Share

26. Kebetulan Yang Aneh

Author: D'Rose
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Sebentar lagi. Setelah tidur sebentar, aku akan pergi dari sini." Gumam Nalini sambil memejamkan matanya yang sudah mulai turun.

Efek samping mengonsumsi obat herbal yang dibawakan oleh Jahan membuatnya selalu merasa mengantuk.

Jika Jahan bersikeras untuk membawanya kembali ke kerajaan timur. Maka Nalini harus segera pergi dari jangkauan Jahan.

Belum lama Nalini tertidur, Jahan dan putra mahkota kerajaan timur datang ke rumah tabib.

"Nona mungki baru saja tertidur, dia perlu istirahat yang cukup." Mau bagaimana pun Nalini adalah pasien, sang tabib harus membuat batas demi kesembuhan pasiennya.

"Aku berjanji tidak akan mengganggunya. Hanya ingin menemaninya." Jelas putra mahkota.

Tabib itu menoleh pada Jahan, sekaligus bertanya melalui ekspresi wajahnya.

"Dia salah satu keluarga Nona yang ada didalam. Aku yang memberitahukannya sehingga beliau datang kesini."

Tabib juga tidak bisa berkutik dengan hubungan keluarga. Maka dia pun menunjukan jalan menuju kamar tamu yang bangunanny
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   27. Kesempatan Kecil

    Sebelum pengepungan oleh penjaga dan pengawal berjirah emas. "Tunggu sebentar Yang Mulia. Ada barang tertinggal yang harus aku bawa." Putra mahkota mengangguk memberikan izin, Jahan masuk kedalam penginapan. Lebih tepatnya masuk kedalam kamar yang dia sewa. Diatas meja masih berserakan kuas, tinta dan juga kertas. Dengan buru-buru Jahan mengambil kuas dan menuliskan sesuatu di kertas. Hanya beberapa kalimat yang ditulisnya. Kemudian Jahan melipat kertas tersebut sampai ukuran paling kecil. "Jika ada kesempatan sekecil apapun, akan aku manfaatkan dengan baik." Putra mahkota dan Jahan kemudian pergi ke rumah tabib, menyusuri jalanan yang lenggang. Kebetulan segerombolan anak kecil datang dari arah berlawanan. Mungkin mereka bebas seperti sekarang ini lantaran para orang tua sedang sibuk menonton pertarungan final yang heboh. Ide itu langsung saja terbersit dalam pikiran Jahan. Dia dengan menyengajakan diri, berjalan diantara anak-anak yang berlari kearahnya tanpa disadari oleh a

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   28. Jebakan Dalam Jebakan

    "Sudahlah, hentikan semua keributan ini dan kembali pada pos masing-masing." "Terima kasih Yang Mulia Putra Mahkota." Penjaga itu bangkit sambil undur diri dan diikuti oleh beberapa rekannya. Sementara para pengawal berjirah emas masih dia didalam kamar. "Apa masih ada urusan yang mau kamu sampaikan kepadaku?" "Mengapa Yang Mulia pergi keluar dari istana dan Ibu Kota secara diam-diam, tanpa pengawalan sama sekali?""Aku hanya tidak mau menimbulkan keributan. Lagi pula banyak dari para bangsawan yang lain datang kesini untuk menonton pertandingan dengan menggunakan pakai merakyat."Tadinya aku hanya ingin menonton pertarungan final yang katanya akan spektakuler. Ternyata sahabatku terluka dan aku datang untuk mengobatinya. "Sayang sekali obat-obatan disini tidak selengkap di ibu kota. Makannya aku berencana untuk membawanya pulang bersamaku."Oh iya, tolong sekalian siapkan kereta kuda untuk membawa sahabatku dan bagaimana kalau penjagaan kota di perketat. "Siapa tahu berita soal

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   29. Kericuhan Kota

    Janu hanya bisa menghela napas panjang, begitu pintu gerbang ditutup dan menampilkan rombongan kereta kuda yang hanya terlihat sepersekian detik oleh dirinya. Kericuhan mulai lagi terjadi, bahkan sekarang penjaga kota mulai menunjukan sisi keras mereka. Tidak segan untuk mendorong, memukul dan melakukan serangan fisik lainnya bagi siapapun yang menentang. "Jika ingin semua ini cepat selesai, kendalikan diri kalia dan ikuti aturan yang berlaku!" Beberapa luka lebam didapatkan oleh para pengunjung kota. Para penjaga juga tidak memandang status mereka. Bangsawan dan rakyat biasa juga terkena hantaman penjaga. Seolah mereka mendapat kekuatan yang sulit dibantah, karena mendapat kuasa yang diturunkan langsung oleh keluarga kerajaan. "Kerajaan kami akan mengadukan sikap kalian yang kasar pada para tamu seperti ini.""Silahkan saja! Ini masih wilayah kekuasaan negara timur. Kalian bisa pulang hanya tinggal nama." Jauh dari keramaian, Nira masih saja menghadang Janu untuk maju kearah p

