“Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya, bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati.”
----------
Hati Alesha berdebar kencang, kala mobil yang ditumpanginya memasuki halaman rumah sederhana yang berada di ujung kampung. Rumah sederhana yang pernah ia tinggali selama 9 tahun itu, masih berdiri kokoh persis saat terakhir ia tinggal di sana.
Alesha berjalan terlebih dahulu, meninggalkan ayah, opa serta papa Yonya yang sedang berbincang di dalam mobil dan entah sedang membicarakan apa. Perlahan Alesha berjalan mendekati pintu, lalu mengetuknya perlahan. Satu, dua kali ketukan tidak ada yang membukakan pintu. Dan lagi, Alesha mengetuk pintu sedikit keras dan tidak lama suara derap langkah kaki terdengar hingga membuat gadis yang masih cantik mengenakan kebaya itu semakin berdeba
“Biarkan aku padamkan sejenak, lentera yang menyinari kita berdua. Biar saja kita dalam kegelapan, biar saja kisah kita sebentar saja melenyap. Biar saja kita menemukan momentum dimana vektor kita berada. Biar saja kebahagiaan merangkak dan menyapa. Biar saja aku memilikimu sebentar lebih lama.”----------Alesha langsung membulatkan mata, melihat Linda yang nempel seperti ulat keket pada tubuh ayahnya. Terlebih Linda yang hanya mengenakan tank top tipis dan hot pen saja, yang tentu dapat memancing syahwat lawan jenis. Tanpa menunggu, Alesha pun langsung berjalan mendekati sang ayah dan menjauhkan dari Linda.“Nabilla, apa-apaan sih kamu.” Kata Linda dengan suara yang sangat nyaring, “ Om Dinnar ini punya ku.” Ujarnya, hendak melepaskan Alesha yang mendekap Dinnar, “Kamu kan udah punya om yang itu.” Tunjuk Linda pada Sam yang tengah memperhatikan tingkah prsesive&nb
“Jika kesabaran bernilai dari apapun, itu harus dipertahankan saampai akhir. Dan keyakinan untuk hidup akan bertahan ditengah terpaan badai terbesar sekalipun.”---------Derap langkah Alesha terdengar seiring langkahnya menyusuri basemant yang sepi dan sunyi. Jam sudah menunjukan pukul 21.00 WIB, dan tidak ada siapapun yang ada di sana. Kecuali, seorang perempuan yang tengah duduk di kap mobil berwarna merah dan sedang memainkan ponselnya.Tanpa ragu Alesha berjalan menghampiri Linda, “Ada apa, mbak?” Tanya Alesha, begitu berada dihadapan Linda.Sedangkan Linda yang melihat kedatangan Alesha, seketika tersenyum. Senyum yang membuat Alesha merasa janggal, karena ini kali pertama dirinya mendapati kakak angkatnya itu tersenyum seperti itu kepadanya setelah sekian tahun, “Akhirnya kamu dateng juga, Sha.” Ujar Linda, yang berdiri dari duduknya.“Iya, mbak.” Alesha
