Bajingan yang selalu membuatnya marah dan benci ini, apakah dia masih memiliki sisi lembut di hatinya?Dengan penampilan rambut panjang, dan tampak seperti preman jalanan, apakah pria ini benar-benar sedih dengan kematian kedua orang tua dan adiknya yang menghilang?Pria ini, apakah dia memiliki sisi lembut?Arinda terus bertanya-tanya dalam hatinya. Dia sungguh terkejut dan merasa tak terduga bahwa bajingan ini ternyata masih menyayangi keluarganya. Dari penemuan ini, secara tak sadar Arinda juga mulai merasa sedikit iba, dan kemarahan di hatinya sedikit mereda. Hanya saja, semua itu segera hancur saat Rendy berdiri dan melihat ke arah dirinya. "Bangunan gedung kosong di sebrang sana, siapa pemiliknya dan siapa yang sering mendatanginya?" "Hah?" Arinda seperti tersentak dan melihat bangunan yang Rendy maksud. Menyaksikan bangunan kosong seperti sebuah gedung dengan tinggi tiga puluh meter, dan tampak tidak pernah digunakan di sebrang sana, Arinda tiba-tiba kembali marah. Berbali
Di pinggiran kota Eco.Sekitar lima ratus meter dari sebuah bangunan rumah pribadi sangat besar dan megah yang berdiri di area sekitar hutan dan di kaki pegunungan, Arinda menghentikan mobilnya dan segera mematikan mesin. Menghentikan mobil jauh dari jalan menuju ke rumah pribadi, yang memiliki halaman sangat luas itu, Arinda tampak ragu-ragu selama beberapa waktu.Berbeda dengan Arinda yang ragu-ragu, Rendy-lah tampak tidak memikirkan apapun dan segera keluar. "Tunggu disini." Melihat Rendy yang telah keluar mobil, Arinda semakin bimbang dan tidak tahu apakah harus membiarkannya masuk sendirian atau mengikutinya. Mengingat bahwa rumah Henry ini jauh dari pemukiman, jika terjadi sesuatu, siapa yang akan mengetahuinya?Jika seandainya Rendy masuk, dan tidak bisa lagi kembali, bagaimana dirinya menjelaskan pada Komisaris? Tapi, pria ini sangat menyebalkan dan menjijikkan!Dirinya sudah mengingatkan beberapa kali bahwa Henry ini adalah penjahat kejam yang tak kenal hukum! Tapi kenap
Waktu seakan-akan berhenti berputar, dan atmosfer ruangan itu menjadi aneh. Semuanya terdiam dan suara tidak lagi terdengar. Selain pemandangan pria tua berlutut dengan dikerumuni oleh puluhan orang disekitarnya, dan Arinda yang berdiri mematung di tempatnya, tidak ada yang bisa memproses apa yang sedang terjadi. Mungkin hanya Rendy yang masih tidak terpengaruh, dan dengan tenang serta santai menikmati teh ditangannya. "Sruup..." Selain suara dari Rendy yang menyeruput tehnya, ruangan itu benar-benar hening. Entah telah berapa lama waktu berlalu, dan Rendy meletakkan gelas ditangannya kembali ke meja, dia akhirnya bergerak, dan mulai melihat sekelilingnya. "Kalian semua keluar." Tidak ada kata atau penolakan. Setelah Rendy memberikan perintah, lima puluh anggota Geng Serigala Merah di ruangan segera mengangguk dan berjalan ke pintu keluar. Melewati Arinda yang masih mempertahankan posisinya dengan menodongkan pistol di tangannya, satu-satu persatu semua orang keluar dengan me
