Setelah Celine dan Pak Alex mengenalkan pakaiannya kembali. Mereka berdua mencoba mencari tahu tentang kejadian waktu di restoran tadi malam. Tapi karena Pak Alex masih marah-marah, Celine jadi sulit berfikir. Baru kali ini Celine melihat Pak Alex beberapa kali mengeluarkan sumpah serapahnya. Ia sangat marah sekali. Harga dirinya seolah diinjak-injak. Dan kemarahan itu ia lampiaskan pada kedua Bodyguardnya yang mengaku juga tertidur setelah diberi minuman oleh seorang wanita cantik.Lain Pak Alex, lain pula Celine. Ia memang sangat emosi, namun alangkah baiknya dalam kondisi demikian, ia tetap berfikir jernih, karena emosi akan membutakan pikiran dan nalurinya.Tapi karena Pak Alex masih marah-marah, Celine jadi sulit konsentrasi dalam merangkai kejadian yang menimpanya. Ia lalu memutuskan untuk keluar dari kamar hotel itu. "Kamu mau kemana?" Pak Alex tak dapat mencegah rasa keingintahuan, kenapa Celine mau pergi."Jika bapak terus-mene
Bab 16 Setelah Vera puas dengan hasil kerjanya, ia tampak merenung.Bayu yang tengah duduk di sofa ruang kerja Vera, memandangi wanita itu dengan alis terangkat. Ruangan itu dipenuhi aura ambisi yang kelam. Vera berdiri di depan jendela besar, tangannya memegang gelas anggur.Bayu menyilangkan tangan di dada."Jadi, apa rencanamu selanjutnya?"Vera menoleh perlahan, senyumnya tipis tapi mematikan. "Celine harus menikah dengan Pak Alex."Bayu tertawa pendek, sarkastik."Kau pikir Pak Alex akan tertarik pada Celine? Dia sudah tua, Vera, dia bukan tipe pria yang mudah terpikat."Vera mendekat, menatapnya dengan mata tajam. "Bayu, setiap pria punya kelemahan. Aku tahu kelemahan Pak Alex. Uang dan perhatian. Celine hanya perlu bersikap seperti istri yang pengertian, sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan sejak istrinya meninggal."Bayu terdiam sejenak, mencoba mencerna."Baiklah, anggap itu berhasil. Lalu apa? Arief akan menceraikan Celine begitu saja?""Arief tidak punya pilihan." Vera
Bab 17Sesuai janjinya, Pak Alex mengantar Celine dengan mobilnya dan ia sendiri yang menyetir. Padahal keduanya terhitung baru saling mengenal, tetapi, baik Celine maupun Pak Alex sudah merasa lama kenal. Chemistry itu terbangun justru karena adanya semua kejadian itu. Pak Alex menatap Celine yang duduk disampingnya dengan sorot mata yang sukar dilukiskan dengan kata-kata. Ia merasa, mereka berdua bisa saling melengkapi."Kamu nggak apa-apa?" Pak Alex melirik Celine yang terlihat melamun.Celine sejenak menghela nafas lalu menatap Pak Alex. "Saya nggak apa-apa pak, cuma nggak habis fikir tentang kejadian di hotel tadi. Untungnya juga, kita cuma ditelanjangi, tidak diapa-apakan.""Itulah bangsatnya Vera. Dia mau mempermalukan kita dan hendak menunjukkan, bahwa dia berkuasa atas kita. Hmm, dia salah. Lihat saja nanti." Suara Pak Alex terdengar dalam dan bergetar, sorot matanya menunjukkan ia merencanakan sesuatu yang pasti tak akan disukai oleh Vera."Memberi maaf, lebih baik daripada
