Safira masih tetap berkuliah di kampus universitas Riau. Saat Safira keluar dari kos nya, kakinya menendang sesuatu. Safira mengerutkan keningnya, memandangi sekitarnya, lalu berjongkok meraih paket tersebut, dan perlahan membukanya. Matanya melotot dan melihat isi paket tersebut. Di dalam sana terdapat sebuah boneka yang berlumuran darah, lehernya diikat pakai tali, dan bagian perut nya tertancap sebuah pisau. Safira meraih sebuah surat disamping boneka tersebut dan membacanya,"Kau akan mengalami nasib yang sama seperti boneka ini.... Berhati-hatilah, kematian akan menjenputmu...." tulis surat tersebut. Safira menghela napas pendek, membuang boneka tersebut di tong sampah.Safira menaiki motor ninja nya dan mengemudikannya dengan kecepatan tinggi. Tubuh Safira terpelanting ke aspal saat motor lain menabraknya dari belakang. Saat hendak bangkit, tubuh Safira langsung di tendang, di pukuli pakai kayu, tanpa memberi kesempatan Safira untuk melawan. Wajah Safira di tinju, Safira dengan
Saat Fikri hendak membalas ingin menghajar Safira, mata keduanya beradu pandang.“Kau....” ucap keduanya secara bersamaan. Keduanya saling kompak buang muka dengan kesal. Akhirnya Safira segera menaiki motornya dan meninggalkan Fikri sendirian. Namun saat Fikri hendak menaiki motornya, matanya terusik saat melihat sebuah kalung tergeletak tepat pada motor Safira, tadi. Fikri berjongkok dan meraih kalung tersebut, saat dia membuka mainan kaluang tersebut, Fikri sangat kaget saat melihat foto di balik mainan kalung tersebut.Fikri segera memasukkan kalung tersebut di dalam kantong celananya, segera tancap gas meninggalkan lokasi kejadian. Safira menghempaskan tubuhnya di ranjang kosnya, tubuhnya terasa lelah, seharian mengalami banyak masalah. Safira menghela napas panjang, saat hendak memejamkan mata, ketukan pintu mengejutkannya. Segera Safira turun dari ranjang dengan malas.“Dengan mbak Safira Ramadhani?” tanya seorang pria.“Iya....” jawab Safira mengeryitkan keningnya.“Ini ada pa
Safira diam di sepanjang perjalanan, kenangan masa kecil bersama Kaka nya memenuhi pikirannya. “Assalamualaikum....” ucap seorang bocah laki-laki yang berumur lima tahun, mengetuk pintu rumah Safira. Safira kecil bergegas membukakan pintu sebelum tidur ayah nya tergangu dan memarahi si pengetuk pintu. “Ada apa Ka?” tanya Safira saat sudah membukakan pintu. Bocah laki-laki yang berumur lima tahun tersebut hanya nyengir, dan meraih tangan Safira. “Kaka mau ngajak Cici main ke rumah Kaka....” jelasnya. “Maaf Ka, Cici nggak bisa main ke rumah Kaka.... Cici harus jualan kue, beresin rumah dan memasak untuk ayah nanti, saat sudah pulang....” jelas Safira merasa bersalah tidak bisa ikut bersama Kaka nya yang terlihat kecewa. Bocah lima tahun itu cemberut. “Nanti biar Kaka bantu Cici deh beresin rumah, dan masak untuk ayah... ayo Cici.... Kaka nggak punya teman di rumah.... Kaka hanya punya Cici.... ayo....” bocah lima tahun itu merengek pada Safira. Melihat sahabat nya yang terus memaksa
“Kita ke rumah Kaka aja yuk....” ajak bocah laki-laki tersebut. Safira hanya menganguk. Tak lama kemudian, sebuah motor menjemput keduanya. Mereka masuk ke dalam kamar Kaka dan bermain mobil-mobilan, kereta api, dan bermain bola. Safira hanya menurut saja memainkan apa yang di mainkan Kaka, walaupun yang dia mainkan tersebut, adalah mainan yang biasa di mainkan oleh anak lak-laki saja. Fikri merebahkan tubuhnya di ranjang rumah pribadinya. “Bu.... Fikri mau tanya boleh?” tanya Fikri yang masih berusia lima tahun kepada Surtinah asisten rumah tangganya. “Boleh... tuan mau tanya apa?” jawab Surtinah ramah mengusap gemas wajah chubby Fikri. “Biasanya mainan yang sering di mainin anak perempuan itu apa bu?” “Boneka, seperti mainan masak-masakan....” jawab Surtinah tersenyum. “Fikri mau beli semuanya bu.... ayo kita beli sekarang bu....” Fikri kecil menarik tangan Surtinah keluar dari kamarnya. “Ayo bu.... kita beli mainannya....” rengek Fikri. “Tuan kan laki-laki.... masa main, mai
