BHUK!
Al mengangkat tinggi kakinya dan menendang kepala Dominic, membuatnya terbang dan langsung terjatuh keras ke tanah bersalju. “Mati kau!!!” teriak Al.
“Heehh... Kau bersemangat sekali vampir hibrida.”
“Tutup mulutmu!”
“Kau yang harus menutupnya sendiri,” dan Dominic langsung menuju Al untuk melanjutkan pertarungan.
***
Bhuk!
Iki kini berhadapan dengan Fos, ikut masuk ke dalam pertempuran. Tendangan yang ia lakukan pun dengan sukses mengenai Fos hingga jatuh tersungkur. Melihat kesempatan, Iki langsung menoleh ke Diana.
"Kak Diana!" teriak Iki namun Diana terlalu tenggelam dalam kesedihannya kehilangan Pine hingga tidak mampu mendengar apapun.
"Vero! Kita harus cepat! Ika akan datang sebentar lagi dan kita tentu akan mati!" seru Iki ke Vero yang memandang diam ke arah mereka.
"Kak Diana! Sadarlah!!!"
Wsshhh… Wsshhh... Wsshhh...Fos dengan lihai meloncat ke sana ke mari menghindari segala serangan yang terus dilancarkan oleh Diana maupun Ika. Sedangkan Ika dengan wajah datarnya bukan hanya menyerang Fos, namun juga Diana.Pandangan vampir kecil ini menggelap, yang ada di pikirannya hanya, "Bunuh mereka…! Bunuh mereka semua...!!”Fos terkekeh, "Bukankah ini menarik? Seorang manusia yang menyerang vampir dan seorang vampir kecil yang kehilangan akalnya."Diana tidak merespons apapun, ekspresinya sangat marah. Satu hal yang menjadi tujuannya saat ini yaitu membunuh Fos dan juga Dominic. Walaupun Diana masih terluka, tapi ia sama sekali tidak berhenti atau meringis kesakitan karena sekarang rasa sakit ini tidak bisa lagi ia rasakan."Hmm... bau ini terlalu nikmat," ujar Fos menatap Diana bagaikan singa yang kelaparan. “Apa darah manusia sepertimu juga tera
Di lain sisi, Al berhasil memukul mundur Dominic. "Benar-benar menakjubkan. Jadi inikah kekuatan vampir hibrida sesungguhnya? Jika aku tahu, maka sudah sejak lama kau aku jadikan orangku,” jelas Dominic.BAM!"Siapa yang sudi melakukannya? Bahkan aku sangat jijik dengan kalian para vampir!" balas Al."Benarkah? Aku lihat sekarang kau malah berteman akrab dengan kami."Dak! Dak! Dak!Al kembali menyerang tanpa sekalipun memberikan kesempatan Dominic untuk memberikan perlawanan. "Hari ini kau akan mati di tanganku. Jantungmu akan aku hancurkan!" lantang Al.***Gail menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia semakin heran dengan perkataan pria tua di sampingnya, "Apa jika aku bertambah tua maka aku akan sepertinya? Membicarakan sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak dimengerti orang lain?""Aku sudah bilang kalau aku berasal dari keluarga dokter generasi
Allan melanjutkan cerita masa lalunya. "Sebelum pergi, aku meninggalkan sebuah surat di meja. Mengatakan bahwa Ayahku sudah meninggal dan dia akan aku kirim ke panti asuhan. Aku lalu pergi namun tidak benar-benar pergi. Aku mengintip dan melihat anak itu hanya membaca suratku dengan wajah yang datar.”“Keesokan harinya, aku datang kembali, tapi anak itu sudah tidak ada. Dia mengikuti perintahku dan pergi ke panti asuhan. Sejak saat itu, aku memutus segala komunikasi dengannya. Melupakan bahwa anak itu pernah ada di dalam hidupku.”"Tapi takdir berkata lain. Aku kembali bertemu dengannya di Bunga Malam. Asisten yang aku ceritakan padamu, itulah dirinya! Dia wanita yang luar biasa. Ilmu kedokterannya pun sangat hebat.”“Aku rasa Ayahku yang mengajarkannya. Dia bekerja bersamaku untuk membantu adiknya, dan aku sama sekali tidak menyinggung masalah aku yang mengenal dirinya."Gail berkomentar, "Wah, pak tua. Kau