Berhenti dan merasa sangat terkejut, Rendy berbalik hanya untuk melihat bahwa Arinda sedang membuka mulut dan matanya lebar-lebar terkejut. Sama seperti Rendy, Arinda juga tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Hanya saja, selain terkejut, Arinda juga merasakan rasa malu yang membuat wajahnya merah padam. "Ada telepon...." Dengan wajah yang hampir terbakar, dan suara yang sulit didengar, Arinda buru-buru mengambil handphonenya. Melihat bahwa nama Bella yang sedang menelponnya, Arinda terlalu malu untuk meminta Rendy menerimanya, dan segera menekan tombol hijau di layar. "Halo...." Baru saja akan menyapa, Arinda segera berhenti, dan wajahnya kembali berubah. "Apa katamu? Pembunuh?! Ada beberapa pembunuh yang mendatangi kamarmu?!" Arinda berteriak dengan apa yang dia dengar dan otomatis di dengar oleh Rendy.Namun begitu, meskipun Rendy mendengar apa yang dibicarakan Bella melalui keterkejutan Arinda, dia tidak terlalu khawatir, dan dengan santai tapi pasti berjalan ke arahnya
"Ka-ka-kau...."Dengan suara dan tubuhnya yang gemetar, Arinda tidak bisa menyelesaikan kata-katanya. Lalu dengan suara "buk" yang tiba-tiba terdengar, tubuh Arinda sudah jatuh ke tanah dengan wajah yang penuh keringat dingin, serta tatapan ngeri. Ketakutan bukan lagi menjadi trauma Arinda. Tapi perasaan seperti separuh jiwanya akan keluar dari tubuh, dan sebentar lagi memasuki gerbang hantu adalah hal yang membuatnya hampir tidak bisa lagi bernafas. Untungnya, setelah beberapa waktu, Rendy tidak melakukan apapun padanya.Melihat polisi wanita gemetar ketakutan dengan mulut dan matanya yang melebar di tanah, Rendy sedikit mendengus, dan berkata, "Jangan berpikir bahwa Bella adalah wanita yang lemah. Jika dibandingkan denganmu, dia puluhan kali lebih pintar dan lebih kuat darimu." Itulah alasan kenapa Rendy tidak terlalu khawatir dengan para pembunuh yang mendatangi kamar hotel Bella. Karena bagaimanapun, Rendy
Henry berpikir dia salah dengar, tapi perintah Rendy kembali terdengar, "Tabrak mereka berlima sampai mati." "Ini...." Henry segera ketakutan dan gemetar saat memikirkannya. Memang benar bahwa Henry bukan tidak pernah membunuh seseorang, tapi kondisinya saat ini berbeda. Mereka berdua sedang berada di markas Black Bull! Jika membunuh mereka berlima dengan menabraknya sampai mati, bukankah itu seperti membuat harimau marah dalam kawanan?Bagaimana mungkin Henry tidak takut?Meskipun dia juga seorang Ketua dari Geng Serigala Merah, dia sebenarnya tidak pandai bertarung, dan hanya suka bermain di balik layar. Tapi, jika benar-benar berhadapan muka, dan itu harus berhadapan dengan Black Bull, terutama masih di markas pihak lawan, Henry harus memikirkannya berulang kali."Jika kau takut, sebaiknya jangan keluar." Rendy tiba-tiba berkata setelah melihat keraguan Henry.Tanpa menunggu respon Henry, Rendy juga
Menyaksikan empat pria dewasa yang sebelumnya berdiri, dan tampak galak tiba-tiba sudah tergeletak di aspal. Tidak bisa lagi hidup dan benar-benar telah mati. Black, orang terakhir yang sejak awal sampai akhir berdiri dan melihat semuanya tidak bisa lagi berkata-kata, dan hanya merasa bahwa tubuhnya mulai gemetar. Mungkin tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebelumnya, tapi dia tahu.Sebelumnya, ketika Rendy bergerak, itu sangat cepat, dan hampir tidak terlihat sama sekali. Hanya seperti sebuah bayangan yang lewat, satu bawahannya tiba-tiba telah jatuh ke aspal dengan mulut berbusa, dan tidak tahu mati atau hidup. Lebih buruknya lagi, dua bawahan terakhirnya memiliki kepala berputar, dan hanya mati dengan cara yang lebih mengenaskan. "Kesempatan terakhir. Suruh Martin keluar atau mati?" Suara dingin Rendy tiba-tiba terdengar, dan segera membuat Black terbangun. Hanya saja, ketika baru terbangun, Black tiba-tiba mundur
