Safira duduk disisi ranjang dan mengamati seisi kamarnya dengan senyum tipis. Lalu perlahan dia baringkan tubuhnya, yang berasa hancur lebur di sekujur tubuhnya, di ranjang. Rasa sakit penyiksaan beberapa hari yang lalu masih dia rasakan, belum sempurna menghilang. Lagi-lagi dan lagi, diriku merasa sakit melihatmu sakit. Entah rasa apa ini, aku pun bingung menjawabnya. Yang pasti mulutku membencimu tapi hatiku peduli padamu. Aku tidak bisa membohongi ini semua, bahwa aku sangat peduli padamu dan ingin menjadi teman atau pun sahabatmu. Tapi apakah kamu mau? Sepertinya kamu adalah, seseorang yang menutup diri dari semua orang, dan sangat sulit bagiku, masuk kedalam hidupmu. Apakah takdir bisa mempersatukan kita? Sebagai dua orang asing yang membenci, dan akhirnya mengerti. Apakah khayalanku terlalu tinggi padamu? Aku hanya ingin menjadi seseorang pelepas rindumu, menampung dukamu, dan memelukmu saat ketidaberdayaanmu. Hanya itu yang aku inginkan. Apa itu salah? Kemungkinan tidak. Tapi
Ketika istirahat tiba, Fikri kembali kesikap asalnya yang cuek dan sungguh menyebalkan. Tanpa bicara dan melihat siapapun, Fikri segera memasuki lapangan basket dan asyik bermain disana. Sahabat-sahabat Fikri pun ikut bermain. Ketika bola terlepas dari tangan Safir dan mengelinding, Safira cepat mengambil bola dan sesekali memantulkan bola kelantai dan memasukkannya ke ring. “Boleh kami bermain?” Safira tersenyum meminta persetujuan dari kelima pria itu. Safir dan teman-temannya hanya membeku, melihat Safira dan para bodyguardnya menghampiri mereka. Mereka melirik kearah Fikri meminta persetujuan, seperti tau apa yang dipikirkan teman-temannya. Fikri hanya menganguk menyetujui. Safira segera berlari merebut bola dari Fikri dan hanya beberapa teknik, bola sudah berpindah ketangan Safira dan kembali untuk kedua kalinya Safira memasukkan bola ke ring. “Kita taruhan. Siapa yang kalah, akan mentraktir kita makan nanti malam, dan traktir gratis kita semua naik gunung.” Safira dengan linca
Mereka terlihat sangat menikmati perjalanan dari Bagan Siapi-Api, menuju ke Pekanbaru. Lalu menyewa dua mobil menuju, gunung talang. Fikri satu mobil dengan Abraham dan Safira, mobil di kemudikan oleh Zakir Pramudita, dan di sampingnya ada Feri Oktaviani, sedangkan Safira, Abraham dan Fikri berada di bangku nomor dua, setelah bangku sopir. Safira duduk ditengah, Abraham dan Fikri. Sedangkan bangku yang paling belakang, diduduki oleh Muhamad Farhan, Ilham Arif Setiawan, dan Muhamad Thoriq Akbar.Sedangkan mobil kedua, diisi oleh Latifah Ahmad Fadillah, disetir oleh Safir Ahmad Fadhil Zikri. Abraham dan Safira sangat romantis disepanjang perjalanan, Fikri yang tidak suka melihat Safira dipeluk, dicium oleh Abraham. Rasanya ingin sekali dia patahkan leher laki-laki itu, agar pria itu tidak lagi mendekati Safira.Sepanjang perjalanan, Abraham tidak melepaskan pelukkannya pada Safira, sesekali dia memcium ubun-ubun Safira, dan membelai wajahnya ayunya, yang terus mengoda keimanan seorang Ab
“Ibu, ada pengumuman penting untuk kalian semua! Mengingat sebentar lagi, akan diadakan ulang tahun, sekolah. Maka kita, akan mengadakan drama antar kelas" ujar bu Adelicia mulai bicara. "Dan dengar baik-baik, ibu akan bagi kelompoknya. Ibu harap, kalian semua bisa kompak dan mengesampingkan ego, terlebih dahulu. Bagi yang bermusuhan, ibu harap kalian berbaikan untuk sementara, demi kelancaran acara ini." jelas bu Adelicia. "Baiklah, akan ibu pilih sendiri, yang dipanggil namanya maju kedepan. Fikri Wijaya Kusuma sebagai pangeran, Siska Rahmayani, sebagai ibu peri, Safir Ahmad Fadhil Zikri sebagai raja, Safira Ramadhani sebagai cinderrella, Adira Fairuz sebagai utusan dari istana, Nadia Oktaviani sebagai ibu cinderrella, Amelia, dan Wulandari sebagai kakak tirinya cinderrella.” satu persatu nama-nama yang dipanggil ibu Adelicia Calista maju kedepan kelas. Ada beberapa orang maju dengan wajah kesal, Fikri dan Safira tidak terima dengan peran, yang diberikan oleh bu Adelicia. “Baikl
