"Loh, Arzha di sini?" Shira yang baru selesai membersihkan meja menghampiri bocah lima tahun yang sedang menyuapkan es cream ke mulut.
"Onty Shira," ujar anak itu berbinar.
"Makannya pelan, Nak." Perempuan itu dengan kilat mengambil tissu di meja samping lalu membersihkan sisa es cream di bibir Arzha.
"Mami lagi pergi, aku dititip Papi," jawab bocah lelaki itu meringis.
"Udah jam sembilan, Arzha nggak sekolah?" tanya Shira sambil merapikan rambut anak tampan di depannya.
"Nggak tau." Geleng anak itu polos.
"Shir, persediaan gula di dapur abis, belanja gih." Luna berjalan mendekat.
"Ha?" Shira mendongak, membenarkan alat bantu dengarnya.
"Belanja gula!" Mulut Luna sampai menempel di telinga Shira, membuat perempuan itu refleks berdiri.
"Ya nggak usah begitu kalik, lu pikir gua tuli," omel Shira tidak terima.
"Ya emang lu tuli, Maemunah!"
"Onti Luna, jangan seperti itu." Suara kecil itu membuat keduanya menengok. "Onti Shira pasti sembuh, pasti." Jemari Arzha terulur, senyum polos itu mampu membuat siapa saja yang melihat akan merasa hangat.
"Terima kasih, Sayang, kamu baik sekali." Mata Shira berkaca. "Onti Luna cuma bercanda kok, anak pintar," lanjut perempuan itu sambil mengacak rambut Arzha.
"Jangan diambil hati, ya, anak bos, kami teman jadi suka seperti ini." Luna tersenyum kikuk, memandang anak setampan raja ini, Arzha sangat tampan benar-benar fotocopy pak Arga.
"Kata bu guru kalau salah harus minta maaf," ujar bocah itu penuh penekanan.
"Kan bercanda, jadi tidak perlu minta maaf. " Dengan mata melotot Luna menolak, yang benar saja?! Dia harus meminta maaf dengan perempuan bucin ini?
"Wah, Arzha pintar, benar kalau salah harus minta maaf, ya, Nak. Dan kalau ada teman kita yang salah sebagai sesama manusia kita juga wajib memaafkan." Shira tersenyum sangat indah.
"Iya, karena Allah saja Maha Pemaaf, apalagi kita manusia, iya' kan, onty?" Shira mengangguk mantap, mengacak pelan rambut anak tampan itu.
"Kamu pintar sekali, Onti bangga."
Pipi mungil itu bersemu. "Thank you, Onti."
"With my pleasure, Nak."
"Kacang mahal, mau lanjut kerja aja dah," sungut Luna kesal.
"Onti Luna belum minta maaf sama onti shira." Pergelangan tangan Luna tertahan.
"Arzha sayang, onti sudah memaafkan onti Luna kok," ucap Shira menyela.
Anak itu menggeleng. "Minta maaf dulu."
Shira menahan tawa, ingin sekali bergulung-gulung melihat ekspresi sahabatnya. "Oke, kalau itu mau Arzha, Onti Shira bisa apa."
"Onti, kenapa malah diam?" Mata polos itu mengerjab, memandang Luna penuh tanya.
"Shira, aku minta maaf, ya, tadi udah ngomong kasar sama kamu, besok lagi pasti aku ulang," cibir Luna.
"Apa?" tanya Arzha tiba-tiba.
"Besok nggak akan aku ulang." Penekanan Luna begitu kentara, membuat Shira menahan tawanya mati-matian.
"Good job, Onti." Tepuk tangan meriah itu terdengar, Arzha memberikan kedua jempolnya ke arah Luna.
"Kamu nggak sekolah, Tampan?" Luna tidak pernah tahan untuk tidak mencomot pipi Arzha. "Gantengnya tertampar visual banget kamu, Nak," lanjut perempuan itu tidak berkedip.
"Tangannya, nanti merah pipinya." Gamparan itu Shira berikan pada tangan Luna.
"Cakep banget asli." Entah sudah berapa ratus kali Shira mendengarkan pujian itu, King Arzha Alendra, Putra pertama Arga dan Eliza memang sangatlah tampan, walau mereka belum menikah tetapi hal itu bisa terjadi, tidak kaget karena keduanya dulu sama-sama berkuliah di luar negeri dan melakukan sex bebas.
