Satu bulan yang lalu.... “Kamu tahu kenapa kamu dipanggil keruangan saya?” tanya Barra Rafeyza Zayan dingin. Safira hanya diam, menatap kepala sekolah dengan tatapan dingin juga. Dia yakin kepala sekolah akan berpihak pada anaknya. “Jika anda tidak ingin dikeluarkan dari sekolah ini, anda harus meminta maaf pada Davina Rafeyza Zayan.” ancamnya. “Saya tidak bersalah pak, kenapa harus meminta maaf?” Safira berujar. Matanya melotot menatap kepala sekolah. Tidak adil rasanya jika dia yang harus meminta maaf, padahal bukan dia yang memulai keributan. “Jika anda tidak bersedia meminta maaf, maka anda akan dikeluarkan dari sekolah ini.“ jawab Barra Rafeyfa Zayan tegas. Menatap sorot mata Safira dengan tatapan menantang. Safira tersenyum simpul, lalu badannya maju kedepan menatap tajam Barra. “Saya tidak akan meminta maaf! bukan saya yang memulai perkelahian itu dan bukan saya yang bersalah.” hatinya mendidih menatap Barra Rafeyfa Zayan. Dia bertekad tidak akan meminta maaf dan merendahka
Pagi-pagi sekali setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Safira memakai seragam Sma N Bangko mengetuk kamar Fikri. Fikri keluar, dan menaikkan satu alisnya, saat melihat Safira memakai seragam sekolah. Seperti tahu apa yang dipikirkan oleh Fikri, langsung Safira angkat bicara,”Mulai hari ini, saya akan bersekolah di Sma N Bangko.” jawabnya datar. Fikri hanya mengangukkan kepalanya, dan berlalu begitu saja dari hadapan Safira. Setelah mengantar Fikri, motor yang dikendarai Safira melaju menuju Sma N Bangko. Semua orang terpana dengan kehadirannya, dan juga penampilan barunya, mengendarai motor ninja milik Fikri, membuat banyak murid iri dan mengunjingnya. "Hmm, paling-paling semua itu hasil dari jual diri." gunjingan para siswi, saat Safira melewati para siswa. Safira hanya tersenyum sinis. "Tunggu saja tanggal mainnya." bathin Safira. Di hatinya ada dendam yang tiba-tiba mengelora di setiap aliran darahnya. Targetnya kali ini adalah kepala sekolah, anaknya Davina, dan juga teman-tem
Safira mengikuti Barra saat pulang sekolah. Dari rekaman cctv yang dia dengar, pria itu akan mengadakan pertemuan dengan seseorang. Safira tetap memantau dari jauh mengikuti Barra, saat sebelum motornya ditabrak oleh seseorang yang tidak dikenal. Tubuhnya terhempas di aspal. Safira berusaha bangkit dan meringis kesakitan. Namun saat hendak berdiri, seseorang menghajarnya hingga membuatnya kembali tersungkur ke aspal. Lima pria itu mengeroyoknya tanpa belas kasihan, dan Safira melepaskan beberapa tembakkan ke tubuh lima pria itu. Dia berdiri dengan amarah yang memuncak, dan memborgol para penyerang itu. Safira menelepon rekan kerjanya, dan membawa para penyerang ke mobil tahanan. Safira mengumpat saat kehilangan jejak Barra. Safira pulang dengan tangan kosong. Saat masuk kedalam rumah dan mendengar suara seseorang marah-marah. Safira segera berlari kearah sumber suara dan mendapati Fikri lagi-lagi disiksa oleh ibunya. Pria itu dicambuk, ditendang, dan disiram pakai air es membuat pr
Safira mengangkat pakaian dijemuran dan menyetrikanya. Safira mendengar dengan seksama percakapan seseorang dari earphone yang selalu dipakainya. Safira tersenyum, saat sudah mendapatkan informasi. Saat malam tiba Safira hendak keluar, namun dia kaget saat melihat Hanum menegurnya. “Saya mau keluar sebentar bu, ada kerja kelompok dengan teman-teman,” ucapnya berkelit. “Kok, kerja kelompoknya malam? Emang siang nggak bisa?” tanya Hanum mengerutkan keningnya. Jam sudah menunjukkan jam sepuluh malam. “Nggak tau sih bu, teman-teman sih mau malam bu. Saya hanya ikut saja.” jawab Safira dengan wajah sok polos. “Baiklah, hati-hati dijalan. Jangan pulang terlalu malam ya,” ujar Hanum mengingatkan. Safira menganguk menyalami Hanum dan meninggalkan rumah Wijaya Kusuma.” Safira mengendap dan menyiapkan pistolnya dengan posisi siap menyerang, pada beberapa orang yang sedang berbicara disebuah jalan dan juga gelap. Sedangkan beberapa orang tengah mengawasi dua orang yang sedang melakukan tran
