Tubuh Fatan mendadak menjadi kaku. Tatapan mereka bertemu dengan tangan Fatan masih memegang ujung cadar Aina."A-apa yang Anda lakukan?" tanya Aina.Spontan Fatan melepas tangannya lalu berpura-pura mengibas-ngibaskan tangan seolah mengusir nyamuk. "Kamu tidur nyenyak sekali sampai tidak tahu ada nyamuk yang hinggap," ucap Fatan datar. Ia lalu turun dari ranjang dan berjalan menuju lemari untuk mengambil baju ganti.Aina menatap punggung Fatan lalu kembali memejamkan mat ketika pria itu melepas jubah mandinya begitu saja. Beruntung posisinya membelakangi Aina sehingga wanita itu tidak menjerit histeris melihat pemandangan asing itu."Kenapa dia tidak punya malu?" batin Aina.Sembari mencoba untuk menetralkan detak jantungnya agar kembali normal, Aina memejamkan mata. Mendadak ingatannya berputar saat Fatan mencoba menyingkap cadarnya saat dia tertidur barusan. Ada perasaan tak nyaman dalam diri Aina. Meskipun mereka sudah menikah sekarang, tapi ibu satu anak itu masih belum siap unt
Pukul 07.00 pagi Aina sudah bersiap untuk pulang ke rumah. Wanita bercadar itu terlihat sangat semangat ketika membereskan semua barang-barangnya. "Kamu semangat sekali mau pulang apa tidak betah berduaan dengan aku, hem?" Fathan Fathan menyilangkan kedua tangannya di dada sembari mengawasi Aina yang tengah bersiap."Saya sudah sangat kangen sama Bintang." Aina berbicara tanpa menghentikan aktivitasnya. "Dia aman bersama Oma dan Opanya. Kenapa kita tidak menikmati bulan madu saja dulu?" Terdengar nada kecewa dalam kalimat yang keluar dari mulut Fathan.Aina mengunci kopernya lalu menegakkan badan dan menghadap ke arah suaminya. Menghembuskan nafas panjang lalu berkata, "bukankah kita menikah demi Bintang? Agar bintang memiliki keluarga yang lengkap seperti teman-temannya yang lain?""Itu benar sekali. Tapi bukankah kita sudah resmi menjadi pasangan suami istri? Apa perlu saya ingatkan peran dan tugas dari seorang istri?" Fathan melangkah mendekati Aina yang menunduk karena tak ingin
"Yey! Bintang punya banyak mainan baru!" Bintang berlari dan langsung naik ke atas perosotan yang ada di dalam kamar barunya. Di sebelah perosotan tersebut terdapat sebuah tenda lengkap dengan matras dan alat-alat kemping lainnya. "Yuhu!" Bintang kembali teriak sembari meluncur dari atas dengan kedua tangan terlentang. Seperti tak pernah lelah, Bintang lalu menaiki tangga yang terhubung dengan rak buku. Ada berbagai jenis buku cerita anak dan kisah para nabi tertata rapi di rak tersebut. Ketika ia mendongak ke atas, bocah itu bisa melihat gambar antariksa tiga dimensi di langit-langit ruangan berukuran 8 x 8 meter tersebut. "Kamu lihat betapa bahagianya putra kita? Coba dari dulu kamu terima lamaranku," ucap Fatan.Aina tersenyum di balik cadarnya lalu mengangguk setuju. Tak bisa dipungkiri hatinya menghangat saat ini ketika melihat buah hatinya sebahagia itu."Tapi tolong jangan dibelikan barang-barang mahal lagi. Saya nggak mau dia menjadi arogan nantinya karena semua yang dia m
Sore hari Aina duduk di balkon sembari menikmati semilir angin dengan hiasan jingga di langit. Wanita itu menatap ke bawah. Di sana terlihat sang suami tengah mengawasi Bintang yang sedang berenang sembari berbicara dengan tiga orang pria yang tadi dikenalkan padanya sebagai tukang kebun, sopir dan security.Aina bisa melihat suaminya sedang berbicara serius dengan 3 orang tersebut sembari menunjuk-nunjuk ke arah dalam rumah. Entah apa yang sedang mereka bicarakan tapi tampaknya tiga orang pekerja tersebut menyetujui apa yang dikatakan oleh majikannya."Mama, sini!" teriak Bintang dari bawah.Aina melambaikan tangannya pada Bintang sembari membuat tanda finger heart. Aina sedang tidak ingin ke mana-mana saat ini. Iya ingin menikmati coklat panas yang dibuatkan oleh bibi sembari menikmati angin sore yang begitu menyegarkan.Suara bunyi ponsel membuat Aina teralihkan dari putranya. Nomor baru yang tidak tersimpan membuat wanita itu enggan untuk mengangkat telepon terse