Bab 18Arief terperanjat Ketika menoleh, ia melihat Celine yang berlinang air mata, tatapannya yang mengandung luka mendalam, menembus hati Arief."Lin..." suara Arief tercekat, tangannya bergetar mematikan panggilan video."Jadi firasatku selama ini benar, bahwa X-GF College itu adalah Ex Girlfriend waktu kuliah dulu, dan wanita itu adalah Vera. Orang yang mencelakaiku dan Pak Alex. Kamu bersekongkol dengan dia mas? Kamu ingin menyingkirkan aku kan? Selama ini aku cuma istri bodoh yang kau peralat? Tanpa kamu suruh, aku akan menyingkir, biar kamu makin bebas dengan Vera!" Celine berjalan cepat menuju kamar."Lin, dengarkan aku dulu," Arief mencoba mendekat, tapi tubuh dan kursi rodanya terasa berat. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan."Celine menatapnya dengan sorot mata perih. "Tidak seperti yang kupikirkan? Lalu apa mas? Kamu hanya say hello dengan perempuan itu? Mengingat indahnya masa lalu kalian? Celine menghapus air matanya dan mencoba tegar, tapi tidak bisa. "Saat aku sedan
Bab 19 "Api Dalam Sekam"Pak Alex berdiri gelisah di depan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), menggenggam erat ponselnya seolah benda itu mampu memberinya jawaban. Wajahnya yang biasanya tenang kini dipenuhi kerut kekhawatiran. Sudah hampir seharian sejak Celine, kondisinya masih kritis, setelah kecelakaan fatal tadi malam.Anto dan Dion, dua pengawal setianya, berdiri tak jauh dari sana. Sesekali mereka bertukar pandang, bingung harus berkata apa untuk menenangkan pria paruh baya itu."Pak, kalau boleh saran, mungkin Arief harus diberi tahu soal ini," kata Anto hati-hati.Pak Alex menghela napas panjang, tatapannya tetap terpaku pada pintu IGD yang sesekali terbuka oleh perawat yang lalu lalang. "Arief?" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri. "Apa dia pantas tahu?""Bagaimanapun dia suami Bu Celine, Pak," Dion menambahkan, suara beratnya terdengar tegas.Pak Alex terdiam, lalu mengangguk pelan. "Baik. Anto, pergi temui dia. Beritahu dia tentang kondisi Celine."Anto segera melangk
Bab 20 "Dua Kutub Yang Berbeda"Arief mendorong kursi rodanya dengan kasar, kembali ke depan IGD di mana Pak Alex berdiri dengan ekspresi penuh tekanan. Kekesalan yang ia rasakan sudah tidak bisa lagi ditahan. Begitu sampai di dekat Pak Alex, ia langsung berbicara tanpa basa-basi."Pak Alex, aku tidak akan diam saja menerima ancamanmu," kata Arief tajam. "Kalau kau terus seperti ini, aku juga akan melawan!"Pak Alex memutar tubuhnya perlahan, wajahnya dingin seperti es. "Melawan?" katanya mengejek. "Itulah masalahmu, Arief. Kau selalu pendek akal. Alih-alih sadar dan memperbaiki diri, kau malah mencari pembenaran atas semua kesalahanmu!"Arief mengepalkan tangan, wajahnya merah padam. "Aku masih suami sah Celine! Itu artinya aku punya hak untuk mengatur hidup kami. Kau hanya orang luar, Pak Alex. Jangan pernah ikut campur dalam urusan rumah tangga kami!"Pak Alex melangkah maju, berdiri tepat di depan Arief, membungkuk sedikit agar bisa menatap mata Arief dengan tajam. "Aku memang ora
Tiga hari tiga malam, Pak Alex berjaga di samping tempat tidur Celine. Matanya merah, lingkar hitam tebal terlihat jelas di bawah kelopak matanya. Ia hampir tak pernah tidur. Nasi kotak yang dipesan sekretarisnya masih utuh di meja, hanya kopi yang sesekali disentuh. Kesehatannya mulai goyah, tapi ia tetap bersikeras berada di sana.Pak Made, berdiri di sudut ruangan bersama Maya dan Vina, dua sekretaris Pak Alex. Mereka saling pandang dengan wajah cemas.“Pak Made, bagaimana kalau Bapak pingsan?” bisik Maya prihatin.“Sudah saya coba membujuk, tapi beliau keras kepala,” jawab Pak Made pelan. “Biarkan saja dulu, mungkin ini cara beliau menunjukkan kasih sayangnya kepada Celine.”Pak Alex duduk, tangannya menggenggam jemari Celine yang dingin. Pandangannya kosong menatap monitor jantung di samping ranjang. Ia menghela napas panjang, lalu menatap wajah yang separuhnya tertutup perban itu, suaranya hampir serak.“Celine... kalau kamu sadar,
