Safira melangkah menjauhi kamar Fikri, dan bersandar disofa dengan wajah lelah. Dahinya dan pundaknya terasa nyeri. Safira berusaha menglap darah yang mengucur dari dahinya dengan ujung lengan bajunya. Safira melirik kearah Fikri saat pria itu memberikan kotak p3k pada Safira. Safira mengambilnya dalam diam dan mulai mengobati luka didahinya. Fikri nampak mengerutkan keningnya saat melihat noda darah tepat dibelakang tempat Safira bersandar. Fikri menarik pundak Safira untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi. Betapa terkejutnya dirinya saat melihat pundak Safira mengeluarkan banyak darah. Tanpa berkata sedikit pun, Fikri menyandarkan kepala Safira disofa, dan berusaha melihat luka apa yang sedang dialami Safira. Setelah diketahuinya luka yang dialami oleh Safira adalah luka tembak, Fikri segera mengambil sebuah pinset untuk mengeluarkan peluru yang bersarang dipundak Safira. Sebelum mengeluarkan peluru tersebut, Fikri mengunting baju Safira dibagian tertembak, agar memudahkan menge
Sesampainya dirumah, benar saja apa yang dipikirkan oleh Fikri, mamanya akan mengomel karena dirinya dan Safira tidak pulang kerumah seharian. Sebuah tamparan cukup keras telah mampir dengan mulus kewajah Fikri. “Kau apakan Safira sehingga dahinya terluka?” bentak sang mama. Fikri hanya mendengus kesal. Percuma dia jelaskan semuanya, sudah pasti mamanya tidak akan mempercayainya dan akan memukulnya lagi. “Katakan!” teriak sang mama. “Maaf, bu…. Kepala saya terbentur saat hendak masuk kamar mandi…..” jelas Safira perlahan. “Bohong!” bentak Hanum. Kembali tamparan mengenai wajah Fikri lagi. Hanum menarik Fikri dengan kasar, sedangkan saat hendak mencegat Hanum untuk melakukan sesuatu pada Fikri, tangan kekar seseorang menghentikan Safira. “Jangan campuri urusan seorang anak dan ibunya!” peringat suara itu dengan tegas. Safira menoleh kearah sumber suara tersebut. “Maaf pak, seharusnya kalian sebagai orang tua tidak pantas selalu memukuli tuan Fikri saat melakukan kesalahan maupun
Breaking news…. Beberapa warga menemukan dua mayat tergeletak ditepi jalan. Dua mayat tersebut berjenis kelamin lelaki. Kemungkinan terjadinya baku tembak antar pelaku dan korban ditempat kejadian. Barang bukti yang ditemukan, terdapat dua senjata api tergeletak disamping jalanan. Untuk motif pembunuhan ini, polisi masih menyelidiki dan melakukan pencarian terhadap pelaku. Saya Melinda Sari melaporkan dari televisi riau. Saat Safira sudah siap-siap untuk mengantarkan Fikri kesekolah. Dia sangat terkejut saat melihat tiga orang polisi sedang berbicara dengan Hartawan Wijaya Kusuma. Tidak lama kemudian Fikri keluar dari kamarnya, dan langsung diborgol saat polisi melihat Fikri. “Ada apa ini?” tanya Fikri mengeryitkan dahinya saat dua orang polisi mendekatinya dan memborgolnya. “Kamu ditangkap atas tindakkan pembunuhan orang….” Safira menatap Fikri diam yang juga menatap dirinya. Fikri dibawa kekantor polisi. Safira menguntit tiga polisi tersebut. “Mau kemana kau?” Surtinah menarik t
Fikri nampak mengerutkan keningnya dan menatap kepergian Safira dengan tatapan penuh curiga. Fikri mencoba mengejarnya, namun dilihatnya motornya dibawa oleh Safira. Fikri memasuki bagasi rumahnya dan segera memasuki mobilnya. Fikri menguntit Safira. Sedangkan Safira meraih handphonenya dan menelpon seseorang. “Apakah kau punya kenalan hacker?” tanya Safira disebrang telepon. “David, dia seorang hacker….” jawab Abbas. “Bukan seorang polisi yang saya mau.” potong Safira dengan cepa dan tegas. “Baiklah akan saya kirim nomornya.” “Beserta alamatnya…..” sambung Safira. Saat sudah mendapat nomor telepon tersebut, Safira segera menelponnya dan menjanjikan pertemuan. Safira berhenti sebuah kafe. Safira celingk celinguk mencari sosok yang dia cari. Safira langsung mengenali pria tersebut, saat sang pria memberitahu melalui cath pakaian yang dia kenakan dan berdehem saat Safira sudah disampingnya. Safira segera duduk dan Fikri duduk tidak jauh dari tempat duduk keduanya. Fikri memakai hoo
