"Ijal, buka paksa cadarnya!" perintah Sarah. Lelaki yang dipanggil Ijal itu maju dengan seringai menyeramkan. Tangannya terulur hendak merenggut penutup wajah wanita yang diculik itu.Tidak ada ekspresi ketakutan sama sekali pasa wanita bercadar itu. Syarat matanya terlihat tenang namun hal itu justru yang membuat Sarah dan anak buahnya semakin tidak suka. Wanita bercadar itu menatap pria yang sudah bersiap untuk merenggut cadarnya dengan waspada. Beruntung hanya tangan dan badan yang diikat di kursi sehingga kedua kakinya masih bisa ia gunakan untuk menendang bagian vital pria tersebut hingga mengaduh kesakitan."Kurang ajar! Mau main-main sama kami?" Pria lainnya maju ketika melihat temannya tersungkur karena terkena tendangan maut cari wanita yang ia culik. Dengan gerakan cepat pria itu mengulurkan tangan untuk menarik cadar yang menutupi wajah sang wanita. Namun semua gerakannya sudah terbaca oleh wanita tersebut hingga membuatnya kembali menjadi korban dari tendangan wanita it
Wajah omele duri tampak berbinar menyambut kedatangan Putri dan cucunya. Sudah lumayan lama mereka tidak pulang ke rumah ini sejak Bintang mulai mengenal bapaknya. "Assalamualaikum, Umi ,Abi," siapa Aina sembari mencium punggung tangan kedua orang tuanya takzim. Air mata harus mengiringi pertemuan anak dan orang tua itu. Setiap kali berpelukan dengan putrinya rasa bersalah dalam diri Umi Widuri dan Abi Hanif selalu menghantui. Selama 5 tahun mereka berdua mengasingkan putri kandungnya sendiri hanya karena tidak percaya dengan pengakuan sang buah hati. "Ayo masuk sini. Kenapa kalian nggak ngasih kabar dulu sebelum ke sini? Kalau tahu kalian akan datang umi pasti membuatkan masakan kesukaanmu," ujar Umi Widuri."Sengaja mau bikin kejutan, Umi."Meskipun Aina menjawab demikian perasaan Abi Hani tetap tak bisa dibohongi. Pria itu bisa melihat dari saraf mata putrinya kalau saat ini dia sedang tidak baik-baik saja. Pemberitaan yang menyangkut nama putrinya akhir-akhir ini sedikit banyak
Selama satu minggu Aina berada di rumah kedua orang tuanya. Selama itu pula Fatan selalu berangkat dan pulang kerja dari sana. Mereka sangat menikmati hidup di rumah orang tua Aina yang bernuansa religius. Selama itu pula Fatan lebih banyak belajar agama sehingga kini ia lebih rajin beribadah dibanding sebelumnya. Seperti sore ini, Fatan sudah rapi dengan sarung dan baju Koko warna putih serta peci di kepala. Tak lupa sajadah yang tersampir di pundak menambah ketampanan pria itu semakin terpancar. "Kanapa kamu menatapku seperti itu, hem?" tanya Fatan pada sang istri yang tidak berkedip menatap suaminya.Perlahan-lahan Aina mulai mengagumi suaminya yang kian hari kian terlihat memesona di matanya. Tak hanya semakin rajin beribadah, pria itu juga terlihat lebih manusiawi dibanding sebelumnya yang sangat miskin ekspresi. "Eh, nggak papa, kok!" jawab Aina kikuk. Fatan tersenyum. Lalu mendekati sang istri yang menunduk karena ketahuan mengagumi suami sendiri. "Apa aku terlihat tampan
"Mau apa lagi kamu ke sini? Kuharap kamu tidak lupa dengan statusmu sekarang," ucap Fatan dingin. Lelaki itu langsung masuk ke dalam ruangan melewati Sarah yang berdiri menunggu dirinya."Mas, aku ke sini hanya untuk mengucapkan bela sungkawa, Mas." Sarah setengah berteriak untuk mencari perhatian Fatan.Benar saja, Fatan langsung berhenti dan menoleh padanya. Matanya memicing mendengar apa yang diucapkan oleh Sarah barusan."Apa katamu?" tanya Fatan memastikan apa yang dia dengar. "Iya, Mas aku ke sini karena ingin mengucap bela sungkawa atas hilangnya istrimu. Mungkin dia memang tidak benar-benar mencintaimu makanya memilih pergi dari hidupmu," lanjut Sarah. Wanita itu terlalu fokus menyampaikan informasi yang sebenarnya justru telah membuka salah satu kejahatannya tanpa sadar sehingga tidak tahu ekspresi Fatan yang mulai berubah semakin dingin. "Menarik," batin Fatan. Lelaki itu tidak tahu apa maksud dari ucapan Sarah sebenarnya. Namun tidak ada salahnya dia mendengar sampai s