“Ketika seseorang mendapatkan ujian yang mengguncang jiwa, maka itu tandanya Tuhan ingin menaikan derajat keimanan orang tersebut ke level tingkatan iman yang lebih tinggi. Maka berbahagialah, karena ujian itu tanda cinta Tuhan kepada orang tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya.” ---------- Kelopak mata Alesha terbuka. Buram yang menyelimuti penglihatannya tidak kunjung menjelas. Ia sedang meringkuk di jok mobil, tangan dan kakinya diikat. Dalam posisi meringkuk ,ia bisa melihat langit kelam tanpa bintang ikut bergerak seiring dengan mobil yang melaju. Alesha memejamkan mata, meratapi nasib. Jika ayah dan bundanya tahu, pasti akan sedih. Terleih bundanya yang sedang hamil, jika terlalu banyak pikiran kondisi bundanya akan menurun. Air matanya jatuh lagi, ia selalu membuat khawatir keluarganya. Tapi, megapa dirinya lemah? Tangis Alesha semakin pilu, mengingat ayah dan bundanya yang saat ini pasti kebingungan mencarinya
“Dalam hidup ini terkadang kita dihadapkan pada sesuatu yang tidak menyenangkan. Kesedihan, kehilangan, dan mungkin berbagai macam cobaan lainnya. Tapi justru itu yang membuat kita menjadi lebih kuat.”----------Dinnar nyaris putus asa ketika pada akhirnya mobil yang membawanya berhenti di pelataran sebuah Vila. Berdasarkan informasi dari Alex, vila yang terletak di Baturaden itu adalah vila milik keluarga Abidzar. Vila yang tergolong berkelas itu terasa sunyi dan sepi, namun mobil berwarna merah menandakan bahwa ada seseoran di sana.Dinnar diikuti Varo keluar dari mobil, langsung berlari memasuki ke dalam vila yang tidak dikunci. Teriakan Abidzar membahana, bersumber di lantai dua.“Berhenti, Alesha!”Mendengar seruan itu, Dinnar segera berlari menuju tangga. Ia membelalak tidak percaya, melihat putrinya dengan rambut berantakan dan berada dalam cengkraman Abidzar, “Lepaskan aku.&rdqu
“Permata tidak akan bisa diasah tanpa gesekan, pun dengan manusia, tidak ada yang sempurna tanpa cobaan.”----------Entah berapa lama waktu yang telah berlalu, Varo sampai tidak menghiraukan itu. Namun, hatinya sedikit lega. Ketika Alesha sudah keluar dari ruang UGD dan dipindahkan ke ruang perawatan. Ia sudah meminta Alex untuk menjaga Alesha hingga sadar, sementara dirinya tetap menunggu kabar dari dokter tentang kondisi abangnya.Dinnar mengalami pendarahan di kepalanya cukup banyak. Dan saat ini tim medis sudah bersiap untuk mengoperasi Dinnar, tinggal menunggu Sam yang memang diharapkan darahnya untuk ditranfusikan ke tubuh putranya.Tidak berselang lama Sam, Kanaya yang terduduk lemah dalam kursi roda yang di dorong oleh Pram dan juga Narendra pun berlari cepat menuju Varo yang berdiri di depan pintu UGD. Mereka bisa melihat betapa khawatirnya Varo dari raut wajahnya, rambut yang acak-acaka serta darah yang memenuhi
“Hidup bak misteri, banyak hal yang tidak dapat ditebak. Jangankan di masa depan, esok hari saja tidak tahu apa yang akan terjadi. Maka dari itu, jangan putus harapan karena kita tidak tahu keajaiban apa yang akan terjadi esok hari.” ----------Sudah satu minggu Dinnar belum juga membuka matanya. Bahkan ia juga sudah dipindahkan ke rumah sakit terbaik di Jakarta. Semua doa sudah Kanaya dan anggota keluarga panjatkan untuk kesembuhan Dinnar.“Mbak, pulang lah dulu. Biar aku dan Alesha yang jaga bang Dinnar.” Ucap Varo seraya mengusap pucuk kepala Kanaya.Kanaya menggeleng, “Aku di sini saja, kamu pulanglah istirahat.” Ucap Kanaya pelan.Seperti biasa, Kanaya akan menolak siapa pun yang memintanya untuk pulang. Rasanya enggan untuk menjauh dari tubuh Dinnar suaminya.“Kalau bunda, masih menolak pulang. Lesha juga akan di sini, biar baju ganti Lesha di
