Home / Thriller / Qolbu Quddus / Chapter 3 Tim Badak

Share

Chapter 3 Tim Badak

Author: aries23
last update Last Updated: 2022-02-24 10:42:34

Berkali-kali Safira, mengerjap mata dan menghela napas panjang. Tak lupa dia melihat sekitarnya.

“Huh….” Safira menghela napas pendek, saat mengetahui dia sedang berada di kamar kosnya.

“Cuma mimpi….” lenguhnya dengan wajah masih mengantuk. Dari sorot matanya tersirat sebuah amarah dan kebencian. Safira mengukir senyum tipis diwajahnya,

“Begitu sakitnya luka yang telah kalian beri…. Setelah bertahun-tahun kejadian tersebut, masih terasa sakit di ulu hati ini…. Dan kalian akan membayar apa yang kalian beri, dengan rasa sakit, yang lebih menyakitkan, dari pada yang aku rasakan saat ini….” darahnya seketika bergemuruh, saat dirasanya dendam telah membakar jiwa kemanusiannya.

Safira menatap meja belajarnya, meraih handphone nya yang terus saja bordering, membuatnya menjadi kesal, karena barusaja dia sedang membayangnya dengan detail, bagaimana nantinya, dia menghancurkan musuhnya.

Dengan parang, gergaji, sinso, dengan pisau berkarat, atau dengan bom? Safira tersenyum sinis, saat membayangkan adegan demi adegan yang akan dia praktekkan nanti, untuk menghancurkan musuhnya.

Namun deringan teleponnya mengangunya, Safira mengangkat panggilan tersebut dengan wajah dingin dan juga kesal.

 “Semoga beruntung di hari pertama kerjamu…. Segera datang ke markas, ada misi untukmu….” jelas seseorang disebrang telepon. Safira menghela napas pendek, saat ini dirinya masih mengantuk.

Namun disisi lain, dia harus bekerja demi kelangsungan hidupnya. Safira menatap layar handphonenya, jam menunjukkan pukul 12 malam.

Segera Safira bangkit dari ranjangnya, meraih rompi anti peluru dari dalam lemari dan segera memakainya, dibalut kaos panjang dari luar, dan memakai celana jeans hitam super ketat. Setelah bersiap-siap, Safira segera mengas kencang motornya meninggalkan kos.

Sesampainya di markas polisi, sudah terlihat banyak sekali para polisi berbaris dengan rapi mendengarkan arahan dari Kapolres Haikal dengan khidmat. Safira segera menyusup masuk barisan perempuan, dan berdiri paling belakang barisan.

“Safira Ramadhani….” panggil Kapolres Haikal dengan suara keras, khas suara tegas seorang polisi, saat melihat Safira diam-diam menyusup dalam barisan.

Dengan jalan tertatih, dan wajah yang masih memperlihatkan masih mengantuk, Safira mendekati Haikal.

“Perkenalkan, gadis disamping saya ini akan menjadi rekan kalian, dan namanya Safira Ramadhani…. Dia sangat jago bela diri…. Semoga kalian senang dengan kehadiran gadis ini….” jelas Kapolres Haikal.

“Siap Pak….” sahut semua polisi serentak, dengan suara menggelegar, seketika mampu memekakkan telinga Safira. Namun dia harus bersikap tenang. “Berlebihan….” ketusnya di dalam hati. Sorot matanya tajam menatap segerombolan polisi yang ada didepannya.

“Berbaurlah dengan mereka…. Kita bekerja dengan tim, jangan bekerja sendiri!” bisik Haikal. Safira tersenyum tipis, seakan akan menyepelekan kata-kata Haikal.

“Baiklah, walaupun sepertinya, itu akan sulit…. Aku kurang suka bekerja dengan tim…. Aku terbiasa menumpaskan musuh dengan sendiri! Karena dengan sendiri, tidak akan ada pengkhianatan di hidupmu….” jawab Safira dengan nada dingin.

Haikal tersenyum menatap Safira dingin, “Sungguh kata-kata yang dalam, yang diucapkan oleh seorang gadis sepertimu…. Tidak usah terlalu sombong.”

