"Di dunia ini tidak ada yang gratis."
Seringai pria itu masih tercetak di wajah. Tatapan dingin pria itu menusuk menatap Bella.Mata Bella membola, tak menyangka jika pria di hadapannya menuntut sebuah balasan atas pertolongannya barusan.
"Jadi, kau ingin aku memberimu uang karena telah membantuku?"
Tak mendapatkan jawaban dari Manu membuat Bella diam selama beberapa saat. Penampilan Bella yang telah berubah drastis sejak 7 tahun lalu, juga sikap dan tatapan dingin Manu padanya … ia berharap Manu tak lagi mengenali dirinya.Bella berusaha menenangkan dirinya. Ia mengatur napas dan mimik di wajah, sebisa mungkin menyembunyikan kalau ia mengenali Manu.
“Berapa uang yang kau miliki?” Pertanyaan Manu membuat Bella kembali dirundung gelisah.
Wanita itu bergerak risau di tempatnya sembari menjawab dengan nada lirih, "Jujur saja, aku ... untuk saat ini aku memang tidak memiliki uang sepeser pun. Aku bahkan terlilit hutang dan terus dikejar-kejar rentenir untuk segera membayarnya.”
Bella sebenarnya sangat malu mengatakan hal ini, tapi ia tak bisa berbuat banyak karena inilah kenyataannya.
Allih-alih memberikan orang lain uang, justru Bellalah yang memerlukan uang untuk membayar hutang ayahnya. Mirisnya, hutang yang sebesar itu membuat ayah Bella gelap mata dengan menjadikan ia sebagai jaminan.
"Berapa hutangmu?"
Bella yang tadinya menunduk, spontan mengangkat kepalanya. Secercah harapan sempat tampak di pelupuk mata Bella. Namun, Bella akhirnya kembali menunduk mengingat hutang ayahnya sangat besar. Bahkan harga ginjalnya pun mungkin tidak sebanding. "15 Miliar." Bella memejamkan mata saat merasakan keheningan yang mulai menyapa atmosfer di antara mereka. "Aku akan membantumu melunasinya." "H-huh?! Apa kau serius?!" Bella kembali mengangkat kepalanya dengan cepat. "Apa kau ingat denganku–tidak, bukan itu maksudku, hanya saja...."Merasa bahwa ia tak bisa meluruskan apa yang ia katakan barusan, Bella menggelengkan kepala. "Tidak! Lupakan saja!"
Kembali tak mendapat respon apa pun dari Manu membuat Bella menghela napas panjang. Ia lupa, walaupun tampan, Manu adalah sosok menyebalkan karena sangat irit bicara jika tidak sedang diperlukan. Bella menghela napas panjang. "Kau bilang barusan jika di dunia ini tidak ada yang gratis, bukan? Jadi, dengan itu aku bisa tahu bahwa kau pasti meminta sesuatu dariku agar kau mau membantuku untuk melunasi hutangku. Jadi, apa yang harus kuberi padamu?" Bella menatap mata Manu dalam dengan sorot mata yang sulit diartikan. Sedetik kemudian, sekelibat kejadian yang pernah terjadi di masa lalu terlintas di benaknya.Kenangan-kenangan yang tak seharusnya ia ingat perlahan masuk tanpa permisi. Hal itu membuat Bella memilih membuang arah pandangnya selama beberapa saat sebelum akhirnya kembali menatap Manu.
"Ginjalku tidak sepadan dengan nominal hutang yang kusebutkan tadi. Jika seandainya kau menyuruhku untuk menjadi wanita penghibur, maaf-maaf saja. Aku memang membutuhkan bantuanmu, tapi aku tidak akan mau—" "Jadilah rahim pengganti untuk istriku," sela Manu. "A-apa?!" Bella memekik kuat. Jantungnya lantas berdegup dengan kencang, tubuhnya seperti baru saja disetrum oleh sengatan listrik. "Ka-kau bercanda?" Tanpa bisa Bella cegah dan kendalikan, matanya berkaca-kaca. Ia tidak sedang terharu, tetapi ia sakit hati. Hatinya terasa seperti baru saja ditancap oleh ribuan jarum dalam waktu bersamaan. Bella kecewa setelah mendengar apa yang Manu katakan barusan. Rasa bahagia yang tadi sempat membawanya terbang ke langit ke tujuh kini menghempaskannya sampai ke lapisan tanah paling bawah. Bella memang tak yakin jika rasa yang ia miliki untuk Manu masih sama seperti 7 tahun lalu, tapi yang pasti saat ini perasaan Bella hancur berkeping-keping. "Kau sendiri yang bilang uang 15 M itu nominalnya tidak sepadan dengan ginjalmu bukan?” Manu yang tadinya hanya diam saja kini terdengar berdecih.“Lalu apa salahnya kau mengorbankan rahimmu selama 9 bulan? Bukankah dengan itu kau terbebas dari kejaran rentenir?"
