Inilah hari yang ditunggu Matthew. Bocah kecil itu sudah tak sabar menunggu kepulangan kedua orang tuanya.“Opa! Oma! Aku sudah siap!” bocah itu menunjukkan outfit kerennya pada kedua pasangan yang tak lagi muda, Ronald dan Bianca.“Tuh, lihat cucuku sangat mirip denganku ya. memang darah tampan, kharismatik dan keren ini mngalir deras pada keturunanku,” Ronald bersendekap tangan dan dengan bangga memamerkan cucunya pada istinya, Bianca.Istrinya yang hanya menggelengkan kepala malas meladeni hanya bisa berlalu melewati suaminya. Dia langsung mengajak cucunya masuk mobil yang sudah siap dari tadi.“Hey, kenapa tak ada yang merespon sih?!” gerutu Ronald.“Ahahhaha Opa dicuekiin?” tak bisa menahan klakar dari Opanya Matt jadi tertawa kencang.Hal itu makin membuat pak tua itu jadi makin kesal. “Matt, jangan dicontoh Omamu yang begitu. Tidak baik menyueki orang lain. Oke?” sambil masuk ke dalam mobil.Matt yang ada dipangkuan Bianca mengangguk mendapat nasihat dari Opanya. “Siap Opa!” ta
Rutinitas kembali seperti biasa. Alejandro harus ke kantor, sedangkan Zevanya ingin mngunjungi galeri barunya. Beruntung ada tim yang membantunya. Dan juga beberapa orang tim lamanya memilih untuk pindah ke London demi Zevanya.Pagi ini di tempat baru yang penuh dengan barang-barang yang baru saja di kirim dari galeri lama telah sampai. Jangan ditanya seperti apa kondisinya. Masih sangat berantakan, kacau. Tetapi ada beberapa orang yang sampai juga untuk membantunya menata beberapa lukisannya.“Maaf, anda siapa?” tanya Zevanya karena dia tidak merasa kenal dengan beberapa orang berbadan tinggi dengan otot besar itu.“Oh, maaf, Nyonya. Kami belum memperkenalkan diri. Kami orang yang diperintahkan oleh tuan Alejandro untuk membantu Nyonya hari ini di galeri sampai selesai,” ucap salah satu dari mereka dengan sopannya.Zevanya terdiam setelah mendengar penjelasan dari seorang yang mengaku suruhan dari Alejandro.“Terima kasih,” tutur wanita cantik jelita itu. Akhirnya para lelaki berbada
Seharian penuh Lian dibuat ksal dengan Boss sekaligus sahabatnya. Semua pekerjaan dialihkan padanya. Jadi mau tak mau ia harus menuruti. Memang sudah biasa tapi entah kenapa semenjak Alejandro menikah dan pergi bulan madu rasanya pekerjaan tak ada hentinya.Hal yang biasa dia kerjakan dengan senang hati kenapa sekarang brat hati? Apa karena percakapan terakhirnya dengan Anastasia? Sejak saat itu ia tak pernah bertemu lagi dengan wanita tu.Melihat tumpukan kertas yang tak kunjung menipis, Lian menghela napas berat.“Hhhh … kapan selesainya? Bagaimana aku akan dapat pasangan kalau begini terus? Cih … buktikan? Apa yang akan kubuktikan pada Ana jika bertemu saja tidak bisa,” keluhnya.“Ale bisa-bisanya dia baru masuk kantor tapi setelah meeting penting selesai dia malah pergi kencan! Aku juga ingin punya pasangan dan berkencan romantis. Argh! Ale sialan!” Lian kesal sampai menyumpahi Bos sekaligus sahabatnya yang sedang enak-enakan bermesraan. Tak hanya itu, dia juga mengacak-acak rambu
Hari ini rasanya malas untuk pergi ke mana-mana. Bahkan untuk kerja pun enggan rasanya. Pagi ini hanya ingin malas-malasan saja. Diam sendiri di apartemen khususnya di kamar. Tak ada niatan untuk beranjak dari ranjang. Anastasia masih di balut selimut. Tatapannya kosong. Menerawang ke langit-langit kamarnya yang didominasi warna putih.Wajahnya kusut dan matanya bengkak. Benar, dia habis nangis semalaman. Kenapa dia begitu? Apa yang membuat Anastasi begitu sedih sedalam ini? Benarkan karena Lian yang bersama wanita semalam?Jika memang iya lalu kenapa? Lian bukan siap-siapanya. Pria itu juga berhak memilih dengan siapa dia pergi. Apalagi dengan wanita. Tetapi ada hal yang membuat Anastasia kecewa. Yaitu, pada pertemuan terakhirnya dengan Lian.Pria itu berkata ingin membuktikan bahwa dia tak memiliki hubungan. Namun nyatanya semalam? Dia malah cium pipi kanan kiri, kencan di café tempatnya bekerja. Bahkan dia juga berpelukan dengan wanita itu.“Apa yang ia maksud adalah ingin membukti
