Happy Reading*****Mengumpat sepanjang perjalanan menuju rumah sahabatnya, Adhisti harus rela tidak mengikuti pesta yang dibuat salah satu teman lelakinya. "Sepertinya, pantai adalah tempat ternyaman untuk menenangkan diri," gumam Adhisti.Memutar arah kemudi ke pantai, wanita hamil tersebut menghubungi seseorang. "Kita bertemu di resort biasa. Aku sekarang arah ke sana," ucap Adhisti setelah panggilannya terangkat.Dua puluh lima menit kemudian, perempuan tersebut sudah sampai di sebuah pantai yang tak jauh dari pelabuhan. Di saat bersamaan, rombongan Yusuf dan keluarganya juga memasuki area yang sama. "Sini biar Fatih aku yang gendong," kata Yusuf ketika hendak turun dan melihat putranya terlelap dalam pangkuan sang istri."Biar aku saja. Mas, bantuin bawa keperluan kita tadi. Kasihan kalau Papa ngangkat sendiri.""Perhatian banget menantu Papa ini. Padahal barang-barang yang kita bawa tadi tidak begitu banyak," sahut Purnama."Papa kok ketularan lebay kayak Yusuf. Sejak kapan ja
Happy Reading*****Melupakan kejadian beberapa menit lalu, Purnama dan Kamila mendapat banyak kebahagiaan setelah berkumpul dengan keluarga baru putranya. Tak perlu liburan jauh dan menguras kantong. Kebersamaan seperti ini saja sudah membuat kedua orang tua Yusuf bahagia. Sebuah kebahagiaan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya."Papa lihat, Yusuf sangat bahagia dengan Bunga dan Fatih. Tawa dan senyum itu tidak pernah kita lihat sebelumnya. Apakah tega merampas kebahagian itu kembali? Adhisti jelas-jelas telah mengkhianati putra kita. Harusnya, dia tidak melakukan hal itu terlepas bagaimana perlakuan Yusuf padanya," ucap Kamila ketika hendak mengambil camilan pada cucunya."Mata dan hati Papa baru terbuka, Ma. Selama ini, Papa menulikan semua kesakitan Yusuf demi membahagiakan Ayah. Semoga Allah masih mau mengampuni dosa-dosa Papa. Andai kita tidak pernah bertemu Fatih, kebahagiaan ini mungkin tidak akan pernah kita dapatkan.""Setelah ini, apa yang akan Papa lakukan pada Adhi
Happy Reading*****Purnama menatap ayahnya dengan berani. Terbiasa dengan sifat keras dan tegas Jafar membuat lelaki yang kini memiliki dua warna rambut itu langsung mengubah rasa terkejutnya menjadi marah. "Mengapa Ayah menuduhku seperti itu? Apakah ada kesalahan yang telah aku perbuat? Kami cuma ingin menikmati waktu berdua sebelum adanya cucu." Purnama begitu santai saat menjawab perkataan Jafar."Tidak perlu beralasan. Ayah tahu kalian menghindari sesuatu. Katakan, apa yang sedang kalian sembunyikan?" "Kami tidak akan pernah bisa menyembunyikan apa pun dari Ayah. Jadi, katakan mengapa Ayah meminta kami semua harus pulang malam ini?" Membalik pertanyaan adalah cara yang tepat untuk menghentikan aksi Jafar terus mengorek mereka semua. Lelaki sepuh itu tertawa keras."Kamu benar-benar anakku, Purnama. Secepat itu membalik pertanyaan dan membuatmu satu tingkat lebih maju dari Ayah," ucap Jafar."Jadi, apa tujuan eyang memanggil kami semua pulang?" tanya Yusuf, dia sudah mulai bosa