Jika saja Manu tak mengutarakan apa yang ia mau dari Bella barusan, mungkin Bella akan merasa senang bisa mendengar Manu berbicara sepanjang ini kepadanya. "Tapi bukan berarti aku harus menjadi rahim pengganti, bukan? Apa kau kira aku bodoh, Kak?” Bella meninggikan suaranya. Ia melupakan pengendalian diri untuk berlagak tak mengenali Manu. “Menjadi rahim pengganti itu artinya aku harus bersedia merelakan darah daging yang kukandung selama 9 bulan kepadamu dan istrimu itu! Aku tidak sekejam itu, Kak!"Bella mengepalkan kedua tangannya di samping tubuh. Wajahnya memerah, dadanya turun-naik karena rasa amarah yang begitu menggebu.
Ia pikir, Manu hanya pria dingin yang sulit berbicara manis pada wanita. Ternyata … pria itu justru pria yang begitu kejam tak berperasaan.
Manu menyilangkan dadanya dengan santai. "Pilihan ada di tanganmu. Lunasi hutang dan jadilah rahim pengganti atau …”
Manu berjalan mendekat ke arah Bella, menghapus jarak hingga tak bersisa. Pria itu kemudian mendekatkan bibirnya di samping telinga Bella dan kembali tersenyum tipis. Sisi Manu yang tak pernah Bella lihat kini bisa Bella rasakan dengan jelas.
“Tetap junjung tinggi harga dirimu yang sudah tak seberapa itu … Bella."
DEG!!Bella seketika membatu di tempatnya. 'D-dia … mengingatku? Ti-tidak mungkin!'
"Kau yakin menolaknya?" Bella akhirnya memutuskan untuk menolak permintaan Manu malam itu juga. Masih teringat jelas di benaknya, bagaimana Manu terlihat menatap Bella dengan tatapan yang sulit dimengerti. Namun, pria itu rupanya tidak memaksa.Saat akhirnya Bella mengangguk, kembali meyakinkan penolakan tersebut, pria itu mau mengerti. Tak lama kemudian, Manu mengulurkan sebuah kartu berisi identitas singkat mengenai dirinya. "Kau bisa menghubungiku jika kau berubah pikiran.” Bella menatap kartu identitas yang diberikan Manu padanya semalam. Benaknya masih berkelana, saat kemudian suara lantang menyebut namanya. “Bella! Kau ini serius ingin bekerja di tempat saya atau tidak, sih? Apa kau menganggap pekerjaan kau ini sebagai permainan? Apa kau ingin saya pecat hari ini juga?!” Bella spontan mengangkat kepalanya. Dalam hati ia memaki kuat karena ternyata Manu masih memiliki efek yang begitu besar untuknya. Hari ini adalah kedua kali si bapak tua tempat Bella bekerja memarahinya.P
“Kau berubah pikiran?”Manu, pria itu menyambut Bella dengan wajah yang begitusantai, seolah sudah bisa memprediksi perubahan keputusan yang wanita itupilih. Kemarin, setelah kehilangan pekerjaan, tiba-tiba Bella juga ditimpakesialan lain yang beruntun.Pria tua yang membuatnya dipecat datang ke tempat kosnya danmenagih hutang. Pria licik itu bahkan mengubah surat perjanjian yang telahBella tanda tangani sebelumnya, demi hutang tersebut bisa lunas segera. Setelahpria tua tersebut pergi, datang lagi ibu kos yang juga menagih tunggakan sewa.Semua kebutuhan yang mendesak itu benar-benar membuat Bella frustrasi. Ia sudahtidak punya jalan keluar lagi, selain mendatangi pria bernama Manu ini."Duduklah," ujar Manu kembali usai mereka memasuki ruang kerja priaitu.Bella lantas duduk di sofa panjang yang ada di depan Manu, sementara priamenawan dan dingin itu membuka sebuah map.Bella meihat map tersebut dengan pandangn seribu arti. “Apaitu?” Pasalnya, pria itu seperti telah memper