“Apapun bisa terjadi, kawan akan jadi lawan, lawan akan jadi kawan…. Tergantung dengan caramu bersikap dan menanggapi sesuatu yang terjadi….” jawab Haikal kembali berbisik di telinga Safira dan tersenyum menyepelekan.

Kembali Haikal berdiri dengan tegak dan tegas, “Safira Ramadhani akan masuk ke tim Badak….” ucap Haikal mengumumkan pada semua orang dengan lantang.

“Siap Pak….” jawab para polisi. Sedangkan Safira hanya menanggapi dengan senyum smirk.

“Silahkan lanjut bekerja…. Semoga malam ini kalian beruntung….” ucap Haikal lantang.

“Siapppp..... Pak…. Laksanakan…..” jawab para polisi dengan tak kalah lantangnya.

Safira melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Satu tim beranggotakan tujuh orang, dua menaiki mobil dengan diisi dua orang dalam satu mobil. Selebihnya menaiki motor dengan tidak memakai seragam polisi.

Tim Badak berhenti di sebuah rumah yang menjadi target. Safira menatap rumah tersebut dengan tatapan sinis. Segera mengeluarkan pistol dari balik pinggangnya, dan memasukkan peluru dengan gerakan cepat dan terlatih.

“Biar saya saja yang mengetuk pintunya…. Sepertinya saya, akan menyukai pekerjaan ini….” Safira menatap tajam, dengan nada dan senyum sinis kearah timnya.

“Jangan salah kan saya, jika pak Haikal lebih menyayangi saya…. Seorang pekerja professional seperti saya, akan selalu fokus pada target yang akan saya tumpaskan….” Safira tersenyum tipis, berjalan mendekati pintu, tangannya memegangkan pistol yang siap siaga menghabisi musuhnya.

Safira menekan bel, saat pintu telah terbuka dan braakkk, satu kaki Safira menendang pria yang membukakan pintu.

“Dimana bos mu Randi Miller? Kami polisi….” bentak Safira dengan tidak sabar. Sedangkan sang pria hanya berdiri diam dan mencoba tenang, menyembunyikan rasa takutnya.

“Aku akan membunuhmu, jika kau tetap diam….” teriak Safira tepat dikuping sang pria, membuat sang pria terperanjat dan telinganya seketika berdenging.

Sedangkan  Abbas dan lima polisi lainnya, hanya bisa mengeleng-ngelengkan kepalanya, menatap Safira jengah. “Sok sekali….” dumel para polisi, menatap Safira tajam.

“Apa kau ingin peluru ini menembus tenggorokanmu?” Safira memasukkan pistol tersebut ke dalam mulut sang pria, membuat sang pria membulatkan matanya, menahan rasa takut mati, yang kian menghantuinya.

“Jawab!” bentak Safira sangat tidak sabar. Detik kemudian, sang pria menjerit kesakitan, saat gagang pistol Safira sudah menghantam kepalanya.

“Dasar tak berguna….” ucap Safira dengan dongkol. Satu polisi bergerak menarik sang pria, memborgol, dan membawanya ke dalam mobil tahanan.

“Kita berpencar….” Abbas memberi perintah.

“Siap kapten….” jawab empat polisi tersebut.

Safira searah dengan Abbas, sedangkan empat rekan Abbas kea rah timur. Rumah itu sangat luas dan mewah, Safira dan Abbas menaiki anak tangga dengan posisi siaga dengan pistol ditangan keduanya.

Saat cukup jauh  melangkah berjalan dan menemui kamar yang menjadi target, Safira langsung menendang pintu tersebut. Namun tak berhasil terbuka, dan membuatnya mendengus dengan kesal. Safira menatap Abbas yang menatapnya juga, dengan dingin.

 “Bantu aku membukanya….” pinta Safira menatap Abbas tajam dan tanpa merendahkan nada suaranya.

“Kau meminta seperti memerintah. Ingat, aku ini polisi dan kaptenmu…. Tatapan dan nada bicaramu, tidak mengartikan meminta tolong, lebih terlihat memerintahku….”

“Jaga sikapmu…. Kau hanya seorang bocah berumur belasan tahun, dan aku bisa saja menyingkirkanmu dengan mudah,” ucap Abbas dingin, menatap Safira dengan sinis.

