"Ada apa dengan wajah ini? Guratan kemarahan itu… aku pernah melihatnya di suatu tempat. Tidak! Aku bukan pernah melihatnya. Aku selalu melihatnya! Wajah ini tidak asing, tapi siapa dia!?" batin Pine.
"Mata biru dan rambut merah ini... Dulu aku mengenal orang yang memiliki warna mata dan rambut sepertimu," Dominic memandang intens Diana. "Tapi sayang, dia sekarang sudah tidak ada di dunia ini lagi.”
“Kenapa setiap orang selalu mengomentari rambut dan mata ini? Aku benar-benar tidak mengerti dan tidak peduli!!” batin Diana.
Manusia ini kemudian memperat cekikannya pada leher Dominic, “Aku tidak peduli dengan apa yang kau ucapkan.”
"Nggg..." erang Pine ketika Dominic melakukan hal yang sama padanya.
"Kau yakin mau melakukan ini? Apa yang kau lakukan padaku akan berlaku sama dengan wanita ini,” Dominic menantang lalu tersenyum sinis.
Sementara itu, Diana tidak b
"Tunggu di sana!" seru Al dari sisi dalam jendela yang kacanya sudah hancur. Tapi yang Ika malah tidak berniat untuk patuh."Aku bilang tunggu! Kenapa kau menyebalkan sekali!" seru Al.Tap!Orang yang diberikan perintah melangkahkan kakinya, berniat mendekat. "Rika Harrison de Haltz!" pekik Al kesal, dan Ika pun langsung diam di posisinya seraya mengerucutkan mulutnya sebal. Ia hanya ingin membantu, namun Al terus saja bersikap protektif padanya, padahal Ika bukan vampir biasa."Aku tahu kau ingin membantu, tapi tunggu di bawah sana saja. Jika kau ikut membantu, semuanya akan berantakan," kata Al lalu menghilang dari pandangannya.Ika mendengus keras, "Apa aku tidak boleh membantu? Ahh...! Aku merasa sangat tidak berguna!”Ika lalu melihat ke hamparan vampir yang mengelilinginya, "Mereka hanya terbujur diam sejak tadi. Mereka tidak mati... aku bisa mendengar detak jantung yang saling menyahut."Kemudian
Rai mengangkat tubuh Iki yang terjatuh di lantai akibat terlepas dari cengkeraman prajurit yang baru saja ia bunuh tadi. Bagaikan sebuah barang, Rai kemudian memberikan Iki begitu saja ke Diana."Aku rasa urusan kita sudah selesai," tegas Rai. "Mereka milikku, jadi aku akan mengambilnya kembali. Dan manusia itu, aku tidak punya urusan dengannya.”Dominic hanya terdiam dengan wajah datar. Sedangkan Rena masih setia berdiri melindunginya. Prajurit yang lain pun tidak berkutik mengingat di hadapan mereka adalah pemimpin Klan Haltz, terlebih tidak ada satu pun perintah yang mengatakan untuk menyerangnya.Sedetik kemudian, senyum dengan makna tersembunyi terbentuk di wajah Dominic, tanpa membalas ataupun berbicara satu kata pun dia berbalik pergi dengan Pine yang masih ia cekik lehernya, membuat tubuhnya bergelayut ke sana kemari mengikuti langkahnya."Dia milik Haltz," ucap Diana yang tiba-tiba berada di hadapan Dominic, menghalangi jal
Keadaan semakin bertambah kacau. Suasana juga semakin bertambah berat dengan hadirnya aura-aura membunuh yang perlahan menekan atmosfer udara di sekitar. Bahkan bagi Iki yang merupakan anggota keluarga utama Klan Haltz, keadaan seperti ini tidak bisa dia atasi."Aku benar-benar tidak bisa bernapas..." batin Iki merasa kembali tercekik.Dilain pihak, Dominic terus mengabaikan keberadaan Kevin, dirinya lebih tertarik dengan surat yang tadi ditunjukkan Diana tepat di depan wajahnya. "Kau membuat manusia ini menjadi pengganti pemimpin Klan Haltz?""Tidak ada peraturan yang mengatakan aku tidak bisa melakukannya," jawab Rai dengan memfokuskan pandangannya ke Diana.Merasa benar-benar diabaikan, dan juga karena perbuatan Dominic yang berani menyakiti Pine, membuat Kevin tidak bisa lagi mengontrol emosinya. Dia akhirnya menyerang Dominic."Aku benar-benar membencimu!!" teriak Kevin yang maju menyerang.Namun langkahnya lan