"Kak Ma-Manu ...."Bella meneguk salivanya susah payah. Kedua tangannya terkepal erat, pasokan oksigen yang ada di sekitarnya seperti menipis dari waktu ke waktu.Tatapan Manu yang begitu mengintimidasi mampu membuat semua syarafnya terasa berhenti bekerja seakan-akan ia mengalami kelumpuhan secara mendadak. Bella sebisa mungkin berusaha unuk melangkahkan kakinya mundur karena wajah Manu semakin dekat dengannya. Naasnya, ia malah terpeleset ke belakang karena tersandung oleh kakinya sendiri."A-akh!"Bella memejamkan matanya erat tatkala ia merasa badannya melayang. Ia kira punggungnya akan terasa remuk, beruntungnya sensasi empuklah yang ternyata menyambutnya dengan hangat. "Ck!"Decakan sarkas yang menusuk indera pendengaran Bella membuat perempuan itu membuka matanya dengan cepat. Jangan lupakan raut bingung yang menghiasi wajahnya.Melihat respon Bella, Manu berdecih kemudian memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya. "Kenapa? Kau berpikir aku akan menahanmu agar tida
"BRENGSEK! LEPASKAN!"Bella menjerit kuat hingga urat-urat lehernya menyembul jelas seperti siap untuk menembus kulitnya. Kedua tangannya kini tengah dicekal erat ke belakang tubuhnya oleh salah satu bodyguard anak buah pria paruh baya itu. Sementara satunya lagi berusaha keras melepaskan satu persatu kancing kamejanya karena Bella terus berusaha menunduk untuk mempersulit bodyguard di depannya."AKH! BRENGSEK!" Tubuh Bella merinding hebat saat ia merasa kulit lehernya disapu oleh benda kenyal berlendir. Tepat kala itu juga kamejanya berhasil ditanggalkan. Bella semakin menjerit sekuat tenaga dengan air mata yang jatuh berlomba-lomba membasahi pipinya.Meskipun sepertinya sia-sia, Bella tetap berusaha memberontak. Naasnya, tak berbeda jauh dengan kejadian di jalan kemarin malam, rambut Bella dijambak kencang hingga kepalanya menengadah. Sialnya lagi, sapuan benda kenyal di lehernya itu kian membabi buta, bahkan Bella dibuat serasa ingin menjatuhkan dirinya dari atap gedung tersebut s
Sepersekian detik telah terlewatkan dengan hawa panas yang terasa begitu mencekik. Geram dengan respon Bella yang tidak melakukan apa yang ia inginkan, Manu terlihat perlahan menunduk. Amarah meledak-ledak yang ditahan Manu terasa begitu jelas lewat hembusan nafas panas yang menerpa wajah Bella. Sontak, Bella benar-benar dibuat mati kutu saat tangan pria itu baru saja menarik dagunya agar pandangan mereka bertemu. "Jadi kau ingin aku yang melakukannya?!" Lidah Bella terasa kelu dan tak dapat digerakkan untuk menjawab sindiran keras nan menusuk Manu. Saraf tubuhnya seakan-akan tak berfungsi saat pria itu mengusap bibir Bella kemudian menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, memperlihatkan senyum miring layaknya senyum seorang iblis yang begitu menakutkan. "Apa mereka juga berhasil mendapatkan ini?" Manu tertawa sinis saat melihat Bella hanya diam saja tak merespon apapun. Perempuan itu hanya menatap matanya dengan sorot yang begitu Manu benci, sorot sayu yang bercampur dengan air ma
"Sayang, apa yang terjadi?"Laura tentu dibuat bingung saat mendapati suaminya tiba-tiba pulang dengan tampang tak bersahabat. Lagi pula bukankah pria itu mengatakan akan pulang sedikit terlambat karena harus menyelesaikan permasalahan tentang calon anak mereka nantinya? Kenapa pria itu pulang bahkan sebelum matahari digantikan oleh bulan?"Sayang ...."Laura kini terlihat membuntuti Manu yang lantas pergi ke dapur setelah berhasil masuk ke dalam Mansion mereka. Manu terlihat masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab, hanya suara langkah yang terdengar begitu berat saja yang ada."Sayang, apa aku melakukan kesalahan?" Laura mendekat dan menghapus jarak di antara mereka saat melihat Manu baru saja selesai menegak habis gelas berisikan air putih itu. "Kenapa kau tiba-tiba mengabaikanku seperti ini?" lanjut Laura.Laura menangkup kedua pipi Manu, dengan satu tangan di antaranya beralih mengelus lembut rahang tegas yang nampak mengetat itu. Manu hanya menatap datar Laura meskipun s