Dengan sekali tendangan, Abbas mampu mendobrak pintu kamar, dan membuat sang empu kaget melihat kedatangan orang tak dikenal.

“Kami sudah menemukan target,” ucap Safira melalui earphonenya.

“Siappp, kami mendengarnya…. Kami segera datang….” jawab empat polisi tersebut bergegas setengah berlari kearah barat mendekati kamar yang ditemui oleh Safira dan Abbas.

“Hay tuan yang terhormat…. maaf mengangu pestamu…. Bisa kah kami bergabung?” tanya Safira dengan tersenyum sinis, dengan posisi tangannya menodongkan pistol yang siap menembus kepala si target.

Hening…. Si target hanya menatap Safira dan ke lima polisi tersebut dengan tatapan tenang. Sedangkan lima polisi rekan Safira, hanya diam melihat tingkah Safira yang arogan, dan siap siaga melakukan penyerangan, jika diperlukan.

“Sepertinya kita kedatangan tamu yang tak diundang….” jawab si target tersenyum sinis, turun dari ranjangnya dengan mengenakan boxer.

“Ya…. Tamu yang akan membuat pesta kalian semakin meriah dan tak terlupakan….” Safira menodongkan senjatanya ke arah pria yang berbicara tersebut yang hanya berjarak satu meter dengannya.

Safira menatap tajam ke arah wanita berada diatas ranjang, mereka nampak ketakutan, dan mencoba menutupi tubuh telanjang mereka dengan selimut. Mereka sedang melakukan pesta, yang hanya dilakukan oleh orang dewasa.

“Hay wanita sialan…. Cepat berpakaian…. Jika tidak ingin peluru ini menembus tubuh mungilmu….” perintah Safira dengan cukup keras, membuat tiga wanita tersebut ketakutan.

Abbas segera beranjak mendekati ranjang, dan memungut pakaian tiga wanita tersebut, saat melihat tiga wanita tersebut nampak kesulitan mengambil pakaian mereka, dan melemparnya dengan kasar diatas ranjang.

Dorrrr, tembakan memberondong ke arah Safira dan kelima rekannya, membuat enam orang tersebut kocar kacir menghindari tembakkan, sambil tangan mereka melepaskan tembakan demi tembakan secara brutal. Safira meringis saat satu tembakkan mengenai pundaknya.

Safira menatap pria yang menembaknya dengan dingin, dan segera melepaskan tembakkan kearah sang pria, dan berlindung dibalik sofa menghindari peluru sang pria.

Sedangkan tiga wanita yang di atas ranjang, mulai berteriak ketakutan, karena bunyi tembakkan yang memekakkan, dan mereka sangat takut, terkena peluru salah sasaran. Akhirnya tiga wanita tersebut, kompak bersembunyi dibawah ranjang, dengan wajah panik, dan menutup kedua telinga mereka.

Ketiganya kini menangis, karena melihat sang target dengan polisi semakin bringas saling menyerang. Sitarget sesekali berlindung disamping ranjang, dan terus memberondong para polisi.

“Sial….” sang pria mengumpat, saat menatapi revolver milik sang pria, kehabisan peluru.

Safira perlahan mendekati sang pria, dan sesaat kemudian, pistol Safira sudah berada di kepala sang pria. Brakkk, gagang pistol Safira menghantam kepala sang pria. Abbas segera memberi kode keempat rekannya, agar menyeret sang pria.

“Siapppp kapten….” jawab empat polisi tersebut segera, dua dari mereka menyeret sang pria keluar dari rumah tersebut, dan memborgolnya. Sedangkan Abbas dan dua polisi lainnya, mendekati ranjang.

“Keluar!!! Sudah selesai main-mainnya….” perintah Abbas.

Melihat tidak ada respon dari tiga wanita tersebut, hanya mendengar sesegukan mereka, akhirnya dua rekan Abbas menarik paksa tiga wanita tersebut keluar dari kolong ranjang.

“Dasar menyusahkan saja….” gerutu dua polisi tersebut.

