Share

Bab 105. Posesif

Penulis: weni3
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-09 15:30:45

"Ini minumnya, Pak. Bapak kasihan sekali. Maafkan Pak Gama ya, Pak. Bapak sudah bekerja dengan baik untuk kami. Bulan ini Bapak akan mendapatkan bonus tambahan," ujar Zoya yang kemudian menyodorkan botol minum pada Dito.

Gama tercengang mendengar itu. Bonus tambahan? Tanpa acc dulu dari pemilik perusahaan? Aish... Tentu saja itu membuat Gama pusing karena yang akan mengeluarkan dana itu dia sedangkan Gaji Dito itu besar.

"Dia sudah menerima bonus setiap bulan, Sayang. Nggak usah! Jangan dimanja karena aku membayarnya sesuai apa yang ia kerjakan," sahut Gama tak terima.

Sementara Asisten Dito masih diam menyimak. Asisten Dito terkejut dengan apa yang terjadi. Apalagi melihat Zoya datang tiba-tiba dan menyodorkan minum dengan sangat perhatian.

Tidak cukup sampai di situ. Ternyata Gama pun menyusul dengan sangat tak terima akan apa yang Zoya lakukan.

Ada apa dengan pasutri ini?

"Ya tapi kamu nggak boleh semena-mena juga, Mas. Kasih hukuman itu ya kalau memang benar-benar sa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 106. Mencari

    "Hilang? Hilang kemana, Bos? Bukankah tadi sama Tuan? Apa ada yang culik Bu Zoya?" tanya Asisten Dito yang nampak terkejut. "Kalau saya tau nggak mungkin saya tanya sama kamu, Dito. Nggak mungkin saya minta kamu mencari istri saya!" sentak Gama geregetan. Salah siapa disuruh cari malah banyak tanya. Andai tau, tak mungkin Gama memerintah untuk mencari. Ini Dito malah nyari gara-gara saja. "Baik, Bos. Saya akan segera mencarinya." Asisten Doni pun bergerak cepat beranjak dari sana untuk mencari istri yang hilang. Yang pertama tentu saja mengecek cctv kantor. Asisten Dito dengan diawasi oleh Gama melihat kemana Zoya pergi. Gama menyilangkan kedua tangannya di dada. Tatapan Gama terpusat pada Zoya yang berjalan keluar gerbang perusahaan. "Coba cctv luar!" perintah Gama saat Zoya tak lagi terlihat. "Sudah, tapi ini sudah tidak bisa lagi menjangkau lebih dari ujung pagar sini, Pak. Bu Zoya berjalan menuju para pedagang makanan yang ada di samping kantor kita. Mungkin saja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 107. Cemburu Buta

    "Sayang!" Gama pun meraih tangan Zoya setelah tadi mengejar sang istri yang terindikasi sedang merajuk. Begini kalau menghadapi wanita yang sedang PMS. Emosinya tidak bisa terkontrol. Bentar-bentar ngamuk, bentar-bentar ngambek, lebih parahnya membuat orang cemburu. "Apa sich, Mas? Lepas! Kamu juga curigaan aja jadi suami. Aku mau jelasin nggak di bolehin. Minggir Mas! Aku mau masuk kamar." Zoya pun melepaskan diri dari Gama kemudian masuk kamar. Dia bergerak cepat kemudian menutup pintu tapi kaki Gama sudah lebih dulu menahan hingga pintu sulit tertutup dan Zoya menyerah. "Mas!" "Mau apa, Sayang? Mau ngunciin aku di luar, hhm? Nggak bisa Sayang! Kamu nggak boleh nakal!" Gama segera masuk dan Zoya pun memilih menghindari. Zoya berlari menjauh tapi dari Gama tapi dengan mudahnya Gama bergerak cepat kemudian menangkapnya. "Mas turunkan aku!" pekik Zoya. "Kamu nggak tau aku mencarimu tadi, tapi kamu malah enak-enakan ngobrol sama Dito." Gama membawa Zoya ke ranjang d

