Bandi dan Pado menuju ke sebuah tempat yang cukup terpencil, jauh dari keramaian. Di sana ada sebuah perkampungan yang dihuni oleh orang-orang dari kelas bawah. Ada beberapa ras terlihat di sana, manusia, goblin dan beberapa ras naga. Melihat kedatangan Pado, sebagian dari mereka bersiaga karena di belakangnya ada Bandi.
“Jangan takut, dia teman,” ucap Pado.
Orang-orang pun kembali ke sikap biasa. Melihat bagaimana mereka bisa sewaspada itu, Bandi akhirnya memahami kalau perkampungan ini bukan perkampungan biasa.
“Kau terkejut, ya? Kami semua adalah mantan prajurit. Sebagian dikecewakan oleh Antabogo, sebagian lagi dikecewakan oleh Raja Primadigda. Kami terkadang, menjadi tentara bayaran hanya karena ingin menyambung hidup,” jelas Pado.
“Dikecewakan Raja Primadigda?&rd
Hari sudah malam di Dunia Bawah. Asing memang melihat pemandangan dua bulan di langit. Asri baru saja menyelesaikan makan malamnya. Dia makan daging entah dari hewan apa tapi rasanya seperti kambing. Dan juga buah-buahan aneh yang rasanya mirip dengan mentimun dan juga seperti apel. Asri menamainya mentimun dari Dunia Bawah dan Apel dari dunia bawah, walaupun dia tahu namanya bukan itu. Ia juga tak bernafsu untuk bertanya kepada Koila apa nama buah tersebut.Dia berada di istana, tetapi rasanya terkurung. Biarpun dikatakan bebas kemanapun, tetapi ia tetap saja sebatas jalan-jalan ke seluruh penjuru bangunan istana yang memang sangat luas. Dia sangat penasaran dengan satu bangunan yang katanya adalah tempat pribadi Pangeran Bagar. Sebenarnya ia bisa saja masuk ke sana karena memang ada hak khusus yang diberikan oleh Sang Pangeran. Tapi, buat apa?Asri makan sendiria
Pangeran Bagar menuju ke ruangan yang lain. Dia berjalan santai sambil mengamati barisan obor yang menerangi di sepanjang lorong. Begitu ia sampai di sebuah pintu besar, ia pun masuk ke dalamnya. Di dalam ruangan itu ada sebuah kejutan. Dia sampai tak percaya dengan apa yang dia lihat.“P-paman Raja Primadigda!” seru Bagar, “paman sudah datang rupanya.”Raja Primadigda tampak sedang berdiri sambil melihat-lihat lukisan yang ada di ruangan tempat keluarga kerajaan dijamu untuk makan malam. Ruang makan ini cukup luas. Ada meja panjang dan lebar. Masing-masing kursinya memiliki sandaran yang tinggi. Ada lampu-lampu kristal di langit-langitnya, serta lukisan-lukisan indah yang dipajang di keempat sisi ruangan. Di meja tersaji berbagai masakan yang memang sudah dipersiapkan oleh Pangeran Bagar.“Aku hanya memenu
Raja Primadigda mengambil gelas yang kosong, setelah itu menuangkan minuman yang ada di teko. Sebenarnya, tak ada yang spesial dari minuman tersebut. Hanya jus buah, tetapi melihatnya saja membuat sang raja ingin meminumnya. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa haus.“Itu jus buah melon. Aku khusus membuatnya, aku sangat suka sekali meminumnya setiap hari,” ujar Pangeran Bagar.Raja Primadigda tak merasa aneh. Ia bahkan meneguk minuman itu hingga tak bersisa. Setelah itu ia letakkan gelas kosong ke meja seperti semula. “Kalau tak ada yang dibicarakan lagi aku pergi.”“Baiklah, Paman. Aku tak bisa mencegah Yang Mulia Raja Naga Laut Selatan,” kata Pangeran Bagar.Raja Primadigda melangkah untuk keluar dari ruang makan tersebut. Namun, ketika keluar dari ruangan ia mera
