentuh kening Elrissa, memastikan apakah wanita itu baik-baik saja. Setiap sentuhan yang dilakukan oleh jemari tangannya begitu lembut. Dia bertanya, "kamu beneran hilang ingatan? Kamu serius nggak ingat aku? Tapi, nggak ada yang sakit 'kan? Mana yang kebentur? Mungkin kepala kamu?"Perhatian pria misterius ini membuat Elrissa tertegun sesaat. Dia meneguk ludah, lalu menjawab dengan sedikit tersendat-sendat, "eh, nggak, nggak sih, ta-tapi hidung sama dada sakit.""Yaudah kita balik ke villa dulu aja, terus kamu ganti baju, kamu basah semua ini, nanti kamu sakit.""Villa? bukannya ini hutan? Mana ada Villa? Lagian, kenapa aku ada di hutan?""Kita lagi liburan, ada bangunan Villa dekat sini. Nanti istirahat aja di sana, ya?" rayu Alano dengan suara yang kian lembut, rayuan yang membius."Eh ... aku..." Elrissa masih waspada. Dia tidak mungkin pergi begitu saja dengan orang yang tak dikenal. "Tapi ... aku nggak ...“"Sayang, kamu beneran nakutin aku, loh. Kamu nggak percaya sam
Sebagaimana Villa "hideout", villa yang dituju oleh Alano dan Elrissa berkonsep alami. Bangunannya terletak di antara pepohonan rimbun. Hunian tersebut cukup luas, besar, tinggi, kokoh. Dari mulai atap, tembok, jendela, pintu hingga anak tangga-- didominasi oleh kayu.Ada balkon di atas yang pagar pembatasnya dipenuhi oleh mawar putih rambat. Semua itu menambah kesan natural sekaligus estetik.Suara-suara nyanyian burung, kepakan sayap-sayap mereka terdengar di angkasa.Hati Elrissa damai memandangi para binatang itu berterbangan di langit siang ini. Sebuah senyuman terlihat mengembang di bibir."Kita sampai, Sayang," kata Alano ikut tersenyum melihat Elrissa.Elrissa tersadar. "Eh, mmm ... turunin aku, aku nggak apa, kok. Nanti kamu kecapekan gendong aku terus.""Nggak mungkin, dong. Kamu itu enteng banget. Aku sanggup gendong kamu seharian."Pipi Elrissa memerah. Dia masih tidak mengenali pria ini, tapi pesonanya sulit sekali ditolak dan ucapan manisnya juga sulit dibantah.Alano b