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   30. Kembali Ke Awal

    Putra mahkota kerajaan timur memang benar memilki cinta yang besar pada Nalini. Namun Jahan tidak merasakan cinta itu akan kuat untuk beberapa tahun kedepan. Akan terlalu banyak hal yang direlakan putra mahkota untuk bisa bersama Nalini. "Sebenarnya aku kurang nyaman dengan situasi ini. Aku tidak suka kamu terus memandangi Nalini." Putra mahkota menutup tirai untuk memisahkan Nalini dengan mereka. "Aku hanya sedang menebak kelanjutan apa yang terjadi setelah Nalini terbangun di kerjaan timur.""Aku sudah mengatur semuanya dengan baik. Walau tidak suka, kamu diam saja. Karena amarahku belum cukup reda untuk menganggapmu sebagai sahabatku lagi." "Kalau aku bilang untuk kebaikan Nalini, apa Yang Mulia Putra Mahkota bisa memahami itu?" Hening sesaat dianatara mereka, putra mahkota juga enggan menanggapi pertanyaan terkahir Jahan. Kereta kuda berhenti, Jahan harus kembali berpura-pura terbaring. Artinya dia akan tidur di samping Nalini. Suka tidak suka, putra mahkota harus merelakan

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   31. Jarum Berbisa

    "Nalini, deng--" "Nanda! Namaku, tolong panggil aku dengan itu. Nalini sudah mati di hari saat orang-orang menjebaknya." Putra mahkota dan Jahan terdiam dan saling padang untuk sesaat. "Dengar, saat ini dirimu sedang menjadi buronan di semua kerajaan. Tempat yang paling aman adalah bersembunyi di sini." "Oh ya? Aku rasa tidak begitu. Lebih baik penjarakan aku seumur hidup atau bunuh saja sekalian!" Nalini maju ke hadapan putra mahkota sambil memasang wajah yang menantang. Tidak ada raut ketakutan sama sekali.Sekilas Nalini memandang pada tempat penyimpanan pedang di dekat pintu masuk. Nalini jadi memikirkan sebuah rencana. Dia terus mendesak putra mahkota hingga Nalini bisa menjangkau tempat pedang tersebut. Selajutnya, gerakan tangan Nalini sangat cepat, dia mencabut pedang dari sarungnya dan hendak menebaskan pada batang leher dirinya.Namun gerakan tangan Jahan tidak kalah cepat untuk menghentikan aksi bunuh diri yang akan Nalini lalukan. Jaha cekatan melemparkan jarum-jar

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   32. Sebuah Kepercayaan

    "Tuan, selama kota dibawah pengawasan anda. Baru kali ini begitu kacau dan ricuh." Ayah Nira bertanya di sela-sela makan malam mereka. Wali kota tersebut menghela napas dengan panjang sambil mengeluarkan selembar kertas keatas meja makan. Sebuah pencarian orang, buronan. Tidak seperti kebanyakan yang berparas seram dan bermasalah. "Karena ada berita yang mengabarkan kalau buronan ini masuk ke kota, kebetulan karena pertandingan besar sedang berlangsung. "Putra Mahkota yang berada disini, langsung menurunkan perintah. Kalau sudah begitu, mana bisa saya melawan perintah mutlak tersebut." Untungnya dimeja itu, hanya terdapat Janu Nira dan saudagar dagang.Anggota lainnya duduk di meja yang terpisah. Kalau tidak mereka bisa heboh melihat lukisan wajah yang terpampang disana. Perempuan itulah yang sempat menolong dan memberikan obat pada rombongan dagang. Serta perempuan itu adalah orang yang sedang Janu cari selama ini. Entah reaksi apa yang akan mereka berikan tentang Nalini. "Se