Happy Reading*****"Pertanyaan macam apa ini, Yang?" jawab Adhisti tegas. Sama sekali tidak merasa takut atau menyesal. "Hanya kamu yang bisa menjawabnya, Dhis. Jangan coba-coba membodohi Eyang." Tatapan Jafar seperti singa kelaparan. Siap menerkam mangsa sewaktu-waktu buruannya lengah.Bisik-bisik seluruh keluarga Prayoga pun terdengar kecuali Purnama dan Kamila. Yusuf sendiri masih menatap bingung pada sang istri. Tidak pernah menyangka jika Adhisti sampai berbuat hal memalukan seperti itu. Pergaulan Adhisti memang bebas, tetapi Yusuf tidak membayangkan jika sampai sejauh itu. Selama pernikahan keduanya berlangsung, lelaki itu menerima keadaan Adhisti walau tidak ada cinta di hatinya. Hubungan intim suami istri juga tetap berjalan lancar seperti pasangan pada umumnya.Yusuf berusaha sebaik mungkin menjalankan perannya sebagai suami walau sampai lebih lima tahun belum tumbuh cinta. "Harusnya, Eyang tidak menanyakan hal memalukan seperti ini. Apakah aku terlihat seperti wanita mur
Happy Reading*****"Apa maksud Eyang, aku tidak bisa memiliki keturunan selamanya?" tanya Yusuf. Sejak tadi, lelaki itu berusaha untuk menahan semua pertanyaan pada Adhisti. Namun, ketika menyangkut keturunan, Yusuf tak lagi bisa untuk tetap diam mendengarkan. "Berat bagi Eyang mengatakan ini, Suf. Orang tuamu mungkin tidak mengetahui hal ini dan Eyang sengaja meminta pada dokter untuk tidak menceritakan penyakit yang kamu derita setelah kecelakaan itu." Jafar menjeda kalimatnya. Meraup oksigen sebanyak mungkin sebelum melanjutkan apa yang tersimpan di hati. "Aku sakit apa, Yang? Apa ada yang lebih berat dari hilangnya ingatanku." Kamila mengusap lengan putranya. Sejak tadi, perempuan itu memilih untuk berada di samping Yusuf. Naluri seorang ibu yang ingin melindungi anak-anaknya menjadikan istri Purnama itu tidak bisa jauh-jauh dari buah hatinya. "Tenang, Nak. Kita tunggu apa yang akan disampaikan Eyang," tutur Kamila lembut."Jika Ayah tahu bahwa Yusuf tidak bisa memiliki k
Happy Reading*****Sejak sang mertua menceritakan tentang kejadian menghilangnya Yusuf, Bunga sama sekali tidak bisa tenang. Matanya enggan terpejam memikirkan keberadaan sang suami. Saat ini, dia nekat menghubungi suami Aghista untuk menanyakan keberadaan Yusuf."Katakan saja, Mas. Di mana taman terdekat dari rumah utama keluarga Mas Yusuf," pinta Bunga."Sekitar lima menit dari rumah Yusuf. Kenapa kamu malah tanya taman, Bunga?" "Nanti, aku ceritakan setelah menemukan Mas Yusuf. Mas Fawas dan Mas Irsan tolong datang ke kantor beliau, ya. Siapa tahu Mas Yusuf ada di sana.""Tapi, Bunga. Ini sudah larut sekali," protes Aghista menimpali permintaan sahabatnya."Sekali ini saja, Say. Aku mohon, ayahnya Fatih sedang kacau saat ini. Mama sama Papa belum menemukan keberadaannya sejak tadi pagi." Suara Bunga mulai bergetar membuat sahabatnya tak kuasa untuk mengiyakan permintaan tersebut."Baiklah. Kami akan bantu. Lalu, kamu akan mencari ke mana? Kalau kamu mencari Mas Yusuf, Fatih sama
Happy Reading*****Berada di rumah utama keluarga Prayoga tidak pernah terpikirkan oleh Bunga. Oleh karena permintaan Purnama dan Kamila, perempuan itu mau dibawa pulang oleh Yusuf. Kakinya gemetaran saat menginjakkan lantai keramik di rumah besar tersebut. Bunga merasa seperti penjahat yang siap masuk buih saat ini. "Santai, Yang. Mas, tidak akan membiarkanmu dimarahi Eyang. Kita akan hadapi bersama apa pun yang terjadi." Kalimat pamungkas yang diucapkan Yusuf mampu membuat Bunga tenang."Kamu tamu di rumah ini. Jadi, bersikaplah sebagai orang lain yang sedang berkunjung di rumah kami." Jafar menatap Bunga. Lalu, memanggil asisten rumah tangga untuk menyiapkan kamar."Sudah sangat malam. Kalian semua, segeralah istirahat. Jangan ada obrolan apa pun setelah ini. Kita akan membahas semua masalah besok pagi."Mengangguk patuh, semua orang pergi meninggalkan Bunga kecuali Kamila dan Yusuf. "Mama akan mengantarmu ke kamar. Mas akan menelepon ibu nanti mengabarkan semuanya," ucap Yusuf