Safira menghela napas lega saat sudah sampai kerumah pribadi Fikri. Fikri memasukkan mobilnya kebagasi. Saat sudah turun, Fikri menatap Safira dingin dan melipatkan kedua tangannya kedada. “Apa sebenarnya yang terjadi? Siapa orang-orang yang menyerangmu itu? Dan siapa pria berjas itu?” tanya Fikri menatap dingin Safira. “Aku rasa, empat orang yang menyerang kita kemarin adalah orang-orang yang mengincar dirimu kan?” tanya Fikri dengan nada penuh intimidasi. Safira hanya diam. “Jawab!” “Aku tidak mengenal siapa mereka? Aku juga tidak tahu mereka mengincarku? Kenapa kau berpikir mereka mengincarku?” tanya Safira menatap Fikri dingin. Fikri tersenyum tipis, “Aku sengaja menjauhi mobilku, saat kau diserang enam orang itu, dan memelankan laju mobilku. Saat tiga motor itu melewati mobilku, mereka tidak menyerangku sama sekali, malah mereka sangat berambisi menembakimu. Itu sudah bisa menjadi bukti, bahwa mereka menginjarmu dan kejadian saat pria berjas itu berbicara denganmu, aku mende
Sesampainya dirumah, saat sudah menyelesaikan hukumannya. Safira keluar dari rumah, dan bertemu dengan David. “Ada yang bisa aku kerjakan?” tanya David saat Safira sudah berada dirumah David. “Tolong lacak plat nomor ini!” ucap Safira memberikan selembar kertas yang berisikan nomor plat mobil. David langsung menghack plat mobil tersebut. Saat sudah mendapatkan informasi tentang plat motor itu, Safira segera mencari tahu tentang pria berjas hitam tersebut. Motor Safira berhenti disebuah rumah, Safira segera menelpon seseorang melalui earphonenya. “Bisakah kau melacak rumah yang akan saya kirimkan padamu? Apakah dirumah ini memiliki cctv?” “Baik….” ujar David segera melaksanakan perintah Safira. “Saya hanya mendeteksi adanya cctv dibagian depan rumah. Dibagian dalam rumah aman.” jelas David. “Bisa kau matikan rekamanan cctv nya?” tanya Safira lagi. “Baiklah….” perintah Safira segera dilaksanankan. “Sudah…” jelas David melalui earphonenya. “Terima kasih.” Safira melakukan penyam
Saat memasuki rumah Hartawan, Safira terkekeh saat melihat Fikri sedang sibuk mengepel lantai, bahkan kakinya sesekali tergelincir karena memijak lantai yang barusaja dipelnya. Merasa ada yang mengawasi, Fikri langsung melirik kearah Safira yang tersenyum tipis saat melihatnya. “Apa senyum-senyum? Kau pikir ada yang lucu? Kemana saja sih kau? Ngilang begitu saja! Bantu saya mengepelnya!” bukannya langsung membantu Fikri mengepel lantai, Safira malah menjulur lidahnya mengejek Fikri dan dengan santai menginjak lantai yang sudah dipel Fikri. Fikri yang geram melihat Safir mengejeknya, langsung hendak menyerang Safira, namun Safira lebih dahulu lari dari hadapan Fikri. “Sial….” desis Fikri kesal. “Akan kubalas kau….” gerutu Fikri. Safira memasuki kamarnya, dan memeriksa barang bukti kasus sebelumnya. Untung saja dia masih memegang barang bukti sebelumnya, dan barang bukti tidak jatuh pada orang yang salah. Safira menimang sebuah hp, yang diambilnya dari dalam kantong plastik. Safira k
Satu bulan yang lalu.... “Kamu tahu kenapa kamu dipanggil keruangan saya?” tanya Barra Rafeyza Zayan dingin. Safira hanya diam, menatap kepala sekolah dengan tatapan dingin juga. Dia yakin kepala sekolah akan berpihak pada anaknya. “Jika anda tidak ingin dikeluarkan dari sekolah ini, anda harus meminta maaf pada Davina Rafeyza Zayan.” ancamnya. “Saya tidak bersalah pak, kenapa harus meminta maaf?” Safira berujar. Matanya melotot menatap kepala sekolah. Tidak adil rasanya jika dia yang harus meminta maaf, padahal bukan dia yang memulai keributan. “Jika anda tidak bersedia meminta maaf, maka anda akan dikeluarkan dari sekolah ini.“ jawab Barra Rafeyfa Zayan tegas. Menatap sorot mata Safira dengan tatapan menantang. Safira tersenyum simpul, lalu badannya maju kedepan menatap tajam Barra. “Saya tidak akan meminta maaf! bukan saya yang memulai perkelahian itu dan bukan saya yang bersalah.” hatinya mendidih menatap Barra Rafeyfa Zayan. Dia bertekad tidak akan meminta maaf dan merendahka