Abraham membawa Safira, makan di sebuah restoran yang ada di Bagan Siapi-Api. Mereka duduk dan memesan beberapa menu, makanan dan minuman. Ditengah asyik-asyik makan, seorang wanita mengebrak meja, dan menjambak rambut Safira dengan kuat.“Jadi, karena wanita ini, kau tidak mau menikahiku hah? Dasar perempuan jalang, berani-beraninya kamu merebut, calon suami saya.” bentaknnya, menekan kepala Safira kedalam piring, yang masih berisikan nasi dan lauk. Muka Safira terlihat belepotan, nasi lengket diwajahnya.Abraham berusaha memisahkan wanita itu, dari Safira. Safira berusaha tenang, dan melihat Abraham sedang menahan wanita itu, yang masih berusaha menghajarnya kembali. Safira memandang Abraham, dengan penuh tanya. Safira menghela napas.“Benar Bra, dia calon istrimu. Kenapa kau menyembunyikan ini dariku?” Safira berusaha bersikap tenang, semaksimal mungkin. Namun di otaknya sudah mau meledak, ingin menghajar mereka satu persatu.“Kau tau, apa yang telah dilakukannya kepadaku perempuan
Beberapa hari setelah kejadian direstroan, Abraham tidak pernah pulang kerumah dan menemui Safira di rumahnya Hartawan. Safira hanya mendengus kesal, padahal dia masih menginginkan pria itu meminta maaf padanya, sekedar membujuknya. Saat dirinya sudah bisa menerima, saat itulah dia dicampakkan begitu saja. Sungguh kejamnya dunia. Disisi lain Abraham mengetuk pintu, ketukkanya semakin keras saat pemiliki rumah, tidak dilihatnya membukakan pintu. Wajah Abraham terlihat kesal, dan ketika hendak mengetuk lagi, seorang wanita keluar dari dalam rumah. “Hay, akhirnya kamu kamu datang juga. Aku sudah menunggumu.” wanita itu tersenyum membelai dada Abraham, diselingi tatapan genit. “Kenapa kau, datang kerestoran waktu itu? Bukankah aku sudah memberi, apapun yang kau minta, rumah, mobil, uang, apalagi yang kurang?” Abraham menepis tangan wanita itu dan menatapnya dengan tatapan jengah. “Aku ingin kau menikahiku Bra...” wanita itu memeluk pinggang Abraham. “Aku tidak akan menikahimu. Karena
Safira hanya termenung, duduk di teras rumah Hartawan Wijaya Kusuma. Kini Abraham sudah menghilang bak di telan bumi. Yang paling mengejutkan lagi, rumah mewah yang di tinggali Abraham, juga mobil yang dia miliki, juga ikut di sita oleh seseorang yang mengaku Abraham memiliki hutang padanya. Namun walaupun Abraham sudah bangkrut dan menghilang, tetapi para bodyguard nya tetap setia menjaga Safira. Feri, Thoriq, Fadil, mendekati Safira dan duduknya di sampingnya. “Kenapa masih di luar? Di luar dingin lo,” ucap Feri. Safira tidak menanggapi, dia hanya mendengus pelan. Thoriq membuka jaketnya dan memakaikannya ketubuh Safira. “Sampai kapan nona seperti ini? tidak baik bersedih setiap saat. Yang pergi tidak akan kembali, kecuali takdir mempersatukannya kembali.” Thoriq berujar dengan lembut, masih menghormati perempuan yang ada, disampingnya . Walaupun Safira tidak lagi kaya, dan terus saja di manjakan oleh barang-barang mewah pemberian Abraham, seperti dulu. Tetap saja wanita itu perna
Setelah latihan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya sampailah pada hari H nya. Kelas Safira menampilkan drama cinderrella diatas panggung. Tirai yang besar dan juga tinggi perlahan terbuka, memperlihatkan seorang saja yang sedang gundah gulana, memikirkan putranya yang masih saja sendirian, dan tak kunjung menikah. Sang raja duduk disinggasana kebesarannya, (diperankan oleh Safir Ahmad Fadhil Zikri) disampingnya berdiri seorang pengawal (diperankan oleh Adira Fairuz). “Mohon Ampun Tuanku, apa yang membuat baginda raja terlihat begitu bersedih? Apakah hamba boleh mengetahui, gerangan apa yang membuat baginda bersedih?” pengawal berkata dengan takzim menundukkan kepalanya didepan sang raja. “Saya bersedih memikirkan putra kerajaan, belum juga kunjung menikah. Jika putra mahkota tidak menikah, dan tidak memiliki keturunan, lalu siapa yang akan melanjutkan memimpin kerajaan ini?” sang raja sangat bersedih jika memikirkan kelangsungan dan kejayaan kerajaannya dimasa yang akan dat