"Onti lanjut kerja ,ya, Nak." Dengan teganya Shira tidak mengubris perkataan Luna, memilih berlutut di hadapan Arzha.
Bocah itu terlihat tidak ikhlas. "Aku ikut!"
"Daftar belanja udah aku buat, kamu tinggal berangkat." Indah muncul dari dapur membawa daftar panjang di tangan.
"Arzha ikut Onti Shira." Anak raja itu berkaca, bibirnya mengerut membuat siapa saja yang melihatnya ingin sekali mencium secara bertubi.
"Ajak saja, Shir, mau sekolah kesiangan juga." Suara berat itu terdengar.
"Eh," gugup Shira. "Berarti Arzha enggak sekolah, ya, Pak?"
"Maminya nitip dadakan, saya ada kerjaan mendesak, yaudah nggak apa sekali-kali." Arga berjalan ke dapur, mengaduk kopi hitamnya.
"Boleh ikut, Onti?" Mata anak itu berbinar dan Shira mengangguk pelan.
"Sekalian aku anter, mau?" Lelaki itu menyaut.
"Ehemmm." Luna memanasi. "Ini aku keselek ludah, kenapa kalian natap aku begitu." Alibi manusia itu memang juara.
"Nggak usah, Pak, dekat, naik bus juga sampai kayak biasa," tolak Shira ramah.
"Baiklah, jangan lupa ajak Arzha, dia senang sekali sama kamu." Dan perempuan itu hanya bisa mengangguk kaku.
*
"Cepetan cerita, kenapa lu teraktir kita makan mehong begini?" Luna memasukan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Habisin dulu, nanti gue ceritain. " Indah tersenyum, menyedot perlahan milk shake coklat miliknya.
"Elah, lu nggak tau apa jiwa kepo gua udah merontai-rontai, ini restaurant mahal lu ada duit kaga woi?!"
"Diem, Siti! Tinggal makan banyak bacod aja dah." Shira menggebrak meja, mendapatkan lirikan maut dari meja sebelah.
"Nyesel banget bawa kalian para kaum misqueen ke restaurant mahal, malu-maluin, kampret!" Umpat Indah setengah malu.
"Heh, Memunah, lu kaga curigation itu si Indah ngapa jajanin kita, dia kan pelit banget soal beginian." Dengan mulut penuh nasi Luna masih bisa mengoceh.
"Bodo, yang penting makan enak," jawab perempuan itu bodo amad.
"Emang banyak bicit si Luna, ya, makan tinggal makan juga, heran!" Indah tidak habis pikir.
"Lu kenapa?" Indah mendongak, menatap Shira yang memegang dadanya.
"Nggak apa, ganjel aja." Perempuan itu menggeleng, kembali menyendokan nasih ke mulut.
"Shira kalau makan mehong mungkin emang gini, organ tubuhnya terlalu terkejut," saut Luna.
Perempuan itu menonyor kepala sahabatnya. "Enak aja, gua pernah tajir kalik."
"Malu, woi, lu berdua jaga sikap apa, ini restaurant mahal!" Air wajah Indah sudah membara. "Emang paling bener, tadi gua bawa lu berdua ke emperan!"
"Tangan gua gatel banget,kenapa sik," cicit Shira mengalihkan pembicaraan saat suara Indah sudah mulai mengerikan.
Luna tertawa. "Alergi makanan mehong, maklum."
"Astafirullah, kamu ini berdosa banget." Shira mengerucut.
"Berdosa? Kamu yang berdosa!" teriak Luna tidak mau kalah.
"Kamu itu jangan solimin."
"Solimin, solimin, soliHAH!" Saut Indah membuat ketiganya tertawa, vidio viral yang beredar di sosial media itu memang membuat siapa saja ingin sekali menirukannya.
"Akhhh..." Shira meremas dadanya.
"Heh lu kenapa?" Tawa Luna terhenti melihat sahabatnya merintih.
"Shira, kamu kenapa pucet banget?" Muka khawatir Indah terpancar.
"Apa yang kamu lakukan?!"
