"Kalau kamu tidak percaya tanyakan saja pada Rumah Sakit tempat di mana kamu mau melaksanakan inseminasi 6 tahun yang lalu. Kamu tidak jadi melaksanakannya karena mendadak harus pergi, kan? Ternyata dokter melakukan kesalahan dan menyuntikkan benih kepada seorang gadis yang berada di antrian setelahmu. Dari sana ternyata tumbuh anakku." Fathan bisa melihat raut penyesalan di wajah istrinya. Entah dia benar-benar menyesal karena tidak bisa melahirkan anak untuk Fathan atau menyesal karena ternyata ada wanita lain yang menggantikannya. Pasalnya Sarah tidak benar-benar ingin memiliki anak dari Fathan. Setelah mengatakan hal itu Fathan memilih untuk masuk ke dalam mobil dan meninggalkan istrinya. "Dokter sialan! Arrgghhh!" Sarah menendang pot bunga yang ada di sampingnya hingga terguling dan pecah. Meski begitu Sarah masih tetap tidak bisa mempercayai ucapan suaminya sebelum dia membuktikan sendiri. Wanita itu segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Menghubung
Anda saat ini Aina tidak menggunakan sadar pasti sudah terlihat kalau wajah wanita itu memerah karena sedang menahan malu. Gugatan benar-benar membuat Aina ingin menceburkan diri ke danau agar tidak bisa dilihat orang lain. Sudah berulang kali diberi peringatan untuk tidak menemuinya sendiri tapi pria itu masih saja nekat."Aina!" Fatan sengaka mengeraskan suaranya agar semua yang ada di sana tahu kalau Aina sudah dia tandai."Maaf, Tuan Fatan saya masih ada urusan. Permisi, assalamualaikum." Aina mengabaikan tatapan para guru yang ingin tahu. Wanita bercadar itu memilih untuk berjalan cepat meninggalkan Fatan yang seolah sengaja ingin membuatnya malu.Fatan melihat sekeliling dan benar saja, semua guru berhenti dan menatapnya dengan tatapan aneh. Namun ketika dia memasang wajah datar seperti biasanya, mereka kompak menunduk hormat. Mungkin baru sadar bahwa orang yang mereka perhatikan sejak tadi adalah Fatan sang pebisnis sukses."Mari, Tuan kami duluan," pamit Bu Linda diikuti yang
Lelaki itu mengepalkan tangannya di samping tubuh. Menatap kepergian Aina dengan tatapan tajam. Sudah cukup Fatan bersabar dan mengikuti alur selama ini. Dia tak mau membuang waktunya lagi. Dengan kesal, Fatan membanting pintu mobilnya lalu melajukan kendaraan itu dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di rumah, Fatan segera naik ke kamarnya. Namun dia dikejutkan dengan keberadaan Sarah yang duduk di atas ranjang dengan posisi menantang. 0akaiannya yang cukup seksi membuat wanita itu terlihat sangat menggoda. Jika dulu, Fatan akan langsung menerkam wanita itu. Namun sejak tahu dirinya memiliki Bintang dan terbiasa mengejar Aina, rasa itu makin memudar. Terlebih dengan sikap Sarah yang makin lama makin membuatnya muak. Entah mengapa dia butuh waktu selama ini untuk menyadari sifat Sarah.Wanita itu berdiri mendekati suamiya, berniat untuk membantu melepaskan jas Fatan. Sesuatu yang belum pernah dia lakukan seumur pernikahan mereka. Fatan selalu mengerjakan semuanya sendiri sedangkan Sa
Hari masih sangat pagi ketika Aina berada di luar rumah untuk menyirami tanaman. Biasanya hal itu dilakukan oleh mang Asep yang sudah bekerja cukup lama dengan keluarganya. Karena sekarang hari libur Aina meminta maaf untuk mengerjakan pekerjaan yang lain sedangkan dirinya yang menyiram tanaman. Sudah cukup lama Aina tidak melakukan hal ini karena kesibukan mengurus sekolah yang ia dirikan.Udara yang terasa sejuk dan semilir angin membelai wajah Aina. Wanita itu memandang takjub pada bunga-bunga yang bermekaran. Mang Asep benar-benar menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Semua tanaman yang ia miliki terawat dengan sempurna. "Nyonya semua sayuran dan beberapa sabun sudah mulai habis. Ini saya belanja apa saja, Nyonya?" Tiba-tiba Bik Esih datang dari belakang.Aina tampak berpikir sejenak lalu berkata, "biar saya aja, Bik yang belanja. Sekalian mau ajak Bintang refreshing.""Baiklah, Nyonya kalau begitu." Bik Esih kembali masuk setelah memberikan daftar apa saja yang habis.Aina men