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   33. Kesepakatan Damai

    "Tuan Muda, Nona Nalini membuat masalah lagi. Kali ini Nona menyekap pelayan yang mengantarkan makanan ke dalam kamarnya." Lapor salah satu pelayan di kediaman Jahan.Jahan hanya tersenyum menanggapi. Namun raut wajah penuh kehawatiran pelayan itu tidak kunjung sirna. "Dia bukan orang jahat, temanmu akan aman disana. Biarkan saja." Jahan seperti harus memberi penjelasan agar para pelayannya tidak khawatir berlebihan.Satu hari berlalu, sekarang sudah tiga orang pelayan yang berada di dalam kamar Nalini.Suasananya canggung sekali. Mereka diam dimeja tamu, sementara Nalini berbaring seharian diatas tempat tidur. Tiga pelayan itu juga manusia, suara perut yang kelaparan sampai terdengar oleh Nalini. "Makan saja hidangan yang kalian bawa. Aku tidak lapar.""Tidak Nona, ini untuk mu. Kami tidak berhak memakan milik tamu Tuan Muda.""Disini hanya ada kita saja dan aku tidak akan mengadukan hal ini pada Tuan Muda mu." Dari mereka bertiga, tidak ada yang berani bergerak sedikitpun. Nal

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   1. Pesan Terakhir

    "Tinggalkan kami berdua. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengan cucuku." Semua orang yang berada di kamar sang Guru segera berhamburan keluar. Sejak guru besar dunia persilatan ini sakit, tidak sedikit para pendekar datang mengunjungi perguruan Danadyaksa setiap harinya.Mereka juga sering membawa buah tangan seperti obat-obatan herbal dan beberapa barang berharga. "Aku tidak akan membebani mu untuk mengurus perguruan ini."Nalini tahu kemana arah pembicaraan sang kakek. Dia masih tidak rela jika kakeknya harus pergi meninggalkannya.Satu-satunya keluarga yang dia miliki hanyalah sang kakek.Dia kehilangan kedua orang tuanya ketika terjadi perang besar untuk menyatukan dunia persilatan. Berkat usaha sang guru besar untuk menciptakan perdamaian, walau harus melewati berbagai perang pertumpahan darah.Serta hasil akhir yang tidak sesuai harapan. Tapi setelahnya dunia persilatan menjadi lebih damai dan tertib.Sekarang dunia persilatan terbagi menjadi empat kerajaan. Kerjaan b

Latest chapter

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   33. Kesepakatan Damai

    "Tuan Muda, Nona Nalini membuat masalah lagi. Kali ini Nona menyekap pelayan yang mengantarkan makanan ke dalam kamarnya." Lapor salah satu pelayan di kediaman Jahan.Jahan hanya tersenyum menanggapi. Namun raut wajah penuh kehawatiran pelayan itu tidak kunjung sirna. "Dia bukan orang jahat, temanmu akan aman disana. Biarkan saja." Jahan seperti harus memberi penjelasan agar para pelayannya tidak khawatir berlebihan.Satu hari berlalu, sekarang sudah tiga orang pelayan yang berada di dalam kamar Nalini.Suasananya canggung sekali. Mereka diam dimeja tamu, sementara Nalini berbaring seharian diatas tempat tidur. Tiga pelayan itu juga manusia, suara perut yang kelaparan sampai terdengar oleh Nalini. "Makan saja hidangan yang kalian bawa. Aku tidak lapar.""Tidak Nona, ini untuk mu. Kami tidak berhak memakan milik tamu Tuan Muda.""Disini hanya ada kita saja dan aku tidak akan mengadukan hal ini pada Tuan Muda mu." Dari mereka bertiga, tidak ada yang berani bergerak sedikitpun. Nal

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   32. Sebuah Kepercayaan

    "Tuan, selama kota dibawah pengawasan anda. Baru kali ini begitu kacau dan ricuh." Ayah Nira bertanya di sela-sela makan malam mereka. Wali kota tersebut menghela napas dengan panjang sambil mengeluarkan selembar kertas keatas meja makan. Sebuah pencarian orang, buronan. Tidak seperti kebanyakan yang berparas seram dan bermasalah. "Karena ada berita yang mengabarkan kalau buronan ini masuk ke kota, kebetulan karena pertandingan besar sedang berlangsung. "Putra Mahkota yang berada disini, langsung menurunkan perintah. Kalau sudah begitu, mana bisa saya melawan perintah mutlak tersebut." Untungnya dimeja itu, hanya terdapat Janu Nira dan saudagar dagang.Anggota lainnya duduk di meja yang terpisah. Kalau tidak mereka bisa heboh melihat lukisan wajah yang terpampang disana. Perempuan itulah yang sempat menolong dan memberikan obat pada rombongan dagang. Serta perempuan itu adalah orang yang sedang Janu cari selama ini. Entah reaksi apa yang akan mereka berikan tentang Nalini. "Se

