“Terimakasih Gantara Listeners buat kalian yang masih stay tune di frekwensi 817 Gantara AM. Masih bersama Reksada Dirga disini, kembali menyapa kalian dalam acara Req-Air, tempat dimana kalian bisa berkirim-kirim salam plus minta lagu. Oh iya, tadi sudah Reksa mainkan beberapa lagu sesuai dengan permintaan kalian. Terimakasih buat atensinya yang sudah masuk tadi…”
Backsound berkumandang sejenak, menghentak dan kemudian sayup, saat Reksa kembali bercuap-cuap.“Untuk selanjutnya kita bacakan kartu dari Jingga. Halo Jingga, apa kabar? Jingga katanya mau request lagu dari duo Jingga, ‘Tentang Aku’. Wah, kebetulan banget namanya ya? Katanya lagu ini dikirim spesial buat penyiarnya. Terima kasih Jingga. Oiya, Jingga juga mau minta dibacakan pusinya, nih. Kita simak sama-sama ya, guys…” Backsound kembali berkumandang sejenak dan kemudian berubah menjadi musik instrumental yang lirih, saat Reksa membacLea menutup file Karya Ilmiah yang tadi dikerjakannya dan kemudian mematikan laptopnya. Matanya sudah mulai terasa lelah. Itu artinya ia harus segera naik ke kasur dan kemudian tidur. Akhir-akhir ini gadis itu memang sedikit sibuk. Tugas akhir dari dosen pembimbingnya sudah hampir kelar dikerjakan. Mudah-mudahan tak ada kendala dan ia bisa segera mengajukan skripsi untuk segera sidang kelulusan. Membayangkan dirinya memakai toga, membuat Lea semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan kuliah.Namun sesibuk apapun dirinya, gadis itu selalu meluangkan waktu untuk mengerjakan hobi. Baginya tak butuh sebuah perintah dan waktu khusus untuk sebuah karya yang datang dari kesucian hati untuk dituangkan. Tadi di sela-sela mengerjakan tugas, Lea sempat menulis beberapa bait puisi. Entah mengapa, sekarang ia mudah sekali terhanyut dalam suasana romantisme yang tiba-tiba muncul begitu saja di pintu kalbunya. Dan rasa itu lantas tertuang dalam larik-larik kata yang terangkai begitu saja
Merasa kesepian di tengah keramaian adalah sebuah ironi yang kerap terjadi saat hati dilanda kerinduan. Wajah boleh tertawa tapi hati siapa yang dapat mengira. Tak satupun orang yang tahu kedalam hati seseorang yang berusaha untuk melupakan sebuah kenangan. Keadaan kadang tak berpihak. Keadaan seakan memaksa kita untuk tetap berpijak walau kita ingin beranjak. Pergi… Yang berjalan tak hanya kaki, tapi terlebih adalah sebongkah hati. Meninggalkan keramaian dalam keterasinganMalam minggu studio Gantara AM tampak ramai. Maklum, malam ini ada acara Sing-Sing Air –dulunya acara tersebut bernama Karaoke Live- yang disiarkan secara langsung dari Gantara AM. Para monitor atau pendengar setia radio, baik yang ikut berkaraoke atau tidak, tampak memenuhi ruang tamu yang kini dialih fungsikan sebagai area karaoke, lengkap dengan televisi 21 inc- serta double speaker box usangnya. Acara live ini memang terbilang banyak peminatnya. Selain bisa menghibur, acara ini juga dijadika
Cerita hidup tak ada yang tahu. Seperti cuaca, hari ini panas, besok bisa saja turun hujan. Hari ini terasa dingin, besok lusa bisa jadi berubah menjadi gerah. Yang penting kita bisa terus melangkah dalam menjalani. Tak pernah menyesal apalagi sampai mengutuk diri atas nasib yang telah digariskan Sang Ilahi. Jika semua dipandang dengan kaca mata ikhlas, niscaya apapun yang terjadi bisa diterima dengan lapang hati. Kebahagiaan dan kesedihan seperti mata uang. Keduanya tak akan bisa terpisahkan dari kehidupan dan selalu hadir untuk melengkapi sebuah perjalanan.Saat Reksa keluar dari ruang siar, mau duduk-duduk sebentar sambil menikmati rokok sebatang, Saeful yang malam ini bertugas dengan bersemangat sebagai operator karaoke menghampirinya. Di wajahnya tergambar jelas rasa kepuasan dari pekerjaan yang baru saja dilakoninya. Selain itu, ada sebentuk senyum kecil yang jahil yang ia lontarkan kepada Reksa. Reksa bingung melihat ekspresi Saeful yang bercampur tengil. Ada apa?