"Apa kau bodoh!? Aku adalah Putra Martin! Ketua utama dari Black Bull, dan orang yang paling dihormati di kota Eco ini. Aku, Arta Luther adalah putranya! Aku orang paling kaya dan kuat di kota ini! Jika aku ingin apapun, tidak ada seorangpun yang bisa menghalanginya!" Berteriak sangat keras, Arta terlihat sangat marah pada Rendy. Di awal dirinya sudah mengatakan bahwa dirinya adalah Putra dari Martin, tapi bajingan ini masih bertanya: Apakah kamu mengenal Martin?Sudah jelas-jelas dia mengenali ayahnya, tapi masih bertanya siapa dirinya? Apakah dia bodoh?"Aku tidak tahu dan tidak pernah mengenal orang bodoh sepertimu. Tapi karena kamu mengenal ayahku, dan tampaknya salah satu dari temannya, sebaiknya kau pergi dari hadapanku. Moodku sedang buruk, jangan muncul lagi di depanku. Jika tidak---" Arta kembali berkata dengan kesal, tapi dia tidak bisa menyelesaikan kata-katanya. Karena sekarang, Rendy sudah berdiri tepat didepannya, dan sedang m
Tuan Cheng merasa ragu dengan apa yang Bella berikan, dan mencoba membukanya hanya untuk terdiam saat melihat apa yang ada di dalamnya. Tidak ada bedak atau peralatan kecantikan di dalam wadah kosmetik sepuluh sentimeter persegi itu, melainkan tampilan layar hijau penuh dengan dua titik yang tampaknya berjarak cukup jauh. "Itu adalah radar yang telah aku persiapkan," Bella menjelaskan sambil menunjukkan titik merah kecil di layar, "Titik merah di tengah adalah tempat dimana kita sedang berada, sedangkan titik yang ada di depan adalah Sima Cho berada." "Jadi, sebenarnya...." Tuan Cheng segera mengerti dan melihat kearah dua pria dan wanita di depannya. Bella membenarkan dan sekali menjelaskan, "Kami memang memiliki radar dan tahu dimana Sima Cho berada, dan kemungkinan besar dia akan menuju tempat Sekte Misterius itu berada. Tapi kami tidak tahu medan di pegunungan ini, jadi kami akan meminta Tuan Cheng untuk menunjukkan jalannya." "Jadi begitu...." Tuan Cheng sekali lagi melihat
Pagi hari. Saat cuaca masih dingin, tapi cahaya matahari mulai naik, Tuan Cheng yang masih tertidur di tenda mulai membuka matanya, dan berkedip beberapa kali sebelum melihat sekelilingnya beberapa waktu. "Aduh...." Mengelus tengkuk lehernya yang tiba-tiba terasa sakit, kedua matanya tiba-tiba terbuka lebar dan seketika berdiri. "Benar... Kemarin malam...." Pria paruh baya itu tiba-tiba berlari keluar tenda dan berteriak. "Tuan Red! Tuan Red! Bahaya!" Dengan berteriak dan berlari terburu-buru, Tuan Cheng yang tampak panik segera tiba di tempat Rendy berada. Di sana, Rendy ternyata sudah bangun dan sedang minum kopi, tampak santai dan tenang menoleh ke arahnya. "Baru bangun?" "Ya.. yah!" Menjawab sambil mencoba mengatur nafasnya, Tuan Cheng kembali menjadi panik dan buru-buru berkata, "Itu, Tuan Sima, dia... Dia pergi! Saat saya bangun tadi, saya tidak melihat tanda-tandanya. Selain itu... Saya ingat jika kemarin malam--""Oh... Apakah Tuan Cheng sudah bangun?" Suara Bella memot