“Memang cinta itu gila, ketika mencintai orang sampai kita hampir gila dibuatnya. Gila karena sebagian hidup kita hilang bersama kepergiannya. Ketika cinta itu pergi, bersama semua kenangan yang telah dibangun bersama. Membawa semua kebahagiaan yang sekarang menjadi harapan semu belaka.”---------- Alesha mengklik tombol darurat yang ada di sebelah ranjang, setelah gerakan pelan yang disangka dari sadarnya sang ayah. Namun, malah menjadi pertanda buruk, tubuh Dinnar kejang, “Mas bangunlah, aku merindukanmu. Kamu harus kuat, demi aku dan anak-anak.” Dengan suara bergetar, Kanaya tidak melepas genggaman pada tangan Dinnar.“Nyonya Kanaya, saya mohon tunggu di depan. Kami akan memeriksa tuan Dinnar.” Dokter Wijayanto yang baru saja masuk dan bersiap memeriksa kondisi Dinnar.Tapi Kanaya bersikukuh untuk tetap menemani Dinnar, “Tapi, saya ingin menemani
“Uang dapat membelikan barang-barang mewah, tetapi ketika ada sesuatu yang tidak ternilai harganya seperti kehidupan, cinta, dan kebahagiaan, bahkan uang pun tidak dapat membelinya.”----------Alesha tidak berhenti berdoa untuk keselamatan Kanaya dan calon kedua adiknya agar ketiganya selamat. Netranya terus memandang ruang Operatie Kamer atau yang biasa di sebut OK. Di dalam sana bundanya sedang menjalani operasi Caesar.Saat terkulai tidak sadarkan diri setengah jam yang lalu Kanaya langsung dilarikan kedalam ruang IGD dan dinyatakan harus segera menjalani operasi Caesar untuk menyelamatkan calon anaknya. Kondisi kandungan yang lemah ditambah stress yang menekan, membuat Kanaya mengalami pendarahan.Setengah jam yang lalu, Kanaya dan juga Alesha begitu hancur. Mereka sama-sama kehilangan orang yang mereka sayangi, petunjuk dan pegangan dalam keluarga mereka pergi. Namun, bersamaan deng
“Keluarga adalah rumah tempat berpulang, keluarga bukanlah hanya sekedar tempat pelampiasan ketika dunia mengalahkan kita. Tangan memang selalu terbuka, tetapi adakah tega kembali hanya untuk sebuah kebutuhan dan pergi ketika diatas awan. Keharmonisan dalam keluarga tidak datang begitu saja, namun keharmonisan itu harus dibangun bersama.”----------Aldelio Ahyar Agustaf, yang artinya sosok pemimpin yang berwibawa dengan sifat religius, yang terlahir di keluarga Agustaf.Serangkaian nama dengan makna indah, yang diberikan Dinnar untuk cucu pertamanya. Terselip harapan yang begitu besar, dengan doa-doa menyertai dalam setiap untaian kata. Cucu pertama Dinnar, putra pertama Alvaro, yang kelak saat besar nanti akan menjadi pemimpin yang berwibawa dengan akhlak yang baik.Bukan tanpa alasan, Dinnar memberikan nama indah itu untuk cucunya. Sosok pemimpin perusahaan besar itu, tentu saja ingin kelak ada keturunannya yang meneruskan memimpin perusahaan.