Teman, sahabat dan koleganya Pak Alex nampak tumpah ruah berdatangan dan mengucapkan belasungkawa. Pak Alex hanya terdiam, matanya terus tertuju pada prosesi pemakaman.Setelah jasad Celine ditimbun tanah, kemudian dibacakan doa. Kemudian tak lama setelah itu, yang hadir mulai bubar satu persatu, mereka banyak yang berlarian karena hujan mulai turun dengan derasnya. Tapi Pak Alex tak perduli tubuhnya basah kuyup, ia masih bersimpuh disamping pusara Celine. Pusara Celine tampak tenang, bertolak belakang dengan gejolak hati CEO itu. Air matanya tampak bercampur dengan air hujan, di wajahnya yang penuh kepedihan.“Kenapa bukan aku saja? Kenapa bukan aku?” suara Pak Alex parau, hampir tenggelam oleh gemuruh petir di langit. Tangannya meremas tanah kuburan Celine seolah ingin menggali kembali apa yang telah terkubur.Pak Made, yang berdiri di belakangnya sambil memayungi, mencoba mendekat. “Pak, mari kita pergi. Hari sudah hampir malam dan hujan semak
Bab 55 "Akhir Yang Menyakitkan"Celine yang menyaksikan kejadian itu dari kejauhan langsung mendekat, tak bisa lagi menahan dirinya. "Daniel, apa-apaan kamu bicara seperti itu pada Bi Minah? Dia sudah tua dan perlu istirahat!"Daniel menoleh ke arah Celine dengan tatapan santai. "Kenapa, Tante? Dia itu kan pembantu, tugasnya melayani. Kalau nggak becus, ya sudah, cari yang lain. Simple kan?""Dia bukan robot yang bisa kamu suruh sesukamu! Ini jam dua pagi, Daniel! Tidak sopan menyuruh seseorang bangun tengah malam hanya untuk memenuhi permintaan sepele!" suara Celine meninggi, emosi mulai menguasainya.Daniel menyeringai. "Kalau Tante mau bantuin, Tante juga boleh bikin nasi goreng buat saya. Tapi saya nggak yakin Tante bisa masak enak."Celine terkejut dengan ucapannya. "Kamu sudah keterlaluan, Daniel!"Daniel mendekat dengan sikap santai. "Santai aja, Tante. Ini rumah Om Alex, kan? Saya cuma menikmati fasilitas keluarga. Lagipula, Tante cuma istri barunya. Jadi, jangan sok mengatur,
Bab 54 "Daniel Berulah"Daniel menyeringai lebar, matanya memandanginya dengan nafsu yang menjijikan, membuat Celine merasa tidak nyaman. "Santai saja, Tante."Celine langsung menegakkan tubuhnya, menahan kimono yang terikat di pinggangnya. "Apa-apaan ini? Kenapa kamu di kamar saya?"Daniel bangun melangkah maju, senyumnya tetap lebar. "Ah, Tante Celine... saya hanya ingin bilang kalau Tante itu cantik sekali. Om Alex benar-benar beruntung punya istri seperti Tante."Wajah Celine memerah, bukan karena tersanjung, tapi karena amarah dan merasa terhina. "Keluar sekarang juga, Daniel! Sebelum saya memanggil Hera!"Daniel tidak bergerak. "Kenapa marah? Saya hanya memuji. Lagian mama tidak pernah marah, ketika saya bergaul dengan wanita manapun.""Keluar!" Celine menghardik dengan nada tinggi, matanya membara. "Saya tantemu sendiri, bukan wanita manapun!"Daniel tertawa kecil, tapi akhirnya melangkah mundur. "Baiklah, baiklah. Jangan terlalu tegang, Tante. Saya pergi sekarang. Tapi lain ka