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10
  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 108. Menjengukmu

    Zoya tercengang mendengar Gama yang mencecarnya. Baru masuk sudah diberondong banyak pertanyaan seperti itu. Oh Astaga Gama Prasetyo. Kok bikin gemas ya. "Mas ini masih pagi loh. Aku beli itu nggak semua buat Mas Zein tapi untuk kamu juga. Kamu nggak mau makan buah? Nggak bosen makan buah dada terus? Jangan cemburu akh!" ujar Zoya santai. Menanggapinya kudu santai, kalau tidak malah ribut pagi-pagi di mobil. Lagi pula Zoya tak merasa menjadi tersangka. Gama saja yang sedang mode ugal-ugalan. Mungkin cinta pria itu yang sudah tumpah-tumpah makanya jadi sangat posesif sekali. Sementara Zoya tidak terlalu ingin menanggapi. "Serius buat aku?" tanya Gama kemudian kembali melirik kantong belanjaan yang ada di jok belakang. Dia tidak tau kalau isinya ada dua kantong yang mana salah satunya adalah untuk dia. "Hhmm... Jangan marah begitu, Mas! Sudah aku katakan kalau cintaku sudah mentok untuk Mas Gama Prasetyo. Apa masih kurang validasi?" tanya Zoya yang dijawab decakan oleh Gama

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 109. Maaf dan Berdamai

    "Jangan terlalu angkuh, Zein! Aku tau kamu kesepian." Gama terus memperhatikan Zein. "Aku hanya ingin melihat kondisi kamu bukan ingin membuat kamu malu. Aku berharap kondisimu pun segera pulih." Gama menarik nafas dalam berusaha untuk tetap bersabar menghadapi Zein. Jangan sampai terpercik emosi yang mengakibatkan kegaduhan di sana. Namun Zein hanya diam saja tak menjawab. Zein juga enggan menoleh ke arah Gama dan Zoya. Masih betah dengan diamnya setelah mengusir keduanya. Melihat itu pun, Zoya melepaskan genggaman tangan Gama hingga membuat sang suami menoleh ke arahnya. Zoya yang masih membawa buah tangan tadi pun membuka suara. Dia lebih dulu menarik nafas dalam sebelum mengajak Zain bicara. "Mas, kami datang dengan niat baik. Rencana ini kami persiapkan dari kemarin setelah mendapat kabar jika kamu masuk rumah sakit." "Aku belikan buah untukmu. Ini buah kesukaan kamu, Mas. Semoga kamu suka dan cepat sembuh. Dimakan ya, Mas." Zoya dengan lembut mengatakan itu. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 110. Pulang

    "Mas kira-kira respon Mas Zein gimana ya? Aku nggak nyinggung 'kan, Mas?" tanya Zoya. Kini keduanya sudah ada di dalam mobil menuju kantor dan akan menjenguk Nenek sore setelah pulang kantor. Gama lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya sebelum bertemu dengan Nenek. "Jangan terlalu dipikirkan Sayang. Niatnu sudah baik saja, aku sudah senang. Jangan lagi sedih ya! Kita lanjutkan hidup kita. Sudah cukup masa lalunya. Dengan niat mendamaikan saja itu sudah lebih dari cukup. Biarkan jika Zein belum mau membuka pintu maaf. Bukan tugas kita memaksa atau memikirkan itu terlalu dalam." "Iya, Mas." Gama segera melajukan mobilnya menuju kantor dengan Zoya yang memilih mengistirahatkan hati dan pikirannya terlebih dahulu. Zoya memejamkan kedua mata bersandar pada jok mobil. Hari ini sungguh luar biasa untuknya. Beruntung Gama mengerti dan tak menuntut apapun. Zoya merasa bersyukur memiliki Gama. Kegiatan mereka lanjut di kantor. Banyaknya pekerja membuat mereka cukup sibuk hari in

