Marvel baru saja hendak berbalik saat tiba-tiba pintu terbuka menampilkan bosnya dengan sang istri. Terlihat penampilan bosnya yang berbeda dengan sebelumnya. Wajah terlihat lebih segar dan berseri-seri dan kemeja yang sudah berganti. Pikiran Marvel langsung traveling ke mana-mana. Ia tahu kalau semenjak menikah dengan Aina bosnya menjadi lebih manusiawi. Pengaruh angin dalam kehidupan bosnya memang sangat besar. Dia tahu selama beberapa jam barusan telah terjadi sesuatu yang membuat atasannya itu menjadi murah senyum."Kamu yakin nggak mau diantar sopir?" tanya Fathan sekali lagi. Lelaki itu sudah mirip seperti emak-emak sekarang. Berulang kali bertanya pada masalah yang sama. Berulang kali pula ia memberi wejangan pada sang istri untuk langsung pulang dan tidak mampir ke mana-mana. "Nggak, Maaas. Aku bawa mobil sendiri. Lagian nggak nyaman aku kalau berdua sama sopir aja," jawab Aina sembari memutar bola matanya yang bulat. Marvel sampai tak tahu harus berbuat apa menyaksikan pe
Fathan bersiap untuk pulang setelah berjibaku dengan tumpukan berkas yang melelahkan. Pria itu sudah tak sabar ingin bertemu dengan istri dan buah hatinya. Sebenarnya ia ingin pulang tepat waktu tapi karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini juga terpaksa dia mengambil lembur hingga jam 8 malam.Setelah mematikan komputer pria itu memakai kembali jasnya yang sudah tersampir di sandaran kursi. Lalu menenteng tas kerjanya dan mematikan lampu kemudian keluar ruangan. Persamaan dengan itu Marvel dan sekretaris baru keluar juga dari ruangan. Tentu saja Marvel tahu kalau bosnya pulang saat ini karena sebelumnya sang Bos sudah memberitahu.Nina tersenyum lalu mengangguk sopan pada Fathan yang tidak meliriknya sama sekali. Mereka berjalan bertiga menuju ke arah lift yang sama dengan Fathan berada di depan. Nina terus memandangi punggung kokoh Fatan tanpa berkedip hingga ketika Fathan berhenti di depan kepalanya membentur punggung kokoh tersebut."Maafkan saya, Tuan!" ucap Ni
"Nanti siang mau dimasakin apa, Mas?" tanya Aina sebelum mencium punggung tangan suaminya. Lelaki itu sudah berdiri di depan mobil dan Aina mengantar sampai di depan. Fathan mengulas senyum lalu berkata, "garang asem ayam kampung sama tempe goreng tanpa tepung aja. Jangan lupa sambel tomatnya juga." Aina mengangguk. Senang sekali suamiya mau mengatakan keinginannya. Kebetulan dia ada perlu juga untuk membeli sesuatu. Jadi sekalian nanti dia belanja bahan-bahannya dulu. "Aku izin ke supermarket ya, Mas. Mau beli sesuatu sekalian beli bahan masakannya," ucap Aina. "Kenapa tidak meminta bibik aja?" Fathan sebenarnya tidak rela kalau sang istri pergi keluar sendirian. Selain karena takut terjadi sesuatu padanya, ia juga khawatir ada pria lain yang mendekatinya. Padahal zaman sekarang sangat jarang ada pria yang tertarik pada wanita bercadar. Mereka lebih suka wanita yang seksi dan berani, bukan seperti Aina yang selalu menjaga diri."Tidak boleh, ya? Padahal aku perginya sama Laura,"
Di hadapan Laura dan Aina berdiri sosok wanita dengan jeans ketat yang dipadu kemeja press body. Tidak ada kerudung yang melekat di kepalanya seperti yang diceritakan oleh Kak Aina barusan. Ya dialah Sarah yang entah sejak kapan sudah berada di sana.Laura memindai tubuh Sarah dari ujung kepala hingga ujung kaki. Begitupun Aina melakukan hal yang sama. Pasalnya kemarin saat mendatangi rumahnya wanita ini menutup aurat dengan gamis dan kerudung pashmina. Baru saja mereka membicarakan wanita ini tiba-tiba saja dia datang seperti dipanggil.Dalam hati Aina membenarkan ucapan Laura yang mengatakan kalau wanita ini tidak benar-benar berubah."Kamu lihat kan apa kataku?" bisik Laura."Kok malah bengong sih boleh ikut gabung?" Sarah menginterupsi mereka.Tanpa menunggu persetujuan wanita itu langsung menggeser kursi dan ikut bergabung dengan dua sahabat itu. Sarah bersikap seakrab dengan menebar senyum kepalasuan meski ia melihat ketidaknyamanan dari dua wanita di hadapannya."Kebetulan bang
