Happy Reading*****Bunga keluar dari ruangan VVIP yang dipesan Yusuf setelah berkata egois pada sang suami. Diiringi Shaqina yang setia berada di sampingnya."Kamu harus menceritakan semua dengan jelas padaku, Bunga. Tidak ada lagi yang perlu kamu tutupi dan sembunyikan. Aku sangat tidak suka kamu diperlakukan begini oleh lelaki bejat itu.""Biarkan aku sendiri dulu, Sha. Aku pasti ceritakan semuanya, tapi nggak sekarang." Kedua perempuan yang sudah bersahabat sejak sekolah itu masuk mobil tanpa perbincangan lagi.Yusuf terdiam setelah kepergian Bunga dan Shaqina. Dia mulai mencoba mengingat setiap kepingan-kepingan mimpi yang hadir di setiap malam selama bertahun-tahun lamanya. Perempuan itu selalu mendampinginya dengan setia.Bunga adalah sosok perempuan dalam mimpi Yusuf. Tak jarang, si lelaki sering memimpikan mereka berdua bermesraan layaknya sepasang suami istri. Sulung Purnama itu selalu merasa bersalah saat mimpi-mimpi yang hadir menghiasi malamnya bukanlah sang istri. Dia me
Happy Reading*****Sepanjang perjalanan Bunga memilih bungkam bahkan terlihat memejamkan mata. Sesekali, Shaqina melirik sahabatnya itu. Ingin sekali mengajak berbincang dan bertanya mengenai status pernikahan Bunga dan Yusuf. Namun, sadar diri jika sahabatnya itu masih enggan untuk ditanyai."Sha, aku boleh nggak langsung pulang ke rumah saja. Sedikit meriang rasanya," alibi Bunga. "Boleh saja. Kerjaan tidak ada yang mendesak, kan?"Bunga menggelengkan kepala, tetapi ketika melintas di area pemakaman umum. Niat hati ingin langsung pulang berubah haluan. "Bisa turunin aku di sini?"Shaqina melirik dengan ekor matanya. "Jangan nangis di makam Bapak. Beliau akan bertambah sedih di alam sana. Aku temani." Sang pemilik butik bersiap mencari tempat parkir untuk menemani Bunga ke makam bapaknya."Nggak usah ditemani. Aku nggak akan nangis. Beneran." Bunga bahkan sampai harus mengacungkan jari telunjuk dan tengah. "Terus nanti pulangnya gimana? Motormu kan masih di butik?""Duh, kayak jam
Happy Reading*****Menghela napas panjang, reaksi seperti inilah yang ditakutkan ketika bercerita tentang ayahnya Fatih. Mahirah menjadi begitu khawatir dan bertanya terlalu banyak. Sementara Bunga masih enggan untuk menjawab pertanyaan tersebut.Menimbang beberapa saat apa yang ingin dia katakan, Bunga menghela napas. "Ayahnya Fatih sibuk dengan kerjaannya, Bu. Mungkin nanti kalau senggang, dia bakalan berkunjung ke sini.""Kamu sudah ngasih alamat kita? Ibu juga pengen kenalan sama dia, Nduk. Pengen tahu seberapa tampannya menantu Ibu itu." Jeda sebentar, setelah sebelumnya perempuan paruh baya itu tersenyum. Namun, ketika wajah sang putri datar dan cenderung menunjukkan begitu banyak beban. Perempuan itupun berkata kembali, "Ada masalah? Kenapa kamu terlihat nggak bahagia?"Menggenggam tangan perempuan yang telah melahirkannya, Bunga menjawab, "Kita harus pindah dari kota ini, Bu?""Kenapa? Suamimu bahkan belum menjemput kita.""Sebaiknya, dia nggak perlu datang ke sini, Bu. Kas
