Begini saja sudah membuatnya bahagia. Tidak perlu megah dan mewah. Tidak ada alasan untuk tidak mensyukurinya. Memiliki Alan saja sudah keberuntungan dari Tuhan. Benar kata Pak Ustadz, Allah tidak akan memberikan ujian tanpa kelulusan. Mungkin sebenarnya dia belum lulus karena perjalanan ke depan masih panjang. Tapi setidaknya ia telah terlepas dari keluarga yang sama sekali tidak menghargainya. Dari lelaki yang tidak pernah bisa membela dan memperjuangkannya.Alan lelaki yang sangat bertanggungjawab dan telah selesai dengan masa lalunya. Walaupun terkadang ada rasa penasaran dari Livia, ingin tahu sekelumit kisah tentang Alan dan kakaknya dari cerita Alan. Kalau dari Selvia, jelas saja ia tahu meski sekilas. Bagi Livia itu hal yang wajar. Karena tiba-tiba saja Alan melamarnya tanpa mengajaknya pendekatan lebih dulu.Livia menyibakkan rambut Alan yang menerpa wajahnya. "Rambut Mas makin panjang, nggak ingin dipangkas dikit saja.""Mas akan potong rambut setelah kamu melahirkan nanti.
RAHASIA TIGA HATI - Luka"Sayang, mau ngapain?" tanya Alan saat Livia menariknya supaya bersembunyi di balik tembok yang dekat dengan lift, sedangkan Livia mengeluarkan ponsel dan siap untuk mengambil gambar Ferry dan Irma yang sedang bicara dengan resepsionis."Mas, sembunyi. Nanti mereka melihatmu.""Mereka sudah terbiasa ngelihat mas, Livi."Sejenak Livia bengong memandang Alan yang tenang berdiri tegak dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Livia fokus lagi pada ponsel dan targetnya sebelum mereka keburu pergi."Kenapa mereka pergi lagi, Mas?" Livia heran saat melihat Ferry dan Irma meninggalkan hotel dan masuk kembali ke mobilnya."Hotel ini sudah full booked sejak beberapa hari yang lalu. Sudah, ayo kita kembali ke kamar." Alan meraih lengan istrinya untuk di ajak masuk lift. Kamarnya berada di lantai empat dan hotel itu hanya ada empat lantai.Jadi mereka pergi tadi karena tidak mendapatkan kamar? Masih lolos kali ini. Tapi lihatlah, kebusukan itu akan terbongkar dan
"Mas, hendak ke mana?""Sebentar saja." Alan tersenyum kemudian mengambil dompet lantas keluar kamar.Livia yang heran hanya diam mematung. Sepertinya sang suami banyak tahu tentang keluarga Hutama. Entah tahu secara kebetulan, atau sengaja mencari tahu setelah banyak peristiwa dalam keluarganya yang ada kaitannya dengan keluarga mantan mertuanya itu. Akan tetapi ia menghargai larangan suaminya. Apalagi kejadian waktu ia dibawa kabur Bre, tentu saja amat menyakitkan bagi Alan. Suaminya pasti mati-matian berdamai dengan prasangkanya sendiri. Hingga memilih mempercayai kalau Livia aman dari jama*an Bre.Livia merebahkan diri karena capek. Nyaris semalaman begadang, kemudian pagi tadi keliling di perkebunan anggrek. Sangat puas melihat ratusan jenis bunga kesayangan ibunya. Selang hampir satu jam, Alan baru kembali masuk kamar tapi tidak membawa apapun. Tambah membuat Livia heran."Mas, turun ngapain sih?" protesnya karena lama menunggu. Hendak menelpon, tapi ponselnya Alan tidak dibaw
Kenny tersenyum mendengar penuturan Lena. Putrinya sudah pintar membalikkan kata-kata yang pernah dinasehatkan Kenny pada kedua anaknya."Sini, hapenya di taruh saja, Ma." Lena mengambil ponsel dari genggaman sang mama dan menaruhnya di meja rias. Kenny tersenyum melihat tingkah si bungsu. Terhibur di tengah luka yang menganga."Kak Leo mana?" "Tidur, Ma.""Kalau gitu Lena juga harus tidur.""Nggak mau. Lena mau nunggu papa pulang.""Papa nggak pasti pulang jam berapa?""Ke mana sih papa, Ma?""Mama nggak tahu.""Di telepon saja, Ma." Lena kembali mengambil ponsel mamanya. Memberikan benda itu pada Kenny.Setelah tahu menerima video tadi, Kenny rasanya malas hendak menghubungi daripada sakit hati karena dibohongi. Ferry tidak mungkin jujur sekarang ada di mana. Parahnya lagi, bagaimana jika suaminya itu sedang berz*na dengan Irma."Ayo, Ma. Telepon papa." Kenny menggoyang tangannya. "Ayolah, sebentar saja," rengek Lena.Terpaksa Kenny menelpon. Cukup lama panggilan tidak dijawab. Pik
