Bella mencengkeram erat gelas berisikan air putih yang ada di tangannya sembari memejamkan mata. Sedetik kemudian, perempuan itu berusaha meneguk habis cairan bening yang begitu ia benci hingga habis tanpa sisa. Bella kemudian membalikkan badannya, berniat mencuci gelas tersebut, tapi saatmendapati sosok jangkung yang kini menatapnya dingin beberapa langkah di depannya membuat Bella terkejut hingga gelas yang dipegangnya jatuh.Manu berdecih melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya. "Tanganmu patah, hmm?"Bella tahu Manu tengah menyindirnya. Bella menatap beling-beling yang berserakan di lantai, sedikit bersyukur karena ia tak tergores sedikitpun. "Kenapa kau tak mengunci pintu depan?" Bella menggigit bibir bawahnya. Sial!! Dia benar-benar lupa untuk menguncinya tadi. "Meminta maaf lagi?" sela Manu saat melihat Bella bersiap membuka bibirnya. "Apa permintaan maaf bisa menolongmu nanti jika kau dalam bahaya? Beruntung yang ada di depanmu saat ini adalah aku, bagaimana ji
"Sayang!"Manu yang tengah berjalan santai menuruni anak tangga lantas menoleh ke sumber suara. Ia hampir saja terhuyung ke belakang akibat Laura lantas memeluk tubuhnya dengan erat. Beruntung Manu memiliki kesigapan yang baik, jika tidak mereka berdua mungkin saja telah jatuh berguling-guling ke bawah.Manu mengurungkan niatnya menegur Laura tatkala aroma strawberry yang selalu mampu menenangkan pikirannya di kala stress tercium khas di hidung Manu. "Kau sudah mengajaknya untuk tinggal di sini, kan?" tanya Laura saat pelukan mereka terlepas. Mata perempuan yang tengah mengenakan mini dress selutut berwarna merah yang dipadukan dengan long cardigan senada itu terlihat berbinar-binar menunggu jawaban Manu. Manu menarik kedua sudut bibirya membentuk lengkungan bulan sabit yang mampu membuat wajah Manu terlihat berkali-kali lipat lebih hangat dan tampan. Bella yang terlihat baru saja keluar dari kamarnya tertegun dan menghentikan langkahnya. "Sudah?" tanya Laura ulang saat Manu mengel
"Bella, aku mengatakan semuanya karena aku percaya padamu. Kau bisa menyembunyikan rahasia ini dari orang-orang bukan?"Bella terkesiap, mulai berusaha untuk menghalau pikirannya yang telah melayang begitu jauh. Ouh ayolah, ia hampir saja lupa jika sepertinya tak ada siapapun yang tahu mengenai kemandulan Laura. Mungkin hal inilah yang membuat Manu segera mencari rahim pengganti ketimbang keluarganya menuntut Manu untuk menikah lagi. Terlebih Manu adalah anak tunggal."Tentu," ujar Bella sedikit ragu. Ia harap dirinya tak akan berubah menjadi wanita ketiga yang merusak rumah tangga perempuan seperti Laura. Perempuan itu terlalu baik untuk dihancurkan oleh kekurangannya saat ini."Adakah yang bisa kubantu lagi?" tanya Bella sembari berjalan mendekat ke arah Laura. "Tidak, kau bisa beristirahat. Aku bisa mengurus bagian ini sendiri," sahut Laura tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Bella. "Ngomong-ngomong, apa pekerjaanmu sebelumnya?" tanya Laura, seperti ingin mengenal Bella jauh
