“Jika ingin menghabiskan waktu berdua dengan Kenzie, apakah ibunya juga harus ikut?” tanya Nessie sambil berpangku tangan dan kembali melirik sinis ke arah Riana.Riana hanya berdiri dan memasang wajah datar saat Nessie melangkah menghampirinya.“Oh, aku tahu. Riana pasti memanfaatkan kesempatan saat dia jauh dari Aram agar bisa berdekatan denganmu. Riana sendiri yang memaksa ikut denganmu, ‘kan?” tuduh Nessie. “Memang dasar wanita murahan,” cetus Nessie akhirnya.“Nessie, jaga bicaramu!” Mahesa kesal, mengacungkan telunjuknya di depan wajah Nessie.“Jika bukan murahan, lalu apa? Wanita penggoda?” “Nessie, cukup! Kau memang tidak bisa jika tidak berdebat dengan orang lain. Ayo! Lebih baik kita pulang saja!” Mahesa menarik tangan Nessie dan meminta wanita itu masuk ke dalam mobilnya.“Mahesa, biarkan aku bicara dulu dengan wanita itu. Aku belum puas bicara dengannya.” Nessie berteriak. Tapi Mahesa tak memperdulikan teriakannya.“Bawa saja mobilnya, Nessie biar pulang denganku,” kata M
Malam hari, bukannya tidur, Riana malah senyum-senyum sendiri sambil memandangi sebuah foto yang ia masukkan ke dalam bingkai pigura. Itu adalah foto Mahesa, dirinya dan Kenzie saat di atas panggung."Harusnya aku tidak boleh merasakan perasaan ini. Aku tidak boleh jatuh cinta pada Mahesa karena masing-masing dari kami sudah memiliki pasangan. Tuhan, kenapa aku harus memiliki perasaan terhadapnya yang tidak mungkin bisa kumiliki," ucap Riana dalam hati.Menggelengkan kepala, Riana lalu memutuskan untuk menaruh bingkai foto itu di atas nakas yang terletak di samping tempat tidur Kenzie. Riana tidak mau lagi menatapnya.Setiap kali dirinya melihat foto saat ia nyaris berciuman dengan Mahesa di atas panggung, debar di dalam dadanya makin menguat."Bahkan aku tidak pernah merasa perasaan seperti ini saat berada di samping Aram. Aram sedang ada di Jerman, aku harus menjaga hatiku untuknya. Sebisa mungkin aku harus membuat hatiku jatuh cinta pada Aram karena dialah yang akan menjadi suami
Setelah selesai, Kenzie pun berseru senang dan menutup buku tugasnya."Terima kasih Ma, terima kasih Pa, sudah membantuku menyelesaikan tugas dari ibu guru.""Sama-sama, sayang." Riana mengusap kepala Kenzie, tersenyum melihat putranya yang tak terasa sudah sebesar itu. "Sore nanti Mama masak nugget kesukaanku kan?" Kenzie bertanya pada Riana.Sementara Riana langsung menepuk jidat."Ya ampun, Mama lupa beli nugget kesukaan Kenzie. Maaf, sayang. Tadi pagi Mama pergi ke supermarket, harusnya Mama juga beli nugget itu, tapi sampai di sana Mama malah lupa." Kenzie mendesah kecewa.Sudah sejak kemarin ia berpesan pada Riana untuk di masakan nugget kesukaannya."Ya sudah, tidak apa-apa Ma. Lain kali saja. Mama kan lupa, tidak sengaja." "Nuggetnya beli di supermarket yang dekat dari sini kan? Kalau begitu, biar Papa saja yang belikan." Mahesa berkata.Membuat bola mata Kenzie berbinar senang."Serius, Pa?" Mahesa mengangguk, lalu mengusap pipi putranya. "Kau bereskan dulu semua bukumu
Setelah transfusi darah itu, keadaan Kenzie berangsur membaik. Hati Mahesa an Riana sama-sama mendesah lega karena anak semata wayang mereka kini telah sadarkan diri.“Kubilang juga apa. Kenzie itu anak hebat. Dia akan baik-baik saja,” kata Mahesa sambil duduk di samping ranjang Kenzie dan tersenyum pada bocah kecil itu yang saat ini sudah sadarkan diri.Riana mengangguk tersenyum. Kemudian menciumi tangan Kenzie sembari menggenggam tangan mungil itu.“Mama kok menangis?” Kenzie mengernyitkan alis melihat Riana yang mengusap pipinya yang basah.“Mamamu takut kau kenapa-kenapa. Dia sangat mengkhawatirkanmu,” jawab Mahesa.“Mama jangan menangis. ‘Kan sekarang aku sudah sembuh. Aku baik-baik saja Ma. Jangan khawatir,” ucap bocah itu dengan polosnya.Riana mengangguk. “Iya sayang. Mama terlalu takut saat terjadi hal buruk pada Kenzie. Makanya Mama menangis. Lain kali, Kenzie harus hati-hati ya. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi.” Kenzie menganggukan kepala. Bocah itu sudah
