"Kau tahu ini apa?" tanya Julio sambil menghujankan benda tajam ini ke tubuh Rena yang langsung menjerit kesakitan.
"Ini adalah tulang tangan si pendeta!” seru Julio.
TAB!
"AKHH!!!" teriakan kembali Rena keluarkan.
Julio menyeringai, "Aku seharusnya tidak mematahkan tangannya, menguliti, lalu menggunakan tulangnya seperti ini. Tapi—"
TAB!
"NGRRHHH!!!
"Aku rasa pendeta itu tidak akan keberatan jika aku mempergunakannya untuk membunuhmu,” dan Julio kembali menusukkan tulang runcing ini tanpa ampun.
Haahhh... haahhh...
Rena memandangnya dengan tajam, “Beraninya kau!”
"Saat ini aku sangat kesal, dan matamu membuat kekesalanku semakin bertambah!”
"AAAAAKKKHHHH!!!"
Julio menggunakan jari-jari berkuku tajamnya untuk mencungkil salah satu mata yang memandang tajam dirinya. Dia menusuk lalu memutar bola mata Rena di rongganya sebe
Fos melaju ke arah Diana, namun wanita ini langsung menghalaunya. Fos tidak mau kalah, ia langsung memberikan serangan bertubi-tubi, tapi Diana dengan sukses terus mempertahankan dirinya.Pine yang berada di dekat pertarungan hanya bisa melihat tanpa membantu, tentu saja karena dia hanya seorang manusia. Sedangkan Vero dan Kevin hanya terdiam di tempatnya, mereka seakan tersihir oleh kedatangan dan pertarungan wanita ini dengan Fos."Cepat bawa Diana pergi!!!" teriak Diana menyadarkan Vero dan juga Kevin"Kau tidak bisa membawanya begitu saja, dia milikku," Fos kembali memberikan tendangannya."Diana bukanlah barang!"Bhuk!"Tentu saja dia adalah barang. Sejak jantungnya sudah berganti menjadi jantung milik pemimpin para vampir, wanita itu sudah sepenuhnya milikku,” jelas Fos.“Pimpinan para vampir...?” batin Vero.Bang! Bang! Bang!Semua mata tertuju pada Dia
Fos memandang Diana dengan geram, ia tidak berkata apapun dan menyerang Diana. Namun serangannya kali ini sangat berbeda dengan sebelumnya. Fos mengerahkan semua kekuatannya dan berhasil memukul mundur Diana. Ia meninju perut Diana yang terluka, membuat darah semakin banyak keluar."Ugh..." suara Diana tertahan.Berada jauh dari mereka, Rai menoleh menyadari bahwa bau bunga Lily semakin menguat. Dominic mengambil kesempatan ini, ia memukul Rai hingga terjatuh."Ini sudah berakhir," ucap Dominic seraya melajukan tangannya menembus dada vampir ini.***Diana jatuh berlutut, rasa sakit kini benar-benar ia rasakan. Perutnya terus mengeluarkan darah, tentu saja ini kondisi yang buru. Terlebih dia dikeliling oleh para vampir anggota utama klan, darah yang memiliki bau Lily miliknya semakin menambah ancaman."Waktu sudah habis," Fos langsung menyerang Kevin, membuatnya langsung terlempa
"Kak Diana...! Sadarlah! Kak Diana!" Iki mengguncang-guncangkan tubuh yang terdiam bagai batu ini."Manu... sia...?" lirih Kevin. Sedetik kemudian air mata turun membasahi pipinya. "Pine..."Kevin bangkit secara perlahan, lalu berjalan gontai menuju Pine yang berada dalam pelukan Diana. Tangannya ia ulur untuk membelai wajah yang sekarang terlihat sangat pucat ini."Pine... Pine... Pine..." ucap Kevin berkali-kali bersamaan dengan air mata yang semakin deras mengalir.Dilain pihak, Iki terus berusaha menyadarkan Diana. "Kak Diana... Kak Diana...!”Panggilan ini terus terngiang dalam benak Diana. “Pine” dan “Kak Diana”. Dua panggilan yang mengisi benak kosongnya hingga rasanya panggilan ini akan membuatnya meledak sebentar lagi.Tap!Julio menepuk bahu Kevin, "Yang Mulia, cepat bawa Yang Mulia Pine. Ika ada di sini, dan anak itu sedang kehilangan akalnya. Kita ha