Fos terus saja menyerang Diana, tapi serangannya selalu saja gagal. Sebaliknya, satu serangan dari Diana berhasil membuat luka di wajahnya. Luka yang sangat dalam dan Diana hanya melihat Fos dengan pandangan yang sangat dingin.Ketika wanita ini mencoba untuk menembus dadanya, seseorang menghentikannya. Menangkap tangan ini dan mendorongnya mundur. Fos terkejut dengan kedatangan vampir wanita ini."Kori!" ucap Fos."Kau menjijikkan, Fos," balas Kori melihat arena pertarungan telah berubah menjadi warna merah dan hitam akibat darah yang terus menetes dari bahu Fos dan juga dari perut wanita ini."Pate sudah menunggu terlalu lama," lanjut Kori."Aku sudah mendapatkannya, tapi manusia itu merebutnya dariku!""Lalu kau tidak bisa menangani hal sepele seperti ini? Dia. Hanya. Manusia." jelas Kori penuh penekanan.Baik Kori dan Diana saling berhadapan. Mereka saling memandang manik mata masing-masing. Sementara itu, Kevin,
BANG!Sebuah tendangan terakhir dengan seluruh tenaga yang Dominic kerahkan berhasil membuat Al terlempar dan persis mendarat di atas tubuh Rai. "Sampai jumpa," dan Dominic langsung menghilang bagaikan angin.Al berdecak keras, ia ingin mengejar namun ia langsung tersadar akan keadaan tuannya. "RAI!" tukasnya.Al langsung mengecek keadaannya. Tapi Rai sama sekali tidak bergerak. Entah mati atau hidup, Al sama sekali tidak mengetahuinya. Jantung Rai masih berada di dalam tubuhnya, dan tidak ada tanda-tanda bahwa kepalanya terlepas.Di saat seperti ini, Al langsung mengingat Kevin. Hanya vampir itu yang mengetahui apa yang harus dilakukan. Tapi Al tidak melihat keberadaannya. "Sial!!!" makinya.***Sementara itu, Kevin dan Julio sudah berhasil memasuki Hutan Silver. Sepanjang perjalanan Kevin hanya terdiam seraya menggendong Pine erat-erat. Ia sudah melilitkan kain di dada wanitanya.
Di Kastel Haltz, semua penghuni sudah berkumpul di ruang singgasana. Di tengah ruangan ini sudah ada dua tempat tidur yang dipenuhi oleh bunga Lily of The Valley, dan Pine telah menempati salah satu tempat tidur ini.Kevin berada di sana, dengan setia berdiri tepat di sebelah tempat tidur Pine, menggenggam erat tangannya tanpa berniat melepaskannya. Ia tertunduk sedih, air matanya pun tidak henti-hentinya mengalir."Kau bilang bisa membantu," jelas Julio ke Allan karena keadaan masih saja sama."Ya. Tapi sayangnya kau tidak punya apa yang aku cari," jawab Allan dan Julio hanya berdecak kesal."Kenapa ada dua buah tempat tidur di sana?" tanya Gail yang baru saja tiba."Kau akan tahu sebentar lagi," jawab Julio.Brak!Pintu ruangan terbuka dengan keras. Di sana Al berdiri sambil menggendong Rai di punggungnya, diikuti dengan Ika dan Iki, serta Vero yang juga menggendong Diana."Kau...!" Al langs