Ayah kandungnya itu malah menarik sebelah sudut bibirnya, menyunggingkan senyum miring.“Papa tidak janji.”“Jika berani saja Papa menyentuh Kenzie seujung kuku pun, aku tidak akan segan mematahkan tangan Papa!” “Kita lihat saja nanti,” jawab Gustav mengangkat bahu, kemudian tersenyum lebar dan mendorong kursinya ke belakang.Mahesa mengetatkan rahangnya. Matanya menyorot Gustav dengan sorot yang menusuk.“Sampai jumpa lagi, Mahesa!” Tanpa wajah berdosa, Gustav lantas melangkah pergi meninggalkan ruang kerja Mahesa.“Sial! Siapa yang sudah membantu papaku bebas dari penjara? Tidak mungkin Papa mengurus kebebasannya sendirian. Pasti ada seseorang di belakangnya,” ucap Mahesa merasa aneh dan curiga.“Mulai sekarang, aku harus lebih ketat menjaga Kenzie agar Papa tidak memiliki kesempatan sedikit pun untuk menyakitinya. Sepertinya Papa sama sekali tidak merasa kapok setelah sempat ditahan di dalam penjara,” lanjut Mahesa mengangguk-anggukan kepala seraya meraih ponselnya.Tentu saja Ma
“Aku sudah kehilangan ibuku. Aku tidak mau merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya. Aku takut kau tak bisa menerima kenyataan kalau aku lumpuh untuk selamanya. Maka dari itu, aku terpaksa berbohong padamu,” jelas Aram yang lantas membuat Riana merasa sedih.Hatinya iba pada Aram yang sampai takut akan kehilangan dirinya.“Siapa bilang aku akan meninggalkanmu hanya karena tahu kau lumpuh untuk selamanya? Aku tidak mempermasalahkan hal itu.”“Tapi Riana, setiap wanita pasti akan mengharapkan seorang pasangan yang sempurna dan normal. Sementara aku? Aku tidak bisa berjalan lagi. Kau akan menghabiskan seluruh hidupmu bersama dengan pria cacat ini.”“Memang apa salahnya aku menghabiskan seumur hidupku denganmu? Bagiku tidak ada orang yang betul-betul sempurna di dunia ini, Aram. Semua orag memiliki kekurangan dengan versi masing-masing. Begitu pun dengan aku. Jadi kau tidak perlu merasa rendah diri.”“Aku dan Kenzie tidak akan meninggalkanmu. Kami akan selalu ada bersamamu. Aku selal
Riana yang tadinya sempat melihat Mahesa membawakan bunga lily untuknya pun, kini berpura-pura tak melihat bunga itu.“Sayang. Ada tamu ya? Kenapa tidak disuruh masuk ke dalam?” suara Aram terdengar makin dekat.Sepertinya lelaki itu memajukan kursi rodanya menuju ke ruang tamu.Sebelum Aram melihat bunga yang ia bawa, Mahesa melihat ke arah tempat sampah yang ada di dekatnya, kemudian membuang buket bunga lily yang cantik it uke dalamnya.Barulah kursi roda Aram sampai di depan mereka.“Mahesa? Ternyata kau.” Aram menyipitkan mata.“Hai. Kupikir kau belum pulang dari Jerman. Aku datang ke sini mau bertemu dengan Kenzie,” sapa Mahesa sambil memaksakan sebaris senyum.“Sebentar lagi hari pernikahanku dengan Riana. Bagaimana mungkin aku akan tetap di Jerman, sementara persiapan pernikahan kami sudah lima puluh persen,” balas Aram sambil tertawa pelan.Mahesa mengangguk-anggukan kepala, lalu matanya sempat melirik ke arah Riana dengan hati yang terasa patah saat mengingat bahwa wanita c