"Sayang ...." Jari-jari lentik itu bermain-main di atas perut datar nan keras milik Manu yang masih terhalang oleh baju tidur berbahan satin, membuat sang empu meringis pelan. "Laura." Laura mendongak kemudian tertawa kecil saat Manu menahan tangannya sembari menggelengkan kepala pelan. Ironisnya, dengan peringatan gestur tubuh seperti itu, iris mata hitam pekat milik Manu malah menatap Laura dalam penuh kelembutan. "Aku tahu kau lelah, aku tidak ingin membuatmu bertambah lelah karena harus mengimbangi kemauanku, meskipun kau sendiri yang memulainya," ujar Manu lembut, kemudian menarik tubuh Laura semakin dekat ke pelukannya. "Aku atau kau yang kau maksud sedang lelah?" goda Laura yang dibalas kekehan kecil oleh Manu. "Jadi kau benar-benar ingin aku menuruti hasrat priaku? Kau tidak akan menyesal?" Bohong jika Manu mengatakan jika dirinya tak dibuat hampir kehilangan kontrol akan dirinya sendiri walaupun Laura hanya bermain-main kecil dengannya. "Kapan aku bisa menolak keingi
"Eh? Kau sudah bangun?" Laura nampak membulatkan matanya sempurna, langkahnya yang baru saja selesai menuruni anak tangga lantas terhenti begitu saja tatkala matanya mendapati sosok Bella tengah berjalan menuju dapur. Ini masih begitu pagi, bahkan matahari belum menampakkan cahayanya, apa yang Bella ingin lakukan di jam seperti ini? "Heem, aku haus," gumam Bella dengan suara sedikit seraknya meksi wajah perempuan itu terlihat sudah segar seperti biasanya. "Kau sendiri?" Laura menggelengkan kepalanya, kemudian berjalan mendekati Bella. "Aku akan pergi memasak, jam seperti ini biasanya aku memang sudah selalu aktif di dapur." Laura menatap Bella yang kini nampak menatap ke arah depan tanpa ragu. "Yang kau maksud tadi itu ialah kau terbangun untuk minum air, Begitu?" Bella mengangguk pelan. "Ya, aku bangun karena merasa tenggorakanku sedikit kering." Laura nampak mengangguk-anggukan kepala mengerti, tak ada lagi yang perempuan itu katakan hingga keduanya kini telah sampai di dapur
"Harus kukatakan berapa kali lagi, Kak? Apakah kau ingin melihat mulutku berbusa dulu baru kau mempercayaiku?" Bella menatap Manu yang fokus menatap jalanan. "Dia yang tidak membiarkanku membantunya karena dia bilang dia bisa melakukannya sendiri!""Jika kau bertanya mengapa aku tidak berusaha tetap membantunya, bayangkan saja posisiku. Aku bukanlah siapa-siapa di sana, aku bukanlah orang penting dalam hidupmu, jika aku bersikeras memaksa Laura bukankah aku terlihat tidak menghormatinya sebagai istri pemilik tempat yang kutinggali?!"Rahang Bella rasanya begitu sakit karena sejak ia mendaratkan bokongnya di kursi penumpang, ia sudah dibuat mengeratkan giginya. Telinganya terlihat begitu merah, memperlihatkan secrara tak langsung bahwa ia yang terus berusaha menahan emosinya."Aku tidak pernah menyuruhmu untuk memperjelasnya, kau sendiri yang melakukannya," sahut Manu tenang yang membuat Bella semakin ingin menghajar wajah pria itu sekarang juga."Aku tidak akan melakukannya jika apa y
"Sepertinya lebih baik besok-besok kita melakukan check-up di klinikku saja. Di Rumah sakit terlalu menimbulkan efek yang serius untuk Bella."Ucapan Stella masih terngiang-ngiang jelas di telinga Manu meskipun pria itu kini baru saja mendaratkan bokongnya di mobil. Ia menoleh ke samping, menatap Bella yang masih terlihat lemas."Kau tidak seharusnya menyembunyikan hal sebesar ini, Bella," gumam Manu pelan tepat saat ia mulai melajukan mobilnya keluar dari area basement Rumah Sakit. "Jika kau mengatakannya, kau tidak mungkin pingsan seperti tadi bukan?"Manu dibuat tertawa sinis dalam hati. Ingatan dirinya yang begitu panik dan segera menggendong Laura menuju ruangan Stella yang hanya berjarak tinggal beberapa langkah tadi itu benar-benar cukup beresiko. Memang tak ada yang berani akan mengusik informasinya lebih dalam, tapi orang-orang yang melihatnya tentu akan dibuat bertanya-tanya mengapa Manu bersedia menggendong seseorang, terlebih Bella bukan siapa-siapa Manu. Beruntungnya, ke