Aina bingung bagaimana harus menjelaskan pada sosok pria yang duduk sedikit menjauh darinya itu. Tidak mungkin dia menjelaskan pada Danis kalau Bintang tidak memiliki ayah. Dia juga tidak berharap lelaki jni bertanya tentang dirinya. Aina memilih untuk menunduk sembari memainkan jemarinya. Berharap lelaki yang hampir saja menjadi imam masa depannya ini segera pergi. Keberadaannya di sini membuat Aina tidak nyaman. Jantung wanita bercadar itu sangat tidak aman berdekatan dengan pria bermata teduh itu.Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang ingin Danis ajakan pada Aina saat ini. Namun lagi-lagi pria itu harus bisa menahan diri karena situasinya yang seperti ini."Aina kenapa kamu ada di sini? Apa yang terjadi?" Mendadak Laura muncul dari arah yang tidak hanya ketahui. Suatu hal yang wajar ketika tiba-tiba dia bertemu sahabatnya di sini mengingat Gadis itu memang bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit ini. Melihat sahabatnya hanya langsung berdiri dan menepuk tubuh gadis berseragam pera
Mendengar keributan, Aina membuka matanya. Untuk beberapa detik dia mencoba untuk memfokuskan dirinya. Bau desinfektan dan obat-obatan menusuk hidung. Aina mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ternyata dia berada di rumah sakit. Ketika hendak bangun, tangannya tertancap jarum infus. "Kenapa aku bisa ada di sini?" gumam Aina. "Ai, kamu sudah sadar?" tanya Laura. Gadis itu langsung mendekati sahabatnya."Apa masih pusing?" tanya Laura lagi.Aina terdiam. Otaknya mulai bekerja. Mengingat apa yang terjadi sebelum ini hingga dia harus mendapat infus. Mendadak jantung Aina berdegup kencang ketika ingatannya tentang kecelakaan yang menimpa Bintang berkelebat di pelupuk matanya."Bintang? Ra, Bintang, Ra. Bintangku kecelakaan," ucap Aina. Wanita itu kembali menangis. Dia segera bangun dan mencabut paksa infus yang menancap di tangannya. Namun Laura yang mengetahui gerakan cepat Aina langsung menahannya. "Biar kubantu melepasnya. Tunggu sebentar." Laura berlari keluar dan tak be
"Mas Fathan kamu menuduhku? Aku tidak tahu apa-apa tentang kecelakaan yang menimpa anakmu!" Sarah masih berusaha untuk menyangkal padahal bukti-bukti sudah berada di tangan.Baru saja dia merayakan kebahagiaan atas keberhasilan Remon yang telah membuat * kecelakaan sampai dalam kondisi kritis ternyata kebahagiaan itu tidak bisa berlangsung lama. Dia lupa siapa suaminya. Orang nomor satu di dunia bisnis yang memiliki kekuasaan dan koneksi yang sangat luas.Tidak sulit bagi Fathan untuk melacak siapa pelaku percobaan pembunuhan pada bintang. Meski sudah dilakukan sedemikian rupa tapi Remond melupakan satu hal. Sebelumnya dia tidak mengecek CCTV yang berada di sekitar lokasi. Pria itu langsung kabur karena di tempat kejadian sangat ramai. "Kamu masih bisa mengelak dengan semua bukti-bukti itu?" bentak Fatan. "Tapi itu semuanya nggak ada hubungannya denganku!" bantah Sarah.Memperdengarkan sebuah rekaman percakapan antara Sarah dengan Remond di markas pembunuh bayaran itu. Mungkin Sarah
Aina tak tahu lagi harus dengan cara apa menjelaskan pada Bintang kalau mereka tidak mungkin bisa hidup bersama dengan pria bernama Fatan. Dengan sangat hati-hati dan bahasa yang bisa dipahami oleh anak-anak, Aina menjelaskan bahwa dirinya dan Fathan tidak ada hubungan apa-apa sehingga tidak bisa hidup bersama. "Papa dan Mamanya Andra hidup satu rumah. Mereka hidup bersama, Ma. Kenapa Papa sama Mamanya Bintang nggak bisa hidup satu rumah? Bintang juga ingin seperti Andra, Ma. Kalau malam bisa tidur bareng sama Mama sama Papa. Kalau ke mana-mana bisa bertiga juga." Bintang menatap mamanya dengan tatapan ingin tahu.Aina menggenggam dua tangan mungil putranya lalu mencium dengan penuh kasih sayang. Setelahnya iya mencium puncak kepala sang buah Hati dan memeluknya erat-erat.Ada perasaan tak nyaman ketika putranya membicarakan soal Fathan. Bagaimanapun Aina ingin sekali memberikan keluarga yang lengkap pada Bintang tapi dia juga tidak bisa begitu saja menerima tawaran Fathan untuk men
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b