Safira meninggalkan Sma N 2 Bangko mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Namun motor yang dikendarai oleh Safira tiba-tiba oleng dan menghantam aspal saat sebuah mobil dengan sengaja menabrak dirinya. Safira menatap tajam para pria yang keluar dari dalam mobil. Para pria tersebut tertawa dengan cukup keras, saat melihat Safira meringis. “Tidak usah sok jago gadis kecil! Menginginkan kami kepenjara? Mustahil, itu tidak akan pernah terjadi! “Maksud kalian apa? Kenapa kalian menabrakku? Apa kesalahanku?” bentak Safira. Ia mencoba berdiri. Para pria tersebut mendekati Safira dan menjambak rambutnya. “Kesalahanmu adalah kenapa kau hidup didunia ini dan menyusahkan kami!” ujar satu dari lima orang tersebut dengan dingin. Percakapan tersebut terekam oleh mini voice recorder yang ada dikantong jaketnya. Lima pria tersebut menghajar Safira dengan beringas. Safira melawan mereka dengan tak kalah beringas juga, menghindarai pukulan demi pukulan dan menghantam para pria tersebut. Namun
Geng Red Dragon berserta Barra Rafeyfa Zayan menjambak rambut Safira dan juga melakukan tindakkan pelecehan didepan semua orang. Davina menarik baju Safira hingga robek dibagian dada, dan juga merobek lengan bajunya. “Ini akibat dirimu tidak mau meminta maaf didepan semua orang dan mempermalukanku! Sekarang meminta maaflah, jika tidak ingin kami permalukan dirimu lebih dari ini lagi…..” bentak Davina dengan dingin. Safira tidak mengubris permintaan Davina, malah dengan angkuhnya meludahi wajah Davina. “Kurang ajar….” jerit Davina marah dan menghajar Safira hingga kursi tempat dirinya diikat terjatuh diaspal. “Siksa ia dan permalukan dirinya!” perintah Davina pada anak buah ayahnya. Sang anak buah pun langsung melakukan tindakkan pelecehan demi pelecehan. Safira dipemalukan dengan keji. Semua orang yang menonton, hanya bisa menghela napas tanpa bisa membantu. Jika membantu, mereka akan diperlakukan sama dengan Safira, bahkan bisa lebih dari itu. “Siksa dia, sampai dia mau meminta ma
Safira menatap tajam geng Red Dragon saat melihat mereka masuk sekolah dan tidak dipenjara. Geng Red Dragon mendekati Safira dan menatapnya geram. Davina menendang kursi yang diduduki oleh Safira. Safira berdiri dengan menatap tajam Davina dan gengnya. Sebelum Davina hendak memukul Safira,“Berani mendekat! Akan ku colok matamu pakai ini!” ujar Safira mengeluarkan sebuah pisau dari kantong celananya. ”Sebenarnya apa yang kalian inginkan? Kesalahan apa yang telah saya perbuat, sehingga kalian terus saja mengusik saya?” Safira mengepalkan sebelah tangannya dengan geram. "Kau hanya gadis desa, tidak pantas bersekolah di tempat ini!" hina Davina menatap Safira sinis. ”Lalu masalahnya dengan kalian apa hah? tidak salah kan, saya berasal dari desa dan bersekolah disini? Lagi pula saya bersekolah disini bayar kok, nggak gratis! Jadi untuk apa membuang waktu kalian mengusik gadis desa ini?” bentaknya dengan geram. ”Kau harus membayar rasa malu yang kami terima! Seharusnya kau berpikir sebe
Saat Fikri dan Safira memasuki rumah, langkah Fikri tiba-tiba terhenti melihat kedua orang tuanya sedang bercanda ria di sofa. Safira hanya cuek dan melangkah masuk. Fikri mendengus perlahan memasuki kamarnya, menghempaskan tubuhnya diranjang. Matanya melirik ke arah sebuah lemari pakaiannya dan perlahan membuka mengambil kantong plastik yang berisi baju. Matanya menatap erat sebuah kameja saat sudah dia keluarkan dari kantong plastik, perlahan tangannya mengusap lembut, lalu menciumnya. Aroma harum menusuk hidungnya, ada sedikit ketenangan yang dia dapat. Kameja tersebut adalah kameja yang dicuci oleh Safira saat tragedi di rumah makan Buana. Dia tidak pernah membuka kantong plastik yang berisikan kameja miliknya, setelah Safira memulangkannya pada dirinya. Kepalanya tiba-tiba terasa teramat sakit. Fikri meringis menahan sakit yang tiba-tiba menyerangnya. Adakah yang lebih sakit dari pada di hantui rasa bersalah? Selalu ada duri menikam setiap sendi-sendi. Luka yang sudah lama men