Bab 53 "Keluarga Arogan"Malam itu, kamar pengantin dihiasi cahaya lampu temaram. Celine duduk di atas ranjang, mengenakan gaun tidur sutra berwarna putih gading. Ia memandang Alex yang tampak sibuk melepaskan dasinya, lalu duduk di kursi di dekatnya.Alex menghela napas, seakan sedang mempersiapkan sesuatu yang berat untuk dibicarakan."Sayang," ucapnya, memecah keheningan. "Ada yang perlu kamu tahu soal Hera."Celine menoleh, alisnya sedikit terangkat. "Apa itu?" tanyanya lembut, meski hatinya berdebar.Alex menarik napas dalam-dalam. "Hera adalah satu-satunya keluargaku yang tersisa. Saat dia melahirkan Daniel, ayah kami meninggal dunia. Lalu, ketika Daniel berusia sepuluh tahun, ibu kami juga pergi."Celine menyentuh tangan Alex, merasakan kesedihannya yang tersirat dalam suara. "Aku tidak tahu kamu melalui semua itu sendiri," katanya pelan.Alex melanjutkan, "Setelah Daniel berusia tiga tahun, Latif membawa mereka ke Kanada karena pekerjaannya di sana. Hera hanya sempat dua kali
Bab 52 "Lembaran Baru"Pesta pernikahan Alex dan Celine berlangsung megah di sebuah aula yang dihiasi bunga putih dan lilin mewah. Hari itu, kebahagiaan pasangan pengantin terpancar dari wajah keduanya. Walaupun sudah berjam-jam berdiri menyambut 3000 tamu undangan, tapi Alex dan Celine tetap tersenyum cerah, menyalami tamu undangan yang datang dari berbagai kalangan."Selamat ya, Alex! Akhirnya kau menemukan pasangan hidup yang tepat," ujar seorang kolega Alex sambil tertawa ringan."Terima kasih," jawab Alex hangat.Tak jauh dari pelaminan, antrean panjang masih terlihat mengular. Namun, perhatian Alex tiba-tiba tertuju pada sekelompok tamu yang baru saja tiba, seorang wanita paruh baya yang anggun dengan aura tegas, seorang pria berkacamata dan dua anaknya.Alex membelalakkan mata. "Hera?" bisiknya tak percaya.Ketika wanita itu sudah dekat, Alex tak bisa menahan diri. Ia langsung memeluk wanita yang wajahnya tak asing baginya."Mbak Hera!" seru Alex penuh keharuan, mencium pipi
Bab 51 "Vonis Untuk Vera"Ruang sidang sore itu penuh sesak. Suasana tegang sangat terasa. Banyak pengunjung yang berbisik-bisik karena penasaran.Di kursi pesakitan, Vera duduk dengan wajah penuh amarah, meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Di sebelahnya ada Arman, Evi, Arief, dan Ario Bayu, masing-masing menunduk menanti vonis hakim.Alex duduk di bangku pengunjung, ditemani Celine yang memegang erat tangannya. Di belakang mereka, para pegawai Alex seperti Pak Made, Eva, Vina, Maya, Dion, dan Anto turut hadir untuk menyaksikan akhir dari perjuangan panjang mereka.Hakim mengetukkan palu tiga kali, menandakan sidang dimulai."Sidang putusan terdakwa Vera dimulai," ujar Hakim dengan suara tegas.Vera menatap hakim dengan tatapan dingin, sementara para pengunjung menahan napas menanti putusan.“Setelah melalui serangkaian persidangan dan mempertimbangkan semua bukti yang ada, terdakwa Vera, sebagai otak utama dalam kasus penculikan dan percobaan pembunuhan terhadap saudara Alex Subr