Tujuh hari sudah berlalu. Namun duka masih sangat terasa di kastel. Baik Rai maupun Pine masih berada di tempat tidurnya masing-masing. Mereka—para vampir tidak melakukan apapun pada kedua tubuh kaku tersebut.Sedangkan Kevin masih berada di sisi Pine, tidak mampu untuk meninggalkannya. Ia sama sekali tidak berbicara ataupun menangis sekarang. Kevin hanya memandangi Pine secara terus menerus. Pandangan yang sangat dalam dan intens. Membuat Julio bahkan tidak tega untuk memisahkan mereka berdua."Ini kehancuran bagi Haltz dan juga Raltz. Benedict, selamat... kau telah berhasil," ujar Julio.Sementara itu, luka di dada Rai dan Pine sudah menutup. Luka ini dijahit oleh Allan atas permintaan Julio. Allan pun juga telah menempatkan jantung Pine yang didapatkan dari Diana, kembali ke tubuhnya.“Bagaimana kondisi anak yang kau bilang anak Pangeran itu?” tanya Gail mendekati Allan.“Aku sudah menyelamatkannya, dan m
Dengan rambut yang berantakan, wajah kusam, dan tanpa alas kaki. Diana berjalan mendekati Pine dan Rai berada. Ekspresinya terlihat kosong. Pikirannya terus memutar kejadian-kejadian yang ia lewati bersama mereka. Perlahan air mata membasahi pipinya. Semakin lama semakin deras."Namaku Diana Charlotte, sekarang namamu adalah Dion Charlotte."Kenangan ketika Pine memberikannya nama untuk pertama kali kembali terputar di pikiran Diana, membuatnya langsung jatuh ke lantai. Kenangan ketika Rai mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupnya juga terputar."Hiduplah sekarang dalam duniaku. Jadikan hidupmu menjadi bagian dari hidupku.”Diana sama sekali tidak bisa membendung tangisannya. Ia tertunduk dan menangis dalam diam. Kesedihannya sangat terasa, membuat semua orang yang ada di sana ikut merasakannya.Diana memegangi dadanya. Rasa sesak langsung menyerangnya. "Kenapa ini selalu terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi!" serunya d
Halo semuanya! Saya Selist Emerald Valley, penulis dari novel Pure Blood. -Terima kasih untuk kalian para pembaca yang sudah mencintai dan membaca Pure Blood sampai akhir! Ini adalah akhir dari Pure Blood! Saya harap kalian menyukai Pure Blood dan para tokoh di dalamnya! - Tanpa adanya dukungan dari para sahabat dekat saya, tentu saja Pure Blood tidak akan pernah ada! Terima kasih untuk HAKUJI dan Affifah, kalian memang yang terbaik!!! -Senang rasanya mempublikasikan Pure Blood di Goodnovel, selain bisa menjangkau lebih banyak pembaca, Pure Blood juga bisa diakses dengan mudah, baik menggunakan aplikasi maupun website Goodnovel.-Pure Blood merupakan novel pertama saya, sekaligus debut karya pertama saya di dunia penulis dan novelis. Dari dulu hingga sekarang, Pure Blood selalu menjadi bagian utama dan penting dari kehidupan saya dan karir saya sebagai penulis dan juga novelis.-Rencananya, Pure Blood akan menjadi novel s
Lub. Dub. Lub. Dub. Lub. Dub.Suara detak jantung terdengar saling berirama. “Apa kamu mendengarnya?” dan sosok yang sedang ditanya ini menganggukkan kepalanya.Terlihat Diana yang masih berada di tempat tidur. Ia tidak bergerak dan juga tidak bernapas. Tubuhnya sedingin es, dan wajahnya sepucat salju.Ika menatap Iki, “Jadi, apa seorang vampir yang merupakan anggota keluarga utama dapat mendengarkan bunyi detak jantung seorang vampir?”“Aku rasa begitu, Ika,” jawab Iki menjawab pertanyaan kembarannya.“Apa sejak pertama, Kak Diana juga dapat mendengarnya?”“Shhh... Ika!” seru Iki.“Ada apa?” tanya Ika tidak mengerti.“Kita tidak bisa memanggilnya dengan Kak Diana. Itu sangat tidak sopan, Ika.”“Ah... ya... Aku lupa, maaf.”Ika lalu duduk di atas tempat tidur dan menyentuh tangan Diana, “