Safira menghela napas lelah membaca bait demi bait tulisan diary tersebut. Safira menutup laptopnya, dan segera keluar dari kamarnya. “Mau kemana?” hadang Safira saat melihat Fikri keluar dari kamarnya. “Bukan urusanmu.” jawabnya acuh. “Akan memanaskan motor,” ucap Safira meninggalkan Fikri yang hanya bisa mendengus sebal. Dia harus bisa menghindari Safira, dia tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Fikri tidak ingin masalalu nya terulang lagi. Bukankah menjaga lebih baik dari pada merusak. Fikri melangkah keluar dan dilihatnya Safira sedang memanaskan motornya. Fikri mendekati Safira, dengan kasar merampas kunci motor dan segera hendak menaiki motor tersebut, namun dengan gerakan gesit, Safira menarik baju Fikri. “Kau tidak akan bisa pergi tanpa diriku. Apa kau ingin disiksa terus oleh ibumu? Apa kau sangat suka ya disiksa oleh ibumu?” ujar Safira ketus. “Bukan urusanmu.” jawab Fikri dingin. “Akan jadi urusanku jika menyangkut dirimu. Apalagi aku sudah ditugaskan untuk
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Safira disebrang telepon.“Silahkan….” jawab Abbas.“Boleh aku minta alamat rumah bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?”“Akan saya kirimkan…..” jawab Abbas. Saat sudah mendapatkan alamat Zivana, Safira segera keluar dari rumah pribadi Fikri. Motornya berhenti disebuah rumah dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita keluar membukakan pintu.“Maaf, bolehkah saya bertemu dengan bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?” tanya Safira ramah.“Maaf bu Zivana tidak ada dirumah…. Bu Zivana belum pulang.” jawab sang Art.“Kapan ya pulangnya?”“Mungkin sore ini, kalau tidak lembur….”“Bolehkah saya masuk dan menunggu bu Zivana? Saya ingin sekali bertemu dengannya.” sang Art hanya menganguk perlahan dan menyilahkan Safira masuk. Sesaat setelah masuk, sang Art nampak menelpon seseorang. Safira mengamati seluruh ruangan tersebut. Dia melihat foto keluarga, Safira mengamati foto tersebut dengan seksama. Safira duduk disofa panjang. Tak lama
"Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Anda meragukan pengkapan yang kami lakukan? Kau iri? Sudah tidak percaya lagi oleh pak Haikal?" Alfa tersenyum menyeringai. "Saya tahu, ini semua rencanamu untuk mengetahui isu kalian tentang berita Taqy Shafiullah. Bau busuk rencana sudah tercium kok, hanya menunggu waktu kehancuran kalian saja...." ucap Safira dengan dingin. "Bilang saja kau memihak pada teroris ini. Jika iya, itu sama saja kau membela para teroris. Itu sama saja kau berpihak pada kejahatan dan kau memberi kesempatan bagi para teroris membunuh dan menyebarkan teror lagi....""Jika iya memangnya kenapa? Kau takut seorang Safira Ramadhani berpihak pada teroris? Jika aku ikut menyelesaikan kasus ini, sudah pastikan kau kalah, Alfarezel Arfan.... Kesempatan mu untuk menang hanya sedikit.... Jangan sampai saya turun tangan menangani kasus ini Fa...." Safira tersenyum sinis. Saat melewati Alfa, Safira sengaja menyenggol lengan Alfa dengan kasar. Alfa tampak geram, meninggalkan sel