Sebelum Fos membuat Kevin dan Pine terpental dan menabrak pohon. Al sudah tiba terlebih dahulu di kawasan Kastel Raltz, begitu pun Ika dan Iki yang bersembunyi jauh di belakangnya."Iki, lihat itu!" kata Ika dengan dahi yang mengerut, "Mengerikan!"Jauh di hadapan mereka salju-salju sudah berwarna hitam. Banyak tubuh yang sudah tergeletak di sana, entah tanpa kepala ataupun dada yang berlubang. Ini memang benar-benar mengerikan.Di antara para tubuh tersebut, ada beberapa prajurit masih berdiri tegak, Iki dan Ika mengenal mereka sebagai prajurit Haltz dan juga Raltz. Al pun langsung mendekati mereka untuk melihat lebih jelas."Lihat Iki, Al menghampiri mereka," ujar Ika.Iki tidak berkomentar apapun, ia hanya fokus pada pergerakan Al. Melalui pendengarannya yang tajam, Iki bisa mengetahui bahwasanya baik Rai maupun Diana tidak ada di sana. Para prajurit pun tidak mengetahui keberadaan mereka.Namun, salah seorang pelayan kel
"I-Ika..." panggil Iki.Ika menoleh namun manik mata berwarna merah darah miliknya membuat Iki refleks loncat ke belakang untuk menghindarinya. "Gawat!" batin Iki.Iki langsung menghindar sejauh mungkin. Ika telah kehilangan kontrol atas tubuhnya karena bau Lily ini memicunya. Eksperimen yang dilakukan bertahun-tahun saat mereka tinggal Raltz nyatanya memiliki dampak yang serius, terlebih untuk Ika.Jika Ika mencium bau darah yang sangat kuat maka ia akan menggila dan menyerang siapa pun, bahkan jika orang tersebut adalah keluarganya sekalipun. Darah dengan bau Lily ini pun juga membuat Ika kehilangan kesadaran."Apa yang harus aku lakukan," ucap Iki bimbang seraya melihat ke arah Diana dan Rai bergantian.Iki melihat ke arah Rai dengan saksama. "Kak Rai..." batinnya dan menyadari luka di dada Rai pertanda Dominic berniat untuk menghabisi nyawanya.Iki menggertakkan giginya, tapi ia sadar
BHUK!Al mengangkat tinggi kakinya dan menendang kepala Dominic, membuatnya terbang dan langsung terjatuh keras ke tanah bersalju. “Mati kau!!!” teriak Al.“Heehh... Kau bersemangat sekali vampir hibrida.”“Tutup mulutmu!”“Kau yang harus menutupnya sendiri,” dan Dominic langsung menuju Al untuk melanjutkan pertarungan.***Bhuk!Iki kini berhadapan dengan Fos, ikut masuk ke dalam pertempuran. Tendangan yang ia lakukan pun dengan sukses mengenai Fos hingga jatuh tersungkur. Melihat kesempatan, Iki langsung menoleh ke Diana."Kak Diana!" teriak Iki namun Diana terlalu tenggelam dalam kesedihannya kehilangan Pine hingga tidak mampu mendengar apapun."Vero! Kita harus cepat! Ika akan datang sebentar lagi dan kita tentu akan mati!" seru Iki ke Vero yang memandang diam ke arah mereka."Kak Diana! Sadarlah!!!"