TIN! TIN! Seakan baru mendapatkan kesadarannya, Bella lantas menarik tubuhnya menjauh dari Manu. Ia menyelipkan anak rambutnya ke belakang daun telinga, berusaha untuk mengalihkan sensasi atmosfer canggung di antara mereka. "Tidak ada penolakan." Manu berdehem pelan setelah memberikan jarak antara dirinya dan Bella. "Kau harus meminumnya sekarang." Bella menghela napas secara perlahan. Ingin protes, tapi ia urungkan. Perempuan itu membuka bungkus roti yang diberikan Manu kemudian memakannya. Tak berselang lama, ia lantas berusaha membuka tablet di tangannya, dengan gerakan sedikit gemetar. "Kak--" Bella menelan salivanya susah payah saat Manu baru saja merebut tablet di tangannya. Pria itu sepertinya geram karena gerakan Bella yang begitu lambat. Di saat Manu masih sibuk dengan kegiatannya, Bella menyandarkan kepalanya kembali ke sandaran kursi. Rasa pening itu belum juga kunjung hilang. "Ini." Bella menatap tablet yang disodorkan oleh Manu. Manu yang semakin jenuh karena gerak
“Kak Manu!”Manu menghentikan langkahnya kala mendengar suara panggilan Bella.“Aku ingin bicara denganmu.”Cukup lama Manu terdiam di posisinya sebelum akhirnya dibuat lantas membalikkan badan setelah mendengar permintaan Bella.“Aku tidak ingin tinggal di sini lagi.”Satu alis Manu terangkat, ia menatap sosok perempuan yang tengah berdiri di ujung anak tangga lantai dua itu dengan pandangan yang sulit diartikan.“Kenapa tiba-tiba?”Bella tidak menjawab. Perempuan itu bahkan terlihat begitu enggan menatap Manu membuat pria itu semakin bertambah bingung.Hampir semingguan ini, Bella seperti berusaha tidak terlihat di depan matanya.Meskipun memang tidak pernah mengobrol ataupun sekadar bertegur sapa, sifat Bella akhir-akhir ini cukup lebih pendiam.Dan sekarang, perempuan itu tiba-tiba meminta pindah? Manu tentu dibuat curiga dengan perubahan sikap Bella yang kian membingungkan.“Apa maksud semua ini?”Langkah Manu terhenti tepat di depan Bella, tapi perempuan itu tak juga kunjung men
Suara tawa iblis terdengar keluar dari bibirnya. Kala cengkeraman di tangannya mengendur, suara itu pun perlahan ikut pudar. Tatapan penuh akan kebencian tersirat jelas di mata seseorang yang tengah menatap tajam Bella. “Dasar wanita murahan! Berani-beraninya kau menggoda suamiku di saat aku tidak berada di sini?!” Laura kemudian melempar asal syal berwarna putih di tangannya dan beralih untuk menarik lengan Bella untuk segera bangun dari posisi berbaringnya. PLAK! Dan sebelum tubuh Bella benar-benar berdiri tegak di hadapan Laura, istri sah Manu itu telah terlebih dahulu melayangkan tamparan yang begitu kuat di pipi Bella. Tubuh Bella yang belum seimbang, ditambah gerakan tiba-tiba yang dilakukan Laura, hal itu membuat tubuh Bella ambruk dan terduduk di pinggir ranjang. “Kau benar-benar penggoda ulung, Bella!” Bella memejamkan mata erat, tangan yang memegangi bekas tamparan Laura bahkan ikut terasa sedikit kebas, merasakan betapa panas pipinya sekarang ini. “Kenapa?!” Laura
