"Ma, hari ini masak apa?" Mentari yang sudah siap dengan pakaian formalnya, mendekati sang mama.Saat ini namanya sedang menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan anak-anaknya. Rutinitas Aina saat ini memang selalu menyiapkan kebutuhan suami dan anak-anaknya tercinta. Meskipun mereka sebenarnya sudah Mandiri tapi wanita itu masih saja memperlakukan dua anaknya seperti anak kecil. "Mama membuat salad buah untukmu dan roti bakar untuk abang." Aina membalikkan badan sehingga kini posisinya berhadapan dengan buah hatinya. "Kamu kenapa terlihat kusut begitu? Apa semalam tidak bisa tidur? Apa pekerjaanmu terlalu melelahkan?" Wanita yang telah melahirkan Mentari ke dunia selama beberapa puluh tahun lalu terlihat khawatir.Tidak biasanya Mentari terlihat kusut seperti pagi ini. Karena pada dasarnya Mentari adalah gadis yang ceria dan periang. Akan sangat aneh jika pagi-pagi mentari terlihat kurang semangat seperti saat ini."Nggak, Mentari hanya sedikit kurang tidur aja. Untuk pekerjaan Menta
Sejak pagi Mentari sudah tidak bisa konsentrasi. Otaknya terus berpikir tentang hukuman apa yang akan dia terima dari atasannya. Pikiran gadis itu trus bergerak liar. Menerka-nerka apa kira-kira yang akan dilakukan pria itu padanya. Mendadak Mentari bergidik ngeri membayangkan bosnya mengurung dia di toilet yang gelap atau memintanya untuk menguras kamar mandi. Sejak kecil Mentari trauma dengan kegelapan. Mentari menggeleng-gelengkan kepalanya hingga seperti orang ketakutan. "Mentari, apa yang kamu lakukan?" Suara bariton itu serupa terompet sangkakala yang membuat seluruh tubuh Mentari bergetar hebat. "Kamu kenapa? Apa saya begitu menyeramkan sampai kamu ketakutan begitu?" tanya Mr Revan lagi. Kali ini pertanyaan agak melembut sehingga Mentari berangsur normal kembali. Sungguh aneh jika seorang Mentari yang pemberani dan selalu membantah mendadak takut padanya. "Mi-mister, sejak kapan Anda di sini?" tanya Mentari gelagapan.Mr Revan maju selangkah, lalu tersenyum sinis. "Sejak k
Dewi menangkap basah Mr Evan yang tengah memperhatikan Mentari. Wanita itu menduga kalau ternyata bos tertinggi mereka yang terkena cuaca dan dingin itu menaruh hati pada Mentari."Ssttt!" Dewi menyenggol lengan Mentari. "Dari tadi siklus perhatiin kamu tuh!" bisiknya pada Mentari. Gadis berhijab yang tengah mengunyah makanan itu mendadak berhenti lalu mengarahkan pandangannya pada Mr Revan. Pada saat itulah tatapan mereka bertemu. Lelaki itu tidak berniat untuk menghindar sama sekali sedangkan Mentari langsung memalingkan mukanya ke arah lain. "Benar, kan?" bisik Dewi lagi. Mentari pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Dewi. Dia lebih memilih fokus pada makanannya agar cepat habis dan segera pergi dari sana. Mendadak gadis itu canggung karena apa yang dikatakan oleh Dewi benar adanya. Dia merasa bosnya terus memperhatikan dirinya hingga membuatnya salah tingkah."Maaf, saya permisi ke toilet dulu sebentar," pamit Mentari. Dengan langkah panjang-panjang Mentari berjala
Terkadang Mentari tidak paham dengan jalan pikiran bosnya. Namun sebagai asisten, dia harus bersedia menjalankan tugasnya selama tidak melanggar prinsip hidup yang dianutnya. Begitulah kedua orang tuanya mengajarkan, agar Mentari menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan amanah.Sudah dua hari ini sang atasan sibuk mengoreksi berkas laporan yang menumpuk karena menjelang akhir tahun. Sudah dua hari ini pula terpaksa Mentari kembali lembur mengikuti ritme kerja bosnya. Rasa lelah dan ngantuk sudah menggelayut.Tenaga yang diforsir habis-habisan membuat Gadis itu tak mampu menahan kantuknya hingga tanpa sadar tertidur di atas meja. Dengan tangan masih menggenggam mouse dan komputer masih menyala kepala gadis berhijab itu tergeletak di atas meja dengan kedua mata terpejam.Mr Revan keluar ruangan karena harus menghadiri rapat direksi di ruang meeting. Saat melewati meja asistennya tiba-tiba ia menghentikan langkah dan berdiri termangu menatap sang asisten yang terlihat sangat kelelahan.