Kalau ada kesedihan berbingkai pedih, sekaranglah rasa itu melanda Reksa. Rasa rindu yang datang menghebat saat ia terkenang pada gadis terkasih. Ratu. Dia berharap rindunya yang menghebat berbalas, karena cinta sejatinya masih untuk gadis itu. Bukankah cinta sejati adalah cinta yang tak bertepuk sebelah tangan? Rindu itu datang ketika Reksa tak sengaja mengharapkan kehadiran Ratu dan ingin gadis itu menemani hari-harinya kembali. Rindu itu datang ketika Reksa lupa dan menunggu sampai lupa makan hanya ingin mengetahui kabar dari Ratu yang tak kunjung hadir. Rindu itu datang saat Reksa terkenang akan senyum Ratu dan berharap Ratu juga sedang tersenyum padanya di sana.Dan rindu itu kian menghebat saat Reksa menyadari kalau ucapan-ucapan manis yang selalu hangat sekaligus menyejukkan dari Ratu tak ada lagi untuknya. Rindu itu kian menghebat saat Reksa duduk diam dan kembali teringat, kalau dulu selalu ada Ratu yang mengingatkannya tentang segala hal yang menjurus pada k
“Welcome back again in 817 Gantara AM, Listeners. Masih bersama Reksada Dirga disini dalam acara Req-Air yang akan terus menghibur kamu dengan tembang-tembang pilihan, koleksi dari Gantara AM hingga ke pukul 21 teng nanti…”Suara backsound naik dan mengeras.“Sekedar informasi waktu, jam di studio kami menunjukkan pukul 20.40 menit, terima kasih kalian masih setia bersama kami disini…”Suara backsound naik dan mengeras.“All right! Request berikutnya datang dari Jingga. Kali ini Jingga seperti biasa hanya ingin berpuisi dan minta diputerin lagu anthemnya, Tentang Aku dari duo Jingga yang sempat happening banget di era 90-an. Halo Jingga, apa kabar? Kayaknya kamu ngefans banget ya sama lagu duo Jingga?”Backsound yang tadinya menghentak kini berubah ke warna musik instrumen saxophone miliknya Dave Koz, saat Reksa mulai membacakan puisi milik Jingga.“Dimana Kamu&h
Pagi hari Reksa sudah mandi dan rapi. Tumben! Padahal jam segini biasanya dia belum apa-apa selain masih ngorok di tempat tidur menyulam mimpi. Barudin yang sudah siap-siap mau ke pasar ayam jadi heran melihat tingkah sahabatnya yang lain dari biasanya. Semoga saja dia tak bermimpi, harap Barudin sepenuh hati. Walau ia dan keluarganya tak pernah mempermasalahkan dan memaklumi keadaan Reksa, termasuk kebiasaannya yang jarang bangun pagi, namun tetap saja bangun pagi menjadi sebuah ‘prestasi’ yang masuk kedalam daftar penilain tanpa angka. Makanya tak heran hal tersebut menjadi satu momen ‘istimewa’ bagi Barudin pada Reksa.“Kau ada jadwal siaran pagi ini, Sa?” tanya Barudin.Reksa menggeleng sambil tetap sibuk mematut dirinya di depan cermin.“Kau ndak sedang janjian dengan Maemunah, kan?”Reksa kembali menggeleng, seperti tak hirau dengan candaan Barudin.“Tumben kau sudah mandi dan rapi. Mana
Melihat kehadiran Reksa, Jodi buru-buru beranjak dari duduknya, pamit pulang pada Lea dengan wajah datar. Dari gerak geriknya kentara sekali kalau pemuda itu tak menyukai kehadiran Reksa. Mungkin pikirnya Reksa sebagai pengacau pertemuannya dengan Lea. Lea hanya mengangguk tanpa berkata-kata menanggapi kepergian Jodi yang tampak terburu-buru. Seperti tak melihat kehadiran Reksa, apalagi menyapa selayaknya orang yang saling mengenal, Jodi dengan sikap arogannya langsung mengambil kendaraannya di halaman, kemudian memacu sepeda motornya, membelah ruas-ruas jalanan kampung yang lengang dengan gaya tak bersahabat. Namun Reksa menganggap hal itu sudah biasa terjadi. Jodi bukan musuhnya. Jodi adalah rekan sesama penyiar di tempatnya bekerja. Dan walau Jodi tak pernah ramah namun Reksa tak pernah mengambil hati karenanya.“Kamu sudah siap?” tanya Reksa pada Lea.“Sudah, Bang,” jawab Lea, singkat. Raut wajahnya terlihat sedikit mendung, membuat tanda tanya