Safira menghela napas lelah membaca bait demi bait tulisan diary tersebut. Safira menutup laptopnya, dan segera keluar dari kamarnya. “Mau kemana?” hadang Safira saat melihat Fikri keluar dari kamarnya. “Bukan urusanmu.” jawabnya acuh. “Akan memanaskan motor,” ucap Safira meninggalkan Fikri yang hanya bisa mendengus sebal. Dia harus bisa menghindari Safira, dia tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Fikri tidak ingin masalalu nya terulang lagi. Bukankah menjaga lebih baik dari pada merusak. Fikri melangkah keluar dan dilihatnya Safira sedang memanaskan motornya. Fikri mendekati Safira, dengan kasar merampas kunci motor dan segera hendak menaiki motor tersebut, namun dengan gerakan gesit, Safira menarik baju Fikri. “Kau tidak akan bisa pergi tanpa diriku. Apa kau ingin disiksa terus oleh ibumu? Apa kau sangat suka ya disiksa oleh ibumu?” ujar Safira ketus. “Bukan urusanmu.” jawab Fikri dingin. “Akan jadi urusanku jika menyangkut dirimu. Apalagi aku sudah ditugaskan untuk
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Safira disebrang telepon.“Silahkan….” jawab Abbas.“Boleh aku minta alamat rumah bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?”“Akan saya kirimkan…..” jawab Abbas. Saat sudah mendapatkan alamat Zivana, Safira segera keluar dari rumah pribadi Fikri. Motornya berhenti disebuah rumah dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita keluar membukakan pintu.“Maaf, bolehkah saya bertemu dengan bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?” tanya Safira ramah.“Maaf bu Zivana tidak ada dirumah…. Bu Zivana belum pulang.” jawab sang Art.“Kapan ya pulangnya?”“Mungkin sore ini, kalau tidak lembur….”“Bolehkah saya masuk dan menunggu bu Zivana? Saya ingin sekali bertemu dengannya.” sang Art hanya menganguk perlahan dan menyilahkan Safira masuk. Sesaat setelah masuk, sang Art nampak menelpon seseorang. Safira mengamati seluruh ruangan tersebut. Dia melihat foto keluarga, Safira mengamati foto tersebut dengan seksama. Safira duduk disofa panjang. Tak lama
"Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Anda meragukan pengkapan yang kami lakukan? Kau iri? Sudah tidak percaya lagi oleh pak Haikal?" Alfa tersenyum menyeringai. "Saya tahu, ini semua rencanamu untuk mengetahui isu kalian tentang berita Taqy Shafiullah. Bau busuk rencana sudah tercium kok, hanya menunggu waktu kehancuran kalian saja...." ucap Safira dengan dingin. "Bilang saja kau memihak pada teroris ini. Jika iya, itu sama saja kau membela para teroris. Itu sama saja kau berpihak pada kejahatan dan kau memberi kesempatan bagi para teroris membunuh dan menyebarkan teror lagi....""Jika iya memangnya kenapa? Kau takut seorang Safira Ramadhani berpihak pada teroris? Jika aku ikut menyelesaikan kasus ini, sudah pastikan kau kalah, Alfarezel Arfan.... Kesempatan mu untuk menang hanya sedikit.... Jangan sampai saya turun tangan menangani kasus ini Fa...." Safira tersenyum sinis. Saat melewati Alfa, Safira sengaja menyenggol lengan Alfa dengan kasar. Alfa tampak geram, meninggalkan sel