"Kamu makan apa, Lashira?!" Dengan wajah merah padam lelaki itu memukul kasar meja hingga menyebabkan suara pecahan terdengar. "Udah nggak waras kamu, pengen mati?" Tatapan setajam paku itu berhasil menusuk kasar pengelihatan Shira.
Wanita itu terdiam, untuk sekedar menjawab bahkan dirinya tidak mampu, rasa sesak seperti bergulat tepat di jantungnya. "Dadaku, sakit."
Tanpa berpikir lelaki itu mengikis jarak, menendang kasar meja hingga hampir terguling dan setelahnya mengambil tubuh mungil separuh nyawanya. Mengabaikan tatapan sekitar yang sudah pasti seperti melucuti tubuhnya.
"Eh, eh mau dibawa ke mana?" Langkah pastinya terhenti, ketika seorang wanita menarik pergelangan tangan.
Jemari itu terhempas saat tanpa ampun Farrel menyingkirkan. "Temanmu bisa mati jika tetap dibiarkan! Dia tidak bisa menyantap makanan seperti ini!"
"Tumben ngajak gue ke tempat beginian?" Farzan mengkerut, tidak ada tempat yang lebih menyenangkan dari padaclub, Farrel sendiri yang pernah mengatakan hal itu. "Haduh, ditanyain diem aja, kali ini yang bermasalah telinga atau mulut lu?!" Lelaki itu terus berbicara walau langkahnya tetap bergerak."Tanya sekali lagi, mending lu pulang!" Ditariknya cepat kursi kayu itu lalu Farrel duduki.Farzan mengkerut, ikut menarik kursi dan duduk tepat di hadapan sang sahabat. "PMS atau gimana sik, judes amat jadi manusia?!"Tidak ada jawaban, duda keren itu malah membuka buku menu untuk mencari makanan yang akan dirinya pesan."Eh, bukanya itu Shira, ya?" Suara Farzan tidak lelaki itu gubris, dia tau semua tentang sang mantan, bahkan dia bisa bertarung bahwa wanita itu tidak akan menginjakan kaki di restaurant dengan menu seperti ini. "Eh, bener! Itu mantan bini lu, duit dari mana bisa makan di sini." Farza
"Apa?!""Cedera saraf tulang belakang adalah kondisi bila bagian manapun pada tulang belakang, seperti jaringan, bantalan, tulang, ataupun saraf tulang belakang itu sendiri mengalami kerusakan.""Bukan itu! Apa hubungannya dengan kesuburan?!""Rayline, sabar.""Sabar kamu bilang?! Kamu sengaja sembunyiin ini dari aku? Makanya kamu awalnya nggak mau aku ajak tes kesuburan?!""Ray... malu dilihatin,"bentak Farrel."Dok, bisa dilanjutkan""Cedera saraf tulang belakang dibagi menjadi dua tipe, yaitu traumatis dan non-traumatis.Cedera saraf tulang belakang traumatis adalah kondisi ketika tulang punggung mengalami pergeseran, patah, ataupun terkilir akibat kecelakaan, seperti kecelakaan bermotor, cedera saat berolahraga, terjatuh atau mengalami kekerasan. Sedangka
"Widih, pergi nyelonong sendiri sekarang mah, nggak bilang dulu!" Luna mencibir ketika pintu kontrakan terbuka."Berisik dah lu," jawab perempuan itu sambil masuk kamar mandi untuk berganti baju."Eh lu ke mana sih, di telfon nggak nongol." Shira keluar kamar mandi, terduduk sambil mengeringkan tangan dan kakinya yang basah."Kepo!" Lidah perempuan itu terjulur."Eh, woy, gincu lu kenapa?" Mulut Luna terbuka. "Wah nggak bener, habis slepetan sama siapa lu?!""Hah?" Dengan tergesa Shira menyamber kaca di samping."Emmm ini," ujar Shira tergagap. "Tadi aku pake masker jadi gini." Alibi wanita itu berjalan."Itu bekas slepetan keleus, pake masker nggak begitu," ujar Luna tidak percay