Pikiran itu seperti lautan. Ia begitu luas. Bisa menghanyutkan bahkan menenggelamkan. Pikiran juga bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan jika kita punya pedoman sebagai sampan dan keyakinan sebagai kayuhan. Segala tujuan ada dalam pikiran. Segala keinginan berlompatan seperti ikan. Tinggal kebijaksanaan kita dalam menentukan, ikan yang mana yang akan diambil sebagai untuk di makan.Saat mereka selesai sarapan, tiba-tiba saja ada ‘badai’ yang menghampiri. Seorang perempuan dari negeri antah berantah dengan dandanannya yang menor mencolok mata -baju terusan ketat dan make-up tebal, menghiasi raga. Gadis itu kini berdiri di depan Reksa dan Lea dengan wajah penuh amarah dan nafas memburu seperti banteng betina yang sedang terluka. Sepertinya mereka perlu kain merah sekarang, kalau tak mau diseruduk dan menjadi binasa.“Maemunah?”Reksa terkejut. Lea melongo. Keduanya sama-sama takjub dan heran dengan sebuah ‘penampakan’ yang tak
Irsyad sendiri sebenarnya bukan tanpa tujuan mengajak Ratu dinner malam ini. Ada sesuatu yang penting yang akan ia sampaikan pada Ratu menyangkut masa depan mereka berdua yang arahnya belum menemukan tujuan. Awalnya Irsyad ragu bagaimana caranya untuk memulai dan mengungkapkan hal tersebut pada Ratu. Namun karena keinginan lebih besar dari keraguan, Irsyad pun memberanikan diri mengajak Ratu kencan dan sudah mempersiapkan segalanya mala mini, termasuk mental. “Ratu. Ada yang mau aku sampaikan sama kamu malam ini.” Wajah Irsyad tampak sedikit tegang. Ia coba mengatasi kegugupannya dengan menampilkan sebuah senyuman..“Mau ngomong apa, Bang?” tanya Ratu. Ia sedikit bingung. Tak seperti biasanya Irsyad meminta ijin sebelum ngomong. Ada apa?“Aku pikir, sudah saatnya kita memikirkan kelanjutan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius.” Akhirnya kalimat itu mengalir lancar dari bibir Irsyad.“Ma
Kadang sesuatu yang datang dan memberikan kenyamanan tak pernah benar-benar kita rasakan. Kadang sesuatu yang menghilang dan memberikan kenangan malah dapat menimbulkan kerinduan yang dalam. Yang tampak belum tentu dapat dirasa. Yang tak tampak selalu bisa dirasa walau hanya dalam bayangan. Begitulah cinta, siapapun tak kan sanggup mengukur kadarnya. Cinta hanya dapat dirasa, entah itu berasa manis atau berupa pahit belaka. Namun satu yang pasti, cinta tak pernah benar-benar pergi walau sekeras apapun hati ingin membenci. Malam ini Andi Irsyad mengajak Ratu dinner di sebuah kafe yang letaknya di tepi sungai yang bernuansa romantis. Dekor dan motif temboknya bercorak ‘awan berarak’ dengan kombinsi warna kuning dan hijau yang serasi. Lampu-lampu hias yang menempel di setiap lekuk bangunan membuatnya tampak begitu indah. Ditambah lagi dengan alunan musik dari streo set audio yang mengalun lembut, membuat pengunjung menjadi terhanyut dalam suasana yang tercipta.