Happy Reading*****"Pagi, Sayang," sapa Adhisti pada sang suami yang sudah duduk di meja makan dengan roti panggang di tangannya. Perempuan itu berusaha bersikap manja dengan mencium kedua pipi sang suami.Namun, Yusuf malah bersikap cuek dan dingin. Dia tetap melanjutkan sarapan dengan memasukkan roti panggang ke mulutnya. Mengusap bekas ciuman yang diberikan Adhisti."Apa yang kamu inginkan?" tanya Yusuf tho the point. Sudah sangat hafal dengan sikap dan perilaku sang istri. Tiap kali, perempuan itu bersikap manis, pasti ada yang diinginkan. Adhisti duduk di sebelah suaminya. Mulai membalik piring dan mengisinya dengan roti panggang yang sudah disiapkan. Segelas susu hamil rasa cokeoat juga sudah tersedia di meja tersebut, sesuai permintaan pada pembantunya."Curigaan banget, sih. Ini permintaan si bayi yang pengen manja sama papinya." Adhisti melempar senyuman termanis. "Tidak semua sikap manisku karena menginginkan sesuatu, Sayang." Kerlingan mata sebelah kiri diberikan."Kamu
Happy Reading*****Tubuh kecil Fatih gemetar, bocah itu memeluk kaki bundanya dengan menahan tangis. Suara menggelegar yang dikeluarkan Purnama cukup membuat si kecil ketakutan."Papa ngomongnya jangan keras-keras. Fatih ketakutan," bisik Kamila. Saat itulah Purnama menyadari jika perkataannya sudah keterlaluan. Berjongkok, berusaha menyejajarkan dengan tinggi Fatih. Lelaki paruh baya itu menyentuh pipi si kecil lembut. "Maafkan Eyang, Sayang. Bicara terlalu kasar seperti tadi. Eyang Kakung janji, tidak akan membuatmu takut. Sini, peluk Eyang."Fatih mendongak, menatap sang Bunda yang menatap kosong. Raga si wanita memang masih berada di tempat tersebut, tetapi ruhnya sedang mengembara entah ke mana. "Maafkan suamiku, Bunga. Dia cuma terlalu khawatir dengan keadaan Fatih tadi, kamu tiba-tiba menarik pergelangannya dengan kasar seperti itu. Suami saya, sudah menganggap putramu seperti cucu sendiri. Oleh karena itulah, beliau bersikap demikian," jelas Kamila. Perempuan itu bahkan sa
Happy Reading*****Memarkirkan kendaraan di halaman butik, Bunga berjalan dengan wajah cemberut. Kejadian di sekolah Fatih membuat suasana hatinya memburuk. Ragu-ragu ibu satu anak itu masuk, chat dari dua sahabatnya makin memperburuk suasana hati. Bunga tidak bisa memiliki alasan lagi untuk menghindar bercerita tentang ayahnya Fatih serta pernikahannya dengan Yusuf. Jika kemarin masih bisa mengelak dengan alasan ingin menenangkan hati terlebih dahulu, kali ini tidak bisa.Beberapa menit kemudian, Bunga sudah melihat dua sahabatnya tersebut. Shaqina dan Aghista duduk manis di sofa lantai dua, tempat biasa para tamu menunggu. Kening ibu satu anak itu berkerut, bibir maju sedikit dan matanya memutar malas. Kedua sahabatnya itu pasti akan langsung menginterogasi terkait kejadian kemarin."Nggak usah gegayaan begitu apalagi sok imut. Kamu bukan Fatih yang akan kami ciumi jika mengeluarkan jurus menggemaskan," ucap Aghista. Kedua tangannya bersedekap dengan lirikan mematikan terhadap Bun
Happy Reading*****Memasang muka datar, Yusuf membulatkan mata. "Tidak perlu saya jelaskan, Anda pasti mengerti maksudnya. So, silakan menjauh darinya atau perusahaanmu akan terkena masalah."Lelaki tersebut tersenyum miring. "Ternyata pewaris Prayoga juga seorang don juan. Saya baru tahu hal ini."Berbalik hendak meninggalkan dua lelaki yang tengah berdebat, Bunga menatap tidak suka pada Yusuf. Namun, pergelangan tangannya dicekal oleh sang suami. "Saya nggak punya urusan sama kalian berdua. Permisi," pamit Bunga. Segera menepis tangan Yusuf."Urusanmu adalah urusanku juga. Selama status kita masih suami istri.""Jaga ucapan Anda. Kita nggak punya hubungan apa pun."Lelaki yang sejak tadi berdebat dengan Yusuf melongo mendengar percakapan dua insan berbeda jenis di depannya. "Waw!" seru si lelaki, "tak disangka pengusaha muda yang terkenal pendiam dan cuek pada perempuan ternyata memiliki istri tersembunyi.""Cukup!" teriak Bunga, "saya dan Pak Yusuf nggak memiliki ikatan pernikaha