Sesampainya di kos, Safira menghempaskan tubuhnya di ranjang. Matanya tajam menatap langit-langit kamar kos. Dia bangkit saat dirinya mengingat sesuatu dan berjongkok meraih box dari bawah ranjangnya. Dia tersenyum pilu saat melihat banyak mainan pemberian Kaka nya sewaktu masih kecil. “Aku rindu kamu Ka.... aku berharap, menjelang ajal ku tiba, hubungan kita membaik, walaupun hanya sebentar....” Safira menghela napas panjang, duduk di sisi ranjang memeluk box tersebut. Dering telepon mengusiknya, dan mengangkatnya dengan malas. "Ada misi untukmu.... Segera datang ke markas.... " jelas pak Haikal di sebrang telepon. "Baik pak.... Saya segera kesana.... " Safira segera bangkit, dan meletakkan box tersebut di atas ranjangnya. Sebelum keluar dari kos, Safira tersenyum memandangi box. "Aku keluar sebentar ya Ka.... " pamit Safira meninggalkan kos menaiki motornya. Safira duduk di kursi ruangan pak Haikal setelah di persilahkan duduk. "Misi mu adalah, kau harus mencari orang bernama F
“Assalamualaikum bu.... nama saya Safira Ramadhani saudara dari Arsakha Gibran Ar- Rafif.... saya bermaksud untuk bertemu dengan ibu, berniat untuk melamar putri bernama Saraswati Putri....” “Maaf, anak saya sudah saya jodoh kan dengan pria lain.... maaf...” ujar sang ibu di sebrang telepom. “Maaf bu sebelumnya.... saudara saya ini mencintai anak ibu dan anak ibu juga mencintainya.... jadi apa salahnya kita menyetujui saja lamaran ini.... biar kan mereka berdua yang menentukan masa menentukan masing-masing.. . bahagia. panjang bahagia. mencintai anak ibu.... dengan cara ini lah salah satu membuat anak ibu....” jelas Safira panjang lebar. “Tapi saya tidak ingin menyerahkan putri saya dengan pria seperti saudara anda...” jawab sang ibu dengan nada dingin. “Saya rasa saudara saya, pantas untuk anak ibu.... pertama yang harus ibu tahu, dia seorang akuntan. Gajinya perbulan mencapai Rp 12.257. 258 per bulan bu.... saya rasa cukup untuk membiayai kebutuhan anak ibu....” jawab Safira men
"Setidaknya kita bisa bersikap baik-baik saja di depan kedua orang tuamu. Ayo kita turun, makanan telah siap." Ujar Safira meriah kembali tangan Fikri. Lalu keduanya menuruni anak tangga."Kau sengaja ya pegang-pegang aku. Dasar modus, bilang saja kau mau cari perhatianku." Cerca Fikri kesal. Safira tidak mengubris membuat Fikri semakin kesal. Di meja makan, mereka lagi-lagi memasang senyum palsu dan sok-sok paling romantis mengalahkan anak ABG yang baru mengenal cinta. Namun di balik semua itu, lagi-lagi hanya kepalsuan belaka.Udara malam ini begitu mencekam, kedua sejoli itu hanya memilih diam membisu sambil sibuk bermain HP di tangannya. Namun sejenak kemudian rasa jenuh menghampiri keduanya. Keduanya di landa kebosanan terus bermain HP. Safira menuruni ranjang hendak keluar kamar."Kamu mau kemana? Lebih baik kau masukkan semua pakaianmu ke koper. Besok kau dan aku pindah." Titah Fikri tidak bisa di bantah. Safira berbalik menatap Fikri dengan penuh tanda tanya."Kau tunggu apa
Fikri memasuki kamar dan dilihatnya Safira mendengkur halus di tempat tidur."Hey, bangun..." Ujarnya menarik-narik ujung baju Safira. Safira mengeliat beralih posisi tidurnya."Bangun, katanya tadi mau masak. Ini kok malah tidur sih?." Kembali Fikri mengoyang-goyang tubuh Safira. Safira mengeliat merasa tergangu oleh Fikri. Perlahan wanita itu duduk, mengucek-kucek kedua matanya."Ayo bangun. Segera masak!!!." Perintah Fikri yang langsung di turuti oleh Safira. Segera Safira disibukkan kegiataan memasak di dapur."Cepat masaknya, jangan lelet." Safira menoleh kebelakang dan dilihatnya Fikri telah berdiri dibelakangnya. Safira hanya mendengus pelan, sambil tangannya sibuk mengaduk-aduk masakannya dikuali. Ketika hendak membawa makanan itu kemeja makan, tidak dilihatnya lagi Fikri berdiri tepat dibelakangnya dan ternyata Fikri sudah duduk manis dikursinya. Safira menata makanan di atas meja makan. Disusul mengambil piring di depan Fikri dan hendak mengisinya dengan nasi dan lauk pauk.