Bandi datang siang itu membawa kabar baik untuk Pangeran Aryanaga dan Putri Aprilia. Mendengar kabar baik tersebut, Aryanaga dan Aprilia langsung saja menuju ke perkampungan yang dimaksud. Dengan memakai jubah, ketiga orang ini menghindari keramaian dan berusaha tidak terlihat oleh para prajurit.Aryanaga mulai membiasakan diri berada di Dunia Bawah. Ia mendapatkan banyak pengetahuan dari Aprilia. Dari mulai kehidupan yang dijalani para penduduknya, hingga segala hal tentang mitos serta legenda yang sebenarnya tidak begitu penting. Aryanaga senang saja melihat perilaku Aprilia, lebih seperti seorang kakak yang mengayomi adiknya. Mungkin memang seperti itu perasaannya kepada Aprilia dulu ketika masih kecil. Kagum kepada seorang yang dia anggap sebagai kakaknya.“Kau berbeda hari ini, Pangeran,” celetuk Aprilia saat mereka sedang berjalan di jalanan setapak menuju
Asri tidak tahu harus berbuat apa. Dia menjaga jarak dengan Raja Primadigda yang sekarang sedang duduk bersila. Tampak darah mengalir di sudut bibir orang tua itu. Matanya masih terpejam, tetapi dari tarikan napasnya terlihat sekali kalau sang Raja sama sekali tidak tenang. Dia sedang berusaha menormalkan suhu tubuhnya, imbas dari racun yang sekarang menggerogoti tubuhnya.Dalam keadaan seperti ini, Asri berpikir apakah bisa dia menyembuhkan Raja Primadigda dengan kekuatannya? Akhirnya ia pun mendekati Raja Primadigda. Tangannya pun diletakkan ke punggung tangan sang Raja.“Maaf, Yang Mulia. Aku hanya ingin membantu,” kata Asri. Dia tahu risikonya. Bisa saja Sang Raja berubah menjadi naga lalu memakannya, sebagaimana kata Pangeran Bagar, kalau daging Sang Penyembuh adalah penawar racunnya.Luka di bibir sang raja mengering.
Aryanaga dan yang lainnya sekarang sudah berada di depan saluran air bawah tanah. Dibilang saluran air, ini sebenarnya bukan saluran air biasa. Lebih tepatnya ini adalah sungai bawah tanah yang terbentuk secara alami.“Aku kira saluran air itu seperti saluran air pembuangan, ternyata ini sungai bawah tanah,” ujar Aryanaga.“Hahaha, sayang sekali. Kalau menurutmu yang akan kita masuki saluran air pembuangan, maka itu sudah mereka prediksi. Tetapi, saluran air sungai bawah tanah ini, tidak tersentuh sama sekali semenjak bangunan istana itu didirikan,” kata Pado.Mereka terus berjalan melewati pinggiran sungai sambil berhati-hati dengan bebatuan terjal dan licin. Aryanaga, Aprilia dan Bandi dengan mudah bisa melompati bebatuan itu, mereka terpaksa menunggu beberapa saat agar Pado dan yang lainnya bisa menyusul. Pado
“Biasanya Pangeran Bagar ada di tempat pribadinya. Kau lihat bangunan besar yang ada di sana?” tanya Pado sambil menunjuk ke arah bangunan itu, “di sana dia berada.”“Lalu Asri?” tanya Aryanaga.“Aku tak tahu, tetapi dari keterangan Koila, perempuan itu tidak disekap. Ia dibiarkan bebas di istana ini, setahuku begitu. Hanya saja keputusan Pangeran Bagar berubah tadi sore,” jelas Pado.“Berubah bagaimana?” tanya Aryanaga cemas.“Asri di tempatkan di ruangan khusus, sampai terakhir kali aku bertemu dengan Koila, Asri dibawah oleh Pangeran Bagar dan tidak kembali. Lebih baik, kita cari saja dengan teliti,” ujar Pado.“Kurang ajar, Pangeran Bagar itu, maunya apa sih?” gerutu Aryana
“Ayah, apa maksudnya ini? Aku tak mungkin melakukannya!” kata Aryanaga.“Dengarlah, waktuku tidak banyak. Anggap saja ini latihan terakhirmu. Aku tak mau jika harus mati di tangan Pangeran Bagar. Aku lebih baik mati di tangan anakku sendiri, sebagai penerus takhta,” jawab Primadigda.“Yang Mulia, pikirkanlah baik-baik. Pasti ada caranya!” kata Aprilia, “aku pun tak akan mampu melakukannya.”“Yang Mulia, pasti ada cara lain,” kata Asri. Dia juga bingung harus bagaimana sekarang. Dialah sebenarnya kunci dari semua persoalan ini. Namun, dia tahu kalau saat ini ia tak boleh menyalahkan dirinya.“Tidak ada cara lain. Bagar sudah mengetahui akan hal ini. Dia pasti sudah memikirkan semuanya. Dia ahli strategi terbaik yang aku punyai. Tujuan