Wsshhh… Wsshhh... Wsshhh...Fos dengan lihai meloncat ke sana ke mari menghindari segala serangan yang terus dilancarkan oleh Diana maupun Ika. Sedangkan Ika dengan wajah datarnya bukan hanya menyerang Fos, namun juga Diana.Pandangan vampir kecil ini menggelap, yang ada di pikirannya hanya, "Bunuh mereka…! Bunuh mereka semua...!!”Fos terkekeh, "Bukankah ini menarik? Seorang manusia yang menyerang vampir dan seorang vampir kecil yang kehilangan akalnya."Diana tidak merespons apapun, ekspresinya sangat marah. Satu hal yang menjadi tujuannya saat ini yaitu membunuh Fos dan juga Dominic. Walaupun Diana masih terluka, tapi ia sama sekali tidak berhenti atau meringis kesakitan karena sekarang rasa sakit ini tidak bisa lagi ia rasakan."Hmm... bau ini terlalu nikmat," ujar Fos menatap Diana bagaikan singa yang kelaparan. “Apa darah manusia sepertimu juga tera
Di lain sisi, Al berhasil memukul mundur Dominic. "Benar-benar menakjubkan. Jadi inikah kekuatan vampir hibrida sesungguhnya? Jika aku tahu, maka sudah sejak lama kau aku jadikan orangku,” jelas Dominic.BAM!"Siapa yang sudi melakukannya? Bahkan aku sangat jijik dengan kalian para vampir!" balas Al."Benarkah? Aku lihat sekarang kau malah berteman akrab dengan kami."Dak! Dak! Dak!Al kembali menyerang tanpa sekalipun memberikan kesempatan Dominic untuk memberikan perlawanan. "Hari ini kau akan mati di tanganku. Jantungmu akan aku hancurkan!" lantang Al.***Gail menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia semakin heran dengan perkataan pria tua di sampingnya, "Apa jika aku bertambah tua maka aku akan sepertinya? Membicarakan sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak dimengerti orang lain?""Aku sudah bilang kalau aku berasal dari keluarga dokter generasi
Halo semuanya! Saya Selist Emerald Valley, penulis dari novel Pure Blood. -Terima kasih untuk kalian para pembaca yang sudah mencintai dan membaca Pure Blood sampai akhir! Ini adalah akhir dari Pure Blood! Saya harap kalian menyukai Pure Blood dan para tokoh di dalamnya! - Tanpa adanya dukungan dari para sahabat dekat saya, tentu saja Pure Blood tidak akan pernah ada! Terima kasih untuk HAKUJI dan Affifah, kalian memang yang terbaik!!! -Senang rasanya mempublikasikan Pure Blood di Goodnovel, selain bisa menjangkau lebih banyak pembaca, Pure Blood juga bisa diakses dengan mudah, baik menggunakan aplikasi maupun website Goodnovel.-Pure Blood merupakan novel pertama saya, sekaligus debut karya pertama saya di dunia penulis dan novelis. Dari dulu hingga sekarang, Pure Blood selalu menjadi bagian utama dan penting dari kehidupan saya dan karir saya sebagai penulis dan juga novelis.-Rencananya, Pure Blood akan menjadi novel s
Lub. Dub. Lub. Dub. Lub. Dub.Suara detak jantung terdengar saling berirama. “Apa kamu mendengarnya?” dan sosok yang sedang ditanya ini menganggukkan kepalanya.Terlihat Diana yang masih berada di tempat tidur. Ia tidak bergerak dan juga tidak bernapas. Tubuhnya sedingin es, dan wajahnya sepucat salju.Ika menatap Iki, “Jadi, apa seorang vampir yang merupakan anggota keluarga utama dapat mendengarkan bunyi detak jantung seorang vampir?”“Aku rasa begitu, Ika,” jawab Iki menjawab pertanyaan kembarannya.“Apa sejak pertama, Kak Diana juga dapat mendengarnya?”“Shhh... Ika!” seru Iki.“Ada apa?” tanya Ika tidak mengerti.“Kita tidak bisa memanggilnya dengan Kak Diana. Itu sangat tidak sopan, Ika.”“Ah... ya... Aku lupa, maaf.”Ika lalu duduk di atas tempat tidur dan menyentuh tangan Diana, “