"Jadi, hal itulah yang membuatmu kesal tadi?"Laura mendongak, menatap Manu yang kini menunduk untuk menatap wajahnya. Usapan hangat tangan kekar Manu di surai lembut milik Laura perlahan terhenti secara perlahan. "Aku benar kan?" ulang Laura sekali lagi saat Manu terlihat tak kunjung menjawab pertanyaan sederhana darinya."Iya." Jawaban Manu begitu singkat, langsung pada intinya. Namun, hal itu malah membuat Laura merasa semakin tak tenang. Laura yang memulai semua ini, tapi kenapa ia merasa begitu menyesal setelah mendesak Manu tadi hingga pria itu akhirnya buka mulut?Laura sedikit meringis. Kenyataan bahwa tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang itu hanya ditutupi oleh selimut ternyata tak mampu membuat Laura merasa lebih baik. Keduanya baru saja bermain panas di atas ranjang, dan tepat setelah mendapatkan kepuasannya masing-masing, Laura sendirilah yang mulai memancing Manu dengan membicarakan masalah sebelumnya. Laura kira Manu 'butuh waktu sendiri' karena masalah perusah
Laura men-dial nomor suaminya dengan jari gemetar, dalam hati ia terus memohon agar Manu mengangkat teleponnya. Saat Manu akhirnya mengangkat telepon, suaranya terdengar tenang namun Laura bisa merasakan kekhawatiran yang terdengar dari suara suaminya itu. "Laura, ada apa?" tanya Manu di seberang sana. Pria yang kini tengah berjalan di lobby gedung perusahaannya terlihat menerka-nerka kemungkinan apa yang membuat Laura tiba-tiba menelponnya padahal mereka baru berpisah sekitar 20 menit lalu. "Sayang ...." Suara lirih Laura bergetar hebat. Perempuan itu kini tengah menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Wajahny nampak terlihat begitu pucat pasi dengan mata memanas dan berkaca-kaca. "Laura, apa yang terjadi?" Langkah Manu terhenti, membuat Bram, sekretaris yang berjalan di belakangnya itu ikut menghentikan langkahnya. "Perempuan itu tidak ada di Rumah. Dia ... dia sepertinya kabur ...." Manu terhenyak selama beberapa saat. Pria itu kemudian lantas memutar tumitnya saat ota
“Kak Manu!”Manu menghentikan langkahnya kala mendengar suara panggilan Bella.“Aku ingin bicara denganmu.”Cukup lama Manu terdiam di posisinya sebelum akhirnya dibuat lantas membalikkan badan setelah mendengar permintaan Bella.“Aku tidak ingin tinggal di sini lagi.”Satu alis Manu terangkat, ia menatap sosok perempuan yang tengah berdiri di ujung anak tangga lantai dua itu dengan pandangan yang sulit diartikan.“Kenapa tiba-tiba?”Bella tidak menjawab. Perempuan itu bahkan terlihat begitu enggan menatap Manu membuat pria itu semakin bertambah bingung.Hampir semingguan ini, Bella seperti berusaha tidak terlihat di depan matanya.Meskipun memang tidak pernah mengobrol ataupun sekadar bertegur sapa, sifat Bella akhir-akhir ini cukup lebih pendiam.Dan sekarang, perempuan itu tiba-tiba meminta pindah? Manu tentu dibuat curiga dengan perubahan sikap Bella yang kian membingungkan.“Apa maksud semua ini?”Langkah Manu terhenti tepat di depan Bella, tapi perempuan itu tak juga kunjung men
Suara tawa iblis terdengar keluar dari bibirnya. Kala cengkeraman di tangannya mengendur, suara itu pun perlahan ikut pudar. Tatapan penuh akan kebencian tersirat jelas di mata seseorang yang tengah menatap tajam Bella. “Dasar wanita murahan! Berani-beraninya kau menggoda suamiku di saat aku tidak berada di sini?!” Laura kemudian melempar asal syal berwarna putih di tangannya dan beralih untuk menarik lengan Bella untuk segera bangun dari posisi berbaringnya. PLAK! Dan sebelum tubuh Bella benar-benar berdiri tegak di hadapan Laura, istri sah Manu itu telah terlebih dahulu melayangkan tamparan yang begitu kuat di pipi Bella. Tubuh Bella yang belum seimbang, ditambah gerakan tiba-tiba yang dilakukan Laura, hal itu membuat tubuh Bella ambruk dan terduduk di pinggir ranjang. “Kau benar-benar penggoda ulung, Bella!” Bella memejamkan mata erat, tangan yang memegangi bekas tamparan Laura bahkan ikut terasa sedikit kebas, merasakan betapa panas pipinya sekarang ini. “Kenapa?!” Laura