Happy Reading*****Shaqina dan Aghista saling pandang. Belum pernah melihat wajah panik sang sahabat terutama pada seorang lelaki seperti sekarang."Anu apa sih, Say? Ambigu banget kata-katanya," kata Aghista. Entah mengapa ibu muda itu malah sangat bahagia melihat sikap Bunga pada Yusuf."Pokoknya begitulah," jawab Bunga. Dia mengambil ikan dari kotak makan Yusuf dan menggantinya dengan perkedel kentang miliknya. "Makan ini saja.""Terima kasih," jawab Yusuf masih dengan senyum kebahagiaan. Fawas melirik sahabatnya, "Tidak salah lagi, Bunga adalah wanita idaman yang selama ini kamu cari. Pantas jika sosoknya selalu hadir dalam mimpi walau ingatanmu tentangnya hilang sepenuhnya.""Seperti itulah, dia tahu persis aku alergi sama olahan ikan padahal adhisti saja tidak mengetahui," jawab Yusuf. "Benar begitu, Bunga?" tanya Shaqina.Perempuan yang ditanya tersebut menganggukkan kepala. "Sudahlah, jangan bahas apa pun. Sebaiknya kita makan sekarang. Mukanya Mas Fawas sudah kelaparan ban
Happy Reading*****Kegagalan meneguk indahnya malam pertama setelah sekian lama keduanya terpisah membuat Bunga begitu canggung saat ini. Walau berkali-kali Yusuf mengatakan tidak masalah, tetapi tetap saja perempuan itu merasa bersalah. Di saat sang suami sedang berada di puncak gairahnya terpaksa harus padam karena tamu bulanan Bunga datang lebih awal."Sini, Sayang," panggil Yusuf menepuk bagian pahanya."Mas, ih. Aku kan nggak bisa itu.""Tidak masalah. Walau tidak bisa masak kamu mau jauhi Mas, Yang.""Maaf, ya, Mas. Aku sudah membuatmu kecewa.""Tidak masalah, Sayang. Kita bisa mengulangnya di lain waktu. Mau jalan-jalan ke luar? Besok, kita pasti sibuk dan tidak memiliki kesempatan untuk berduaan.""Gimana bisa keluar kalau kuncinya saja dibawa Mama, Mas."Yusuf menepuk kening. Lupa jika seluruh keluarganya telah mengurung mereka di kamar tersebut. "Jadi, apa yang harus kita lakukan saat ini.""Nggak ada," jawab Bunga. Perempuan itu sengaja menjauhi sang suami. Duduk di sofa,
Happy Reading*****Sore sekitar pukul enam, keluarga Prayoga sudah berada di kediaman mereka. Tak membuang waktu lagi, Yusuf dilarikan ke rumah sakit tempat sang dokter praktek. Ada banyak harapan dari seluruh anggota keluarga tersebut atas kesembuhan Yusuf. Pemeriksaa panjang dan melelahkan akan segera mereka hadapi setelah Yusuf masuk ke ruang sang dokter. "Unda, Ayah sebenarnya sakit apa?" tanya si mungil yang sejak tadi berusaha menahan rasa ingin tahunya karena semua orang dewasa sibuk membicarakan sang ayah. "Ayah nggak sakit, Sayang. Cuma kelelahan saja.""Apa Ayah bekerja terlalu berat? Bisakah Fatih membantu pekerjaan Ayah supaya nggak kelelahan lagi seperti sekarang?"Kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir mungil itu terdengar oleh Purnama dan Jafar. Keduanya lantas tersenyum dengan kepala menggeleng-geleng. "Apa Ayah harus membawanya ke kantor sejak dini," ujar Jafar pada sang putra. "Lebih cepat lebih baik. Fatih itu persis Yusuf. Semangatnya untuk membantu p