Safira menghela napas lelah membaca bait demi bait tulisan diary tersebut. Safira menutup laptopnya, dan segera keluar dari kamarnya. “Mau kemana?” hadang Safira saat melihat Fikri keluar dari kamarnya. “Bukan urusanmu.” jawabnya acuh. “Akan memanaskan motor,” ucap Safira meninggalkan Fikri yang hanya bisa mendengus sebal. Dia harus bisa menghindari Safira, dia tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Fikri tidak ingin masalalu nya terulang lagi. Bukankah menjaga lebih baik dari pada merusak. Fikri melangkah keluar dan dilihatnya Safira sedang memanaskan motornya. Fikri mendekati Safira, dengan kasar merampas kunci motor dan segera hendak menaiki motor tersebut, namun dengan gerakan gesit, Safira menarik baju Fikri. “Kau tidak akan bisa pergi tanpa diriku. Apa kau ingin disiksa terus oleh ibumu? Apa kau sangat suka ya disiksa oleh ibumu?” ujar Safira ketus. “Bukan urusanmu.” jawab Fikri dingin. “Akan jadi urusanku jika menyangkut dirimu. Apalagi aku sudah ditugaskan untuk
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Safira disebrang telepon.“Silahkan….” jawab Abbas.“Boleh aku minta alamat rumah bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?”“Akan saya kirimkan…..” jawab Abbas. Saat sudah mendapatkan alamat Zivana, Safira segera keluar dari rumah pribadi Fikri. Motornya berhenti disebuah rumah dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita keluar membukakan pintu.“Maaf, bolehkah saya bertemu dengan bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?” tanya Safira ramah.“Maaf bu Zivana tidak ada dirumah…. Bu Zivana belum pulang.” jawab sang Art.“Kapan ya pulangnya?”“Mungkin sore ini, kalau tidak lembur….”“Bolehkah saya masuk dan menunggu bu Zivana? Saya ingin sekali bertemu dengannya.” sang Art hanya menganguk perlahan dan menyilahkan Safira masuk. Sesaat setelah masuk, sang Art nampak menelpon seseorang. Safira mengamati seluruh ruangan tersebut. Dia melihat foto keluarga, Safira mengamati foto tersebut dengan seksama. Safira duduk disofa panjang. Tak lama
"Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Anda meragukan pengkapan yang kami lakukan? Kau iri? Sudah tidak percaya lagi oleh pak Haikal?" Alfa tersenyum menyeringai. "Saya tahu, ini semua rencanamu untuk mengetahui isu kalian tentang berita Taqy Shafiullah. Bau busuk rencana sudah tercium kok, hanya menunggu waktu kehancuran kalian saja...." ucap Safira dengan dingin. "Bilang saja kau memihak pada teroris ini. Jika iya, itu sama saja kau membela para teroris. Itu sama saja kau berpihak pada kejahatan dan kau memberi kesempatan bagi para teroris membunuh dan menyebarkan teror lagi....""Jika iya memangnya kenapa? Kau takut seorang Safira Ramadhani berpihak pada teroris? Jika aku ikut menyelesaikan kasus ini, sudah pastikan kau kalah, Alfarezel Arfan.... Kesempatan mu untuk menang hanya sedikit.... Jangan sampai saya turun tangan menangani kasus ini Fa...." Safira tersenyum sinis. Saat melewati Alfa, Safira sengaja menyenggol lengan Alfa dengan kasar. Alfa tampak geram, meninggalkan sel
"Saat itu Reyhan di ancam saat melakukan pemberontakan karena apa yang dituduhkan para polisi itu tidak lah benar...." jelas Alfariz. Safira hanya diam, terus saja mendengar apa yang di ceritakan oleh Alfariz. Pecakapan tersebut terekam kamera tersembunyi yang terpasang di baju nya."Kau, harus ikut kami dan mengakui bahwa kau adalah teroris.... Jika tidak, kau dan istrimu akan kami bunuh...." ancam Alfa menarik paksa Reyhan yang masih meronta melepaskan diri. Reyhan di dorong masuk ke dalam mobil tahanan. Mobil melaju meninggalkan rumah Reyhan. Tiga orang tidak ikut rombongan tersebut, kembali mendekati rumah Reyhan. Mengedor pintu yang terkunci, membuat istri Reyhan semakin panik di balik jendela saat mengintip suami nya di bawa polisi.Gedoran semakin kuat terdengar oleh istri Reyhan, dan berubah menjadi tendangan. Istri Reyhan hanya membeku berdiri membelakangi jendela. Jantung istri Reyhan sejenak terhenti, saat tiga polisi tersebut berhasil membuka pintu dan melepaskan beberapa k