"Wah, wah, kalian ngapain?!" Suara berat itu menggema."Emmm, Ken lepas, huh ...." Dorongan keras Shira berikan kepada mantan suaminya."Kalian berdua berbuat mesum?" Shira menggeleng cepat."Pak, ini ....""Kamu tau aturan di desa ini 'kan, Shira? Kalau ada yang berbuat mesum harus apa?" ujar lelaki paruh baya itu tegas."Pak, saya bisa jelasin," ujar Shira mengelap kasar bibirnya. "Ken, aku mohon jelaskan." Mata Shira berkaca, menatap Farrel yang masih setia membisu."Memang aturannya apa kalau berbuat mesum di sini?" tanya lelaki itu tanpa dosa."Ken Farrel!" Teriak Shira."Apa?" jawab lelaki itu santai."Kalian harus menikah.""Menikah?" Dahi Farrel mengkerut. "Hanya karena berciuman harus menikah?""Ini pedesaan, aturan di sini begitu, sudah turun temurun." Jelasnya."Pak, sa
--"Gue pergi semalem si Shira sama Ken udah kawin, gila nggak tuh?!" Gibah pagi hari resmi dimulai."HAH, BENERAN?" Indah yang sedang ngemil hampir saja menyemburkan makanannya."Tadi pagi pas gue masuk rumah, begitu berdosanya lihat Ken telanjang dada dan si shira rambutnya basah," ujar Luna melebih-lebihkan, perempuan satu ini memang pantas disebut 'Ratu Gibah'. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Shira yang baru keluar dari kamar mandi karna rambut panjangnya terkena kecap yang tumpah di dapur dan Ken yang akan mengambil jam tangan di meja depan, kebiasaan lelaki itu memang tidak berubah, selalu menunda memakai baju jika sehabis mandi."Astafirullah, Shir, kamu?" Tatapan tajam Indah serasa ingin menghakimi."Lu kompor banget sih, Lun," ujar Shira kesal.
-"Kamu tau nggak, tempat apa yang akan aku kunjungi setelah sembuh?" Perempuan itu membuka pembicaraan.Bibir mungil itu mengerucut. "Oke, aku paham kalau kamu nggak suka diajak bicara pas nyetir.""Aku pengen banget ke pantai lagi, jalan di tepian terus nunggu ombak dateng, kamu inget nggak pas honeymoon dulu?" Tidak ada jawaban, lelaki di sampingnya tetap saja diam."Ah, itu es cream kesukaanku, kenapa nggak berhenti? Aku bukannya udah pesen kalau mau mampir?" perempuan itu terus saja berbicara.Decitan rem terdengar. "Mas!""Kamu kenapa berhenti mendadak? Gimana kalau tadi kepala aku kebentur?"
Shira membuka mata, jam masih menunjukan pukul lima pagi tapi matanya tidak bisa tertutup kembali, semalam saat lelaki itu berkata ingin memanfaatkannya, Shira tidak lagi bisa berbicara, lidahnya kelu, tubuhnya lemas, dan otaknya kosong. Lagi pula apa yang bisa perempuan itu harapkan dari lelaki yang sudah berkhianat? Cinta dan kesetiaan? Bodoh jika iya. Memilih bangkit, perempuan itu mengikat cepat rambut panjangnya."Sudah bangun?" Shira terperanjat, lelaki itu sudah berdiri di depan, semalam dengan tidak tau diri, Ken mengambil tempat tidur istrinya dan dengan bodoh Shira menurut begitu saja. "Kamu banyak berubah, Lashira mana pernah bangun sepagi ini? Hmm?"Perempuan itu tidak mengubris, memilih menjauh dari sang suami, tapi sebuah tarikan membuat tubuh Shira menabrak kasar dada Ken."Lepas!" Shira mendorong kasar lelakinya. "Kamu boleh membuatku menjadi milikmu kembali, ta
