Awal tahun 80-an di Desa Makmur Jaya, sebuah tempat yang tak semakmur namanya di mana sebagian besar masyarakat hidup menderita dalam belitan ekonomi dengan mayoritas mata pencaharian warganya yang hanya terdiri dari buruh, tukang kebun, dan serabutan. Krisis air bersih bahkan terjadi di desa ini semenjak beroperasinya sebuah pabrik minyak yang limbahnya dibuang ke sungai Cimangkuni, padahal sungai tersebut adalah satu-satunya sumber mata air bagi seluruh masyarakat desa. Akibatnya anak-anak mulai kekurangan gizi dan penyebaran wabah penyakit pun terjadi. Namun, di tengah kesulitan yang menimpa desanya, Ganjar dan Hana, sepasang kekasih yang sudah lama saling mengenal, tampak menikmati hidup mereka meski terdampak juga. Ganjar yang bekerja sebagai perawat di puskesmas desa, sementara Hana adalah buruh pabrik. Mereka tampak saling mencintai dan berbagi impian masa depan bersama. Suatu hari, di waktu yang sama setelah terjadi demo besar-besaran yang menuntut berhentinya operasi pabr
Lima tahun lalu sejak tersiar banyak berita tentang kehilangan beberapa pendaki, pemerintah setempat resmi menutup akses ke Gunung Bageni. Papan dengan tulisan 'Daerah Terlarang' yang disematkan di perbatasan antara pemukiman dan hutan, sudah cukup membuktikan betapa berbahayanya tempat ini. Warga setempat meyakini, bahwa Gunung Bageni yang terletak di Nort Java menyimpan Legenda Siluman Ular Putih yang menguasai tempat ini, keangkerannya sudah terbukti oleh beberapa petani karet yang biasa lalu-lalang di sekitar perbatasan. Tebingnya yang terjal, serta jalan setapak yang sudah dipenuhi semak belukar membuat tempat ini nyaris tak pernah dijamah manusia. Namun, semua hal itu sama sekali tak menyurutkan tekad Ganjar untuk membuktikan tentang Legenda Siluman Ular Putih yang menghuni gunung ini. Bila mitos itu terbukti benar, jelas dia bisa membalaskan dendam yang sudah menggerogoti diri hingga berani menyekutukan Tuhan untuk melakukan hal yang dia anggap benar. Mungkin memang butuh w
Dua bulan kemudian warga sekitar pemukiman Gunung Bageni tiba-tiba dikejutkan dengan penemuan mayat tanpa identitas di perbatasan hutan. Setengah bagian wajahnya penuh luka dalam dan tak bisa dikenali. Hingga dalam beberapa hari dia ditempatkan di ruang mayat sebagai penemuan jasad tanpa identitas. Seorang detektif polisi yang sangat tertarik dengan kasus ini terus menyelidiki. Ditemani seorang dokter forensik dia meneliti jasad tersebut sebelum melakukan autopsi. Tak ada catatan sidik jari, wajahnya tak dikenali dengan orang-orang hilang yang dilaporkan akhir-akhir ini.Hingga kejadian tak terduga tiba-tiba terjadi. Tepat tengah malam mayat itu terbangun dari mati suri. Sang detektif polisi dan dokter forensik tersebut terkejut bukan main, pasalnya mereka sudah membedah sebagian dadanya hingga nampak darah dan organ dalam yang masih sangat sehat.Kedua orang berbeda profesi itu berpandangan, mereka menatap heran memerhatikan lelaki yang kini duduk di brankar memegangi dada tanpa eks
"Ayo, ayo, cepat!" Dengan cekatan Nisya, Zidan, Galih, maupun si kembar mengiring anak-anak lain dari ruang tawanan menuju gerbang keluar. Labirin menyeramkan yang menjadi tempat bagi semua tawanan itu memang dijaga beberapa makhluk astral lain dari berbagai jenis dan tempat asal yang berbeda-beda. Namun, entah kenapa mereka hanya diam dan memperhatikan saja, saat Nisya dan yang lainnya pergi melarikan diri. Sepertinya ketundukkan mereka berhubungan dengan kedatangan Nyai Darsih tadi. Makhluk yang mengaku sebagai adik Nyai Damini itu bisa dipastikan sudah memberi mereka semacam peringatan."Na ... ayo!" Galih menghampiri Gina yang tertinggal jauh di belakang. Entah apa yang terjadi, tapi Galih mulai menyadari bahwa Gina tak sama lagi."Aku bingung, Lih. Kembali atau enggak, status kita tetap sama. Walaupun kita bisa melewati peristiwa ini, tapi kita nggak akan bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Aku, kamu, dan anak-anak lainnya tercipta hanya untuk satu alasan, terima atau nggak