Reyhan Aldhani perlahan keluar dari dalam kamar, sedangkan sang istri duduk dengan panik di atas ranjangnya. Saat keluar, Reyhan langsung di borgol oleh polisi. "Bapak kami tangkap...." ucap Alfa. "Apa salah saya pak? Saya tidak melakukan apa-apa yang bertentangan dengan hukum?" balas Reyhan meronta saat polisi memborgol nya. "Kamu telah melakukan tindakkan teroris.... Mengebom rumah makan X dan menewaskan banyak orang...." jelas Alfa mendorong kasar Reyhan keluar dari rumah nya. "Saya tidak melakukannya pak.... Bapak salah orang...." sanggah Reyhan tidak terima dengan tuduhan tersebut. "Tidak usah melawan dan tidak mengakui perbuatan mu.... Kau bisa membela diri saat di kantor polisi...." jelas Alfa menarik paksa Reyhan masuk ke dalam mobil. Sedangkan istri Reyhan mencoba menahan diri tidak keluar dari rumahnya, karena lebih menuruti perintah suaminya. Mobil tahanan tersebut pun meninggalkan rumah Reyhan. Sang istri hanya bisa menahan tangis saat di lihat nya mobil yang membawa s
"Kamu sudah mendengar berita yang sudah viral di TV kan?" tanya Haikal dengan dingin pada Alfarezel Arfan duduk di kursi depan Haikal."Saya sudah mendengarnya pak...." jawab Alfa. "Misi kali ini, kalian yang selesai kan.... Saya harap kalian bisa menyelesaikan nya dengan mudah...." jelas Haikal. "Siap pak.... Ngomong-ngomong kenapa tidak Safira saja yang menyelesaikan misi ini pak? Bukankan gadis itu adalah orang yang sangat bapak percayai?...." tanya Alfa dengan dingin. "Lakukan saja sesuai perintah.... Safira akan menyelesaikan kasus lainnya...." balas Haikal dengan tegas dan memerintahkan dengan satu jarinya untuk pergi dari ruangannya. Alfa pun keluar dari ruangan pak Haikal dan saat keluar berpapasan dengan Safira. Alfa menatap Safira tajam, "Sepertinya ada yang sudah tidak di percaya lagi menyelesaikan kasus besar...." sindir Alfa dengan senyum sinis. Safira menghela napas pendek. "Karena pak Haikal mungkin udah bosan dengan dia yang sok baik, dan menyelamatkan para tahana
Di sebuah ruangan rumah Athailah, "Sebarkan isu-isu, viral kan agar kasus ayah saya bisa teralihkan dan setelah semua masyarakat dan para netizen fokusnya terpecahkan, saat itu lah kita akan menyogok para polisi.... " jelas Athailah. Mengepal tangannya dengan geram, mata nya tajam melihat tiga anak buahnya.“Baik bos...” ucap tiga anak buah nya dengan tegas.“Cepat buat keributan.... jangan sampai gagal....” bentak Athailah. Tiga anak buah Athailah pun segera meninggalkan ruang kerja Athailah.Tiga pria tersebut mendatangi sebuah rumah makan. Setelah beberapa menit mengamati situasi sekitar, mereka pun hendak melemparkan sesuatu ke arah rumah makan tersebut, namun karena kemunculan lima orang berjubah putih dari dalam rumah makan, membuat tiga pria tersebut menghentikan aktivitasnya."Assalamu'alaikum.... " sapa lima pria tersebut dengan ramah. Namun bukannya menjawab salam lima pria tersebut, tiga pria itu hanya diam dan memasang wajah dingin, hingga lima pria tersebut memasuki mobil
“Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na
Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be