Kevin mencari keberadaan Pine dan menemukannya. “Pine, apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Kevin.Pine berbalik dan tersenyum, “Hanya berpikir.”Kevin menghela napasnya, “Jangan terus menyalahkan dirimu, ini bukan salahmu,” dan Pine hanya menganggukkan kepalanya.Hap!Dua tangan kecil memeluk erat kaki Kevin dari belakang, “Ayah!”Kevin langsung menggendong anak ini, “Ada apa pangeran? Bukankah pangeran seharusnya bersama Julio?”Dan yang disebut namanya datang dengan tergesa-gesa, “Maafkan saya Yang Mulia, tapi pangeran berlari terlalu cepat!” ujar Julio.Pine mendekat dan menjentikkan jarinya pelan ke kening anak ini, “Regis...”Regis pun mengerutkan bibirnya, “Aku hanya bermain, Ibu. Tapi Julio sudah terlalu tua untuk mengejarku.”Julio memandang Regis dengan wajah tidak percaya, “Apa..
Dalam tidurnya, tangan dan kaki pria ini dirantai ke tempat tidur. Ia bagaikan seorang tawanan. Wajahnya terlihat pucat dan ia memiliki luka yang berada di sekujur tubuhnya.Walaupun begitu, sang kupu-kupu tetap mendekatinya, karena ia dapat mencium harum bunga Lily dari tubuhnya. Bau ini sangat kuat, membuat kupu-kupu mengira bahwa ia baru saja mendarat ke atas bunga.---“Kita harus menghentikan perjanjian ini, Christ. Kembalikan pria itu, aku tidak mau berhubungan dengan Harawaltz, apalagi dengan si pemimpin gila,” jelas Bianca.“Kau takut dengannya?”“Dengan Rai?”Christ menggeleng, “Dengan pria itu?”“Tidak.”“Lalu?”“Aku hanya tidak suka melihat pria itu ada di paviliun, apalagi Ben dan Dominic memperlakukannya bagaikan seorang tawanan.”Christ tersenyum, “Kau terlalu bermurah hati, Bianca. Mereka bisa saja men
Sebuah kastel megah yang berdiri di wilayah timur. Kastel yang terlihat sangat sepi dan hanya ada dijaga oleh beberapa vampir ini merupakan tempat tinggal bagi keluarga utama Klan Waltz serta para pengikutnya.Pada bagian belakang kastel terdapat sebuah paviliun sederhana, namun sangat tertutup. Bangunannya tampak masih kokoh, namun terlihat tidak terawat dengan tumbuhan yang menjalar di tembok, dedaunan di sekeliling bangunannya, dan tidak adanya penghuni kastel yang berkeliaran di sana.Klan Waltz sendiri terkenal sebagai klan yang kejam, memiliki persentase darah murni sebanyak sepuluh persen, dan juga mereka jarang berkomunikasi dengan vampir lainnya tanpa jalur formal dan tanpa adanya kepentingan.Christ Wilson de Waltz adalah nama vampir yang memimpin Klan Waltz. Tidak ada banyak informasi mengenai dirinya, ataupun bagaimana rupanya. Sama seperti klannya, Christ adalah vampir yang tertutup.Sama seperti pemimpinnya, mereka—par
Tiga bulan sudah berlalu. Saat ini, hujan turun dengan lebatnya. Petir menyambar hebat dan menghanguskan pohon mangga kesukaan Diana. Namun, di tengah derasnya hujan, semua orang masih berkumpul di ruang singgasana. Mereka berada di sana karena merasakan sesuatu akan terjadi, termasuk Allan dan Gail.“Kau ada di sini juga?” tanya Gail.“Kastel mendadak kosong, dan aku liat semuanya berkumpul di sini, jadi aku datang. Bagaimana denganmu?” jawab Allan.“Sama sepertimu.”Perlahan, dua vampir yang menempati tempat tidur yang ada di sana membuka matanya. Dengan manik mata yang berwarna merah darah, mereka melihat ke arah langit-langit, mencoba mengumpulkan kesadaran mereka."Pine!!!" seru Kevin langsung memeluk tubuhnya.Pine hanya terdiam, ia lalu terduduk, begitu pun dengan Rai. Mereka masih berusaha beradaptasi dengan hal yang terjadi. Sementara itu, Al berdiri di sebelah Rai dan melihatnya