Ternyata serangan tersebut tidak hanya dari satu sisi bumi saja. Daratan lain pun sudah mulai diserang. Para naga tersebut mulai memasuki pantai dari daratan yang lain, hingga setiap manusia yang mereka temui pun dimangsa. Mereka tidak melihat apakah itu orang dewasa atau anak-anak. Lelouch dan pasukan naganya tak mampu berbuat apa-apa selain menghalau apa yang mereka bisa. Hari itu mereka kalah, meskipun memenangkan pertempuran.Lelouch bertengger di atas bukit. Dari kejauhan dia melihat bangkai-bangkai naga bergelimpangan di tepi pantai. Sesaat dia mendongak ke atas, seolah-olah meminta bantuan kepada Sang Pencipta. Setelah itu dia menunduk, menutup sayapnya, berada dalam kebimbangan.“Yang Mulia,” panggil salah satu naga yang mengampirinya.“Aku sedang ingin sendiri,” ucap Lelouch.“Tidak, bukan begitu Yang Mulia. Lihat ke atas!” ucap naga tersebut.Lelouch mendongak. Tidak pernah disangka sebelumnya oleh Lelo
“Bagaimana awalnya kita, para naga bisa menempati bumi ini?” tanya sesosok naga bersirip hitam dan putih. Di depannya tampak naga-naga kecil sedang duduk mendengarkan petuah-petuahnya. Hari ini adalah hari rutin untuk anak-anak naga mendapatkan pelajaran dari naga Lelouch. “Kita adalah makhluk yang dikutuk, tetapi sebagian dari kita dimaafkan. Bapak kita, adalah naga yang membuat bumi ini jadi ditempati oleh manusia. Namanya Azrael, dia penguasa lautan, sedangkan kita penguasa daratan,” lanjut Lelouch. “Yang Mulia, apakah kita akan terus bertempur dengan mereka?” tanya salah seekor naga kecil. “Pertempuran ini akan terus berlanjut sampai akhir zaman. Kita hanya bisa mengusirnya agar tidak sampai menguasai daratan. Daratan adalah tempat para manusia dan makhluk-makhluk lainnya, lautan adalah tempat kekuasaannya. Sebab, di sana dia bersama Iblis dan menjadi kaki tangannya,” jawab Lelouch. “Apakah dia bisa dikalahkan?” tanya naga kecil yang lain.
“Penjara apa?” tanya Aryanaga. “Eee… sebentar yang Mulia, apa tidak bisa diringankan hukumannya? Itu Penjara yang mengerikan. Tidak ada satupun yang keluar dari penjara itu sampai sekarang!” ucap sang Pembela. “Penjara apa? Apa itu?” “Pangeran Aryanaga, Penjara Tujuh Pintu adalah Penjara yang berada di kegelapan bumi. Kau tak akan bisa menghirup udara bebas. Di dalamnya ada tujuh pintu yang mana semuanya mewakili tujuh dosa mematikan. Selama jiwamu ada dosa itu, kau tak akan bisa keluar.” Aryanaga terkekeh. “Masukkan aku ke penjara itu. Aku tak keberatan.” “Sudah diputuskan, bawa dia!” ucap seseorang anggota Dewan Kehormatan Naga. Palu pun diketok dan sang pembela tak bisa meringankan hukuman Pangeran Aryanaga. Arya
Aprilia berada di depan dua gundukan tanah. Air matanya terus berderai seperti tak akan pernah habis. Bandi menepuk pundaknya, berusaha menenangkan Aprilia, bagaimana pun Aprilia adalah wanita dan hatinya lembut. Kepergian Raja Primadigda dan Asri membuatnya sedih. Keduanya dikuburkan di tanah terbaik dan tempat terbaik, yaitu di pemakaman para raja. Di tempat ini juga ada makam para raja sebelum Raja Primadigda.Orang-orang banyak yang menghadiri pemakaman itu. Mulai dari para prajurit, menteri dan juga para pejabat kerajaan. Hari itu rakyat berkabung atas gugurnya Raja Primadigda. Rumor pun cepat menyebar kalau Raja Primadigda dikalahkan oleh anaknya sendiri. Orang-orang mulai bertanya-tanya tentang motif pembunuhan ini. Aprilia dan Bandi sengaja tidak memberitahu, karena saat ini Antabogolah yang berkuasa. Nyaris semua lini kekuatan militer sekarang di pegang oleh Antabogo, sehingga mustahil baginya membuat su