Happy Reading*****"Jika Eyang ingin aku tetap tinggal di sini. Maka, terima Bunga sebagai istriku," ucap Yusuf menghentikan langkah demi menghormati permintaan Jafar.Diam dan menatap Bunga, lelaki sepuh itu tersenyum. "Segitu cintanya kamu dengan perempuan ini. Padahal Eyang cuma bertanya seperti tadi.""Yah, pertanyaan tadi sangat keterlaluan. Bukankah semalam, aku sudah membahas siapa Bunga dan apa hubungannya dengan Yusuf," sahut Purnama."Lantas, apakah dia bisa seenaknya memanggil Eyang padahal Ayah belum memberikan restu untuk hubungan mereka," jawab Jafar tak ingin dibantah siapa pun. "Duduk atau Eyang tidak akan pernah merestui pernikahan kalian." "Untuk apa duduk jika keputusan Eyang tetap sama. Menolak pernikahan kami." Masih tidak mau mengalah, Yusuf menatap Jafar dengan kecewa."Duduklah dan biarkan Eyang menyelesaikan sarapan," ucap Jafar dengan intonasi lebih rendah dari sebelumnya. "Pergilah, Bi. Maaf, jika membuatmu ketakutan seperti tadi," katanya pada sang pemban
Happy Reading*****Kegagalan meneguk indahnya malam pertama setelah sekian lama keduanya terpisah membuat Bunga begitu canggung saat ini. Walau berkali-kali Yusuf mengatakan tidak masalah, tetapi tetap saja perempuan itu merasa bersalah. Di saat sang suami sedang berada di puncak gairahnya terpaksa harus padam karena tamu bulanan Bunga datang lebih awal."Sini, Sayang," panggil Yusuf menepuk bagian pahanya."Mas, ih. Aku kan nggak bisa itu.""Tidak masalah. Walau tidak bisa masak kamu mau jauhi Mas, Yang.""Maaf, ya, Mas. Aku sudah membuatmu kecewa.""Tidak masalah, Sayang. Kita bisa mengulangnya di lain waktu. Mau jalan-jalan ke luar? Besok, kita pasti sibuk dan tidak memiliki kesempatan untuk berduaan.""Gimana bisa keluar kalau kuncinya saja dibawa Mama, Mas."Yusuf menepuk kening. Lupa jika seluruh keluarganya telah mengurung mereka di kamar tersebut. "Jadi, apa yang harus kita lakukan saat ini.""Nggak ada," jawab Bunga. Perempuan itu sengaja menjauhi sang suami. Duduk di sofa,
Happy Reading*****Sore sekitar pukul enam, keluarga Prayoga sudah berada di kediaman mereka. Tak membuang waktu lagi, Yusuf dilarikan ke rumah sakit tempat sang dokter praktek. Ada banyak harapan dari seluruh anggota keluarga tersebut atas kesembuhan Yusuf. Pemeriksaa panjang dan melelahkan akan segera mereka hadapi setelah Yusuf masuk ke ruang sang dokter. "Unda, Ayah sebenarnya sakit apa?" tanya si mungil yang sejak tadi berusaha menahan rasa ingin tahunya karena semua orang dewasa sibuk membicarakan sang ayah. "Ayah nggak sakit, Sayang. Cuma kelelahan saja.""Apa Ayah bekerja terlalu berat? Bisakah Fatih membantu pekerjaan Ayah supaya nggak kelelahan lagi seperti sekarang?"Kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir mungil itu terdengar oleh Purnama dan Jafar. Keduanya lantas tersenyum dengan kepala menggeleng-geleng. "Apa Ayah harus membawanya ke kantor sejak dini," ujar Jafar pada sang putra. "Lebih cepat lebih baik. Fatih itu persis Yusuf. Semangatnya untuk membantu p