Fathan tidak mampu berkedip menatap wajah sang istri untuk pertama kalinya. Tidak pernah terpikir dalam benaknya kalau wanita yang ia nikahi ini adalah wanita yang begitu cantik mengingat selama ini tak pernah menampakkan wajahnya.Kebanyakan laki-laki seperti Fathan akan berpikir bahwa perempuan yang menutup wajahnya menggunakan cadar adalah wanita yang tidak cantik secara fisik. Mungkin karena malu dengan kekurangannya maka ia mengenakan cadar tersebut.Namun kini sang istri mematahkan persepsinya selama ini. Justru Aina adalah wanita yang sangat cantik. Bahkan ia tak perlu memoles wajahnya dengan menggunakan make up seperti para artis maupun model yang terlihat sangat cantik dengan menggunakan make up. Bahkan jika dia mau membandingkan antara Aina dengan Sarah jika sama-sama tidak memakai make up, Fathan bisa menilai 100% bahwa inilah yang menang.Ditatap sedemikian rupa Aina tak mampu berkata-kata. Ia menunjukkan wajahnya menyembunyikan semburat merah yang muncul karena malu. "Ka
"Kamu kenapa kenapa, Ai? Kenapa kamu terlihat ketakutan seperti itu?" Fathan merasa heran melihat istrinya yang terlihat gemetaran.Entah apa yang membuat wanita itu harus takut pada dirinya. Padahal dia tidak semua menyeramkan itu. Wajahnya tampan tubuhnya gagah atletis tidak ada tampang seperti preman sama sekali."Nggak papa," jawab Aina dengan suara bergetar."Aina, kita sudah halal jadi suami istri aku rasa Kamu tahu kan apa yang harus kita lakukan untuk menyempurnakan ibadah kita ini?" Fathan mendudukkan Aina di tepi ranjang.Sementara Aina tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya menurut. Gurat ketakutan tercetak jelas di wajahnya. Entah apa yang membuat Ibu satu anak itu begitu takut setiap kali suaminya memberi kode untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. "Maaf, aku belum siap," lirih Aina."Kenapa?" Sebenarnya Fathan juga tak tega mencetnya tapi dia juga perlu tahu apa yang menjadi alasan sang istri begitu ketakutan setiap kali dirinya mau menyentuhnya.Meremas j
Aina menyentuh dada kirinya yang masih berdentam-dentam. Nafasnya memburu hingga membuatnya sesak. Mengingat di luar Bintang sudah menunggu dirinya, ia gegas mengambil satu set gamis beserta kerudung dan cadarnya. Tak perlu memakai make up karena wajahnya akan ditutup menggunakan cadar. Namun sebelumnya ia sudah menggunakan skin care untuk pagi. Tak butuh waktu lama Aina menyelesaikan persiapannya. Terbukti 10 menit kemudian ia sudah keluar dari ruang ganti tersebut."Sudah siap?" tanya Fatan ketika melihat sang istri sudah keluar dari ruang ganti.Aina mengangguk lalu meraih tas slempang dan menyangklongkan di pundak sebelah kiri. Kemudia ia meraih tangan Bintang. "Semuanya sudah siap, Nak?" tanya Aina pada Bintang."Sudah, Mama!" Bintang berjalan sembari mengayunkan tangan Aina riang. "Tunggu sebentar!" Tiba-tiba Fatan menghentikan mereka.Aina menoleh ke belakang begitupun dengan Bintang. Fatan mengulurkan tangannya lalu membenahi kerudung Aina yang sedikit miring ke kanan. "Ya
"Apa?!" Fatan langsung berdiri mendengar laporan dari salah satu anak buahnya. Bahkan pria itu tak peduli para anggota rapat memusatkan perhatian padanya. Meski penasaran, tapi tak ada satu pun peserta rapat yang berani bersuara. Bahkan untuk sekadar bernafas saja mereka melakukannya dengan sangat hati-hati. Begitulah Fatan jika sedang terusik. Wajahnya mendadak berubah menjadi dingin. Berbanding terbalik dengan sikapnya tadi 0agi saat baru tiba di kantor ini. "Kamu awasi terus! Saya akan segera sampai sebentar lagi!" pungkas Fatan lalu menutup panggilan secara sepihak. "Marvel, lanjutkan rapatnya! Saya harus pergi sekarang juga! Untuk pertemuan dengan klien nanti siang tolong dicancel. Jadwalkan ulang setelah urusan saya selesai!" perintah Fatan pada sang asisten."Baik, Tuan." Meskipun hanya seorang asisten, tapi Marvel tak kalah ditakuti oleh para karyawan. Sikap tegas dan miskin ekspresi Marvel setali tiga uang dengan atasannya. Tak heran jika para karyawan bahkan dewan direk
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b