"Demi Dewa! Apakah dia Manusia?" Satu penembak jitu di atas tebing tampak terkejut dan tidak percaya saat melihat sosok Rendy melalui teropong. "Jangan banyak bicara! Kita harus cepat pindah lokasi!" Satu sniper lain segera memperingatkannya dan mulai berbalik. Tapi, "bom" segera terdengar dan menghentikannya keduanya untuk bergerak lebih jauh. Berdiri di atas tebing, dua orang itu sangat terkejut dan berhenti bergerak saat menyaksikan sesosok manusia berjalan dari gumpalan awan es. Tapi keduanya segera tersadar dan mengambil pistol. "Dor!""Dor!"Dua tembakan pistol terdengar, tapi sosok Rendy telah menghilang dari hadapan keduanya. "Dimana bocah itu?" "Apakah kita menjatuhkannya?" Keduanya saling bertanya dengan aksen Mandarin, tapi kemudian berhenti saat mendengar suara acuh tak acuh di belakangnya. "Apakah kalian mencariku?" "Kau?" Keduanya kembali terkejut dan berbalik saat mendengar Rendy juga menggunakan aksen Mandarin. Tapi Rendy tidak lagi basa basi dan sudah muncul
Siang hari, kelompok Rendy akhirnya tiba di Kota Babao. "Kota Babao sebenarnya adalah kota yang sudah ada di Pegunungan Qilian. Jika seseorang ingin mendaki gunung, ini adalah titik awal pendakian." Tuan Cheng mulai menjelaskan kepada Rendy. Setelah melakukan perjalan setengah hari bersama-sama, Tuan Cheng mengetahui bahwa pemimpin dari kelompok mereka adalah Rendy. Awalnya dia berpikir bahwa Rendy sedang melakukan pendakian atau berwisata ke Pegunungan, tapi dia menemukan bahwa pria ini tidak terlihat seperti seorang pendaki. Dikatakan sebagai turis juga bukan, meskipun Bella, wanita itu terlihat terlalu cantik untuk menjadi seorang pendaki, dia juga tidak terlihat sebagai orang yang sedang berlibur. Di situlah Tuan Cheng merasa ragu, tapi dia masih menjelaskan hal-hal tentang Pegunungan Qilian sebagai seorang profesional. "Menurut koordinator yang di berikan oleh Tuan Sima Cho, kita akan menuju ke Gunung Qilian yang dikatakan perbatasan akhir ke Gunung Kunlun. Untungnya itu mas
Mengetahui bahwa saat tiba di Kota Xining adalah sore hari, Rendy memutuskan untuk pergi ke Pegunungan Qilian esok hari. Bukan karena dia terlalu lama membuang waktu, tapi ada hal yang perlu dia lakukan untuk saat ini. Mengorek informasi dari Sima Cho, bahwa ada sebuah Sekte budidaya di Pegunungan Qilian, Rendy berpikir bahwa kekuatannya saat ini masih terlalu lemah. Meski tidak bisa di pastikan kebenarannya, Rendy memilih untuk mempersiapkan dirinya sendiri, bagaimanapun itu adalah sebuah Sekte. Jadi, pada malam harinya, Rendy sudah duduk di dalam kamar hotel sambil mengeluarkan kalung yang dia dapatkan dari Dayana. Keluarga Magata mungkin berpikir bahwa kalung warisan Keluarga mereka bukanlah sesuatu yang istimewa, tapi Rendy tahu bahwa itu adalah hal yang langka di bumi. Batu Spiritual. Batu yang memiliki energi spiritual antara langit dan bumi, itu adalah batu yang di gunakan oleh Dayana sebagai kalung. Berbicara tentang batu spi
Wajah Rendy kali ini menjadi dingin, dan membuat tubuh Sima Cho gemetar ketakutan. Benar-benar sangat takut, Sima Cho seketika jatuh ke tanah dengan air kencing yang mulai membasahi celananya. Sima Cho, pria dewasa dan dihormati di manapun berada itu sebenarnya mulai kencing di celana. "Hum?" Ketika Rendy melihatnya, seketika dia mengerutkan keningnya dan berhenti. Tapi dia tidak peduli dengan keadaan Sima Cho dan dengan dingin berkata, "Jangan berpikir bahwa aku akan melupakan semua perbuatanmu." "Bang!" Seketika Sima Cho menjatuhkan kepalanya ke tanah dengan keras dan bersujud kepada Rendy. "Tu-tuan.... Master... Grandmaster... Tuan Yang Agung! Sa-sa-saya... Mengaku salah! Tolong ampuni nyawa saya.... Apapun akan saya lakukan untuk menebus semua dosa-dosaku." "Apa menurutmu nyawamu setimpal dengan semua yang telah kamu lakukan?" Nada suara Rendy terdengar sangat dingin. Mengingat tentang kematian kedua orang tuanya, dan keberadaan adik perempuannya yang tidak diketahui, apa