Happy Reading*****Pletak .... Satu sentilan mendarat di kening sang direktur yang terkenal pandai dan selalu berhasil dalam bisnisnya. Namun, entah mengapa pikirannya menjadi buntu ketika dihadapkan pada persoalan asmara. "Apa?" kata Yusuf tak terima diperlakukan kurang ajar oleh sahabatnya."Kamu memang tidak mengingat tragedi pelecehan itu atau pura-pura bodoh. Mana mungkin aku menyukai istri sahabatku sendiri. Yang benar saja, tunanganku sekarang sudah amat sangat sempurna," seloroh Irsan. Dia masih mengawasi Bunga. Takut perempuan itu berbuat nekat jika langsung menolong.Yusuf terdiam beberapa saat, memaksa memorinya untuk mengingat semua kejadian yang telah terlewat. Berhasil, kenangan demi kenangan beberapa hari lalu serta seluruh kejadian bagaimana keluarganya mengenal Bunga hadir dalam ingatan. Namun, menit berikutnya lelaki itu merasakan kepalanya berputar."San, tolong!" ucap Yusuf lirih.Irsan menoleh pada sahabatnya dan segera berteriak sekencang mungkin memanggil nam
Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, setelah melakukan salat subuh berjemaah dengan para sahabatnya. Yusuf dan Bunga dikejutkan dengan kehadiran Purnama beserta seluruh keluarga besar keluarga Prayoga termasuk putra mereka. Kemarin malam, setelah melakukan panggilan video dan mengetahui kondisi kesehatan Yusuf, mereka sekeluarga tidak bisa duduk diam ataupun tidur nyenyak.Jafar bahkan langsung meminta asisten pribadinya untuk memesan tiket penerbangan ke Bali. Malam itu juga, lewat tengah malam, mereka sekeluarga menyusul Bunga."Eyang, Papa?" ucap Yusuf dengan bola mata terbuka sempurna. Detik berikutnya, lelaki itu melirik sang istri. "Eyang, aku bisa jelaskan siapa Bunga."Yusuf mengajak rombongan keluarganya masuk dan duduk di sofa. Para sahabatnya melihat dari jarak yang tidak begitu jauh sambil menggelengkan kepala."Ayah, kenapa nggak mau nyapa? Fatih kangen." Bukannya Jafar atau Purnama yang menjawab pertanyaan lelaki tampan itu, tetapi seorang anak kecil. Yusuf mengerutkan
Happy Reading*****Bunga menatap panik pada sang suami. Dia telah berteriak minta tolong pada dua sahabat ayahnya Fatih. Namun, Yusuf masih tetap berteriak dan berjalan ke tengah pantai.Entah apa yang terjadi dengan sang suami. Padahal, Bunga cuma ingin mengambil kerang dan segera kembali ke sisi Yusuf saat ombak yang datang terlihat sangat besar. Akan tetapi, sng suami malah berteriak keras memperingatkan dan berlari ke tengah pantai."Berhenti, Suf. Ada apa denganmu?" tanya Fawas. Sekuat tenaga, lelaki itu mengejar. Irsan dan Shaqina bahkan menghentikan kegiatan pemotretan karena takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya."Ya Allah, Mas. Kamu kenapa sebenarnya?" kata Bunga. Dia terus berteriak memanggil Yusuf. Pergerakannya kalah cepat karena tubuh mungil si wanita.Ombak yang begitu besar menghantam Yusuf. Beruntung, Fawas sudah memegang tangan lelaki itu. Mereka berdua terseret beberapa meter ke tengah pantai. "Suf, sadar," ucap Fawas. Lelaki itu terpaksa menampar sahabatnya. Pan
Happy Reading*****Kelima rombongan Aghista pun melihat ke arah pandang ibu satu anak tersebut. Yusuf bahkan dengan cepat menutup mata sang istri dengan tangannya, sedangkan Shaqina terpaksa harus memalingkan muka. Malu sekali dengan adegan dua orng dewasa di depan mereka saat ini. "Cih, belum ada satu menit mengatakan akan melindungi Bunga dari gangguan lelaki manapun, tapi kelakuannya yang sekarang sungguh memalukan," kata Irsan. "Namanya bajingan, selamanya tidak akan pernah berubah," tambah Shaqina cukup keras hingga dua orang yang sedang melakukan adegan dewasa berciuman tersebut menoleh. Mata Damar membulat sempurna bahkan dia langsung mendorong perempuan yang tadi menjadi partner ya berciuman. "Jangan salah paham Bunga," kata Damar, "kamu tahu siapa dia. Sejak dulu, dia sudah mengejarku. Entah bagaimana dia bisa tahu, aku sedang ada kerjaan di sini.""Untuk apa kamu menjelaskan semua itu pada kekasihku?" tanya Yusuf. Tangannya sudah disingkirkan dari wajah sang istri."Mas