"Saat itu Reyhan di ancam saat melakukan pemberontakan karena apa yang dituduhkan para polisi itu tidak lah benar...." jelas Alfariz. Safira hanya diam, terus saja mendengar apa yang di ceritakan oleh Alfariz. Pecakapan tersebut terekam kamera tersembunyi yang terpasang di baju nya."Kau, harus ikut kami dan mengakui bahwa kau adalah teroris.... Jika tidak, kau dan istrimu akan kami bunuh...." ancam Alfa menarik paksa Reyhan yang masih meronta melepaskan diri. Reyhan di dorong masuk ke dalam mobil tahanan. Mobil melaju meninggalkan rumah Reyhan. Tiga orang tidak ikut rombongan tersebut, kembali mendekati rumah Reyhan. Mengedor pintu yang terkunci, membuat istri Reyhan semakin panik di balik jendela saat mengintip suami nya di bawa polisi.Gedoran semakin kuat terdengar oleh istri Reyhan, dan berubah menjadi tendangan. Istri Reyhan hanya membeku berdiri membelakangi jendela. Jantung istri Reyhan sejenak terhenti, saat tiga polisi tersebut berhasil membuka pintu dan melepaskan beberapa k
Reyhan Aldhani perlahan keluar dari dalam kamar, sedangkan sang istri duduk dengan panik di atas ranjangnya. Saat keluar, Reyhan langsung di borgol oleh polisi. "Bapak kami tangkap...." ucap Alfa. "Apa salah saya pak? Saya tidak melakukan apa-apa yang bertentangan dengan hukum?" balas Reyhan meronta saat polisi memborgol nya. "Kamu telah melakukan tindakkan teroris.... Mengebom rumah makan X dan menewaskan banyak orang...." jelas Alfa mendorong kasar Reyhan keluar dari rumah nya. "Saya tidak melakukannya pak.... Bapak salah orang...." sanggah Reyhan tidak terima dengan tuduhan tersebut. "Tidak usah melawan dan tidak mengakui perbuatan mu.... Kau bisa membela diri saat di kantor polisi...." jelas Alfa menarik paksa Reyhan masuk ke dalam mobil. Sedangkan istri Reyhan mencoba menahan diri tidak keluar dari rumahnya, karena lebih menuruti perintah suaminya. Mobil tahanan tersebut pun meninggalkan rumah Reyhan. Sang istri hanya bisa menahan tangis saat di lihat nya mobil yang membawa s
"Kamu sudah mendengar berita yang sudah viral di TV kan?" tanya Haikal dengan dingin pada Alfarezel Arfan duduk di kursi depan Haikal."Saya sudah mendengarnya pak...." jawab Alfa. "Misi kali ini, kalian yang selesai kan.... Saya harap kalian bisa menyelesaikan nya dengan mudah...." jelas Haikal. "Siap pak.... Ngomong-ngomong kenapa tidak Safira saja yang menyelesaikan misi ini pak? Bukankan gadis itu adalah orang yang sangat bapak percayai?...." tanya Alfa dengan dingin. "Lakukan saja sesuai perintah.... Safira akan menyelesaikan kasus lainnya...." balas Haikal dengan tegas dan memerintahkan dengan satu jarinya untuk pergi dari ruangannya. Alfa pun keluar dari ruangan pak Haikal dan saat keluar berpapasan dengan Safira. Alfa menatap Safira tajam, "Sepertinya ada yang sudah tidak di percaya lagi menyelesaikan kasus besar...." sindir Alfa dengan senyum sinis. Safira menghela napas pendek. "Karena pak Haikal mungkin udah bosan dengan dia yang sok baik, dan menyelamatkan para tahana
Di sebuah ruangan rumah Athailah, "Sebarkan isu-isu, viral kan agar kasus ayah saya bisa teralihkan dan setelah semua masyarakat dan para netizen fokusnya terpecahkan, saat itu lah kita akan menyogok para polisi.... " jelas Athailah. Mengepal tangannya dengan geram, mata nya tajam melihat tiga anak buahnya.“Baik bos...” ucap tiga anak buah nya dengan tegas.“Cepat buat keributan.... jangan sampai gagal....” bentak Athailah. Tiga anak buah Athailah pun segera meninggalkan ruang kerja Athailah.Tiga pria tersebut mendatangi sebuah rumah makan. Setelah beberapa menit mengamati situasi sekitar, mereka pun hendak melemparkan sesuatu ke arah rumah makan tersebut, namun karena kemunculan lima orang berjubah putih dari dalam rumah makan, membuat tiga pria tersebut menghentikan aktivitasnya."Assalamu'alaikum.... " sapa lima pria tersebut dengan ramah. Namun bukannya menjawab salam lima pria tersebut, tiga pria itu hanya diam dan memasang wajah dingin, hingga lima pria tersebut memasuki mobil
“Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na
Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be