Bab 50 "Pertemuan"Pak Made lalu berbalik ke arah petugas polisi. “Pak, di mana tepatnya Pak Alex sekarang? Kami ingin segera ke sana.”Petugas itu membuka catatannya, lalu menjawab, “Pak Alex saat ini berada di sebuah perkampungan nelayan di Lombok. Beliau ditemukan oleh nelayan di daerah itu, lalu dibawa ke Puskesmas setempat untuk mendapatkan perawatan.”Pak Made mengangguk mantap. “Baik, kami akan segera ke sana.”Eva menatap Pak Made dengan raut cemas. “Tapi, Pak, bagaimana kita bisa sampai ke Lombok dengan cepat? Perjalanan ke sana tidak mudah.”Pak Made berpikir sejenak, lalu berkata, “Kita akan cari penerbangan secepat mungkin. Ini soal hidup dan mati. Aku tidak peduli berapa biayanya, kita harus ke sana sekarang juga.”Anto ikut menyela. “Aku bisa bantu mengatur tiket pesawat. Aku punya kenalan di travel agent, mungkin dia bisa mempercepat urusannya.”“Bagus,” jawab Pak Made. “Kau urus itu. Eva dan aku akan mengabari Celine. Dia harus tahu bahwa Pak Alex masih hidup.”Dion me
Bab 49 "Kebenaran Akan Terungkap"Setelah puas, Anto menggiring Vera ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Awalnya ia menolak, tapi karena dipaksa dan Vera takut Anto berbuat macam-macam lagi, akhirnya ia mau.Tidak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar di luar rumah. Beberapa polisi masuk ke dalam kontrakan, dipimpin oleh seorang perwira yang mengenakan seragam rapi.“Dimana terduga pelakunya?” tanya sang perwira dengan nada tegas.Anto segera melangkah maju. “Ini pak. Wanita itu yang bertanggung jawab atas pembunuhan bos kami. Dia juga sedang berencana kabur ke Jambi.” Perwira polisi itu mengangguk sambil mengamati Vera. “Kami akan membawanya ke kantor untuk penyelidikan lebih lanjut.”Salah satu polisi menghampiri Vera dan mengikat tangannya. “Silakan ikut.” katanya dengan nada dingin.Vera berdiri dengan angkuh, meskipun wajahnya tetap memerah karena rasa malu. Ia berjalan keluar rumah, diikuti Polisi,
Bab 48 "Pencarian Sia-sia"Arman terbangun dari pingsannya dengan rasa pening luar biasa di kepala. Anak buah Anto yang menyadarkannya tampak dingin, sementara Pak Made berdiri di depannya dengan wajah penuh amarah."Dimana kalian membuang Pak Alex?" Pak Made bertanya dengan nada mengintimidasi.Arman hanya menyeringai lemah. "Pak Made, bahkan jika saya bilang, itu tidak akan mengubah apapun. Dia sudah mati."Pak Made mengepalkan tinjunya, tapi Eva buru-buru menahan lengannya. "Jangan! Kita butuh dia bicara," katanya sambil melirik ke arah Arman.Pak Made menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Eva lalu menyarankan. "Sebaiknya kita bawa Arman ke lokasi kejadian. Karena dia yang paling tahu tempatnya," Pak Made mengangguk setuju, lalu memberi perintah kepada anak buah Anto. "Pakaikan dia kaos dan celana pendek. Kita tidak punya waktu untuk basa-basi."Arman tertawa kecil, meski terbatuk karena efek puk
Bab 47 "Vera Tertangkap"Alex membuka matanya perlahan. Pandangannya buram, dan kepalanya terasa berat seperti habis dihantam benda keras. Ia mencoba bergerak, namun tubuhnya terasa lemah. Seorang perawat mendekat, membawa segelas air.“Pak, Anda sudah sadar. Alhamdulillah,” ucap perawat itu lembut.Alex menatap wajah perawat itu, bingung. “Di mana saya? Apa yang terjadi?”“Anda sedang di puskesmas, Pak. Sudah dua hari Anda tidak sadarkan diri. Tiga nelayan menolong Anda di laut. Lalu mereka membawa Anda ke sini,” Si perawat menjelaskan sambil membantu Alex duduk dan menyerahkan segelas air.Alex tersentak. Bayangan dirinya terikat besi besar dan tenggelam kembali menghantui pikirannya. Ia ingat saat-saat menegangkan itu, tubuhnya terhisap oleh gelapnya laut, udara semakin menipis, dan ketakutan akan kematian yang mengintai.“Dua hari?” gumam Alex. “Saya… saya diculik dan dibuang ke laut. Bagaimana bisa saya selamat?”“N