Fatan berdiri lalu keluar diikuti oleh asistennya. Mereka menuju Grand Safir Resto untuk bertemu klien. Mendadak langkah Fatan terhenti ketika melihat orang yang duduk di meja yang telah mereka reservasi. Senyum miring tercetak jelas di bibir pria yang tengah menunggunya. Pria yang saat ini akan menjalin kerjasama dengan dirinya. Tak disangka jika perusahaan yang akan menerima pasokan bahan baku darinya adalah perusahaan milik pria yang membuatnya cemburu setiap melihatnya. "Selamat siang Pak Fatan," sapa Danis sembari berdiri menyambut kedatangan Fatan. Pria itu terus menerus menebarkan senyum seolah tidak ada yang terjadi diantara mereka. Danis benar-benar pandai bermain ekspresi. Berbanding terbalik dengan Fatan yang terlihat dingin. "Saya tidak menyangka kita bisa bertemu lagi dalam satu hubungan kerja," ucap Danis.Andai Fatan tahu kalau perusahaan yang menyuplai pasokan bahan baku dalam jumlah banyak itu adalah perusahaan milik orang tua Danis, mungkin dia akan berpikir ula
Aina meletakkan paperbag yang diberikan suamiya lalu membantu menyiapkan baju ganti untuk sang suami. Wanita itu begitu cekatan dalam menyiapkan segala sesuatu untuk suaminya. Dia benar-benar totalitas menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Satu lagi kelebih Aina yang tidak dimiliki oleh Sarah."Kenapa nggak dibuka, Sayang?" tanya Fatan yang masih diam memandang kesibukan sang istri untuk melayani dirinya. Dalam hati Fatan sudah sangat berharap Aina membuka hadiah darinya lalu melihat binar bahagia di mata bulatnya."Sebentar, Mas. Ini nyiapin bajumu dulu." Aina lalu masuk ke kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air dan sabun aroma terapi kesukaan Fatan. Lalu setelah terisi ia keluar kembali."Airnya sudah siap, Mas!" ucap Aina sembari mendekati Fatan yang duduk di sofa dengan jas masih melekat dan sepatu yang belum dilepas juga. "Kenapa hadiahnya nggak dibuka dulu?" ganya Fatan gemas karena Aina seolah tak peduli dengan hadiah yang ia berikan. Padahal Aina sengaja menunda
Usai menjemput Bintang dari sekolah, Fatan meminta pada sang istri untuk bersiap. Mereka memakai baju cople yang dibeli Fatan sehingga terlihat sangat serasi. Kapan berdiri di depan cermin dengan Aina berada di sampingnya. Pasangan pengantin baru itu tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin yang terlihat sangat serasi. "Kita belum punya foto keluarga selain di acara pernikahan, bagaimana kalau kita ambil foto dulu?" tawar Fatan. Aina mengangguk pasrah apapun yang diminta oleh suaminya dia mengikuti saja. Akhirnya pasangan suami istri itu keluar dari kamar dan bertemu dengan bintang yang juga keluar dari kamarnya memakai baju koko yang sama dengan mereka."Masya Allah ganteng banget anak Papa sama Mama. Sudah siap jalan?" tanya Fatan. Bintang menatap tap penampilan kedua orang tuanya lalu bergantian pada dirinya yang ternyata sama. Bocah itu mendekati kedua orang tuanya dengan bola mata berbinar-binar bahagia. "Wah baju kita samaan!" seru Bintang. Bocah itu lalu menyusup di t
Ijal menjambak rambutnya kasar sampai tiba-tiba ponselnya menjerit-jerit minta diangkat. Wajah pria itu langsung pias melihat nama yang tertera di layar utama ponselnya."Mati aku!" gumam Ijal sembari menepuk keningnya sendiri. "Bagaimana ini pasti Bos sangat marah padaku!" lanjutnya.Hingga beberapa detik berlalu ponsel milik Angel masih dibiarkan meraung-raung meminta untuk diangkat. Lelaki itu bimbang antara mengangkat panggilan itu atau membiarkannya saja. Bisa diapakan jika ia menerima panggilan itu pasti bosnya akan sangat marah karena mengetahui ternyata istri dari mantan suaminya masih hidup dan bahkan mereka kini hidup berbahagia. Namun jika tidak ia terima bosnya pasti akan lebih marah lagi dan kepercayaannya pada dirinya akan hilang.Lagi makan buah simalakama diangkat dia mati tidak pun dia akan mati. Akhirnya dengan menguatkan tekad lelaki itu menggeser tombol telepon hijau ke atas sehingga suara menggelegar dari seberang sana langsung memenuhi indra pendengarannya."Dasa
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b