“Ma, kenapa Mama diam saja? Kenapa tidak jawab pertanyaanku?” Kenzie kembali mendesak Riana untuk menjawab pertanyaannya yang amat sulit.“Emhh … Sayang, bisa tolong tidak usah bahas soal ini lagi. Mama mohon pengertian dari Kenzie. Cobalah untuk menerima Om Aram sebagai calon papa barunya Kenzie. Mama tidak minta apa pun. Hanya itu saja permintaan Mama.” Alih-alih menjawab pertanyaan anaknya, Riana malah mengalihkan pembicaraan.Diraihnya kedua tangan Kenzie sambil menggenggamnya dengan erat.Mata Kenzie menatap sorot penuh harap yang terpancar di kedua bola mata ibunya.Meski berat, akhirnya Kenzie menganggukan kepala.“Baik Ma.”“Terima kasih banyak, sayang. Terima kasih sudah mau mengerti Mama. Mama sayang Kenzie.” Tangan Riana menarik bocah itu ke dalam pelukannya.Lalu mendekapnya dengan hangat.Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang berdiam di balik pintu yang terbuka dan mendengarkan seluruh percakapan mereka sejak tadi.Dan orang itu adalah Aram. Tadi Aram berniat menyusul R
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav
Banyak yang berubah setelah satu tahun. Beberapa juga pergi dari kehidupan Mahesa dan Riana.Termasuk Gustav, yang meninggal empat bulan setelah kelahiran Annastasya Anderson, cucu keduanya.Sekarang Riana dan Mahesa yang sedang merindukan Gustav pun mengunjungi makamnya.Riana memegang keranjang kecil berisi kelopak bunga. Sementara Mahesa memegangi payung hitam.“Sekarang Kenzie sudah semakin pintar, Pa. Nilainya selalu bagus dalam mata pelajaran. Jika Papa masih hidup, Papa pasti akan sangat bangga pada Kenzie,” ucap Mahesa sambil menceritakan soal Kenzie pada makam ayah kandungnya.Riana yang berjongkok di samping Mahesa pun tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap punggung Mahesa.Riana tahu bagaimana perasaan Mahesa saat ini.Meskipun lelaki itu mencoba untuk menampilkan senyum di wajahnya, tetap saja Mahesa tak bisa menutupi matanya yang berkaca-kaca.“Kau pasti sangat merindukan Papa, ya?” tanya Riana sambil berbisik di telinga Mahesa.Mahesa menangkap tangan Riana yang menye
Satu tahun kemudian…Mobil mewah Mahesa berhenti di pekarangan depan sebuah panti asuhan yang bernama ‘Muara Kasih Bunda’.Begitu turun dari mobil, mereka langsung disapa oleh pemilik panti yang bernama Bu Yani.Sambil menggendong Anna yang sudah berusia satu tahun, Riana berjalan beriringan dengan Mahesa memasuki panti asuhan tersebut yang tampak ramai oleh suara anak-anak balita yang sedang bermain dan berlalu Lalang.“Silakan Tuan, Nyonya.” Bu Yani mempersilakan mereka untuk masuk ke sebuah kamar dimana terdapat seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih yang tertidur di atas ranjang.Riana menghela napas melihat betapa pulasnya balita lucu tersebut. Di tangannya tergenggam sebuah kalung berbandul dinosaurus.Riana tersenyum. Ia tahu siapa yang memberikan kalung dinosaurus itu pada anak laki-laki tersebut.“Andra sedang tidur. Tapi dia sudah tidur dari setengah jam yang lalu. Jika Tuan Mahesa dan Nyonya Riana mau bicara dengannya, saya akan bangunkan dia,” kata Bu Yani yang be
“Aku akan memberikan nama Anna,” jawab Riana yang kemudian membuat kening Mahesa mengernyit.“Anna? Hanya Anna saja?”Riana menggelengkan kepala. “Nama panjangnya bisa kau yang berikan. Aku hanya ingin dia diberi nama Anna.”Mahesa tersenyum. Kemudian mengangguk-anggukan kepala, lalu lelaki tampan itu pun berpikir sejenak.“Anna? Baiklah. Aku harus mencari nama panjang yang sesuai dengan nama depannya. Tapi apa ya?” gumam Mahesa sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.“Ah, aku tahu. Bagaimana kalau Annastasya Anderson?” tanya Mahesa sambil memberikan usul nama yang menurutnya paling bagus.“Annastasya?” ulang Riana.Mahesa mengangguk. “Ya. Yang penting nama panggilannya tetap Anna, kan?”Mendengar itu, Riana kemudian mengangguk setuju. “Itu nama yang cantik. Aku sangat menyukainya.”“Ya. Nama yang cantik. Secantik orangnya,” balas Mahesa sambil tersenyum lebar.“Tuan, Nyonya, bayinya sudah dimandikan. Sekarang dia sudah siap untuk menyusu pada ibunya,” kata seorang pera