Mobil sport berwarna merah berhenti tepat di belakang mobil Alejandro. Sosok yang mengemudikan mobil tersebut pun mulai turun. Pria muda tampan dengan gaya badboynya itu menyugar rambut dan melangkah masuk ke kediaman Ricardho.“Om Alvarooo!” Matt yang teriak sambil berlari menghampiri pria yang baru saja datang itu.BRUGH! Badan kecilnya berhasil ditangkap oleh Alvaro. Matt kini suda berada dalam gendongan Alvaro.“Waah! Mobil Om kereen!” ucap Matt mengacungkan jempol.“Siapa dulu!” seru Alvaro yang tak kalah hebohnya.“Kau sudah datang rupanya. Cepat juga,” Alejandro tak habis pikir. Biasanya jam segini Alvaro si bungsu itu masih dalam dekapan mimpi. Tapi kali ini dia sudah segar dan wangi saja.“Aku kan mau menghabiskan uangmu, Bro,” kata Alvaro dengan enteng dan wajah yang murah senyum itu.“Mata duitan! Ck!” decak Alejandro.“Oke, hari ini kita mau ke mana, Boy?” Alvaro beralih pada Matt yang masih dalam gendongannya.“Aku mau main seeeepuasnya!” Matt yang tak sabar ingin main s
“Loh, kenapa ada … ah aku tak bisa, aku pergi dulu.” Kata Anastasia namun berhasil dicegah olehh Zevanya.Pria yang sedang murung menunggu temannya itu pun mangalihkan pandangannya karena merasa familiar dengan suara wanita yang baru saja berbicara.“Ana …” lirihnya. Lian segera bangun dari kursi yang ia duduki.“Aku mengajakmu ke sini karena ada yang mencarimu dari semalam,” bisik Zevanya. “Selesaikanla baik-baik. Kalian sudah bukan lagi anak kecil, hm?”“Anak kecil apanya. Aku adan dia taka da apa-apa. aku lupa kalau hari ini ada janji dengan seseorang. Jadi aku pergi dulu ya,” pamit Anastasia.Namun niatnya urung karena di depannya sudah ada Alejandro yang menatapnya datar. “Ana, kau tega membuat temanku seperti orang linglung begitu?” Alejandro menunjuk Lian dengan dagunya. Anastasia otomatis menoleh ke belakang, tempat di mana Lian berada. Pria itu suda memasang wajah melas. Bukan karena dibuat-buat. Tapi memang dia sudah patah arah.“Ck!” Anastasia berdecak dan menghentakkan kak
Sudah beberapa hari ini Victor bolak-balik ke rumah sakit untuk menemani Valerie. Alvaro pun heran, kenapa pria yang sudah dianggap kakak keduanya itu sebegitu pedulinya ada wanita yang baru saja dikenal.Kemarin baru saja Valerie menjalankan perawatan cancernya. Pagi harinya Victor menyempatkan untuk pulang kemudian malamnya baru kembali lagi ke rumah sakit. Sebenarnya Victor tak ingin pulang. tetapi karena paksaan dari Valerie akhirnya pria itu menuruti.“Hai,” sapa Victor yang baru saja membuka pintu menyapa Valerie yang sedang melamun memandangi langit dan perkotaan London.“Hai, kenapa tak besok saja ke sini? Kau pasti lelah,” sahut Valerie yang sudah tampak seri di wajah cantiknya. Wajah pucatnya sudah semakin pudar. Meski bibirnya masih belum merona, tetapi pipinya sudah nampak semu berwarna merah muda.“Aku khawatir jika kau merengek karena sendirian.” Seloroh Victor.“Cih! Aku sudah terbiasa sendiri. Jadi dan aku tak takut apapun asal kau tahu.” Wanita itu membela diri.Victo
Alejandro heran karena hampir setiap telpon selalu dia yang mematikan duluan. Namun kali ini berbeda.“Kenaa dia menutup telpon? Padahal aku belum selesai bicara. Dasar anak tak punya adab.” Gerutu Alejandro yang masih memandangi ponselnya heran.Zevanya yang melihat suaminya agi-pagi buta begini sudah marah-marah tak jelas pada ponselnya langsung segera menghampiri. Wanita itu masih berbalut bathrobe habis mandi.“Kenapa pagi-pagi begini kenapa sudah marah-marah? Hm?” tanya Zevanya yang langsung duduk dipangkuan sang suami.Alejandro memeluk pinggang ramping sang istri. “Aku telpon Victor. sudah beberapa hari dia tak menampakkan batang hidungnya. Makanya tadi sambil menunggumu mandi aku video call dia. Ternyata dia ada di rumah sakit bersama wanita.” Jelas Alejandro sambil menatap wajah cantik Zevanya.“Victor sakit? Kenapa kau malah marah? Harusnya kita jenguk dia. Ayo siap-siap,” Zevanya yang tak mendengar kelanjutan cerita suaminya un langsung beranjak dari pangkuan Alejandro. Kem