Safira menghela napas lelah membaca bait demi bait tulisan diary tersebut. Safira menutup laptopnya, dan segera keluar dari kamarnya. “Mau kemana?” hadang Safira saat melihat Fikri keluar dari kamarnya. “Bukan urusanmu.” jawabnya acuh. “Akan memanaskan motor,” ucap Safira meninggalkan Fikri yang hanya bisa mendengus sebal. Dia harus bisa menghindari Safira, dia tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Fikri tidak ingin masalalu nya terulang lagi. Bukankah menjaga lebih baik dari pada merusak. Fikri melangkah keluar dan dilihatnya Safira sedang memanaskan motornya. Fikri mendekati Safira, dengan kasar merampas kunci motor dan segera hendak menaiki motor tersebut, namun dengan gerakan gesit, Safira menarik baju Fikri. “Kau tidak akan bisa pergi tanpa diriku. Apa kau ingin disiksa terus oleh ibumu? Apa kau sangat suka ya disiksa oleh ibumu?” ujar Safira ketus. “Bukan urusanmu.” jawab Fikri dingin. “Akan jadi urusanku jika menyangkut dirimu. Apalagi aku sudah ditugaskan untuk
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Safira disebrang telepon.“Silahkan….” jawab Abbas.“Boleh aku minta alamat rumah bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?”“Akan saya kirimkan…..” jawab Abbas. Saat sudah mendapatkan alamat Zivana, Safira segera keluar dari rumah pribadi Fikri. Motornya berhenti disebuah rumah dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita keluar membukakan pintu.“Maaf, bolehkah saya bertemu dengan bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?” tanya Safira ramah.“Maaf bu Zivana tidak ada dirumah…. Bu Zivana belum pulang.” jawab sang Art.“Kapan ya pulangnya?”“Mungkin sore ini, kalau tidak lembur….”“Bolehkah saya masuk dan menunggu bu Zivana? Saya ingin sekali bertemu dengannya.” sang Art hanya menganguk perlahan dan menyilahkan Safira masuk. Sesaat setelah masuk, sang Art nampak menelpon seseorang. Safira mengamati seluruh ruangan tersebut. Dia melihat foto keluarga, Safira mengamati foto tersebut dengan seksama. Safira duduk disofa panjang. Tak lama
"Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Anda meragukan pengkapan yang kami lakukan? Kau iri? Sudah tidak percaya lagi oleh pak Haikal?" Alfa tersenyum menyeringai. "Saya tahu, ini semua rencanamu untuk mengetahui isu kalian tentang berita Taqy Shafiullah. Bau busuk rencana sudah tercium kok, hanya menunggu waktu kehancuran kalian saja...." ucap Safira dengan dingin. "Bilang saja kau memihak pada teroris ini. Jika iya, itu sama saja kau membela para teroris. Itu sama saja kau berpihak pada kejahatan dan kau memberi kesempatan bagi para teroris membunuh dan menyebarkan teror lagi....""Jika iya memangnya kenapa? Kau takut seorang Safira Ramadhani berpihak pada teroris? Jika aku ikut menyelesaikan kasus ini, sudah pastikan kau kalah, Alfarezel Arfan.... Kesempatan mu untuk menang hanya sedikit.... Jangan sampai saya turun tangan menangani kasus ini Fa...." Safira tersenyum sinis. Saat melewati Alfa, Safira sengaja menyenggol lengan Alfa dengan kasar. Alfa tampak geram, meninggalkan sel
