Revan membuka berkas dalam map yang baru saja diberikan oleh seorang detektif swasta. Membuka lembar demi lembar profil Mentari yang selama ini disembunyikan. Foto-foto kebersamaan Mentari dengan Bintang dan papanya terlihat begitu akrab dan alami. Yang mencengangkan adalah foto papanya Bintang yang terlihat begitu mesra dengan wanita bercadar yang sering dia temui di rumah sakit sebagai mamanya Mentari. Ada pula foto Mentari memasuki rumah besar milik keluarga Bintang. Lalu ada juga Mentari yang tengah berdiri di balkon lantai atas yang diduga kamar Mentari. Rasanya tidak mungkin kalau mereka hanya pasangan kekasih Mentari sampai berani ke balkon atas kecuali hubungan mereka yang begitu bebas. Namun melihat bagaimana Mentari bersikap rasanya akal Revan menolak hal itu. Selesai melihat semua foto-foto kebersamaan mereka yang mirip keluarga kecil bahagia itu, Revan lalu membaca biodata Mentari. Jantung pria bermata biru itu berdegup kencang ketika membaca nama lengkap Mentari. Gemuru
Revan sampai di kantor lebih dulu karena Mentari harus mencari makan untuk bosnya dan diri sendiri. Entah apa yang ada dalam pikiran Revan tadi hingga memutuskan untuk membatalkan kontrak yang baru mau disepakati. Mentari sampai harus mencubit dirinya sendiri berkali-kali untuk meyakinkan apa yang sedang terjadi. Rasanya dunia sudah runtuh ketika seorang Revan yang sangat menggilai uang dan menomorsatukan pekerjaan menolak tender besar hanya gara-gara membela dirinya.Gadis berhijab itu sampai takut ada maksud lain dari pembelaan Revan padanya. Bukankah orang yang tak memiliki iman selalu saja mengatakan "no free lunch"? Bagaimana kalau ternyata Revan tiba-tiba menuntut sesuatu padanya? Selesai membayar makanan yang dipesan Mentari segera kembali ke kantor. Kali ini dia membeli dua porsi dengan menu yang berbeda. Karena dirinya hanya ingin makan salad dan minum susu saja. "Neng Mentari baru kembali? Kok nggak bareng sama Mister?" tanya Budi. "Enggak, Pak. Saya harus membeli makan
Setelah mengetahui kalau Mentari merupakan adik kandung dari bintang anak bungsu dari pasangan Fathan dan Aina, Revan semakin gencar mendekati Mentari. Dia tak lagi berkata kasar kepada Mentari dan selalu memberikan perhatian-perhatian kecil kepada gadis itu.Bahkan dia tak pernah mendapat lagi atas keinginan Mentari yang selalu ingin jalan sendiri ketika mendampinginya dalam pertemuan dengan klien. Revan juga semakin sering mempelajari dan mendalami agama Islam hingga dia tahu tentang prinsip hidup yang dipegang teguh oleh Mentari.Bahkan tanpa seorang pun tahu Revan telah menjadi seorang mualaf atas dukungan nenek. Pria itu terlihat semakin berkarisma ketika tak lagi bersikap dingin seperti biasanya.Siang ini Mentari telah menyelesaikan tugasnya yang pertama. Untuk sekretaris baru yang sudah terpilih baru mulai masuk hari senin. Sehingga Mentari harus menjalankan tugasnya sendiri dulu. Mentari mengetuk pintu ruang CEO untuk menyerahkan berkas yang harus ditandatangani oleh Revan. N
Mentari membolak-balikan badannya dengan gelisah. Sudah dua jam dia berada di atas pembaringan tapi kedua matanya masih belum bisa terpejam. Kini tatapannya lurus ke atas, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru langit. Ucapan Revan bagai anak panah yang melesat dan menembus jantung Mentari, hingga menciptakan debaran tak biasa di dalam dadanya. "Apa sih yang dia inginkan sebenarnya?" gumam Mentari. Karena tak kunjung mendapat jawaban atas pertanyaan yang terus menjajah otaknya, Mentari menelungkup kan badan lalu menutup kepalanya dengan bantal. Dulu, Mentari bisa bersikap cuek dan tegas pada sang atasan. Namun kenapa setelah melihatnya menjalankan shalat tadi, mendadak ia meragukan kemampuannya untuk bertahan dari godaan iman. Friend itu terlihat lebih mempesona dan memiliki daya tarik yang luar biasa saat menjalankan salat. Mentari tidak yakin dia bisa bertahan dengan keteguhan hatinya jika sikap Revan mendadak menjadi selembut dan semanis itu.Berulang kali Mentari mem
"Kamu sudah datang?" Mentari tersenyum pada wanita yang akan menjadi partner kerjanya. "Selamat pagi, Bu, Mister!" sapanya sopan. Wanita berkaca mata itu menyapa ramah pada Mentari dan Revan. "Pagi!" jawab Revan dan Mentari serempak. "Mentari, kamu tunjukkan tugasnya setelah itu bersiaplah! Kita harus meninjau lokasi untuk proyek baru kita!" ucap Revan sebelum masuk ke ruangannya. "Baik, Mister!" Mentari mengangguk lalu menarik kursi kerjanya dan duduk di sana."Mbak Widi pelajari ini, ya? Kalau ada yang tidak paham silahkan tanyakan mumpung aku belum berangkat!" Mentari menyerahkan satu bendel berkas kepada Widi, sekretaris baru yang resmi bekerja mulai hari ini. "Baik, Bu." Widi mengangguk sopan. Mentari terkekeh mendengar sapaan Widi yang terlalu hormat padanya. Sungguh Mentari tidak suka diperlakukan seperti ini. Karena baginya, Widi dan dirinya memiliki status yang sama. Sama-sama pegawai yang digaji untuk membantu Revan. Jadi tidak perlu dia dipanggil dengan sebutan "Bu".