"Saat itu Reyhan di ancam saat melakukan pemberontakan karena apa yang dituduhkan para polisi itu tidak lah benar...." jelas Alfariz. Safira hanya diam, terus saja mendengar apa yang di ceritakan oleh Alfariz. Pecakapan tersebut terekam kamera tersembunyi yang terpasang di baju nya."Kau, harus ikut kami dan mengakui bahwa kau adalah teroris.... Jika tidak, kau dan istrimu akan kami bunuh...." ancam Alfa menarik paksa Reyhan yang masih meronta melepaskan diri. Reyhan di dorong masuk ke dalam mobil tahanan. Mobil melaju meninggalkan rumah Reyhan. Tiga orang tidak ikut rombongan tersebut, kembali mendekati rumah Reyhan. Mengedor pintu yang terkunci, membuat istri Reyhan semakin panik di balik jendela saat mengintip suami nya di bawa polisi.Gedoran semakin kuat terdengar oleh istri Reyhan, dan berubah menjadi tendangan. Istri Reyhan hanya membeku berdiri membelakangi jendela. Jantung istri Reyhan sejenak terhenti, saat tiga polisi tersebut berhasil membuka pintu dan melepaskan beberapa k
Reyhan Aldhani perlahan keluar dari dalam kamar, sedangkan sang istri duduk dengan panik di atas ranjangnya. Saat keluar, Reyhan langsung di borgol oleh polisi. "Bapak kami tangkap...." ucap Alfa. "Apa salah saya pak? Saya tidak melakukan apa-apa yang bertentangan dengan hukum?" balas Reyhan meronta saat polisi memborgol nya. "Kamu telah melakukan tindakkan teroris.... Mengebom rumah makan X dan menewaskan banyak orang...." jelas Alfa mendorong kasar Reyhan keluar dari rumah nya. "Saya tidak melakukannya pak.... Bapak salah orang...." sanggah Reyhan tidak terima dengan tuduhan tersebut. "Tidak usah melawan dan tidak mengakui perbuatan mu.... Kau bisa membela diri saat di kantor polisi...." jelas Alfa menarik paksa Reyhan masuk ke dalam mobil. Sedangkan istri Reyhan mencoba menahan diri tidak keluar dari rumahnya, karena lebih menuruti perintah suaminya. Mobil tahanan tersebut pun meninggalkan rumah Reyhan. Sang istri hanya bisa menahan tangis saat di lihat nya mobil yang membawa s
"Kamu sudah mendengar berita yang sudah viral di TV kan?" tanya Haikal dengan dingin pada Alfarezel Arfan duduk di kursi depan Haikal."Saya sudah mendengarnya pak...." jawab Alfa. "Misi kali ini, kalian yang selesai kan.... Saya harap kalian bisa menyelesaikan nya dengan mudah...." jelas Haikal. "Siap pak.... Ngomong-ngomong kenapa tidak Safira saja yang menyelesaikan misi ini pak? Bukankan gadis itu adalah orang yang sangat bapak percayai?...." tanya Alfa dengan dingin. "Lakukan saja sesuai perintah.... Safira akan menyelesaikan kasus lainnya...." balas Haikal dengan tegas dan memerintahkan dengan satu jarinya untuk pergi dari ruangannya. Alfa pun keluar dari ruangan pak Haikal dan saat keluar berpapasan dengan Safira. Alfa menatap Safira tajam, "Sepertinya ada yang sudah tidak di percaya lagi menyelesaikan kasus besar...." sindir Alfa dengan senyum sinis. Safira menghela napas pendek. "Karena pak Haikal mungkin udah bosan dengan dia yang sok baik, dan menyelamatkan para tahana
Di sebuah ruangan rumah Athailah, "Sebarkan isu-isu, viral kan agar kasus ayah saya bisa teralihkan dan setelah semua masyarakat dan para netizen fokusnya terpecahkan, saat itu lah kita akan menyogok para polisi.... " jelas Athailah. Mengepal tangannya dengan geram, mata nya tajam melihat tiga anak buahnya.“Baik bos...” ucap tiga anak buah nya dengan tegas.“Cepat buat keributan.... jangan sampai gagal....” bentak Athailah. Tiga anak buah Athailah pun segera meninggalkan ruang kerja Athailah.Tiga pria tersebut mendatangi sebuah rumah makan. Setelah beberapa menit mengamati situasi sekitar, mereka pun hendak melemparkan sesuatu ke arah rumah makan tersebut, namun karena kemunculan lima orang berjubah putih dari dalam rumah makan, membuat tiga pria tersebut menghentikan aktivitasnya."Assalamu'alaikum.... " sapa lima pria tersebut dengan ramah. Namun bukannya menjawab salam lima pria tersebut, tiga pria itu hanya diam dan memasang wajah dingin, hingga lima pria tersebut memasuki mobil
“Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na
Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be