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   31. Jarum Berbisa

    "Nalini, deng--" "Nanda! Namaku, tolong panggil aku dengan itu. Nalini sudah mati di hari saat orang-orang menjebaknya." Putra mahkota dan Jahan terdiam dan saling padang untuk sesaat. "Dengar, saat ini dirimu sedang menjadi buronan di semua kerajaan. Tempat yang paling aman adalah bersembunyi di sini." "Oh ya? Aku rasa tidak begitu. Lebih baik penjarakan aku seumur hidup atau bunuh saja sekalian!" Nalini maju ke hadapan putra mahkota sambil memasang wajah yang menantang. Tidak ada raut ketakutan sama sekali.Sekilas Nalini memandang pada tempat penyimpanan pedang di dekat pintu masuk. Nalini jadi memikirkan sebuah rencana. Dia terus mendesak putra mahkota hingga Nalini bisa menjangkau tempat pedang tersebut. Selajutnya, gerakan tangan Nalini sangat cepat, dia mencabut pedang dari sarungnya dan hendak menebaskan pada batang leher dirinya.Namun gerakan tangan Jahan tidak kalah cepat untuk menghentikan aksi bunuh diri yang akan Nalini lalukan. Jaha cekatan melemparkan jarum-jar

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   30. Kembali Ke Awal

    Putra mahkota kerajaan timur memang benar memilki cinta yang besar pada Nalini. Namun Jahan tidak merasakan cinta itu akan kuat untuk beberapa tahun kedepan. Akan terlalu banyak hal yang direlakan putra mahkota untuk bisa bersama Nalini. "Sebenarnya aku kurang nyaman dengan situasi ini. Aku tidak suka kamu terus memandangi Nalini." Putra mahkota menutup tirai untuk memisahkan Nalini dengan mereka. "Aku hanya sedang menebak kelanjutan apa yang terjadi setelah Nalini terbangun di kerjaan timur.""Aku sudah mengatur semuanya dengan baik. Walau tidak suka, kamu diam saja. Karena amarahku belum cukup reda untuk menganggapmu sebagai sahabatku lagi." "Kalau aku bilang untuk kebaikan Nalini, apa Yang Mulia Putra Mahkota bisa memahami itu?" Hening sesaat dianatara mereka, putra mahkota juga enggan menanggapi pertanyaan terkahir Jahan. Kereta kuda berhenti, Jahan harus kembali berpura-pura terbaring. Artinya dia akan tidur di samping Nalini. Suka tidak suka, putra mahkota harus merelakan

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   29. Kericuhan Kota

    Janu hanya bisa menghela napas panjang, begitu pintu gerbang ditutup dan menampilkan rombongan kereta kuda yang hanya terlihat sepersekian detik oleh dirinya. Kericuhan mulai lagi terjadi, bahkan sekarang penjaga kota mulai menunjukan sisi keras mereka. Tidak segan untuk mendorong, memukul dan melakukan serangan fisik lainnya bagi siapapun yang menentang. "Jika ingin semua ini cepat selesai, kendalikan diri kalia dan ikuti aturan yang berlaku!" Beberapa luka lebam didapatkan oleh para pengunjung kota. Para penjaga juga tidak memandang status mereka. Bangsawan dan rakyat biasa juga terkena hantaman penjaga. Seolah mereka mendapat kekuatan yang sulit dibantah, karena mendapat kuasa yang diturunkan langsung oleh keluarga kerajaan. "Kerajaan kami akan mengadukan sikap kalian yang kasar pada para tamu seperti ini.""Silahkan saja! Ini masih wilayah kekuasaan negara timur. Kalian bisa pulang hanya tinggal nama." Jauh dari keramaian, Nira masih saja menghadang Janu untuk maju kearah p

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   28. Jebakan Dalam Jebakan