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 111. Makan Malam

    Gama menatap tajam ke arah Bara, pamannya yang nampak santai saja. Paman macam apa yang berlaku seperti saingan. Gama jelas harus berhati-hati akan itu. Pria membentengi dirinya sendiri untuk melindungi diri dan juga Zoya. "Mas..." "Menurutlah apa kataku Sayang! Dia tidak memiliki etika dalam menyambut tamu. Kamu harus bisa membedakan itu!" sahut Gama yang tak ingin ucapannya dibantah. Zoya pun mengangguk berusaha untuk mengerti. "Nek, aku ke sini karena undangan dari Nenek," ucap Gama pada Nenek yang terkesan menegaskan setelah kedatangan mereka seperti tidak diharapkan oleh salah satu keluarga Atmanegara. Nenek nampak prihatin dengan situasi sekarang ini. Mungkin inginnya semua keluarga baik-baik saja. Hanya saja pertemuan Bara dan Gama sebelumnya yang sudah ada perdebatan membuat mereka jadi kurang akur. "Makasih, Nak. Nenek sangat senang sekali kalian mau menyempatkan diri datang ke rumah ini. Jangan sungkan! Ini rumah kamu juga dan kelak akan menjadi rumah milik ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 112. AIB

    "Mas sudah! Jangan membahas masalah pribadi Gama. Semua memiliki masa lalu yang tidak perlu diungkit-ungkit. Kita tidak tau alasan dari mereka itu apa dan apa yang terjadi sebenarnya. Jadi jangan membuat Ibu berpikir buruk pada mereka." "Loh aku mengatakan yang sesungguhnya. Memang benar, kalau kamu tidak percaya, maka tanyakan pada mereka. Mereka tidak akan menyangkal jika mereka adalah mantan ipar." "Mas ya ampun, sudah! Tidak enak pada mereka. Kamu ini kenapa?" Santi terlihat gemas sekali pada Bara. Ya bagaimana tidak jika sikap Bara seperti sedang membuka aib seseorang secara terang-terangan seperti itu sedangkan orang itu sangat sulit untuk mau datang dan ini perdana. Zoya melirik Bara yang terlihat cuek saja. Ya Tuhan kenapa Zoya pun ikut gemas jadinya. Bisa-bisanya orang itu membuka semuanya di saat makan malam. perdana untuk Gama. "Kamu itu kalau dikasih tau malah nyalahin aku. Aku cuma mengatakan faktanya agar Ibu dan kamu tau." "Lantas salahnya mereka dimana

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 113. Aku Suka, Baby

    "Paham Sayang, tapi dia seolah meremehkan kita dengan apa yang telah terjadi. Dia membuat nenek berpikir jika aku dan kamu mencurangi Zein." "Dan kamu mempermasalahkan itu, Mas? Yang aku tau kamu cuek. Mengapa sekarang kamu begitu kepikiran? Apa kamu takut nenek jadi membencimu?" cecar Zoya. Tatapan Zoya begitu lekat pada Gama dan tak ingin sedikit pun kehilangan ekspresi dari Gama yang sedang sangat tak terima akan apa yang Bara lakukan padanya. "Bukan karena nenek juga, hanya aku tidak suka jika karena itu dia juga menjelekkan kamu. Jika hanya aku saja aku tidak masalah tapi karena dia juga menjelekkan kamu maka aku tidak terima. Punya kekuatan apa dia melawanku? Jika bukan karena nenek sudah aku patahkan lehernya." Hari ini bukan hanya lelah fisik tapi juga lelah hati. Dilanjut dengan keesokan harinya yang cukup sibuk hingga rasanya penat sekali. Namun pulang kantor mereka memutuskan untuk tetap fitting pakaian pengantin. Khususnya Zoya karena Gama tinggal menurut saja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14

Bab terbaru

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 156. Yang Nggak Ada Kamunya