Kevin mencari keberadaan Pine dan menemukannya. “Pine, apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Kevin.Pine berbalik dan tersenyum, “Hanya berpikir.”Kevin menghela napasnya, “Jangan terus menyalahkan dirimu, ini bukan salahmu,” dan Pine hanya menganggukkan kepalanya.Hap!Dua tangan kecil memeluk erat kaki Kevin dari belakang, “Ayah!”Kevin langsung menggendong anak ini, “Ada apa pangeran? Bukankah pangeran seharusnya bersama Julio?”Dan yang disebut namanya datang dengan tergesa-gesa, “Maafkan saya Yang Mulia, tapi pangeran berlari terlalu cepat!” ujar Julio.Pine mendekat dan menjentikkan jarinya pelan ke kening anak ini, “Regis...”Regis pun mengerutkan bibirnya, “Aku hanya bermain, Ibu. Tapi Julio sudah terlalu tua untuk mengejarku.”Julio memandang Regis dengan wajah tidak percaya, “Apa..
Dalam tidurnya, tangan dan kaki pria ini dirantai ke tempat tidur. Ia bagaikan seorang tawanan. Wajahnya terlihat pucat dan ia memiliki luka yang berada di sekujur tubuhnya.Walaupun begitu, sang kupu-kupu tetap mendekatinya, karena ia dapat mencium harum bunga Lily dari tubuhnya. Bau ini sangat kuat, membuat kupu-kupu mengira bahwa ia baru saja mendarat ke atas bunga.---“Kita harus menghentikan perjanjian ini, Christ. Kembalikan pria itu, aku tidak mau berhubungan dengan Harawaltz, apalagi dengan si pemimpin gila,” jelas Bianca.“Kau takut dengannya?”“Dengan Rai?”Christ menggeleng, “Dengan pria itu?”“Tidak.”“Lalu?”“Aku hanya tidak suka melihat pria itu ada di paviliun, apalagi Ben dan Dominic memperlakukannya bagaikan seorang tawanan.”Christ tersenyum, “Kau terlalu bermurah hati, Bianca. Mereka bisa saja men
Sebuah kastel megah yang berdiri di wilayah timur. Kastel yang terlihat sangat sepi dan hanya ada dijaga oleh beberapa vampir ini merupakan tempat tinggal bagi keluarga utama Klan Waltz serta para pengikutnya.Pada bagian belakang kastel terdapat sebuah paviliun sederhana, namun sangat tertutup. Bangunannya tampak masih kokoh, namun terlihat tidak terawat dengan tumbuhan yang menjalar di tembok, dedaunan di sekeliling bangunannya, dan tidak adanya penghuni kastel yang berkeliaran di sana.Klan Waltz sendiri terkenal sebagai klan yang kejam, memiliki persentase darah murni sebanyak sepuluh persen, dan juga mereka jarang berkomunikasi dengan vampir lainnya tanpa jalur formal dan tanpa adanya kepentingan.Christ Wilson de Waltz adalah nama vampir yang memimpin Klan Waltz. Tidak ada banyak informasi mengenai dirinya, ataupun bagaimana rupanya. Sama seperti klannya, Christ adalah vampir yang tertutup.Sama seperti pemimpinnya, mereka—par
Tiga bulan sudah berlalu. Saat ini, hujan turun dengan lebatnya. Petir menyambar hebat dan menghanguskan pohon mangga kesukaan Diana. Namun, di tengah derasnya hujan, semua orang masih berkumpul di ruang singgasana. Mereka berada di sana karena merasakan sesuatu akan terjadi, termasuk Allan dan Gail.“Kau ada di sini juga?” tanya Gail.“Kastel mendadak kosong, dan aku liat semuanya berkumpul di sini, jadi aku datang. Bagaimana denganmu?” jawab Allan.“Sama sepertimu.”Perlahan, dua vampir yang menempati tempat tidur yang ada di sana membuka matanya. Dengan manik mata yang berwarna merah darah, mereka melihat ke arah langit-langit, mencoba mengumpulkan kesadaran mereka."Pine!!!" seru Kevin langsung memeluk tubuhnya.Pine hanya terdiam, ia lalu terduduk, begitu pun dengan Rai. Mereka masih berusaha beradaptasi dengan hal yang terjadi. Sementara itu, Al berdiri di sebelah Rai dan melihatnya