"Ledakan!"Energi di seluruh tubuh Ba Ringin meledak, dan dengan raungan, harimau di belakangnya mulai bergerak. "Bom.""Bom." "Bom."Seolah-olah terjadi gempa bumi, harimau raksasa itu seolah-olah membawa kehancuran saat bergerak. "Rooarr!" Membuka mulutnya, dan berlari di tanah, harimau itu meninggal kekacauan di belakangnya. "Menarik...." Tidak memiliki waktu untuk berkomentar, Rendy mulai serius dan memasang kuda-kuda. Meremas jari-jari di tangan kanannya, waktu di sekitar Rendy tiba-tiba berhenti, kemudian bergetar, dan dengan "ledakan" raungan Naga seketika terdengar. "Groooarrh!!" Meninju udara di depannya, kepala Naga Merah, seperti sebuah darah kental terbang dari balik tinju Rendy. Memiliki ukuran yang sama dengan harimau raksasa di sisi lain, keduanya akhirnya bertemu. "Boom!""Boom!"Dunia seakan-akan mengalami kehancuran, bumi mulai bergetar, debu dan angin tiba-tiba datang menghantam segalanya. "Boom!" Seolah-olah ada gunung yang meletus, suara ledakan itu te
"Kamu?" Wajah Ba Ringin kali ini menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tidak lagi mengabaikan atau meremehkan pria muda di depannya, Ba Ringin mulai melihatnya dengan tatapan serius dan waspada. Karena barusan, satu serangan Rendy memberikan banyak dampak pada tangan dan pikirannya. Rasa sakit dan kesemutan pada pergelangan tangannya membuktikan bahwa apa yang dilakukan Rendy sebelumnya bukanlah sesuatu yang bisa di anggap remeh. Dari kejadian itu, Ba Ringin juga harus berpikir dan yakin bahwa pria ini memiliki kedudukan yang sama dengannya. Tidak! Ba Ringin melihat sesuatu yang berbeda dan membuat keningnya berkerut. "Grandmaster... Apakah kamu seorang Grandmaster?" Tidak menjawab, Rendy hanya memberikan senyum tipis, dan berkata, "Jika kamu tahu, sebaiknya kamu segera menyingkir." "Hehehe...." Tiba-tiba Ba Ringin tertawa kecil dan melihat Rendy dengan pandangan berbeda. Itu seperti pertama kali melihatnya, ada sedikit antispasi dan harapan di kedua matanya. Tapi tidak ada lagi
"Ini...."Dua teman dan dua orang di dalam villa secara bersamaan terkejut saat melihat kejadian itu. Tapi Rendy tidak memperdulikan reaksi di sekitarnya, dan sekali lagi bergerak. Sama seperti yang muncul di cctv sebelumnya, gerakan Rendy kali ini benar-benar cepat dan mustahil untuk dilihat melalui mata telanjang. Apa yang muncul di layar cctv hanya sebuah bayangan yang meluncur pada dua orang di sisi lain yang masih terkejut selama seperkian detik, dan dua kali suara tubuh teredam terdengar. "Bam.""Bam." Dua tubuh yang jatuh ke tanah sejauh sepuluh meter, dan tidak lagi bergerak menjadi kengerian yang segera Sima Cho rasakan. Jantungnya berdetak kencang, dan ketakutan mengakibatkan keringat dingin membasahi punggungnya. Abnormal. Adalah kata-kata yang bisa Sima Cho pikirkan. Tidak pernah sekalipun dia berpikir bahwa ada manusia yang memiliki kekuatan semacam itu. Sepanjang hidupnya, pemandangan semacam ini adalah pertama kalinya dia temui.Dua orang Seniman Beladiri Kuno t