“Tidak ada pekerjaan lain apa, selain jual diri?” tanya Safira tiba-tiba mendekati tiga wanita yang sedang diborgol rekan Abbas. Tiga wanita tersebut hanya bisa diam dan menangis.

“Bagaimana anda semua mau dihargai…. Jika kerjaan kalian setiap harinya hanya bisa ngangkang dan mendesah didepan pria asing….. sungguh hina dan memalukan sekali….” hina Safira melangkah keluar dari kamar.

Abbas dan dua rekannya, hanya bisa mencoba sabar dengan sikap angkuh dan kata-kata Safira yang frontal.

“Maklum masih bocah….” dumel para polisi.

Tiga wanita tersebut dimasukkan kedalam mobil tahanan. Safira, dan dua rekannya menaiki motor dan mengasnya kencang. Sepanjang perjalanan, Safira hanya diam, menatap mobil tahanan dengan tatapan sendu.

Safira memarkirkan motornya, dan segera memasuki kamarnya. langsung saja Safira berbaring tanpa membersihkan terlebih dahulu tempat tidurnya, kebiasaan saat dia terlalu merasa lelah. Beberapa detik kemudian, dirinya sudah berada dialam mimpi.

Related chapters

  • Qolbu Quddus   Chapter 4 Misi

    “Ardiansyah Putra Abimana, 40 tahun, pencinta wanita, pengedar narkoba jenis sabu, pecandu alcohol, dan yang terakhir memiliki beberapa club untuk memperjualkan barang-barang terlarang, dan menjajakan perempuan penjaja seks, benar?” tanya Abbas menatap dingin Ardian, sedangkan yang ditanya hanya diam. “Jawab, jika tidak ingin ada kekerasan!” “Ya…” jawab Ardian singkat. “Sudah berapa lama anda menjual barang-barang haram ini?” “12 tahun….” jawabnya lagi. “Dimana saja anda sudah membuka club untuk menjual barang-barang terlarang dan melakukan tindakkan prostusi?” “Ada dimana-mana….” “Apakah anda mengenal Randy Miller?” tanya Abbas lagi, membuat ekspresi Ardian berubah yang semula tenang menjadi gelisah. “Tidak…” jawabnya berusaha tenang. “Barra Rafeyfa Zayan?” tanya Abbas lagi. Semakin membuat Ardian menampakkan keterkejutannya. “Tidak….” jawabnya dengan nada bergetar. “Kami tahu kau adalah kaki tangan keduanya atau salah satu nya….” ucap Abbas dengan dingin. “Jika sudah tah

    Last Updated : 2022-02-24
  • Qolbu Quddus   Chapter 5 Target Pembunuhan

    Sesampainya di rumah Ardian, Safira dan Abbas bergegas memasuki rumah tersebut. Keduanya segera memeriksa kamar demi kamar dan disudut ruangan. Abbas membuka sebuah ruangan dan menemukan beberapa map, dan Safira menemukan pistol, jas hitam, sepatu hitam dan kaca mata hitam. Safira segera memungutnya sebagai barang bukti dan keluar dari kamar tersebut. “Saya menemukan beberapa map, beberapa foto yang dilingkari merah, kemungkinan ini adalah musuhnya yang harus disingkirkan….” jelas Abbas. “Bagus….” imbuh Safira. “Termasuk dirimu….” Abbas menatap Safira dingin. Safira mengerutkan keningnya bingung. “Foto kau ada disalah satu foto yang dilingkari dengan tinta merah…. Mungkin kau juga target pembunuhan….” jelas Abbas. Belum sempat Safira mencerna perkataan Abbas, mereka sudah mendengar seperti ledakkan dan seperti bunyi alarm. “Disini ada bom….” teriak Abbas menarik Safira keluar dari rumah tersebut. Mereka berlari sekuat tenaga, sesaat mereka sudah keluar, rumah Ardian pun meledak m