RAHASIA TIGA HATI Part 36 Soal HatiSanggup tak sanggup Kenny membaca semua chat dan merekamnya. Tidak lupa menyimpan dalam bentuk screenshot. Perutnya terasa mual dan hendak muntah saja membaca percakapan menjijikan itu. Sungguh mereka tidak tahu malu.Dari pantulan cermin rias, ia melihat wajah Ferry yang tegang dan serius. Tentu saja untuk mengelabuhinya supaya tidak curiga. Wajah seperti itu tidak sesuai dengan apa yang ditulisnya sebagai balasan pesan pada Irma.Dada Kenny nyaris meledak. Dia tidak kuat dan masuk kamar mandi setelah mematikan ponselnya. Wanita itu diam di depan wastafel. Mual tapi tidak ada yang dimuntahkan karena tadi memang tidak makan malam. Hanya menemani anak-anaknya.Ferry kaget dan menyusulnya di depan pintu. "Kamu kenapa, Ken?"Kenny tidak menjawab. Ditariknya napas dalam-dalam sambil menghapus air mata."Kamu kenapa?" tanya Ferry dengan wajah datar."Nggak apa-apa." Kenny kembali ke depan meja rias. Meraih tisu untuk mengelap wajah. Ferry berdiri di seb
Tretes.Minggu pagi yang sejuk. Alan dan Livia duduk menyaksikan kabut yang perlahan memudar di terpa sinar mentari. Mereka baru selesai sarapan dan duduk di balkon. Livia menyandarkan tubuhnya di bahu Alan.Hari terakhir di Tretes, Alan tidak akan mengajak istrinya keluar. Cukup menghabiskan waktu di kamar saja, karena rencana check out malam, akhirnya di rubah tengah hari nanti. Apalagi pagi-pagi mamanya menelpon dan bicara panjang lebar dengannya. Itu bukan nasehat tapi omelan.Alan paham dengan kekhawatiran sang mama. Sebab pernah mengalami keguguran anak kedua. Setelah itu tidak hamil lagi setelah program hamil sana sini. Ke dokter, ikut terapi, urut, dan berbagai makanan dan jamu-jamuan di konsumsi. Namun sampai suaminya meninggal, putranya hanya Alan seorang.Makanya Alan pun menghargai perhatian mamanya. Alan akan mengajak Livia pulang lebih cepat."Mbak Kenny pasti shock sekarang, Mas. Dia nulis story sedang galau.""Nggak perlu lagi kita membahas mereka. Oke.""Hmm, iya. Maa
"Beberapa kali sama rombongan teman kuliah. Terus bersama keluarga." Livia tidak menyebutkan pernah juga bersama Bre setelah mereka menikah."Kalau malam, pemandangannya lebih indah. Lampu-lampu malam kota Prigen terlihat dari sini," ujar Alan."Mas, berapa kali ke sini?""Dua atau tiga kali. Mas lupa.""Sama siapa?" Ah, Livia penasaran."Waktu outbound ke Malang sama teman-teman kantor. Pulangnya mampir ke sini," jawab Alan sambil menatap hijaunya pemandangan di lembah sana."Pernah juga sama Mbak Selvi, kan? Dia pernah nunjukin fotonya padaku, loh!"Alan hanya tersenyum sekilas. Tapi cukup membuat Livia cemburu. Tadi ingin membuat kakaknya cemburu dengan kehamilannya, sekarang justru dirinya yang cemburu oleh senyuman Alan. Duh ....***L***Kenny tergesa-gesa memakai celana panjang dan mengambil tas, sesaat setelah suaminya pamitan hendak keluar sebentar. Di aplikasi pesan Ferry yang di sadapnya, Irma mengajak Ferry ketemuan di sebuah kafe.Gila. Sampai rela mengabaikan anak-anak y
RAHASIA TIGA HATI - Bermuka Dua "Selamat ulang tahun, Tante. Semoga panjang umur dan sehat selalu." Dengan suara renyah Irma memeluk dan mencium kedua pipi Bu Rika."Makasih ya, Irma. Dari mana kamu tahu kalau hari ini tante berulang tahun?" "Pasti saya masih ingalah, Tan. Dulu saya kan sering ikut ngerayain ultah Tante," jawab wanita itu dengan bangga. Bu Rika tersenyum senang. Padahal sudah lama sekali, tapi Irma masih mengingatnya. Dia tidak tahu saja, kalau sebenarnya Irma mengetahui dari Ferry di kafe tadi."Ayo, duduk. Kita makan bareng-bareng." Terlihat sekali kalau Bu Rika sangat welcome pada mantan kekasih putranya. Kenny mati-matian menahan emosi dalam dada. Walaupun nyaris tak bisa mengendalikan diri dan ingin membongkar semuanya saat itu juga. Namun ia menyabarkan diri dan beristighfar dalam hati.Di depannya, Ferry seolah tidak begitu peduli pada Irma. Bahkan memandang pun tidak. Dia asyik berbincang dengan omnya.Semua orang yang ada disalami oleh Irma. Termasuk Kenny