“E-eh!” Tubuhnya menegang hebat kala merasakan sensasi geli serta dingin yang tiba-tiba merambat ke pinggangnya yang masih ditutupi oleh kain pakaian itu. “Apa yang sedang kau pikirkan, heum?” Setelah suara berat itu terdengar di telinganya, napas hangat serasa menerpa kulit lehernya, diikuti dengan lesakkan anak rambut yang juga meninggalkan sensasi geli di sana. Selimut yang tadinya dicengkeram erat oleh tangannya pun perlahan terlepas dari genggamannya akibat terkejut oleh semua pergerakan tiba-tiba yang dilakukan oleh Manu. Noda merah yang sempat dilihat matanya itu pun kembali ditutupi oleh selimut tersebut. “Hey, kenapa diam saja?” Manu menarik kepalanya menjauh dari ceruk leher Laura kala menyadari perempuan itu malah mematung, tidak mengeluarkan reaksi apapun. “Maaf ….” Suara lirih Manu berhasil menarik Laura kembali dari lamunannya yang berkepanjangan. Kata itu entah mengapa membuat dadanya sesak, bahkan tangannya kini bergetar hebat, ingin sekali rasanya menampar Manu
“Kau kemana saja?”Laura tak menyahut saat netra miliknya benar-benar mendapati sosok Manu di depannya. Kegelisahan semakin menghantamnya habis-habisan. Kakinya memang sudah tak bergerak mundur lagi, tapi semua itu tergantikan oleh badannya yang sedikit bergetar hebat.“Eum … aku, aku baru saja–”“Hey, ada apa, Sayang?” Manu bergerak mendekati Laura yang terlihat aneh di matanya, mengabaikan rasa kantuk dan penat di tubuhnya. “Kenapa kau bergerak mundur menjauhiku? Apa wajahku sebegitu menakutkan?”Tubuh Laura menegang hebat tatkala Manu tiba-tiba menarik pinggangnya, merengkuh hangat tubuhnya yang masih sedikit bergetar.Kenapa … Manu bersikap seakan biasa-biasa saja padanya? Apa pria itu tidak menyadari kepulangannya yang jauh dari kata terlambat ini?Manu itu manusia dingin, tapi begitu posesive pada pasangannya. Pria itu bahkan sempat mendiami Laura selama sehari karena perempuan itu menginap di Rumah teman arisannya tanpa memberi tahunya dulu hingga membuat pria itu kelimpungan
Laura bangun dengan wajah terkejut. Ia lantas mengamati jam dinding yang berada di ruangan bernuansa hitam tersebut, sebelum akhirnya meloncat turun dari ranjang.“Sial! Bagaimana mungkin aku malah ketiduran?!” pekiknya kuat kemudian mengambil blazer berwarna hitam yang tergeletak di atas lantai. Laura menggerutu, menyesali menerima permintaan untuk menemani minum pria yang kini masih terlelap itu kemarin malam.Saat kakinya hampir melangkah menjauh dari ranjang, tangannya tiba-tiba dicekal.“Kemana, hmm? Kau belum boleh pergi!”Suara berat menyapa indera pendengarannya, tapi Laura memilih untuk menghempaskan tangan kekar milik pria yang masih setengah terpejam di atas ranjang tersebut.Persetan dengan pria itu, ia harus segera pulang ke Mansion sebelum dunianya benar-benar hancur dan tak bisa diselamatkan lagi. Laura sedikit bersyukur karena jalanan pada dini hari tersebut lumayan sepi, membuatnya bisa mengebut dengan kecepatan di atas rata-rata.Ketukan sepatunya yang terdengar cep