"Sa-sayang! Ka-kamu sudah datang?" ucap Fathan gagap. Wajahnya tampak pias melihat sorot mata Aina yang sendu.Sekali lagi ayunan menarik nafas dalam-dalam untuk mengisi rongga paru-parunya agar tidak terasa sesak. Matanya menyorot tajam pada wanita yang kini berdiri tegap di depan meja suaminya. Kalau dia tidak salah lihat wanita ini adalah sekretaris suaminya yang kemarin sempat bertemu juga."Kamu keluarlah dari sini! Bukankah sudah saya bilang dari awal kamu tidak boleh masuk ke ruangan ini?" Fathan memerintahkan wanita yang menjabat sebagai sekretaris baru itu dengan ucapan dingin. Tatapan mata Fathan ke arah Nina yang membuat wanita itu serasa dihujani oleh ribuan anak panah. Dia tahu bosnya tidak suka melihatnya berada di sini bahkan dalam surat perjanjian sudah dikatakan kalau dirinya tidak boleh memasuki ruangan ini. Namun karena rasa penasaran dan kebetulan ada alasan untuk masuk ke ruangan ini akhirnya Nina memaksa untuk menemui bosnya walaupun akhirnya mendapatkan perlak
Fatan menyugar rambutnya kasar. Inilah alasan dia tak mengizinkan sekretaris wanita masuk ruangannya. Kebanyakan karyawan wanita yang berhubungan dengannya pasti memiliki tujuan pribadi. Suka modus dan menganggu hidupnya. Fatan bukan tak tahu kalau niat mereka adalah untuk menggodanya.Sejak awal dia sudah menjaga interaksi itu dengan membuat aturan yang mengikat dalam kontrak kerja. Namun sepertinya Nina bukan wanita sembarangan. Dia berani melanggar kontrak, artinya dia sudah menyiapkan diri. "Marvel, kamu di mana? Kenapa kamu biarkan perempuan itu masuk ruangan saya?" Fatan menatap pintu berharap istrinya segera kembali. Namun hingga ia selesai menghubungi Marvel wanita yang ia cintai belum juga kembali.Fathan melihat tas Aina yang masih teronggok di sofa, juga ponsel yang tergeletak di meja. Artinya wanita itu belum pulang. Ia menghembuskan nafas kasar untuk membuang perasaan kalut yang meraja.Sementara itu Aina keluar dari ruangan suaminya untuk mencari pantry. Wanita itu ingi
Aina memilih untuk diam. Putri tunggal Abi Hanif itu masih belum siap untuk menceritakan masalah ini pada suaminya lantaran tak ingin membuat lelaki itu khawatir. Sungguh, sebenarnya Aina sangat tersiksa ketika mertuanya menanyakan tentang kehamilan. Pun saat ssanv suami menyinggung masalah yang sama. Bayang-bayang masa lalu akan selalu menghantui dan itu membuat Aina merasa cemas berlebihan. Tak hanya sampai di situ, dia akan semakin gemetar setiap kali membayangkan hamil. "Sayang, kamu nggak papa?" Tiba-tiba Fatan sudah duduk di samping Aina. Wanita itu tidak menyadari sejak kapan sang suami duduk di sampingnya. "Eh, eng ... nggak papa kok, Mas. Sudah selesai kerjaannya?" tanya Aina mengalihkan pembicaraan. Jujur Aina masih belum siap untuk membahas soal kehamilan. Aina bahkan diam-diam menggunakan kontrasepsi agar tidak hamil. "Kamu yakin nggak papa? Atau kamu tunggu aja di kamar sambil tiduran. Nanti kalau sudah selesai Mas bangunin." Fatan menatap mata sang istri tanpa berke
Fatan mendengkus kesal mendengar suara yang ia kenal. Bahkan dia tak mau menatap wajah orang itu sama sekali. Aina tahu suaminya nggak nyaman bertemu mantan istrinya, sehingga ia berinisiatif untuk mengajak sang suami pergi. "Maaf ya, Mbak Sarah kami pergi dulu. Selamat bersenang-senang," ucap Aina ramah.Sarah menghentakkan kakinya ke pasir dengan wajah memerah. Tatapannya menghunus tajam ke punggung pasangan suami istri itu. Namun bukan Sarah namanya kalau menyerah begitu saja. Tujuan dia kemari adalah untuk mengganggu pasangan itu.Sarah berlari mengejar Fatan dan Aina. Tak peduli dengan tatapan mata sebagian pengunjung yang mengenalinya. Beberapa berbisik-bisik membicarakan dirinya dan itu masih ia dengar dengan jelas."Eh, boleh ikut gabung nggak? Kebetulan aku nggak ada teman di sini. Nggak masalah dong jalan bersama. Bukankah rame-rame lebih menyenangkan?" Sarah tanpa tahu malu menyejajari pasangan suami istri itu.Fatan hanya meliriknya sekilas lalu merapatkan badannya ke ara
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b