    Last Updated : 2022-02-24
  • Qolbu Quddus   Chapter 6 Tragedi

    Safira duduk di anyaman tikar menikmati goreng ubi yang baru saja dimasak, sambil mengobrol dengan akrab dengan pemilik rumah. Selesai menikmati ubi goreng, Safira membantu pemilik rumah membersihkan piring kotor. Sesudah itu, Safira berjalan-jalan sendiri berkeliling desa. Sesekali mencari signal hp untuk menghubungi Abbas. Namun didesa yang belum ada tower tersebut membuat Safira kesulitan untuk menelpon Abbas. Safira kembali kerumah bu Rima saat sudah puas keliling desa. Saat pagi tiba, semua warga desa dihebohkan dengan penemuan mayat seorang pria di pinggir jalan. Saat Safira dan warga desa mendatangi tempat kejadian, disana sudah terlihat seorang wanita menangis histeris melihat mayat tersebut. Safira mendekati mayat dan mengamati kondisinya. Safira mengerutkan keningnya, berjongkok disamping mayat. Dia mendengar para warga mengungjing mayat. “Melihat luka yang dialami oleh korban, korban meninggal karena dipukul….” jelas Safira dengan tegas. Perempuan yang menangisi mayat,

    Last Updated : 2022-02-24
  • Qolbu Quddus   Chapter 7 Dingin, Hening

    Saat pagi tiba, Abbas mengikuti pak Dody ke kebun. Abbas membantu mengembur tanah untuk ditamani cabe dan sayuran lainnya. Sedangkan Safira membantu istrinya pak Dody memasak dan membersihkan rumah. Setelah shalat magrib, Safira duduk dikursi teras rumah pak Dodi. Tak lama kemudian, Abbas duduk disamping Safira membawakan dua gelas kopi. “Ayo minum….” ajak Abbas menyeruput kopinya. Safira hanya tersenyum simpul, meraih kopi tersebut dan menyeruputnya perlahan. “Jangan bilang kepada siapapun, kalau kau adalah polisi dan aku seorang agent….” ujar Safira perlahan meletakan kopi diatas meja disampingnya, lalu menatap Abbas yang langsung menganguk menyetujui permintaan Safira. “Lalu, kapan kau mulai menyelidiki kasus tersebut? Siapa orang yang kau curigai?” tanya Abbas menyilangkan kakinya, sambil kembali menyeruput kopinya. “Belum tahu, mungkin secepatnya….” jawab Safira seadanya. “Kau tahu siapa dalangnya?” tanya Abbas lagi. Safira mengelengkan kepalanya perlahan. “Namun aku harus

    Last Updated : 2022-02-24
  • Qolbu Quddus   Chapter 8 Barang Bukti

    Saat pagi tiba Safira sudah bergegas menyiapkan diri melakukan penyelidikan. Safira berjalan sendiri menyusuri jalan demi jalan, kakinya terhenti saat melihat seorang wanita duduk termenung dikursi teras rumahnya. Kaki Safira spontan melangkah mendekati rumah tersebut dan menyapa wanita tersebut dengan ramah. “Assalamualaikum….” ucap Safira tersenyum ramah. Namun tidak ada sahutan dari Nadira. Safira berinisiatif melangkah memasuki teras rumah Nadira, dan berdiri tepat disamping Nadira. “Bagaimana kabarmu?” tanya Safira mencoba ramah, walaupun mencoba ramah bukanlah sifatnya. Sunyi, wanita itu hanya diam, tatapannya lurus kedepan, wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya nampak kurus dan tak terurus, tatapannya kosong. Safira menghela napas pendek, mengusap pundak Nadira. “Saya tahu kamu pasti sangat terpukul atas kematian Ulungmu, tapi apakah kau bisa menceritakan kronologi kematian Ulung mu? Mana tahu aku bisa membantumu menemukan siapa pelakunya.” Tak ada jawaban dari Nadira, kemb