“Kata orang, cinta bukanlah sesuatu yang kita cari karena dia yang akan menemukan kita. Tidak peduli akan tempat, waktu, dan juga keadaan. Takdir akan menuntun kita untuk bertemu dengan seseorang yang membuat kita merasa begitu dicintai, seolah hanya kita lah satu-satunya cinta yang dimilikinya. Kamu tahu, bila kamu tidak sempurna, kamu mungkin bisa melakukan kesalahan, akan tetapi cinta sejati yang kamu dapatkan membuatmu sangat yakin bila tidak peduli apa yang terjadi nanti, kamu akan selalu mencintainya dan tidak bisa memadamkan rasa itu.”----------Alvaro yang melihat istrinya memejamkan mata, seketika terkesiap, membelalakkan matanya. Perasaan takut, khawatir, gelisah, kembali menyelimuti dirinya. Tanpa berpikir panjang, dengan tangannya yang gemetar, ia guncang-guncangkan tubuh lemas Alesha, guna membangunkan perempuan itu, lalu menatap pada Tyas, dengan tatapan penuh ketakutan.Tyas yang baru saja selesai menjahit bagian kewanitaan Alesha, se
Waktu adalah sesuatu hal yang memiliki ketetapan dan bernilai pasti. Tidak berputar dengan cepat, tidak pula berputar dengan lambat. Bumi pun, masih begitu stabil berputar pada porosnya, dari arah barat ke timur, tidak ada yang berubah sama sekali. Namun, entah kenapa karena aktivitas harian yang cukup padat, Alesha merasa hari demi hari seakan berlalu begitu cepat berganti, dari minggu ke minggu, hingga bulan ke bulan.Banyak hal yang Alesha lalui selama waktu terus berjalan. Dimulai dari drama Alesha yang kesal dengan sang suami, karena teramat sibuk dengan dengan berbagai pekerjaan di luar kota, bahkan luar negeri, hingga cukup jarang berkumpul dengan keluarga. Beruntung, Alesha mempunyai adik yang sangat menggemaskan dan pengertian, juga sayang padanya. Meskipun adiknya itu sering kali membuat drama, tetap saja Alesha sangat menyayangi Princess mungilnya itu.Sampai tiba waktunya, pria menawan itu memaksa Ayah mertuanya yang menjabat sebagai Presdir Agustaf Company, ya
"Tidak ada hubungan suami dan istri yang selalu cerah, namun mereka berdua dapat berbagi satu payung dan bertahan dari badai bersama-sama."----------Pernikahan bukan tentang akhir kisah cinta, melainkan awal baru bagi kehidupan baru. Menikah tentu saja tidak sama saat masih berstatus sebagai pasangan kekasih, terlalu banyak manis, hingga mengelak pedih yang bersembunyi dibalik rasa manis itu. Menikah berarti, mampu melihat semua sisi buruknya setiap hari, semakin hari akan melihat topeng yang satu persatu di tanggalan oleh pasangan. Ini lah, yang menyebabkan banyak pernikahan kandas. Merasa bahwa dirinya bukanlah sosok yang selama ini dikenal, karena banyak hal baru tentangnya, yang tidak ditemui sebelumnya.Menikah berarti berkomitmen untuk menerima semua hal yang menyebalkan itu. Menerima kekurangannya, dan melengkapi dirinya. Dengan menikahi sang pujaan hati, tidak bisa berharap bila semua akan berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Percayalah, menikah tidak sein
“Laki-laki yang baik, ia tidak akan tergoda dengan perempuan lain, pun dengan perempuan yang baik, ia tidak akan menggoda laki-laki yang sudah beristri.”-----------Matahari mulai mengintip di balik awan, sehingga sinarnya tidak terlalu terik, pagi ini. Awan hitam kecil menggantung di langit, angin bertiup pelan menghela dedaunan, dan perlahan masuk melalui jendela, menyibak pelan tirai yang menghias di sana.Pagi ini, karena ada rapat penting Alvaro terburu-terburu berangkat ke kantor, tanpa menunggu Alesha bangun. Ia sangat memaklumi kondisi sang istri, semakin perutnya membuncit, istrinya itu sudah merasa malas melakukan aktifitas. Dan, tentu saja Varo tidak masalah, yang penting Alesha tidak melalaikan kewajiban-kewajibannya.Seperti biasa, jika harus berangkat pagi-pagi sekali, Varo hanya meninggalkan sebuah memo di dekat ranjang tempat tidur mereka.Tidak lama, setelah Varo berangkat, Alesha pun bangun dari tidurnya. Saat Alesha meli