Happy Reading*****Bunga menatap suaminya yang tersenyum ketika melihat ekspresi terkejut Damar. "Mas, kamu nggak melakukan hal-hal menakutkan seperti janjimu tadi, kan?" tanya Bunga. Dia, hanya ingin memastikan bahwa suaminya tidak bertindak apa pun juga saat ini. Sungguh, keluarga Prayoga itu sangat menakutkan jika sudah merasa disakiti atau terancam. Seperti kasus Yudhistira dan Adhisti. Sepupu Yusuf itu, tega memasukkan si ibu hamil ke penjara berserta ayahnya sendiri. Padahal jelas-jelas mereka sudah meminta maaf. Kejadian pelecehan beberapa waktu lalu juga membuat Jafar marah besar. Lelaki sepuh tersebut bahkan meminta putrinya untuk bercerai dengan Iskandar. Tidak ada toleransi jika menyangkut nama baik dan rasa sakit yang dialami keluarga Prayoga. Semua harus dibayar sepadan. Sungguh, melihat wajah semringah sang suami. Bunga khawatir dengan keadaan Damar. Bukan karena dia menaruh hati pada lelaki tersebut, tetapi lebih kepada rasa kemanusiaan. "Hal-hal menakutkan gimana
Happy Reading*****"Kekanakan bagaimana?" jawab Damar, "aku cuma ingin melindungimu dari lelaki tidak baik ini."Kalimat Damar membuat Yusuf membulatkan mata. "Kita baru sekali bertemu. Jangan menyimpulkan sesuatu yang belum kamu ketahui kebenarannya," ucap suami Bunga. "Kebenaran apalagi yang perlu aku ketahui. Ekspresi wajah Bunga, jelas sangat tidak nyaman dengan perlakuanmu," jawab Damar. Masih kukuh dengan pendapat awal yang dilihatnya tadi. "Diam, Mar. Kamu terlalu jauh mencampuri urusan pribadiku," sahut Bunga. Kilat amarah itu jelas ditampakkan olehnya pada lelaki yang sejak tadi berusaha mendekatinya."Hah!" ucap sang lelaki sedikit terkejut dengan protes yang Bunga lakukan. "Kamu tidak perlu takut seperti itu, Bunga. Aku selalu siap ketika ada lelaki yang mengganggumu." Suara Damar mulai meninggi membuat orang-orang di dalam pesawat melihat ke arah mereka bertiga.Shaqina yang duduk dua kursi di belakang Yusuf dan Bunga, meminta ijin pada Irsan. "Permisi, Mas.""Mau ke ma
Happy Reading*****"Hai, Sayang. Kenapa berhenti?" ucap Yusuf tak tahan melihat sikap si lelaki yang cari-cari perhatian pada istrinya.Bunga tersenyum menatap sang suami. "Mas, kenalkan. Ini sahabat kami bertiga pas masih SMA dulu.""Hmm," jawab Yusuf tanpa berniat untuk berjabat tangan. Bunga menyadari sikap tidak suka yang ditunjukkan sang suami. Dia pun menggandeng tangan Yusuf posesif. "Mar, kenalin dia ini ....""Saya calon suaminya," ucap Yusuf. Tampang sengaja dibuat mode dingin. "Oh, rupanya sudah punya clon suami. Aku kira kamu masih sendiri." Sengaja mengedipkan sebelah mata, lelaki itu seakan memancing emosi Yusuf. "Kenalkan, saya Damar. Salah satu direksi sekaligus Direktur dari Akasurya Grup."Fawas menarik garis bibir. Seolah mengejek nama perusahaan yang disebutkan barusan. "Jika kamu mengaku direktur Akasurya Grup, lalu siapa Ganandra?""Nah, benar. Tidak perlu sok ngaku-ngaku, deh. Ganandra itu adalah direktur utama Akasurya Grup," tambah Irsan. Dia sengaja merapa