“Kalau melihat dari data yang kamu tulis, semua pendapatan habis untuk biaya operasional dan mengganti alat-alat radio. Tapi disini tidak kamu rincikan apa maksud dari biaya operasional tersebut. Bukankah radio kita nggak pernah mengadakan acara off air? Saya juga perlu estimasi barang-barang apa saja yang telah dibeli dengan memakai uang iklan,” pinta Pak Imam. Sepertinya ia harus lebih berhati-hati dalam menghadapi Jodi.“Iya, Pak Imam. Saya…”“Datanya ada kamu bawa sekarang?” potong Pak Imam.“Be-belum saya buat, Pak. Tapi nanti akan saya segerakan.”Pak Imam menghela nafas kesal. “Vera tolong kamu simpan dulu data-data ini. Nanti diketik yang rapi, ya. Lalu fax ke alamat email kantor pusat,” perintah Pak Imam pada sekretarisnya. “Tapi sebaiknya jangan dikirim dulu, karena akan ada data tambahan dari Jodi nantinya.”“Baik, Pak,” jawab Vera sigap. Wanita tiga p
“Bagaimana Saeful, Salmah, Hartati? Apa kalian pernah mendengar ada selentingan pendengar yang menyudutkan acara yang dibawakan Reksa?” tanya Pak Imam pada ketiga penyiarnya. Beliau sepertinya harus menerapkan teori semua arah, dimana kebenaran atau keburukan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang tak hanya mendengar satu pihak. Salamah menggeleng. “Setahu saya, Reksa banyak fans-nya,” ujarnya sambil tersenyum malu-malu. Namun dibalik ketersipuan itu, kentara sekali jika Salmah bangga dengan pencapaian yang diraih Reksa.Hartati yang duduk di samping Salma ikut-ikutan tersenyum mengiyakan perkataan rekan sesama penyiarnya. Akan halnya Salmah yang pemalu, Tati juga terlalu sungkan dan canggung untuk berbicara pada atasannya. Ia hanya membuka suara apabila ditanya. Selebihnya hanya diam dan menyimak dengan khusyuk seperti yang lainnya.“Kalau kamu Tati? Bagaimana pendapatmu tentang Reksa? Maksud saya tentang
“Pak Imam datang? Mau mengadakan rapat?” protes Jodi saat Reksa meneleponnya.“Iya, Bang. Saya hanya menyampaikan,” sahut Reksa.“Selalu saja seperti itu. Setiap datang kesini seperti pencuri. Diam-diam dan membuat orang kaget,” gerutu Jodi lagi dengan bahasa yang membuat Reksa menggeleng-gelengkan kepalanya.“Saya tidak tahu juga sih, Bang. Terus terang saya juga kaget. Karena baru pertama kali ini bertemu beliau. Apalagi mendengar akan diadakan rapat dadakan.”“Nah, kamu sendiri tahu.”“Tapi kan kita bisa apa? Sebagai penyiar, sebaiknya kita ikuti saja apa yang diinginkan oleh pimpinan. Toh, beliau tak menyuruh kita kerja bakti membersihkan got, kan?” Reksa mencoba menetralisir dengan selorohan.Namun alih-alih merasa lucu, Jodi malah menyerang Reksa dengan berang. “Eh, Reksa! Kamu itu anak baru. Kamu nggak usah ceramah dan mengajari aku. ““Buka
“Well, my time is up, guys. Sekarang waktunya saya untuk pamit undur dari ruang dengar kalian semua. Terima kasih atas atensinya Gantara Listeners. Keep stay tune disini, di gelombang 817 Gantara AM, karena setelah ini bakal banyak acara keren yang akan menemani kalian hingga ke pukul 24 teng nanti. Tetap jaga semangat kamu hari ini bersama Gantara AM. Reksada Dirga sign out. Adios!”Setelah menutup acaranya, Reksa kemudian keluar dari ruang siar menuju ruang tengah. Ternyata ada Salmah di sana, salah satu penyiar perempuan di Gantara AM ini.“Sudah selesai, Ga?” sapa Salmah saat melihat kemunculan Reksa.“Iya, Sal. Setelah ini kamu, kan?” sahut Reksa, ramah.Salmah hanya mengangguk dan kemudian menuduk.Basa-basi diantara mereka sepertinya memang masih telihat kaku dan canggung. Walau sudah kenal selama beberapa bulan, dan bertemu walau hanya sekilas, di saat jam pergantian siar seperti saat ini, namun g