Aryanaga sama sekali tak bercanda. Dia kembali mengeluarkan tombak elemental dari telapak tangannya, kali ini warnanya kekuningan dengan percikan energi listrik di sekitar ujung tombaknya. Menyadari ada bahaya, Pangeran Bagar menjauh. Aryanaga tetap fokus kepadanya. Setiap pergerakan Pangeran Bagar, bisa dilihatnya. Dan ternyata, Aryanaga tak hanya mengeluarkan satu tombak, tapi lagi, lagi dan lagi hingga sepuluh tombak dengan energi listrik melayang di atasnya. Aryanaga mengambil satu per satu tombaknya, melemparkannya dengan kuat.Pangeran Bagar tak bisa kabur dari serangan itu. Sepuluh tombak beruntun menghantam di sekitarnya. Sepuluh kali petir menyambar-nyambar, jutaan volt menghantam tanah hingga menimbulkan ledakan listrik yang menggelegar.Aprilia dan Bandi yang menyaksikan pertarungan itu dari jauh cukup ngeri dengan kekuatan yang dimiliki
Bandi masih menangis, tetapi ia juga harus membawa jenazah Raja Primadigda. Dengan tersedu-sedu dia menggendong jenazah tersebut. Aprilia juga melakukannya. Aprilia sekarang yang gantian bermandikan darah Asri. Dia dan Bandi pergi dari tempat tersebut, meninggalkan Aryanaga yang tak terkendali.Pangeran Bagar menjauh. Kini ratusan prajuritnya menghadapi Aryanaga. Mereka terdiri dari ras naga pilihan yang dilatih dengan ilmu perang yang cukup andal. Pangeran Bagar, tidak pernah salah dalam memilih anak buah. Mereka ahli pedang, tombak dan panah. Para prajurit membentuk formasi mengepung Aryanaga. Aryanaga mengamati mereka. Tombak-tombak terhunus ke arah Aryanaga, setiap tombak ini tentu saja ada bagian dari tubuh para naga, sebagian lagi adalah besi yang ditempa oleh para peri, sehingga bisa melukai para naga.Aryanaga sama sekali tak gentar. Ia mengeluarkan kekuatan yang san
“Pangeran Bagar, kenapa kau lakukan ini? Bukannya kau hanya menginginkan Aryanaga? Kenapa kau lukai Asri?” tanya Aprilia. Air matanya tak mampu lagi dibendung. Ia memeluk tubuh Asri yang terbujur kaku.Tangan Asri meremas lengan Aprilia. Suaranya terbata-bata lirih terdengar di telinga Aprilia yang sangat peka. Pangeran Bagar merasa tak bersalah. Dia telah menuntaskan rencananya agar Aryanaga kehilangan sesuatu yang ia cintai. Pangeran Bagar menganggap Asri adalah orang yang dicintai oleh Pangeran Aryanaga, maka dari itu misinya hanya satu yaitu membunuh Asri, tetapi tanpa mengotori tangannya. Sayang sekali rencananya meleset.“Omong kosong semua ini. Kenapa kalian mengacaukan semua rencanaku?” gerutu Pangeran Bagar, “aku adalah ahli strategi terbaik. Kalau begini caranya, ayahku tak akan mengakuiku.”
“Ayah mengamuk!” seru Aryanaga.“Aku bisa melihatnya. Yang Mulia Primadigda akan berubah ke wujud naganya, kesempatan kita cuma satu. Kamu bisa?” tanya Aprilia.Aryanaga menggeleng. “Aku tak bisa.”“Pangeran!” Aprilia memegang bahu Aryanaga. “Semuanya akan baik-baik saja, kau tidak bersalah atas hal ini. Ini yang diinginkan ayahmu.”“Tapi...”Aryanaga menatap mata Aprilia. Untuk beberapa detik mereka saling berpandangan satu sama lain. Aryanaga mencari sudut mata Aprilia, di sudut mata Aprilia ada rasa percaya kepadanya. Aprilia tahu, ini ujian terberat Aryanaga untuk saat ini. Kalau mereka kalah sekarang, semuanya akan sia-sia belaka.“Bantu ak
Primadigda memulai menerjang ke arah Asri. Aryanaga mencoba menghalangi, tubuhnya menghadang Raja Primadigda, sayangnya Primadigda memutar tubuhnya sehingga bisa mengecoh Aryanaga begitu saja. Namun, Aprilia dengan cepat menendang tubuh Primadigda sehingga sang Raja terempas ke belakang. Aryanaga tak tega melihat ayahnya diperlakukan seperti itu.Aprilia tiba-tiba melayangkan tamparannya dengan keras ke pipi Aryanaga. “BANGUN! Apa yang kau lakukan?”Aryanaga terkejut.“Kau mau Asri tewas? Bertarunglah dengan sungguh-sungguh! Aku tahu dia ayahmu, tapi saat ini kau tak punya pilihan. Kalahkan beliau, lalu kita sama-sama menghajar Bagar,” ucap Aprilia menyemangati Aryanaga, “kau tak perlu khawatir, ayahmu yang menginginkan ini. Nyawanya tidak akan sia-sia. Ia bangga melatih anaknya untuk terakhir kali. Ia juga