    "Sudahlah, hentikan semua keributan ini dan kembali pada pos masing-masing." "Terima kasih Yang Mulia Putra Mahkota." Penjaga itu bangkit sambil undur diri dan diikuti oleh beberapa rekannya. Sementara para pengawal berjirah emas masih dia didalam kamar. "Apa masih ada urusan yang mau kamu sampaikan kepadaku?" "Mengapa Yang Mulia pergi keluar dari istana dan Ibu Kota secara diam-diam, tanpa pengawalan sama sekali?""Aku hanya tidak mau menimbulkan keributan. Lagi pula banyak dari para bangsawan yang lain datang kesini untuk menonton pertandingan dengan menggunakan pakai merakyat."Tadinya aku hanya ingin menonton pertarungan final yang katanya akan spektakuler. Ternyata sahabatku terluka dan aku datang untuk mengobatinya. "Sayang sekali obat-obatan disini tidak selengkap di ibu kota. Makannya aku berencana untuk membawanya pulang bersamaku."Oh iya, tolong sekalian siapkan kereta kuda untuk membawa sahabatku dan bagaimana kalau penjagaan kota di perketat. "Siapa tahu berita soal

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   27. Kesempatan Kecil

    Sebelum pengepungan oleh penjaga dan pengawal berjirah emas. "Tunggu sebentar Yang Mulia. Ada barang tertinggal yang harus aku bawa." Putra mahkota mengangguk memberikan izin, Jahan masuk kedalam penginapan. Lebih tepatnya masuk kedalam kamar yang dia sewa. Diatas meja masih berserakan kuas, tinta dan juga kertas. Dengan buru-buru Jahan mengambil kuas dan menuliskan sesuatu di kertas. Hanya beberapa kalimat yang ditulisnya. Kemudian Jahan melipat kertas tersebut sampai ukuran paling kecil. "Jika ada kesempatan sekecil apapun, akan aku manfaatkan dengan baik." Putra mahkota dan Jahan kemudian pergi ke rumah tabib, menyusuri jalanan yang lenggang. Kebetulan segerombolan anak kecil datang dari arah berlawanan. Mungkin mereka bebas seperti sekarang ini lantaran para orang tua sedang sibuk menonton pertarungan final yang heboh. Ide itu langsung saja terbersit dalam pikiran Jahan. Dia dengan menyengajakan diri, berjalan diantara anak-anak yang berlari kearahnya tanpa disadari oleh a

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   26. Kebetulan Yang Aneh

    "Sebentar lagi. Setelah tidur sebentar, aku akan pergi dari sini." Gumam Nalini sambil memejamkan matanya yang sudah mulai turun. Efek samping mengonsumsi obat herbal yang dibawakan oleh Jahan membuatnya selalu merasa mengantuk. Jika Jahan bersikeras untuk membawanya kembali ke kerajaan timur. Maka Nalini harus segera pergi dari jangkauan Jahan. Belum lama Nalini tertidur, Jahan dan putra mahkota kerajaan timur datang ke rumah tabib. "Nona mungki baru saja tertidur, dia perlu istirahat yang cukup." Mau bagaimana pun Nalini adalah pasien, sang tabib harus membuat batas demi kesembuhan pasiennya. "Aku berjanji tidak akan mengganggunya. Hanya ingin menemaninya." Jelas putra mahkota.Tabib itu menoleh pada Jahan, sekaligus bertanya melalui ekspresi wajahnya. "Dia salah satu keluarga Nona yang ada didalam. Aku yang memberitahukannya sehingga beliau datang kesini." Tabib juga tidak bisa berkutik dengan hubungan keluarga. Maka dia pun menunjukan jalan menuju kamar tamu yang bangunanny

  • Pusaka Legendaris Sang Guru Besar   25. Merpati Putih

    Mungkin hingar bingar di pusat kota, membuat hal yang di luar dari itu nampak sepi. Termasuk sepanjang jalan yang dilalui Jahan untuk kembali ke penginapan. Toko-toko yang biasanya selalu buka, pada hari ini pun tutup serempak. Semua anggota dagangnya juga ikut menonton. Keadaan sudah dirasa aman. Jahan mengeluakan sebuah peluit dari dalam baju, kemudian meniupnya beberapa menit. Pendengaran manusia memang tidak bisa menangkap suara yang dihasilkan oleh peluit tersebut. Karena hampir tidak bersuara sama sekali. Tanpa menunggu lama. Satu ekor merpati putih terbang menghampiri Jahan sampai hinggap di pundak Jahan. Merpati tersebut hewan yang sudah dilatih Jahan selama bertahun-tahun dan peluit itu sebagai pemanggilannya. Disalah satu kaki merpati tersebut terdapat gulungan kertas. Surat balasan yang Jahan kirim pada putra mahkota kerajaan timur. Jahan terkejut dengan kertas gulungan yang kosong. Tidak ada tulisan sama sekali. "Jahan!" Dengan semangat putra mahkota kerajaan timu

DMCA.com Protection Status