Seorang pria gagah dengan garis wajah sedikit mirip dengan anak tersebut keluar dari pintu kaca otomatis dan langsung memanggil neneknya.Mentari menatap pria itu dan nenek yang ia tolong bergantian. Ini benaknya mulai menghubungkan dengan apa yang ia pikirkan sebelumnya bahwa sang nenek memiliki kemiripan dengan seseorang yang ia kenal tapi dia lupa siapa orang itu. Ternyata setelah bertemu dengan cucunya Mentari baru tahu ternyata cucu yang dimaksud oleh nenek tersebut adalah Mr Revan."Pantesan wajah nenek ini seperti mirip seseorang? Ternyata dia mirip dengan MR Revan," batin Mentari. "Nah, Mentari ini cucu nenek. Kenalkan namanya Revan," ucap sang nenek memperkenalkan lelaki yang masih berdiri kaku menatap Mentari."Revan, kenalkan ini Mentari. Dia gadis yang baik. Tadi nenek dibantu nyeberang sama dia terus dianterin juga ke sini." Nenek itu menatap cucunya dengan senyum mengembang. Sementara lelaki itu menatap Mentari tanpa kedip. Lebih memilih menatap lantai seolah petak-peta
Seketika kemacetan terjadi di ruas jalan tersebut. Beberapa orang berkerumun untuk menolong mentari yang sudah tergeletak di trotoar. Beruntung Gadis itu memakai helm sehingga kepalanya aman dari benturan. Darah mengalir di tangan kiri Mentari sementara Gadis itu sudah kehilangan kesadaran dirinya ketika sama-sama mendengar teriakan beberapa orang yang melihatnya. Dunia Mentari menjadi gelap gulita dan tak lagi bisa mendengar apapun."Panggil ambulans!" teriak seseorang yang lebih dulu menolong Mentari. Tak berselang lama ambulans datang dan Gadis itu diangkut menuju ke rumah sakit. Beberapa orang membantu Mentari. Ada yang membawa motornya ke bengkel ada pula yang mengikuti Mentari ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit Gadis itu langsung dibawa ke UGD dan ditangani oleh tim medis. "Mas, apa ada keluarga pasien di sini? Kami butuh persetujuan untuk tindakan operasi karena tulang tangannya patah," ucap Perawat. Seorang pemuda dan seorang pemudi yang membawanya ke rumah sakit m
Hanya segera menghubungi suaminya namun hingga beberapa kali mencoba untuk menelpon tak ada jawaban selain suara operator. Memang tadi pagi suaminya mengatakan kalau hari ini akan keluar kota untuk meninjau lokasi pembukaan cabang baru. Tak putus asa hanya menghubungi Bintang, putra pertamanya. Namun ternyata * juga sedang berada di luar kota. Kalaupun dia memaksakan untuk pulang membutuhkan waktu sekitar 3 sampai 4 jam agar sampai di rumah sakit tempat Mentari dioperasi. Alhasil Aina memilih untuk berangkat sendiri ke rumah sakit dan mengatakan kepada Bintang untuk menghubungi bapaknya nanti."Maaf ya, Ma, Mama ke rumah sakit duluan saja Bintang akan segera pulang. Nanti Bintang sampaikan juga sama Papa."Karena kondisinya sedang kacau Aina meminta sopir untuk mengantarnya ke rumah sakit. Jika dia memaksakan untuk melihat tersendiri ia khawatir tidak akan sampai dengan selamat.Ketika mobil sudah terparkir sempurna enak kegas turun dan berlari menuju ruang operasi. Di depan ruangan
"Mentari?" gumam Revan. Sambil memejamkan mata sejenak pria itu membuka pesan dari Mentari. Pria itu tampak salah tingkah seperti ABG sedang jatuh cinta padahal kini sosok yang membuatnya salah tingkah itu tidak ada di hadapannya. Hembusan nafas terdengar kasar keluar dari mulut Revan. Percuma dia menata hatinya kalau ternyata pesan yang ia terima tidak sesuai dengan harapan. Dia pikir Mentari akan mengungkapkan perasaan rindu atau sejenisnya. Ternyata hanya mengucapkan kata maaf karena belum bisa kbali bekerja. "Revan, lagian apa yang kamu harapkan. Mentari tidak mungkin tertarik padamu karena dia sudah memiliki kekasih," ucap Revan pada dirinya sendiri. Mendadak wajah tampan pria itu diliputi mendung. Dia hampir melupakan fakta kalau Mentari sudah memiliki Bintang di hatinya. Dia terlalu percaya diri kalau sang asisten pasti tertarik padanya. Dada pria itu naik turun dengan nafas tak beraturan tatkala mengingat betapa dekatnya Mentari dengan Bintang. Pria tersebut juga tampak b
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b