Happy Reading*****Pletak .... Satu sentilan mendarat di kening sang direktur yang terkenal pandai dan selalu berhasil dalam bisnisnya. Namun, entah mengapa pikirannya menjadi buntu ketika dihadapkan pada persoalan asmara. "Apa?" kata Yusuf tak terima diperlakukan kurang ajar oleh sahabatnya."Kamu memang tidak mengingat tragedi pelecehan itu atau pura-pura bodoh. Mana mungkin aku menyukai istri sahabatku sendiri. Yang benar saja, tunanganku sekarang sudah amat sangat sempurna," seloroh Irsan. Dia masih mengawasi Bunga. Takut perempuan itu berbuat nekat jika langsung menolong.Yusuf terdiam beberapa saat, memaksa memorinya untuk mengingat semua kejadian yang telah terlewat. Berhasil, kenangan demi kenangan beberapa hari lalu serta seluruh kejadian bagaimana keluarganya mengenal Bunga hadir dalam ingatan. Namun, menit berikutnya lelaki itu merasakan kepalanya berputar."San, tolong!" ucap Yusuf lirih.Irsan menoleh pada sahabatnya dan segera berteriak sekencang mungkin memanggil nam
Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, setelah melakukan salat subuh berjemaah dengan para sahabatnya. Yusuf dan Bunga dikejutkan dengan kehadiran Purnama beserta seluruh keluarga besar keluarga Prayoga termasuk putra mereka. Kemarin malam, setelah melakukan panggilan video dan mengetahui kondisi kesehatan Yusuf, mereka sekeluarga tidak bisa duduk diam ataupun tidur nyenyak.Jafar bahkan langsung meminta asisten pribadinya untuk memesan tiket penerbangan ke Bali. Malam itu juga, lewat tengah malam, mereka sekeluarga menyusul Bunga."Eyang, Papa?" ucap Yusuf dengan bola mata terbuka sempurna. Detik berikutnya, lelaki itu melirik sang istri. "Eyang, aku bisa jelaskan siapa Bunga."Yusuf mengajak rombongan keluarganya masuk dan duduk di sofa. Para sahabatnya melihat dari jarak yang tidak begitu jauh sambil menggelengkan kepala."Ayah, kenapa nggak mau nyapa? Fatih kangen." Bukannya Jafar atau Purnama yang menjawab pertanyaan lelaki tampan itu, tetapi seorang anak kecil. Yusuf mengerutkan
Happy Reading*****Bunga menatap panik pada sang suami. Dia telah berteriak minta tolong pada dua sahabat ayahnya Fatih. Namun, Yusuf masih tetap berteriak dan berjalan ke tengah pantai.Entah apa yang terjadi dengan sang suami. Padahal, Bunga cuma ingin mengambil kerang dan segera kembali ke sisi Yusuf saat ombak yang datang terlihat sangat besar. Akan tetapi, sng suami malah berteriak keras memperingatkan dan berlari ke tengah pantai."Berhenti, Suf. Ada apa denganmu?" tanya Fawas. Sekuat tenaga, lelaki itu mengejar. Irsan dan Shaqina bahkan menghentikan kegiatan pemotretan karena takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya."Ya Allah, Mas. Kamu kenapa sebenarnya?" kata Bunga. Dia terus berteriak memanggil Yusuf. Pergerakannya kalah cepat karena tubuh mungil si wanita.Ombak yang begitu besar menghantam Yusuf. Beruntung, Fawas sudah memegang tangan lelaki itu. Mereka berdua terseret beberapa meter ke tengah pantai. "Suf, sadar," ucap Fawas. Lelaki itu terpaksa menampar sahabatnya. Pan
Happy Reading*****Kelima rombongan Aghista pun melihat ke arah pandang ibu satu anak tersebut. Yusuf bahkan dengan cepat menutup mata sang istri dengan tangannya, sedangkan Shaqina terpaksa harus memalingkan muka. Malu sekali dengan adegan dua orng dewasa di depan mereka saat ini. "Cih, belum ada satu menit mengatakan akan melindungi Bunga dari gangguan lelaki manapun, tapi kelakuannya yang sekarang sungguh memalukan," kata Irsan. "Namanya bajingan, selamanya tidak akan pernah berubah," tambah Shaqina cukup keras hingga dua orang yang sedang melakukan adegan dewasa berciuman tersebut menoleh. Mata Damar membulat sempurna bahkan dia langsung mendorong perempuan yang tadi menjadi partner ya berciuman. "Jangan salah paham Bunga," kata Damar, "kamu tahu siapa dia. Sejak dulu, dia sudah mengejarku. Entah bagaimana dia bisa tahu, aku sedang ada kerjaan di sini.""Untuk apa kamu menjelaskan semua itu pada kekasihku?" tanya Yusuf. Tangannya sudah disingkirkan dari wajah sang istri."Mas