    "Sayang.... " "Keluar, Mas! Kamu tidak tuli 'kan?" tanya Zoya dengan sangat jengkel sekali. Rasanya ingin getok kapala Gama. Hawanya kok ya kesal. Tatapan mata Zoya tajam pada Gama yang memperhatikan dengan begitu intens. "Kenapa, Yank?" tanya Gama. "Keluar! Nggak ada apa-apa. Sana!" Zoya mendorong tubuh Gama yang tidak mau mendengarkan. Sewot sekali Zoya tetapi sayangnya Gama tidak mau menyerah. Gama tidak kunjung beranjak dari sana. Tidak mau juga pergi dari samping Zoya. Tidak mau sama sekali meninggalkan Zoya yang saat ini tengah merajuk. Mimpinya Zoya bangun, mereka akan melepaskan rindu. Namun sayangnya tidak begitu. Keduanya malah musuhan setelah Zoya sadar. "Jangan gini, Sayang! Aku di sini aja. Kamu kalau main tidur silahkan! Jangan banyak yang dipikirin biar kamu cepat sembuh. Kamu terlalu overthinking Sayang. Aku. temani ya." Gama mengusap kepala Zoya. Pria itu tidak sama sekali membiarkan Zoya sendirian. "Mas kamu tuh kenapa sich? Nggak ngerti banget tau

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 155. Kamu Berisik!

    Lama Dokter memeriksa sampai dimana ruangan itu kembali terbuka. Gama oun bergegas beranjak dari sana kemudian mendekati dokter tersebut. "Bagaimana dengan istri saya, Dok?" tanya Gama dengan wajah yang sangat khawatir sekali. Namun sebisa mungkin berpikir positif akan semua yang terjadi. Sudah cukup dia merutuki dirinya sendiri tadi. "Kondisinya sudah kembali stabil. Jangan dulu diajak bicara banyak dan juga jangan biarkan lama-lama berinteraksi karena masih dalam tahap pemulihan. Pasien masih harus banyak beristirahat." "Baik Dok. Apa saya sudah boleh masuk? Saya ingin bertemu, Dok." "Silahkan tapi pasien belum ingin bertemu. Kebetulan sudah kembali sadar dan mengatakan pada saya jika ingin lebih dulu sendiri. Jadi saya sarankan jangan dulu diganggu! Ini semua demi kesehatan pasien. Nanti jika sudah lebih baik lagi, Bapak bisa kembali menjenguk." Gama menghela nafas berat mendengar itu. Jadi tidak boleh dulu bertemu? Padahal ingin sekali dia menjelaskan dan memeluk Zoy

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 154. Sena Istrimu, Mas?

    "Aku tidak keberatan, Pah. Aku akan ikut kemana pun suamiku berada. Tidak usah memikirkan aku. Lagi pula Zoya sedang sakit, tidak mungkin aku bersenang-senang di saat dia sedang seperti ini." "Syukurlah, ya sudah kami pamit. Jaga dirimu baik-baik! Papah selalu merindukanmu, Nak." "Iya, Pah." Mereka pun pergi, Gama dan Sena masih di sana sampai ketiga keluarga mereka sudah tak lagi terlihat. Gama diam memperhatikan kemudian menoleh ke arah Asisten Dito yang terdiam si belakangnya. "Bawa pulang dan pasung dia!" DEG. "Kak!" Sena hendak meraih tangan Gama tetapi Asisten Dito lebih dulu menangkap tubuh wanita itu. "Baik, Tuan." "Lepaskan aku!" pinta Sena dengan wajah panik. "Kak aku tidak gila kenapa kamu memasungkku?" seru Sena menghentikan langkah Gama yang hendak masuk ke dalam. "Siapa bilang kamu tidak gila? Orang gila yang akan menyakiti tanpa berpikir panjang karena dia tidak punya otak!" sahut Gama kemudian masuk kembali ke ruangan Zoya sedangkan Sena kemba