“E-eh!” Tubuhnya menegang hebat kala merasakan sensasi geli serta dingin yang tiba-tiba merambat ke pinggangnya yang masih ditutupi oleh kain pakaian itu. “Apa yang sedang kau pikirkan, heum?” Setelah suara berat itu terdengar di telinganya, napas hangat serasa menerpa kulit lehernya, diikuti dengan lesakkan anak rambut yang juga meninggalkan sensasi geli di sana. Selimut yang tadinya dicengkeram erat oleh tangannya pun perlahan terlepas dari genggamannya akibat terkejut oleh semua pergerakan tiba-tiba yang dilakukan oleh Manu. Noda merah yang sempat dilihat matanya itu pun kembali ditutupi oleh selimut tersebut. “Hey, kenapa diam saja?” Manu menarik kepalanya menjauh dari ceruk leher Laura kala menyadari perempuan itu malah mematung, tidak mengeluarkan reaksi apapun. “Maaf ….” Suara lirih Manu berhasil menarik Laura kembali dari lamunannya yang berkepanjangan. Kata itu entah mengapa membuat dadanya sesak, bahkan tangannya kini bergetar hebat, ingin sekali rasanya menampar Manu
“Kau kemana saja?”Laura tak menyahut saat netra miliknya benar-benar mendapati sosok Manu di depannya. Kegelisahan semakin menghantamnya habis-habisan. Kakinya memang sudah tak bergerak mundur lagi, tapi semua itu tergantikan oleh badannya yang sedikit bergetar hebat.“Eum … aku, aku baru saja–”“Hey, ada apa, Sayang?” Manu bergerak mendekati Laura yang terlihat aneh di matanya, mengabaikan rasa kantuk dan penat di tubuhnya. “Kenapa kau bergerak mundur menjauhiku? Apa wajahku sebegitu menakutkan?”Tubuh Laura menegang hebat tatkala Manu tiba-tiba menarik pinggangnya, merengkuh hangat tubuhnya yang masih sedikit bergetar.Kenapa … Manu bersikap seakan biasa-biasa saja padanya? Apa pria itu tidak menyadari kepulangannya yang jauh dari kata terlambat ini?Manu itu manusia dingin, tapi begitu posesive pada pasangannya. Pria itu bahkan sempat mendiami Laura selama sehari karena perempuan itu menginap di Rumah teman arisannya tanpa memberi tahunya dulu hingga membuat pria itu kelimpungan
Laura bangun dengan wajah terkejut. Ia lantas mengamati jam dinding yang berada di ruangan bernuansa hitam tersebut, sebelum akhirnya meloncat turun dari ranjang.“Sial! Bagaimana mungkin aku malah ketiduran?!” pekiknya kuat kemudian mengambil blazer berwarna hitam yang tergeletak di atas lantai. Laura menggerutu, menyesali menerima permintaan untuk menemani minum pria yang kini masih terlelap itu kemarin malam.Saat kakinya hampir melangkah menjauh dari ranjang, tangannya tiba-tiba dicekal.“Kemana, hmm? Kau belum boleh pergi!”Suara berat menyapa indera pendengarannya, tapi Laura memilih untuk menghempaskan tangan kekar milik pria yang masih setengah terpejam di atas ranjang tersebut.Persetan dengan pria itu, ia harus segera pulang ke Mansion sebelum dunianya benar-benar hancur dan tak bisa diselamatkan lagi. Laura sedikit bersyukur karena jalanan pada dini hari tersebut lumayan sepi, membuatnya bisa mengebut dengan kecepatan di atas rata-rata.Ketukan sepatunya yang terdengar cep
Bella mendorong tubuh Manu menjauh, tubuh perempuan itu bergetar hebat dengan tangan mencengkeram erat handuk yang ia kenakan. Sial, ucapan Manu berhasil membuat jantung Bella rasanya hampir copot saja.“Kenapa, hmm?”Alis Manu terangkat sebelah, tapi sesaat kemudian ia memejamkan mata sebelum akhirnya tertawa kecil. Bella terpaku, seumur-umur ini memang bukan kali pertamanya ia melihat Manu tertawa sehingga ia dibuat terdiam.Namun, dengan keadaan seperti ini, bulu kuduk Bella meremang. Tawa itu terdengar seperti Manu yang ada di depannya adalah sosok Manu yang tak pernah ia lihat versinya.“Tidak ada, permisi.”Bella memutuskan kontak mata diantara mereka dengan cepat. Ia menunduk, kemudian melangkahkan kakinya untuk melewati Manu. Persetan dengan dirinya yang hendak menjelaskan alasan yang membuatnya berada di kamar pasangan suami istri itu. Sepertinya lebih baik ia segera pergi dari sana, ia akan menjelaskannya besok pagi jika Manu sudah kembali ke versi biasanya. Bella merasa le