Seorang ibu tetaplah ibu, bagaimana dan seperti apa takdir anak yang mereka lahirkan tekanan batin yang dirasakan tetap menyiksa mereka meskipun kata tak cukup mampu untuk mengungkapkan apa yang dirasa. Seandainya bisa memilih keduanya juga menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Mereka tak berdosa, layak mendapatkan hidup yang lebih baik dan masa depan cerah seperti yang diimpikan setiap orangtua. Bukan dilahirkan hanya untuk menjadi persembahan makhluk dari dunia yang berbeda. Pelukan erat dan tangis yang tak terbendung sudah cukup menjelaskan seberapa dalam penyesalan Niar dan Cintya. Sayang mulut mereka dibungkam, keduanya tak bisa melontarkan sepatah pun kata, meski hanya maaf yang tulus dari dasar hatinya. "Galih, Rara, Riri, Farrel, Gina ... ayo, Nak!" Nisya memanggil mereka satu per satu. Menuntun kelima anak itu dari pelukan para ibunya. Seberapa keras pun berusaha, hukum alam tetep tak bisa dilanggar. Mereka sudah berbeda alam. Rara, Riri, Farrel dan Gina masih ter
"Mas, apa dosa syirik masih bisa diampuni oleh Allah?" Nisya bertanya pada Zidan setelah mereka selesai menunaikan salat maghrib. Zidan terdiam sesaat, lalu mengubah posisi mereka berhadapan. "Wallahu alam. Tapi, setahuku Allah lebih suka manusia pendosa yang gemas bertaubat daripada ahli agama yang selalu merasa paling benar." "Kalau begitu tuntun aku mengucap syahadat sekali lagi." Zidan kembali terdiam, lamat dia menatap sang istri, lalu mengangguk pelan. "Ashadu ...." "As-ashadu." Sampai saat syahadat selesai Nisya rapalkan dengan tubuh yang gemetar, tangis perempuan itu pecah tanpa sadar. Setelah tangis Nisya mereda, Zidan memeluk dan mencium istrinya. Sebagai lelaki normal hasratnya jelas terbangkitkan apalagi di hadapan perempuan yang halal baginya. Namun, tepat saat dia hendak mencumbu Nisya, perempuan itu tiba-tiba menolak. "Maaf, Mas. Kasih aku waktu sebentar lagi." Setelah itu Nisya bangkit dari pembaringan. "Ibu tadi, nelepon. Katanya yang lain udah
Villa tempat dilaksanakannya ritual pemujaan itu terletak di daerah puncak. Jauh dari jalan raya dan tersembunyi di balik perkebunan Teh yang lebat seluas tujuh hektar. Sekitarnya dijaga ketat oleh para orang suruhan Ganjar. Tak sembarang orang bisa masuk ke tempat ini, kecuali dia yang memiki izin resmi sebagai bagian dari organisasi. Masih di daerah yang sama dengan Desa Makmur Jaya yang sudah lama binasa. Villa ini dulunya gedung kosong yang menjadi saksi bisu awal mula Burhan dan Niar mengikat kontrak dengan Nyai Damini. Tempat yang sudah direnovasi sedemikian rupa dengan berbagai fasilitas yang diperlukan selama ritual termasuk kamar khusus di mana anggota yang bukan suami-istri berhubungan sebagai salah satu syarat pesugihan. "Jihan tak akan pernah bisa memilih, Ganjar. Kebencianmu padaku tak harus melibatkan anak-anakmu. Lakukan apa yang kau mau padaku, tapi tolong lepaskan mereka!"Jihan menggeleng keras saat Pak Ridwan mengambil keputusan tanpa persetujuan. "Ayah ...," lir
Lalu-lalang orang masih terlihat di lokasi kejadian. Sirine ambulans dan mobil polisi bersahutan mengelilingi bangunan 1000m² yang berada di tengah-tengah Perkebunan Teh, seluas dua hektare. Bukan hanya kepolisian, tapi pasukan angkatan khusus juga dikerahkan dalam menangani kasus serius yang sudah lebih dari dua puluh tahun tak terungkap ini. Mengingat kasus yang tengah mereka tangani berhubungan dengan salah satu detektif yang kompeten di bidangnya. Fahri Azikri alias Ganjar Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka utama yang bertanggung jawab atas kematian dan banyaknya korban berjatuhan. Selain dalang dari organisasi sesat yang sudah berdiri selama dua puluh tahun lamanya, dia juga terancam pasal berlapis lainnya. Tentang pemalsuan identitas, pembunuhan berencana, pendiri organisasi ilegal, juga dengan sengaja menutupi bukti kejahatan.Sementara Bu Yuli, Bahar, dan tiga puluh orang lainnya masih berstatus saksi, sebelum pengadilan resmi menjatuhkan hukuman untuk orang-orang ya