    Last Updated : 2022-02-24
  • Qolbu Quddus   Chapter 9 Luka Tusuk Di Perut

    “Kita perlu bicara….” Ajak Safira saat melihat Abbas yang baru saja pulang dari berkebun bersama pak Dody dan anaknya. “Mau bicara apa?” “Kita harus kekota yang ada labortariumnya, untuk mengecek barang bukti yang saya temukan….” jelas Safira dengan cara berbisik ditelinga Abbas. Jarak mereka cukup jauh dari jangkaun pak Dody dan anaknya, sehingga mereka tidak perlu khawatir akan didengar pembicaraan mereka. “Baiklah, kita harus izin terlebih dahulu pada pak Dody dan istrinya….” ajak Abbas. Setelah mendapat izin dari pak Dody dan istrinya, Safira dan Abbas bergegas pergi kekota. Cukup jauh dari desa mereka, baru mereka menemukan kota. Mereka pulang saat adzan magrib. Safira berusaha mencari tahu nama dan tempat tinggal orang-orang yang dicurigainya. Malam itu dia mengendap-endap berjalan dibelakang rumah pak Somad, tempat kejadian terdapatnya mayat pak Slamet, tiga hari yang lalu. Namun dia tidak menemukan apapun. “Bagaimana mungkin tidak ada jejak barang bukti sedikitpun?” bath

    Last Updated : 2022-02-24
  • Qolbu Quddus   Chapter 10 Introgasi

    Abbas dan Safira pulang kerumah pak Dody. Sesampainya disana, mereka disambut dengan tatapan tajam para polisi. “Maaf, apakah kau bernama Safira Ramadhani?” tanya seorang polisi. Safira hanya menganguk dengan cepat. “Bolehkah saya bertanya dengan kamu?” “Silahkan….” jawab Safira singkat. Safira duduk dikursi teras rumah pak Dody. Ada lima kursi disana, pak Dody dan istrinya segera masuk kedalam rumah saat melihat Safira sudah pulang. Abbas dan Safira pun duduk dikursinya dengan tenang, sedangkan dua polisi itu juga duduk dikursinya. Safira menatap tajam seorang pria yang juga ikut duduk disamping pak polisi. “Darimana kamu tahu tentang kejadian kematian pak Slamet?” “Saya mendengar teriakan para warga dan melihat banyak orang-orang berbondong-bondong ke lokasi kejadian…. Jadi kami hanya ingin melihat apa yang terjadi….” jawab Safira sekenanya. “Kami? Berarti kamu tidak sendirian datang ketempat lokasi kejadian?” tanya polisi itu lagi. “Bersama pak Dody, bu Rima dan anaknya Ardi

    Last Updated : 2022-02-24
  • Qolbu Quddus   Chapter 11 Pakaian Hitam

    Pukul 17:45 Pak Somad bergegas pulang kerumahnya dengan berjalan kaki. Namun langkahnya terhenti saat mendapati sosok seorang pria yang berdiri tegak memakai pakaian dan masker hitam ditengah jalan dengan posisi sebelah tangannya memegang balok kayu. “Maaf anda ini siapa? Kenapa berdiri tengah jalan seperti ini? Anda tersesat?” tanya pak Somad kebingungan. Namun pria itu hanya diam, namun tatapan matanya sangatlah tajam seperti pedang yang siap menghunus siapa-saja. “Kenapa diam? Sepertinya anda bukan orang desa ini? Anda mau kemana?” tanya pak Somad lagi. “Mau kerumah pak Somad….” ujarnya membuat pak Somad menunjukkan ekspresi bingung. “Saya pak Somad, ada apa kau bertemu dengan saya?” “Mau membunuh….” ucapnya dingin, diiringi dengan tawa yang melengking, membuat bulu kuduk pak Somad berdiri. “Apa salah saya?” tanya pak Somad dengan suara bergetar. “Karena kau membunuh teman saya bernama Fitra Rafisqy Alfa rezi abangnya Nadira Zerina Adzra Nadhifa, juga pak Slamet, dan sekara

    Last Updated : 2022-03-04

Latest chapter

  • Qolbu Quddus   Chapter 46 Lukisan

    Safira menghela napas lelah membaca bait demi bait tulisan diary tersebut. Safira menutup laptopnya, dan segera keluar dari kamarnya. “Mau kemana?” hadang Safira saat melihat Fikri keluar dari kamarnya. “Bukan urusanmu.” jawabnya acuh. “Akan memanaskan motor,” ucap Safira meninggalkan Fikri yang hanya bisa mendengus sebal. Dia harus bisa menghindari Safira, dia tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Fikri tidak ingin masalalu nya terulang lagi. Bukankah menjaga lebih baik dari pada merusak. Fikri melangkah keluar dan dilihatnya Safira sedang memanaskan motornya. Fikri mendekati Safira, dengan kasar merampas kunci motor dan segera hendak menaiki motor tersebut, namun dengan gerakan gesit, Safira menarik baju Fikri. “Kau tidak akan bisa pergi tanpa diriku. Apa kau ingin disiksa terus oleh ibumu? Apa kau sangat suka ya disiksa oleh ibumu?” ujar Safira ketus. “Bukan urusanmu.” jawab Fikri dingin. “Akan jadi urusanku jika menyangkut dirimu. Apalagi aku sudah ditugaskan untuk