“Makan!”“Makan atau kami akan merobek mulutmu?!”“Kau dengar apa yang kami katakan?”“IBUUU!!”“AKHH!”Bella lantas bangun dari tidurnya dengan peluh yang mengucur deras di pelipisnya. Nafas perempuan itu terengah-engah, Seakan-akan ia sempat melupakan bagaimana caranya bernapas usai bangun dari mimpinya itu.“Hah … mimpi itu lagi. Kenapa aku kembali diganggu oleh mimpi itu lagi?” Bella mencoba untuk mengatur nafasnya lagi. Suatu ingatan kembali berputar di kepalanya, tapi berusaha ia abaikan begitu saja. Bella harus bisa dengan segera melupakan mimpi tersebut jika dirinya memang ingin keluar dari trauma dan ketakutan yang menghangtuinya sampai detik ini. Bella lantas melompat turun dari ranjang. Laura pasti akan menghabisinya jika sampai perempuan itu tahu Bella hampir menghabiskan semua sisa waktunya hanya untuk tidur. Namun, saat teringat bahwa semua pekerjaannya sudah selesai, Bella lantas kembali mendudukan tubuhnya di sisi ranjang.Bella memegangi kepalanya yang mulai tera
Manu mengumpat kesal, berusaha bangun tapi pergerakannya telah terlebih dahulu terasa ditahan kuat hingga membuat tubuhnya kembali terjatuh. Manu seakan kehilangan kontrol pada tubuhnya sendiri, tubuhnya lemas, jangan lupakan sensasi aneh serta sakit di kepalanya yang kian menguat. Perempuan itu kini sudah berada tepat di atas tubuhnya.“Sshhh!” Manu menggeliat frustasi sementara perempuan itu tersenyum penuh kemenangan.Jari-jemari lentik tersebut bergerak menyusuri pahatan wajah yang menjadi objek pujiannya tadi. Wajah Manu yang kini terlihat memerah menahan sensasi aneh di tubuhnya benar-benar membuat perempuan tersebut merasa seperti baru saja memenangkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.“Kau menyukainya, Tuan?”Manu berusaha menahan gerakan jari nakal itu, tapi Manu malah perlahan menikmati gerakan jari jemari lentik tersebut, bahkan menginginkannya lebih dari itu. Kepalanya terasa ingin pecah menahan gejolak yang entah datang dari mana meronta-ronta dalam dirinya.Peremp
“Baiklah. Saya akan merasa begitu terhormat jika anda mau bekerja sama dengan perusahaan saya, Tuan Manu.”Manu hanya mengangguk sekilas, sementara lawan bicaranya barusan telah memilih pergi dari hadapannya. Wajahnya yang memang terus datar kini perlahan mulai menampilkan ekspresi tidak nyaman. Ia edarkan pandangannya ke sekitar, mencari keberadaan dari tuan pemilik pesta tersebut.“Malam, Tuan. Apa kau tengah mencariku?”Manu menoleh ke sumber suara, wajahnya tak menampilkan ekspresi yang begitu ketara, tapi sorot matanya terlihat jelas tidak menyukai pertemuannya dengan pria di depannya itu meskipun pesta itu memang digelar untuk pria tersebut. Mungkin hal itulah yang membuat Manu merasa tidak nyaman berdiam diri terlalu lama di sana.“Kukira kau tidak akan sudi datang ke pesta yang diadakan malam ini oleh keluargaku,” ujar Bian meskipun ia tahu satu-satunya alasan manu Datang sudah pasti karena Engky, CEO yang menjabat di Bimasra’s Company sebelumnya.“Kau tak ingin mengucapkan