"Kamu gila?" Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Farrel."Tapi itu kenyataannya, aku dan Shira sudah menikah." Lelaki itu berkata tanpa ragu."Apa kurangnya Sandra? Dia cantik, baik, kaya dan pastinya sempurna!" Saut wanita paruh baya itu membuat tawa Farrel menggema."Baik?" Ulang Farrel tidak percaya. "Wanita selingkuh dan diceraikan suaminya itu baik di mata Mama?"Nuria terpingkal. "Apa bedanya sama kamu yang juga selingkuh dan diceraikan?""Papa tidak peduli! Kamu tidak boleh menikah dengan anak pembohong itu!" Potong Aji marah."Aku dan Shira sudah menikah, restu kalian tidak perlu." Ketika lelaki itu akan keluar sebuah tarikan dan pukulan kembali Farrel dapatkan."Papa!" Teriak Nuria histeris."Anak ini benar-benar kurang ajar jika dibiarkan!""Farrel, tidak bisa kah kamu menuruti kata Papa sekali saja?!" Mata Nuria b
Perempuan itu turun dari mobil, melepas perlahan kacamata hitam yang melekat pada matanya. Netra itu menelisik, mencari seseorang yang akan dirinya temui, dengan langkah anggun kaki jenjang itu bergerak, melewati beberapa meja yang sudah terisi, dan ketika wanita yang akan dirinya jumpai sudah terlihat, perempuan itu mempercepat langkahnya, menarik kursi lalu terduduk di sana. "Sudah lama?" Tanyanya sambil menaruh tas kecil yang dirinya bawa ke atas meja. Wanita paruh baya itu mendongak, lalu menaruh ponsel pintarnya. "Lumayan." "Kamu semakin cantik dan sepertinya sudah tidak bodoh lagi." Raya menyeruput minumannya. "Ken baik-baik saja?" Wajah cantik itu seketika sendu. Raya tertawa. "Sepertinya saya salah, kamu masih saj
Enam tahun lalu Raya pernah ada di situasi tidak masuk akal di mana sang putra menyuruh sang istri berselingkuh agar kejadian di masa lalu terulang. Wanita paruh baya itu tidak pernah mengerti cinta seperti apa yang kedua anak muda itu miliki. Karena menurutnya tidak ada cinta yang saling menyakiti, tapi hal itu tidak berlaku untuk manusia setengah waras yang sialnya adalah anak dan menantunya. Raya yang dulu selalu ikut campur pun akhirnya menyerah, membiarkan kedua anak manusia itu menjalani kehidupan yang menurut mereka benar. Untung saja dirinya masih memiliki Keisya, putrinya yang selama ini menempuh studi di lu
"Mana ponselnya?" Lelaki itu mendekat lalu mengulurkan tangannya."Apa sih." Kaki kecil itu terangkat. "Telinga aku masih bisa dengar, nggak usah teriak."Menghembuskan napas pelan, lelaki berkemeja biru itu mencoba menahan emosi. "Mana, banyak kerjaan di situ.""Mami!" Jurus andalan anak berusia enam tahun itu keluar."Farrel, Kawa kenapa?" Wanita paruh baya itu berlari tergesa, memeluk cepat cucunya yang sudah berderai air mata."Mami." Gadis itu melempar ponsel berwarna gold itu ke sofa."Kamu! Bagaimana kalau jatuh?!" Teriaknya ketika melihat bagaimana sang anak melempar ponselnya ke sofa."Jaga nada suara kamu, Farrel!" Raya melotot."Mami, dia....""Dia siapa? Hah? Anak ini punya nama." Raya melotot tidak suka."Mami!