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 153. Honeymoon

    "Oh tidak, aku hanya bertanya saja Kak. Hanya ingin tau. Tidak lebih," jawab Sena kemudian menoleh kembali ke arah Zoya. "Jangan terlalu lama memandang istriku!" ujar Gama memperingati. "Namanya Dito, sudah berapa kali kamu dibuat keluar olehnya? Senang?" tanya Gama membuat Sena kembali menoleh ke arahnya. "Kak aku... " "Kamu itu wanita gatal, Sena! Dengan siapapun kamu mau. Jangan lagi berharap denganku! Aku tidak akn sudi melakukan lebih untukmu! Berani kamu fitnah aku setelah akhirnya kamu hamil, maka jangan salahkan aku jika aku sendiri yang akan mematahkan lehermu!" Seolah sudah mengerti ujungnya, Gama sudah lebih dulu antisipasi. Dia tau jika Sena itu licik. Bisa jadi hamil dengan Dito lalu meminta tanggung jawab dengannya. "Kak aku tidak berpikiran sampai sana!" "Bagus! karena aku tidak akan membiarkan kamu melakukan itu! Jadi sebelum kamu berbuat curang, sudah lebih dulu aku lawan!" sahut Gama kemudian pintu terbuka dan masuklah Dito. "Maaf Tuan, aada kelua

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 152. Mau Aku Puaskan?

    "Ayo mandi! Pak Gama meminta kamu untuk datang ke rumah sakit." Dito mendekati Sena setelah panggilan dari atasannya dimatikan. Langkahnya membawa pada wanita itu yang bergelung selimut di lantai. Masih tanpa busana jika dilepas selimutnya. Dito pun membongkar selimut itu membuat tubuh Sena terguling sedikit menjauh. "Kamu ini!" pekik Sena tidak terima. "Tidak mungkin kamu ke rumah sakit dengan menggunakan selimut seperti ini, atau mau telanjang saja, hhm?" tanya Dito santai tapi dia bergerak membuka ikatan di kaki Sena dan membantu wanita itu untuk beranjak dari sana. "Mau apa?" tanya Sena dengan selidik. "Mau memandikan kamu," jawab Dito kemudian meraih lengan Sena agar segera masuk ke dalam kamar mandi. "Lepas! Aku bisa sendiri!" sentai Sena dengan suara bernada kesal. Sena benar-benar masih tidak terima karena semalam dia sempat dibuat tersiksa oleh Dito. "Aku nggak mau kamu siksa lagi! Aku tau di dalam sana pasti kamu akan kembali menyentuhku!" "Percaya di

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 151. Cairan Surgawi

    Sejenak Dito membiarkan dulu Sena menggatal dengan miliknya. Tak juga melepaskan tangannya yang kini masih menempel mengerjai Sena. "Buka Kak!" "Apanya?" tanya Dito yang kini menunduk memperhatikan Sena. Wanita itu sangat liar dan tatapannya sangat menggoda. Belum lagi lidahnya yang menjulur membuat Dito semakin ingin merasakannya. "Celananya." Dito tersenyum miring mendengar itu kemudian meraih pipi Sena dan mengapitnya hingga membuat wanita itu mengerang kesakitan. "Kamu minta milikku, kamu mengemis padaku hanya ingin dipuaskan oleh Kacung sepertiku? Sayangnya Kacung ini tidak suka denganmu. Wanita jahat yang tega menyakiti wanita lain. Kacung ini lebih suka dengan wanita baik-baik yang masih lugu, sekali pun kamu sangat menggoda imanku!" "Jangan sok jual mahal! Milikmu sudah berdiri dengan kencang." "Ya, aku sudah katakan tadi. Jika aku tergoda denganmu, tapi aku tidak akan menyentuhmu lebih dalam jika kamu belum mengakui kesalahanmu di depan keluar dan orang b

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 150. Masukkan dan Puaskan Aku!