  • Qolbu Quddus   Chapter 46 Rekaman Cctv

    “Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Safira disebrang telepon.“Silahkan….” jawab Abbas.“Boleh aku minta alamat rumah bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?”“Akan saya kirimkan…..” jawab Abbas. Saat sudah mendapatkan alamat Zivana, Safira segera keluar dari rumah pribadi Fikri. Motornya berhenti disebuah rumah dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita keluar membukakan pintu.“Maaf, bolehkah saya bertemu dengan bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?” tanya Safira ramah.“Maaf bu Zivana tidak ada dirumah…. Bu Zivana belum pulang.” jawab sang Art.“Kapan ya pulangnya?”“Mungkin sore ini, kalau tidak lembur….”“Bolehkah saya masuk dan menunggu bu Zivana? Saya ingin sekali bertemu dengannya.” sang Art hanya menganguk perlahan dan menyilahkan Safira masuk. Sesaat setelah masuk, sang Art nampak menelpon seseorang. Safira mengamati seluruh ruangan tersebut. Dia melihat foto keluarga, Safira mengamati foto tersebut dengan seksama. Safira duduk disofa panjang. Tak lama

  • Qolbu Quddus   Bab 150 Pengajuan Banding

    "Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Anda meragukan pengkapan yang kami lakukan? Kau iri? Sudah tidak percaya lagi oleh pak Haikal?" Alfa tersenyum menyeringai. "Saya tahu, ini semua rencanamu untuk mengetahui isu kalian tentang berita Taqy Shafiullah. Bau busuk rencana sudah tercium kok, hanya menunggu waktu kehancuran kalian saja...." ucap Safira dengan dingin. "Bilang saja kau memihak pada teroris ini. Jika iya, itu sama saja kau membela para teroris. Itu sama saja kau berpihak pada kejahatan dan kau memberi kesempatan bagi para teroris membunuh dan menyebarkan teror lagi....""Jika iya memangnya kenapa? Kau takut seorang Safira Ramadhani berpihak pada teroris? Jika aku ikut menyelesaikan kasus ini, sudah pastikan kau kalah, Alfarezel Arfan.... Kesempatan mu untuk menang hanya sedikit.... Jangan sampai saya turun tangan menangani kasus ini Fa...." Safira tersenyum sinis. Saat melewati Alfa, Safira sengaja menyenggol lengan Alfa dengan kasar. Alfa tampak geram, meninggalkan sel

  • Qolbu Quddus   Bab 149 Mengadu domba

    "Saat itu Reyhan di ancam saat melakukan pemberontakan karena apa yang dituduhkan para polisi itu tidak lah benar...." jelas Alfariz. Safira hanya diam, terus saja mendengar apa yang di ceritakan oleh Alfariz. Pecakapan tersebut terekam kamera tersembunyi yang terpasang di baju nya."Kau, harus ikut kami dan mengakui bahwa kau adalah teroris.... Jika tidak, kau dan istrimu akan kami bunuh...." ancam Alfa menarik paksa Reyhan yang masih meronta melepaskan diri. Reyhan di dorong masuk ke dalam mobil tahanan. Mobil melaju meninggalkan rumah Reyhan. Tiga orang tidak ikut rombongan tersebut, kembali mendekati rumah Reyhan. Mengedor pintu yang terkunci, membuat istri Reyhan semakin panik di balik jendela saat mengintip suami nya di bawa polisi.Gedoran semakin kuat terdengar oleh istri Reyhan, dan berubah menjadi tendangan. Istri Reyhan hanya membeku berdiri membelakangi jendela. Jantung istri Reyhan sejenak terhenti, saat tiga polisi tersebut berhasil membuka pintu dan melepaskan beberapa k

  • Qolbu Quddus   Bab 148 Fitnah?