Shira melangkahkan kakinya, menyusuri jalanan panjang yang sepertinya tidak akan berujung. Di tangannya ada amplop putih dengan logo rumah sakit, di dalam sana ada sebuah pernyataam yang membuat hati perempuan itu campur-aduk, separuhnya bahagia dan sisanya rasa khawatir.Entah sudah sejauh apa kaki itu melangkah, nyatanya Shira sama sekali tidak merasa lelah. Pikirannya bercabang, perasaannya tidak karuan, dan tubuhnya sekarang terasa mati rasa. Jika berita ini datang di saat dia tidak mengetahui fakta tentang Ken yang berselingkuh karena dirinya mungkin Shira akan menyambut ini dengan kebahagiaan penuh tapi sayang untuk kedua kalinya buah cinta itu hadir di saat yang sangat tidak tepat.Perempuan itu memiliki janji kepada lelaki yang sangat dia cintai, sebuah janji
"Lashira?" Sebuah sentuan membuat wanita di depannya menoleh."Sandra?" Mulut Shira terbuka."Kamu apakabar?" Perempuan bergaun Hitam itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya."Aku, aku baik." Sedikit tergugup Shira mengulurkan tangan."Boleh bicara sebentar?" Sandra menunjuk cafe samping."Ha?" Shira terlihat bingung."Kalau ada waktu mau ngobrol." Perempuan itu akhirnya mengangguk, mengikuti Sandra yang sudah memasuki cafe terlebih dahulu."Kamu kembali menikah dengan Farrel, bukan?" Tanpa basa basi Sandra bertanya."Iya," jawab Shira ragu."Santai, aku nggak akan marah, aku sama Farrel juga nggak ada perasaan apapun," ujar Sandra tersenyum."Iya," jawab Shira sungkan."Kamu jalan sama lelaki lai
Sudah dua bulan sejak mereka akhirnya menikah secara hukum. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama, hanya saja ada kemajuan pada hubungan Shira dan Abil, beberapa kali Ken melihat mereka bersama dan terlihat semakin akrab. Sebenarnya ketika Abil sudah terlihat serius, Ken ingin sekali berbicara empat mata pada lelaki itu, menyerahkan seseorang yang dirinya cintai kepada lelaki yang lebih berhak. Tapi desakan maminya untuk menikahi Sandra membuat Ken mau tidak mau harus mendaftarkan pernikahannya.Masuk ke kamar mandi, Ken menghembuskan napas kasar, entah sudah berapa puluh testpack yang Shira gunakan, wanita itu ingin sekali hamil tapi kenyataannya takdir lebih memihaknya. Walau tidak menghalangi agar anak itu datang tapi Ken yakin dengan kondisinya dan Shira yang tidak cukup baik akan membuat wanita itu sulit hamil. Syukurlah, ka
Hati-hati dalam memilih bahan bacaan :)Mengandung 18+ 🙂👍--"Terima kasih, pak," ujar Shira kepada lelaki berbadan besar di depannya."Mbak yakin bisa bawa masuk?" Lelaki itu meragu ketika memberikan tubuh kokoh Ken ke pelukan Shira."Iya Pak bisa." Perempuan itu berusaha tersenyum sambil menahan tubuh besar Ken."Yasudah pelan-pelan, Mbak, nanti kalau butuh tinggal telfon nomor keamanan aja." Pesan lelaki ber
Lelaki itu turun dari taksi lalu berjalan cepat, tersenyum ketika melihat bungkusan di tangan. Pagi tadi istrinya memilih pulang sendiri, kontrakan Shira harus melalui gang sempit dan tidak bisa dilewati oleh mobil, maka dari itu Farrel hampir tidak pernah membawa kendaraannya ketika pulang kesana.Farrel tau bahwa dirinya egois, harusnya bukan ini tujuannya, jika seperti ini akhirnya sama saja dia tidak mendapatkan balasan apapun. Luka yang Farrel berikan pada istrinya sangat dalam dan semestinya dia juga merasakan. Memang niat awalnya adalah untuk melindungi walau hasilnya malah menyakiti.Langkah itu terhenti, ketika senyum yang entah kapan terakhir kali dirinya lihat muncul dari bibir sang wanita, lelaki di depannya ikut menarik bibir lalu suara rengekan bocah menggema. Dengan refleks lelaki itu meremas bungkusan di tangan, kantong plastik berisi cake kesukaan
Shira memejamkan mata, entah apa yang akan terjadi hari ini, ketika dirinya benar-benar bertemu dengan Raya, ibu mertuanya. Terakhir kali perempuan paruh baya itu mendorongnya hingga tersungkur, menampar kasar pipinya dan mengusirnya agar menjauh dari sang putra, kenangan yang mengerikan jika kembali dibayangkan."Turun." Suara serak Ken menggema, dengan malas perempuan itu turun dari mobil."Ayo." Lelaki itu menggenggam kuat telapak tangannya dan menariknya masuk.Shira mengatur napas, meremas kuat celana kain yang dirinya pakai, hatinya berdesir, tentu saja, rasanya seperti akan menerima hukuman yang menyakitkan."Farrel?" Tanpa permisi suara itu bergema, menerobos perlahan gendang telinga Shira yang tertutup helaian anak rambut.Lelaki itu menengok, menarik tangan yang berada di genggamannya lalu menuju kursi yang tersedia. "Udah lama?""Baru saja." Lelaki paruh baya it