"Saat itu Reyhan di ancam saat melakukan pemberontakan karena apa yang dituduhkan para polisi itu tidak lah benar...." jelas Alfariz. Safira hanya diam, terus saja mendengar apa yang di ceritakan oleh Alfariz. Pecakapan tersebut terekam kamera tersembunyi yang terpasang di baju nya."Kau, harus ikut kami dan mengakui bahwa kau adalah teroris.... Jika tidak, kau dan istrimu akan kami bunuh...." ancam Alfa menarik paksa Reyhan yang masih meronta melepaskan diri. Reyhan di dorong masuk ke dalam mobil tahanan. Mobil melaju meninggalkan rumah Reyhan. Tiga orang tidak ikut rombongan tersebut, kembali mendekati rumah Reyhan. Mengedor pintu yang terkunci, membuat istri Reyhan semakin panik di balik jendela saat mengintip suami nya di bawa polisi.Gedoran semakin kuat terdengar oleh istri Reyhan, dan berubah menjadi tendangan. Istri Reyhan hanya membeku berdiri membelakangi jendela. Jantung istri Reyhan sejenak terhenti, saat tiga polisi tersebut berhasil membuka pintu dan melepaskan beberapa k
Reyhan Aldhani perlahan keluar dari dalam kamar, sedangkan sang istri duduk dengan panik di atas ranjangnya. Saat keluar, Reyhan langsung di borgol oleh polisi. "Bapak kami tangkap...." ucap Alfa. "Apa salah saya pak? Saya tidak melakukan apa-apa yang bertentangan dengan hukum?" balas Reyhan meronta saat polisi memborgol nya. "Kamu telah melakukan tindakkan teroris.... Mengebom rumah makan X dan menewaskan banyak orang...." jelas Alfa mendorong kasar Reyhan keluar dari rumah nya. "Saya tidak melakukannya pak.... Bapak salah orang...." sanggah Reyhan tidak terima dengan tuduhan tersebut. "Tidak usah melawan dan tidak mengakui perbuatan mu.... Kau bisa membela diri saat di kantor polisi...." jelas Alfa menarik paksa Reyhan masuk ke dalam mobil. Sedangkan istri Reyhan mencoba menahan diri tidak keluar dari rumahnya, karena lebih menuruti perintah suaminya. Mobil tahanan tersebut pun meninggalkan rumah Reyhan. Sang istri hanya bisa menahan tangis saat di lihat nya mobil yang membawa s
"Kamu sudah mendengar berita yang sudah viral di TV kan?" tanya Haikal dengan dingin pada Alfarezel Arfan duduk di kursi depan Haikal."Saya sudah mendengarnya pak...." jawab Alfa. "Misi kali ini, kalian yang selesai kan.... Saya harap kalian bisa menyelesaikan nya dengan mudah...." jelas Haikal. "Siap pak.... Ngomong-ngomong kenapa tidak Safira saja yang menyelesaikan misi ini pak? Bukankan gadis itu adalah orang yang sangat bapak percayai?...." tanya Alfa dengan dingin. "Lakukan saja sesuai perintah.... Safira akan menyelesaikan kasus lainnya...." balas Haikal dengan tegas dan memerintahkan dengan satu jarinya untuk pergi dari ruangannya. Alfa pun keluar dari ruangan pak Haikal dan saat keluar berpapasan dengan Safira. Alfa menatap Safira tajam, "Sepertinya ada yang sudah tidak di percaya lagi menyelesaikan kasus besar...." sindir Alfa dengan senyum sinis. Safira menghela napas pendek. "Karena pak Haikal mungkin udah bosan dengan dia yang sok baik, dan menyelamatkan para tahana
Di sebuah ruangan rumah Athailah, "Sebarkan isu-isu, viral kan agar kasus ayah saya bisa teralihkan dan setelah semua masyarakat dan para netizen fokusnya terpecahkan, saat itu lah kita akan menyogok para polisi.... " jelas Athailah. Mengepal tangannya dengan geram, mata nya tajam melihat tiga anak buahnya.“Baik bos...” ucap tiga anak buah nya dengan tegas.“Cepat buat keributan.... jangan sampai gagal....” bentak Athailah. Tiga anak buah Athailah pun segera meninggalkan ruang kerja Athailah.Tiga pria tersebut mendatangi sebuah rumah makan. Setelah beberapa menit mengamati situasi sekitar, mereka pun hendak melemparkan sesuatu ke arah rumah makan tersebut, namun karena kemunculan lima orang berjubah putih dari dalam rumah makan, membuat tiga pria tersebut menghentikan aktivitasnya."Assalamu'alaikum.... " sapa lima pria tersebut dengan ramah. Namun bukannya menjawab salam lima pria tersebut, tiga pria itu hanya diam dan memasang wajah dingin, hingga lima pria tersebut memasuki mobil
“Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na
Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be