Sebulan sudah berlalu sejak kejadian yang mengguncang Kastel Haltz terjadi. Rai dan Pine masih berada di tempat tidur yang ada di tengah-tengah ruang singgasana. Semua vampir baik Haltz dan Raltz berkumpul tanpa tahu harus melakukan apa.Walaupun Diana telah memberikan seluruh darahnya untuk mereka, mereka tidak langsung pulih. Butuh waktu untuk mengadaptasi semuanya, terlebih darah yang mereka terima adalah darah vampir yang memiliki kemurnian seratus persen.Tidak ada satu pun vampir yang pernah mengalami kejadian ini. Mereke menunggu tanpa batas waktu dan hanya bisa berharap keadaan bisa lebih baik.Sementara itu, Kevin dan Al setia berada di samping orang yang paling berharga untuk mereka. Kevin berdiri di sebelah tempat tidur Pine, dan Al berdiri di sebelah tempat tidur Rai.Sedangkan Julio berada tidak jauh di sana untuk melindungi tuannya. Allan dan Gail pun masih ada di kastel, meski mereka manusia, tidak ada satu pun vampir
Kevin dan Al langsung terdorong mundur karena atmosfer kuat tiba-tiba menerjang mereka. Sementara itu, para vampir di sana tidak dapat berbuat apapun. Mereka tertahan dan hanya bisa terdiam merunduk.Bersama dengan air mata yang terus mengalir, Diana melukai kedua telapak tangannya secara bergantian. Kemudian ia mengarahkan tetesan darah dari tangannya ke luka di dada Pine dan Rai yang baru saja ia buat.Diana terus saja mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Membuat darah miliknya dengan deras keluar dan jatuh ke luka tersebut. "Jika harus ada yang mati. Maka itu adalah aku," batin Diana berbicara.Vero melihatnya dengan cemas, "Dia akan mati! Yang Mulia akan mati jika terus mengeluarkan darahnya!!!" paniknya.Vero mencoba menghentikannya. Namun sia-sia karena kekuatan Diana tidak membiarkan siapa pun untuk mengganggunya. Diana terus mengepalkan tangannya, membuat setiap darah dalam tubuhnya keluar."Kau melakukann
Dengan rambut yang berantakan, wajah kusam, dan tanpa alas kaki. Diana berjalan mendekati Pine dan Rai berada. Ekspresinya terlihat kosong. Pikirannya terus memutar kejadian-kejadian yang ia lewati bersama mereka. Perlahan air mata membasahi pipinya. Semakin lama semakin deras."Namaku Diana Charlotte, sekarang namamu adalah Dion Charlotte."Kenangan ketika Pine memberikannya nama untuk pertama kali kembali terputar di pikiran Diana, membuatnya langsung jatuh ke lantai. Kenangan ketika Rai mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupnya juga terputar."Hiduplah sekarang dalam duniaku. Jadikan hidupmu menjadi bagian dari hidupku.”Diana sama sekali tidak bisa membendung tangisannya. Ia tertunduk dan menangis dalam diam. Kesedihannya sangat terasa, membuat semua orang yang ada di sana ikut merasakannya.Diana memegangi dadanya. Rasa sesak langsung menyerangnya. "Kenapa ini selalu terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi!" serunya d