Bella mendorong tubuh Manu menjauh, tubuh perempuan itu bergetar hebat dengan tangan mencengkeram erat handuk yang ia kenakan. Sial, ucapan Manu berhasil membuat jantung Bella rasanya hampir copot saja.“Kenapa, hmm?”Alis Manu terangkat sebelah, tapi sesaat kemudian ia memejamkan mata sebelum akhirnya tertawa kecil. Bella terpaku, seumur-umur ini memang bukan kali pertamanya ia melihat Manu tertawa sehingga ia dibuat terdiam.Namun, dengan keadaan seperti ini, bulu kuduk Bella meremang. Tawa itu terdengar seperti Manu yang ada di depannya adalah sosok Manu yang tak pernah ia lihat versinya.“Tidak ada, permisi.”Bella memutuskan kontak mata diantara mereka dengan cepat. Ia menunduk, kemudian melangkahkan kakinya untuk melewati Manu. Persetan dengan dirinya yang hendak menjelaskan alasan yang membuatnya berada di kamar pasangan suami istri itu. Sepertinya lebih baik ia segera pergi dari sana, ia akan menjelaskannya besok pagi jika Manu sudah kembali ke versi biasanya. Bella merasa le
“Makan!”“Makan atau kami akan merobek mulutmu?!”“Kau dengar apa yang kami katakan?”“IBUUU!!”“AKHH!”Bella lantas bangun dari tidurnya dengan peluh yang mengucur deras di pelipisnya. Nafas perempuan itu terengah-engah, Seakan-akan ia sempat melupakan bagaimana caranya bernapas usai bangun dari mimpinya itu.“Hah … mimpi itu lagi. Kenapa aku kembali diganggu oleh mimpi itu lagi?” Bella mencoba untuk mengatur nafasnya lagi. Suatu ingatan kembali berputar di kepalanya, tapi berusaha ia abaikan begitu saja. Bella harus bisa dengan segera melupakan mimpi tersebut jika dirinya memang ingin keluar dari trauma dan ketakutan yang menghangtuinya sampai detik ini. Bella lantas melompat turun dari ranjang. Laura pasti akan menghabisinya jika sampai perempuan itu tahu Bella hampir menghabiskan semua sisa waktunya hanya untuk tidur. Namun, saat teringat bahwa semua pekerjaannya sudah selesai, Bella lantas kembali mendudukan tubuhnya di sisi ranjang.Bella memegangi kepalanya yang mulai tera
Manu mengumpat kesal, berusaha bangun tapi pergerakannya telah terlebih dahulu terasa ditahan kuat hingga membuat tubuhnya kembali terjatuh. Manu seakan kehilangan kontrol pada tubuhnya sendiri, tubuhnya lemas, jangan lupakan sensasi aneh serta sakit di kepalanya yang kian menguat. Perempuan itu kini sudah berada tepat di atas tubuhnya.“Sshhh!” Manu menggeliat frustasi sementara perempuan itu tersenyum penuh kemenangan.Jari-jemari lentik tersebut bergerak menyusuri pahatan wajah yang menjadi objek pujiannya tadi. Wajah Manu yang kini terlihat memerah menahan sensasi aneh di tubuhnya benar-benar membuat perempuan tersebut merasa seperti baru saja memenangkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.“Kau menyukainya, Tuan?”Manu berusaha menahan gerakan jari nakal itu, tapi Manu malah perlahan menikmati gerakan jari jemari lentik tersebut, bahkan menginginkannya lebih dari itu. Kepalanya terasa ingin pecah menahan gejolak yang entah datang dari mana meronta-ronta dalam dirinya.Peremp
“Baiklah. Saya akan merasa begitu terhormat jika anda mau bekerja sama dengan perusahaan saya, Tuan Manu.”Manu hanya mengangguk sekilas, sementara lawan bicaranya barusan telah memilih pergi dari hadapannya. Wajahnya yang memang terus datar kini perlahan mulai menampilkan ekspresi tidak nyaman. Ia edarkan pandangannya ke sekitar, mencari keberadaan dari tuan pemilik pesta tersebut.“Malam, Tuan. Apa kau tengah mencariku?”Manu menoleh ke sumber suara, wajahnya tak menampilkan ekspresi yang begitu ketara, tapi sorot matanya terlihat jelas tidak menyukai pertemuannya dengan pria di depannya itu meskipun pesta itu memang digelar untuk pria tersebut. Mungkin hal itulah yang membuat Manu merasa tidak nyaman berdiam diri terlalu lama di sana.“Kukira kau tidak akan sudi datang ke pesta yang diadakan malam ini oleh keluargaku,” ujar Bian meskipun ia tahu satu-satunya alasan manu Datang sudah pasti karena Engky, CEO yang menjabat di Bimasra’s Company sebelumnya.“Kau tak ingin mengucapkan