BAB 32 : Masa Lalu Versus Masa DepanCinta mendatangkan keberanian. Cinta dapat menumbuhkan sifat-sifat manusia yang kadang tak pernah tewujud selain hanya terpendam. Dan cinta adalah keinginan, cita-cita yang terus tumbuh bersemi dalam hati dan pada saatnya akan dipetik dan dinikmti. Rasanya naïf jika ada kata bijak yang mengatakan cinta tak harus memiliki. Sebuah kalimat usang yang tetap berkumandang walau jaman sudah jauh berjalan. Namun tak semua suka dengan ungkapan itu. Tak semua setuju dengan apa makna yang terkandung didalamnya. Cinta haruslah memiliki, karena rasa itu akan tetap ada jika sepasang manusia saling memberi. Jika cinta tetap ada walau tak ada garis jodoh antara keduanya, itu sangatlah langka dan nyaris musnah dilindas waktu yang tentu saja akan menyesuaikan dengan irama zaman.Akhirnya, dengan sikap gentle yang ditampilkannya, Irsyad berhasil meraih perhatian seorang Ratu. Sisi ruang hati Ratu yang hampa, ternyata tanpa disadari butuh keha
Ratu menangis di kamarnya. Tangis kerinduan yang sudah lama ia tahan dalam dada. Kerinduan yang selama ini masih terus menyiksa walau ia ingin sekali melupakan semua. Melupakan sesuatu yang sepertinya sulit untuk dilupakan. Karena kenangan itu seperti hantu masa lalu yang terus datang dan membuatnya merasa semakin tersiksa. Adakah yang lebih menyiksa dari sebuah rindu? Jika ada, katakan. Ratu ingin sekali menakar kadarnya hingga ia punya alasan untuk tidak merasa tersiksa jika perasaan rindu ini melanda.Hampir lima bulan berlalu namun ia tetap tak bisa melupakan kenangan itu. Kenangan yang berbuah rindu. Rindu yang kini terasa pahit karena tak semanis yang diharapkan. Ratu sedih. Reksa berlalu begitu saja dari kehidupannya setelah memuntahkan kata putus pada hubungan mereka, menelantarkan cinta yang telah mereka bina dengan seenak hati. Walau apapun alasannya, Ratu berhak marah, kesal, kecewa dan cemburu. Tapi sedahsyat apapun rasa itu terjadi, tetap saja akhirnya bermuara pad
Pikiran itu seperti lautan. Ia begitu luas. Bisa menghanyutkan bahkan menenggelamkan. Pikiran juga bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan jika kita punya pedoman sebagai sampan dan keyakinan sebagai kayuhan. Segala tujuan ada dalam pikiran. Segala keinginan berlompatan seperti ikan. Tinggal kebijaksanaan kita dalam menentukan, ikan yang mana yang akan diambil sebagai untuk di makan.Saat mereka selesai sarapan, tiba-tiba saja ada ‘badai’ yang menghampiri. Seorang perempuan dari negeri antah berantah dengan dandanannya yang menor mencolok mata -baju terusan ketat dan make-up tebal, menghiasi raga. Gadis itu kini berdiri di depan Reksa dan Lea dengan wajah penuh amarah dan nafas memburu seperti banteng betina yang sedang terluka. Sepertinya mereka perlu kain merah sekarang, kalau tak mau diseruduk dan menjadi binasa.“Maemunah?”Reksa terkejut. Lea melongo. Keduanya sama-sama takjub dan heran dengan sebuah ‘penampakan’ yang tak