Sebulan sudah berlalu sejak kejadian yang mengguncang Kastel Haltz terjadi. Rai dan Pine masih berada di tempat tidur yang ada di tengah-tengah ruang singgasana. Semua vampir baik Haltz dan Raltz berkumpul tanpa tahu harus melakukan apa.Walaupun Diana telah memberikan seluruh darahnya untuk mereka, mereka tidak langsung pulih. Butuh waktu untuk mengadaptasi semuanya, terlebih darah yang mereka terima adalah darah vampir yang memiliki kemurnian seratus persen.Tidak ada satu pun vampir yang pernah mengalami kejadian ini. Mereke menunggu tanpa batas waktu dan hanya bisa berharap keadaan bisa lebih baik.Sementara itu, Kevin dan Al setia berada di samping orang yang paling berharga untuk mereka. Kevin berdiri di sebelah tempat tidur Pine, dan Al berdiri di sebelah tempat tidur Rai.Sedangkan Julio berada tidak jauh di sana untuk melindungi tuannya. Allan dan Gail pun masih ada di kastel, meski mereka manusia, tidak ada satu pun vampir
Kevin dan Al langsung terdorong mundur karena atmosfer kuat tiba-tiba menerjang mereka. Sementara itu, para vampir di sana tidak dapat berbuat apapun. Mereka tertahan dan hanya bisa terdiam merunduk.Bersama dengan air mata yang terus mengalir, Diana melukai kedua telapak tangannya secara bergantian. Kemudian ia mengarahkan tetesan darah dari tangannya ke luka di dada Pine dan Rai yang baru saja ia buat.Diana terus saja mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Membuat darah miliknya dengan deras keluar dan jatuh ke luka tersebut. "Jika harus ada yang mati. Maka itu adalah aku," batin Diana berbicara.Vero melihatnya dengan cemas, "Dia akan mati! Yang Mulia akan mati jika terus mengeluarkan darahnya!!!" paniknya.Vero mencoba menghentikannya. Namun sia-sia karena kekuatan Diana tidak membiarkan siapa pun untuk mengganggunya. Diana terus mengepalkan tangannya, membuat setiap darah dalam tubuhnya keluar."Kau melakukann
Dengan rambut yang berantakan, wajah kusam, dan tanpa alas kaki. Diana berjalan mendekati Pine dan Rai berada. Ekspresinya terlihat kosong. Pikirannya terus memutar kejadian-kejadian yang ia lewati bersama mereka. Perlahan air mata membasahi pipinya. Semakin lama semakin deras."Namaku Diana Charlotte, sekarang namamu adalah Dion Charlotte."Kenangan ketika Pine memberikannya nama untuk pertama kali kembali terputar di pikiran Diana, membuatnya langsung jatuh ke lantai. Kenangan ketika Rai mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupnya juga terputar."Hiduplah sekarang dalam duniaku. Jadikan hidupmu menjadi bagian dari hidupku.”Diana sama sekali tidak bisa membendung tangisannya. Ia tertunduk dan menangis dalam diam. Kesedihannya sangat terasa, membuat semua orang yang ada di sana ikut merasakannya.Diana memegangi dadanya. Rasa sesak langsung menyerangnya. "Kenapa ini selalu terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi!" serunya d