    Reyhan Aldhani perlahan keluar dari dalam kamar, sedangkan sang istri duduk dengan panik di atas ranjangnya. Saat keluar, Reyhan langsung di borgol oleh polisi. "Bapak kami tangkap...." ucap Alfa. "Apa salah saya pak? Saya tidak melakukan apa-apa yang bertentangan dengan hukum?" balas Reyhan meronta saat polisi memborgol nya. "Kamu telah melakukan tindakkan teroris.... Mengebom rumah makan X dan menewaskan banyak orang...." jelas Alfa mendorong kasar Reyhan keluar dari rumah nya. "Saya tidak melakukannya pak.... Bapak salah orang...." sanggah Reyhan tidak terima dengan tuduhan tersebut. "Tidak usah melawan dan tidak mengakui perbuatan mu.... Kau bisa membela diri saat di kantor polisi...." jelas Alfa menarik paksa Reyhan masuk ke dalam mobil. Sedangkan istri Reyhan mencoba menahan diri tidak keluar dari rumahnya, karena lebih menuruti perintah suaminya. Mobil tahanan tersebut pun meninggalkan rumah Reyhan. Sang istri hanya bisa menahan tangis saat di lihat nya mobil yang membawa s

  • Qolbu Quddus   Bab 147 Penangkapan

    "Kamu sudah mendengar berita yang sudah viral di TV kan?" tanya Haikal dengan dingin pada Alfarezel Arfan duduk di kursi depan Haikal."Saya sudah mendengarnya pak...." jawab Alfa. "Misi kali ini, kalian yang selesai kan.... Saya harap kalian bisa menyelesaikan nya dengan mudah...." jelas Haikal. "Siap pak.... Ngomong-ngomong kenapa tidak Safira saja yang menyelesaikan misi ini pak? Bukankan gadis itu adalah orang yang sangat bapak percayai?...." tanya Alfa dengan dingin. "Lakukan saja sesuai perintah.... Safira akan menyelesaikan kasus lainnya...." balas Haikal dengan tegas dan memerintahkan dengan satu jarinya untuk pergi dari ruangannya. Alfa pun keluar dari ruangan pak Haikal dan saat keluar berpapasan dengan Safira. Alfa menatap Safira tajam, "Sepertinya ada yang sudah tidak di percaya lagi menyelesaikan kasus besar...." sindir Alfa dengan senyum sinis. Safira menghela napas pendek. "Karena pak Haikal mungkin udah bosan dengan dia yang sok baik, dan menyelamatkan para tahana

  • Qolbu Quddus   Bab 146 Teroris

    Di sebuah ruangan rumah Athailah, "Sebarkan isu-isu, viral kan agar kasus ayah saya bisa teralihkan dan setelah semua masyarakat dan para netizen fokusnya terpecahkan, saat itu lah kita akan menyogok para polisi.... " jelas Athailah. Mengepal tangannya dengan geram, mata nya tajam melihat tiga anak buahnya.“Baik bos...” ucap tiga anak buah nya dengan tegas.“Cepat buat keributan.... jangan sampai gagal....” bentak Athailah. Tiga anak buah Athailah pun segera meninggalkan ruang kerja Athailah.Tiga pria tersebut mendatangi sebuah rumah makan. Setelah beberapa menit mengamati situasi sekitar, mereka pun hendak melemparkan sesuatu ke arah rumah makan tersebut, namun karena kemunculan lima orang berjubah putih dari dalam rumah makan, membuat tiga pria tersebut menghentikan aktivitasnya."Assalamu'alaikum.... " sapa lima pria tersebut dengan ramah. Namun bukannya menjawab salam lima pria tersebut, tiga pria itu hanya diam dan memasang wajah dingin, hingga lima pria tersebut memasuki mobil

  • Qolbu Quddus   145 di Laporkan ke Polisi

    “Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na

  • Qolbu Quddus   Bab 144 Misi

    Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be

DMCA.com Protection Status