Happy Reading*****Bunga menatap suaminya yang tersenyum ketika melihat ekspresi terkejut Damar. "Mas, kamu nggak melakukan hal-hal menakutkan seperti janjimu tadi, kan?" tanya Bunga. Dia, hanya ingin memastikan bahwa suaminya tidak bertindak apa pun juga saat ini. Sungguh, keluarga Prayoga itu sangat menakutkan jika sudah merasa disakiti atau terancam. Seperti kasus Yudhistira dan Adhisti. Sepupu Yusuf itu, tega memasukkan si ibu hamil ke penjara berserta ayahnya sendiri. Padahal jelas-jelas mereka sudah meminta maaf. Kejadian pelecehan beberapa waktu lalu juga membuat Jafar marah besar. Lelaki sepuh tersebut bahkan meminta putrinya untuk bercerai dengan Iskandar. Tidak ada toleransi jika menyangkut nama baik dan rasa sakit yang dialami keluarga Prayoga. Semua harus dibayar sepadan. Sungguh, melihat wajah semringah sang suami. Bunga khawatir dengan keadaan Damar. Bukan karena dia menaruh hati pada lelaki tersebut, tetapi lebih kepada rasa kemanusiaan. "Hal-hal menakutkan gimana
Happy Reading*****"Kekanakan bagaimana?" jawab Damar, "aku cuma ingin melindungimu dari lelaki tidak baik ini."Kalimat Damar membuat Yusuf membulatkan mata. "Kita baru sekali bertemu. Jangan menyimpulkan sesuatu yang belum kamu ketahui kebenarannya," ucap suami Bunga. "Kebenaran apalagi yang perlu aku ketahui. Ekspresi wajah Bunga, jelas sangat tidak nyaman dengan perlakuanmu," jawab Damar. Masih kukuh dengan pendapat awal yang dilihatnya tadi. "Diam, Mar. Kamu terlalu jauh mencampuri urusan pribadiku," sahut Bunga. Kilat amarah itu jelas ditampakkan olehnya pada lelaki yang sejak tadi berusaha mendekatinya."Hah!" ucap sang lelaki sedikit terkejut dengan protes yang Bunga lakukan. "Kamu tidak perlu takut seperti itu, Bunga. Aku selalu siap ketika ada lelaki yang mengganggumu." Suara Damar mulai meninggi membuat orang-orang di dalam pesawat melihat ke arah mereka bertiga.Shaqina yang duduk dua kursi di belakang Yusuf dan Bunga, meminta ijin pada Irsan. "Permisi, Mas.""Mau ke ma
Happy Reading*****"Hai, Sayang. Kenapa berhenti?" ucap Yusuf tak tahan melihat sikap si lelaki yang cari-cari perhatian pada istrinya.Bunga tersenyum menatap sang suami. "Mas, kenalkan. Ini sahabat kami bertiga pas masih SMA dulu.""Hmm," jawab Yusuf tanpa berniat untuk berjabat tangan. Bunga menyadari sikap tidak suka yang ditunjukkan sang suami. Dia pun menggandeng tangan Yusuf posesif. "Mar, kenalin dia ini ....""Saya calon suaminya," ucap Yusuf. Tampang sengaja dibuat mode dingin. "Oh, rupanya sudah punya clon suami. Aku kira kamu masih sendiri." Sengaja mengedipkan sebelah mata, lelaki itu seakan memancing emosi Yusuf. "Kenalkan, saya Damar. Salah satu direksi sekaligus Direktur dari Akasurya Grup."Fawas menarik garis bibir. Seolah mengejek nama perusahaan yang disebutkan barusan. "Jika kamu mengaku direktur Akasurya Grup, lalu siapa Ganandra?""Nah, benar. Tidak perlu sok ngaku-ngaku, deh. Ganandra itu adalah direktur utama Akasurya Grup," tambah Irsan. Dia sengaja merapa