“Perasaan cinta memang luar biasa. Datang tanpa aba-aba, tanpa isyarat dan tidak terduga pula. Pun begitu, akan tetapi menikmatinya dan tanpa di sadari hidup yang di jalani sudah di porak-porandakan oleh kekuatan cinta.”----------Bukan Alvaro namanya, jika sesuatu hal yang ia inginkan tidak terlaksana. Apa lagi, ketika itu menyangkut orang yang ia sayangi.Sudah empat bulan, semenjak Alesha keluar dari rumah sakit, dan kandungan Alesha sekarang sudah enam bulan. Dan, selama itu juga, Alvaro belum pernah sekalipun menemani Alesha untuk periksa kandungan.Bukan tanpa alasan, Alvaro tidak menemani istrinya periksa kandungan. Pria menawan itu, selain disibukan dengan kerjaan di perusahaan Agustaf Company, ia juga harus meng handle restoran dan café, bahkan tidak jarang Varo harus ke luar kota berhari-hari untuk meninjau pembangunan restoran barunya yang ada di Malang, belum lagi jika ia harus menggantikan Dinnar bertemu kolega bisnisnya ke luar n
"Wanita yang paling beruntung adalah dia yang dikaruniai Tuhan seorang pria yang penyabar dan penyayang, penuh kehangatan dan kelembutan, suka menolong dan berhati tulus. Jika dia pergi, si wanita akan merindukan. Jika dia ada, wanita ingin terus berdekatan."----------Varo seharusnya tidak menerima panggilan saat sedang memimpin rapat, tapi perasaannya sejak tadi tidak tenang memperkuat keinginannya untuk menerima panggilan itu. Varo, meminta maaf kepada semua peserta rapat yang adalah, kepala-kepala divisi dan beberapa petinggi perusahaan, ia meminta waktu istirahat selama lima menit sebelum meninggalkan ruangannya untuk menerima telepon.‘Mama’Alvaro mengernyitkan dahi saat melihat nama sang Mama yang terpampang jelas pada layar ponsel. Tidak biasanya sang Mama menelepon, biasanya jika ada sesuatu pasti Mamanya itu cukup mengirim pesan saja. Tapi, kali ini kenapa Mamanya menelepon?Darah Varo terasa seperti membeku saat mendengar
Dalam alur kehidupan, setiap mahkluk Tuhan pasti sering dihadapkan pada berbagai macam situasi yang berbeda dengan akhir yang tidak sama. Entah itu jalan cerita bahagia, atau pun jalan cerita yang penuh penderitaan. Semua itu, sudah di porsi sama rata, tanpa bisa di negosiasi selayaknya takdir.Begitupun juga dengan waktu. Tidak ada seorang pun yang bisa menebak, kapan, di mana, kenapa, bagaimana dan mengapa semua alur kehidupan itu terjadi. Bahkan, sekelebat bayangan tentang masa depan saja, tidak pernah mampir dalam pikiran sebagai tanda untuk sang pemegang kendali alur kehidupan mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi.Alvaro tidak pernah menyangka, bahwa takdirnya jatuh pada keponakannya sendiri. Masih sangat membekas di ingatan Alvaro, bahwa perempuan jelita yang pagi ini masih bergulung nyaman diatas ranjan itu, dulunya adalah bayi mungil yang selalu ia timang, saat dirinya hendak berangkat kuliah ataupun saat pulang kuliah.Bayangkan, waktu it
Alyssa berjalan pelan sambil menggerutu. Wajahnya tertekuk masam, tanda ia akan menangis. Tas di punggungnya terasa berat, padahal isinya hanya tempat pensil dan kotak makan. Alyssa, saat ini sedang berjalan masuk ke dalam rumah Alvaro. Ia baru pulang dari KB, dan dijemput oleh Papa Yonya, yang memang berjanji pulang saat jam makan siang, berencana makan siang bersama sang istri.Alyssa berjalan meninggalkan Alvaro yang masih berada di dalam mobil, pria itu hanya menggelengkan kepala seraya mengulum senyum, Varo sudah tahu penyebab gadis mungil itu ngambek, dan sebentar lagi sebuah drama akan dimulai.Alyssa memasuki rumah dengan gerasah-gerusuh. Matanya menatap kesal kearah lima orang yang sedan bersendau gurau di ruang keluarga rumah Alvaro. Tampak di sana, sang Bunda, Oma, Queen sedang duduk di sofa, sedangkan Afnan dan Aflah, sedang duduk di lantai bersandar pada kaki sofa dan sedang bermain ponsel.“Abang, Mamas!!” Teriak Alyssa marah, manik coklat