    "Jangan!" Sena kembali melarang tetapi Dito membuat wanita itu semakin belingsatan dan tak bisa diam. Sena kewalahan merasakan gejolak yang menggebu meminta dituntaskan. Dito benar-benar gila malam ini. Sisi kalemnya tertutup karena Sena yang kurang ajar dan licik tentunya. Namun sebagai pria normal tentu dia merasakan tubuhnya bereaksi dengan sempurna. Hanya saja Dito mampu menahan dan terus saja dia mengerjai Sena. Tangan Dito bergerak semakin menyiksa dan lidahnya ikut serta memberikan sapuan di tubuh Sena yang membuat wanita itu semakin bergairah. "Ampun, Kacung!" "Panggil namaku dengan benar! Aku bukan kacungmu!" sahut Dito dengan suara mendesis pada Sena yang kini sudah tak lagi mengenakan apapun. Dito sempat terpanah kembali melihat bagian inti Sena yang mulus terurus. Sepertinya memang Sena merawatnya dengan baik sama seperti Sena merawat tubuhnya hingga terlihat seksi begini. "Aku nggak kuat! Sudah! Jangan buat aku... " "Apa? Sange? Kamu sange parah? M

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 149. Milikmu Sudah Basah

    "Kamu pikir aku perempuan gampangan?" sahut Sena tak terima dengan apa yang Dito katakan. "Bukannya seperti itu? Kamu gampang terpikat hanya karena paras yang tampan hingga membuat kamu menjadi gila dan menyakiti sesama wanita." "Tapi bukan kamu yang hanya kacung!" sahut Sena menciptakan seringai tipis di wajah Dito. Begini membuat penilaian Dito pada Sena bertambah semakin buruk saja. "Aku kacung tapi aku bukan kriminal seperti kamu! Sekarang waktunya mandi, sudah selesai makannya, Njing?" tanya Dito yang semakin membuat Sena marah. "Sialand kamu! Pergi kamu dari sini! Aku bukan binatang!" sentak Sena tidak terima. Tatapan wanita itu semakin tajam pada Dito yang tertawa melihat kemarahan Sena dengan mulut wanita itu yang kotor. "Ya kamu memang bukan binatang tapi kelakuan kamu sudah seperti binatang yang bisa mencabik sesamanya. Mandi sekarang!" Dito tidak minat walaupun Gama memberikannya kebebasan. Awalnya dia terpesona melihat Sena apalagi postur tubuh wanita itu

  • RANJANG PANAS KAKAK IPAR   Bab 148. Ampun Kak!

    "Akh! Ampun Kak!" teriak Sena setelah ikat pinggang Gama melingkar di kedua tangan wanita itu dan Gama menariknya hingga tangan Sena terasa sakit. Tak cukup sampai di situ, Gama pun menarik kedua kaki Sena dan mengikatnya dengan dasi yang ia kenakan hingga wanita itu tidak lagi bisa melakukan apapun. "Kamu pikir aku akan sudi menyentuhmu lebih dalam lagi, hmm? Menyentuhmu sama saja aku menyentuh seorang pembunuh. Najis!" ujar Gama dengan sinis. Tangan Gama mengalir kedua pipi Sena dan menariknya hingga wanita itu mendongak kesakitan. Kedua mata Sena pun basah dan menggeleng meminta dilepaskan. "Kak aku mohon, lepaskan aku! Ampun Kak." "Permohonanmu sudah terlambat Sena. Aku akan menyiksamu sebelum memasukkanmu ke dalam penjara. Kamu, tanganmu, dan otakmu, aku pastikan akan lumpuh!" Kedua mata Sena terbelalak mendengar itu. Gurat ketakutan semakin nyata terlihat. Sena kembali menggelengkan kepala dan mencoba memberontak. tetapi tidak bisa. Gama meraih selimut dan m

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status