Mentari melirik bosnya melalui kaca spion. Ternyata tatapan mereka bertemu dan bisa mencari lihat kalau lelaki itu Tengah tersenyum padanya. Dalam hati Mentari terus berpikir kenapa semakin lama bosnya semakin aneh. Bahkan sikap meyakini semakin menunjukkan ketertarikan kepadanya dan itu membuat Mentari merasa risih."Maaf Mister seumur hidup saya belum pernah merayakan acara ulang tahun." Mentari berkata dengan nada datar tapi apa yang dikatakannya itu membuat Revan langsung menegakkan punggungnya.Mana mungkin seorang berasal dari keluarga yang kaya raya tidak pernah merayakan hari ulang tahunnya. Terlebih Mentari tergolong masih sangat muda rasanya sangat tidak mungkin jika dia tidak menginginkan pesta ulang tahun seperti yang lainnya."Sekalipun belum pernah dirayakan?" tanya Revan. Sebenarnya tak hanya Revan yang kaget mendengar pernyataan Mentari. Karena Karin pun juga bertanya-tanya kenapa Mentari tidak pernah merayakan ulang tahunnya."Tidak, Mister. Karena dalam keluarga kam
"Memangnya Mister perempuan minta libur?" ujar Mentari setelah mampu mengendalikan dirinya."Kenapa cuma perempuan yang boleh libur? Emang apa bedanya?" Revan semakin tak paham dengan apa yang sedang mereka bicarakan. "Karena yang bisa hamil dan melahirkan hanya perempuan, Mister!" Kali ini Karin yang menjawab. Mendadak wajah Revan pucat mendengar kata keramat tersebut. Kedua matanya melotot tajam dan menyeret langsung pada Mentari."Jadi kamu sekarang sedang hamil?" ucapnya syok.***"Astaghfirullahaladzim, Mister kenapa Anda Susan sama saya? Jelek-jelek gini Saya masih punya harga diri Mister. Saya juga tidak akan menjual iman saya. Jadi jangan menyimpulkan sebelum tahu faktanya," ujar Mentari sewot.Revan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sungguh dia tak bermaksud menuduh Mentari sebagai wanita murahan. Dia hanya syok ketika Mentari mengatakan soal libur dan disangkutkan dengan kehamilan. Otak cerdas Revan langsung terhubung ke sana. "Bu-bukan seperti itu maksud saya. Maka
Selama ini dia terlalu menikmati peran sebagai "teman" Mentari sampai lupa dengan tugas dan statusnya. Ketika mereka bertiga sudah memasuki ruang privat, Revan memilih duduk menyendiri di pojok dan membiarkan Mentari duduk berdua dengan Karin. Pria itu cukup tahu diri dengan tidak memaksa Mentari untuk duduk satu meja dengannya. Tak masalah, dia justru semakin leluasa memandangi Mentari dari tempatnya duduk tanpa takut ketahuan. Entah sejak kapan pria itu semakin tergila-gila pada Mentari. Setiap saat ingin melihatnya meski hanya dari jauh. Intinya ia ingin Mentari selalu berada pada zona yang dapat ia jangkau. "Non, sadar nggak sih kalo Mister selalu menoleh ke sini? Kayaknya melihat Non Mentari terus, deh!" "Hus, jangan ngarang kamu!" protes Mentari. Namun diam-diam Mentari mencuri pandang ke arah Revan untuk memastikan ucapan Karin barusan salah. Deg!*** Ternyata apa yang diucapkan oleh Karin benar adanya. Revan tengah menatap Mentari dengan tatapan yang sulit diartikan. S
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b