Al keluar dari dalam kastel seraya menggendong tubuh Iki yang sudah sangat lemah. Al langsung menghampiri Ika yang berdiri cemas menunggu kedatangan siapa pun."Iki!" teriak Ika ketika melihat saudara kembarnya dengan keadaan yang seperti itu. "Kau baik-baik saja?" dan Iki menjawab dengan anggukan."Di mana Kak Diana, Al?" tanya Ika dengan muka cemas."Di dalam, bersama dengan Rai," jawab Al.***Kevin bergeming di tempatnya, dia sama sekali tidak mengerti hal yang diucapkan manusia yang sedang menghalanginya, atau lebih tepatnya Kevin tidak mau mengerti.Kevin tahu bahwa maksud wanita ini adalah membuat Pine menjadi utusan Haltz, namun ini berarti Diana mengorbankan dirinya sendiri. Inilah hal yang paling tidak mengerti oleh Kevin. Dia bahkan tidak mengenalnya, dan kini manusia ini malah berusaha menyelamatkan Pine."Apa yang kau ucapkan!?" tegas Rai marah.Diana melihat ke arah Rai
Shh!Diana sudah berpindah posisi di hadapan Kevin yang sejak tadi diam membisu. "Terima kasih sudah menyelamatkannya," ujarnya tulus. Kemudian Diana melangkahkan kakinya mendekati Dominic, dan berdiri di belakangnya.Diana menatap Rai yang kini terpisah oleh jarak, "Kami pernah membuat janji bersama, dan aku sudah menyelesaikan janji itu. Sampaikan padanya bahwa sekarang dia bisa memiliki kehidupan yang dia mau," dan Diana menutup perkataannya dengan sebuah senyuman."DIANA!" teriak Rai."Sekarang kita bisa pergi," ucapnya ke Dominic yang lalu memberikan perintah melalui lirikan matanya."Seperti katamu, kau hanya mengambil apa yang menjadi milikmu, dan kami mengambil apa yang menjadi milik kami," ucap Rena ke Rai.Rai mengatupkan mulutnya rapat-rapat, membuat giginya saling bergesek kencang, "Apa yang sebenarnya kau lakukan Diana!!? Kenapa kau berani mempermainkanku!!?”Rai berniat untuk meny
Ssrrkk... Ssrrkk... Ssrrkk...Terdengar suara langkah kaki Rai membelah tebalnya salju. Ekspresinya sungguh mengerikan dengan mata yang tajam memandang lurus ke depan, dan aura membunuh yang kuat memancar.Al yang melihatnya dari jauh hanya bisa bertanya-tanya apa yang telah terjadi, terlebih dia melihat tuannya menggendong seorang wanita dalam tangannya. Sementara itu, Ika dan Iki hanya melihat dengan rasa penasaran dan khawatir atas tidak adanya kehadiran Diana di sana."Bawa dia," ucap Rai menyerahkan Pine ke tangan Al yang menerimanya tanpa ada satu pertanyaan pun."Di mana Kak Diana?" tanya Ika memberanikan dirinya."Kita kembali sekarang," tambah Rai menulikan pendengarannya.Hap!Iki meraih baju Rai dengan sisa tenaganya, "Apa yang terjadi? Di mana Kak Diana? Kenapa dia tidak kembali bersamamu!?"Manik mata Rai sudah berubah merah, dia menatap dalam-dalam manik mata milik Iki, "Kita kem
Tok. Tok. Tok.Suara ketukan terdengar beberapa kali di daun pintu. Al mencoba memanggil yang ada di dalam, "Rai..." namun tidak ada sahutan.Tok. Tok. Tok."Mau sampai kapan kau mendekam di sana? Apa kau ini seorang tahanan? Keluarlah!" ucap Al kehilangan kesabarannya."Rai! Cepat keluar!!!"Hening...Rai sama sekali tidak merespons.DAK!Al yang sudah sangat kesal akhirnya menendang pintu ruangan dengan sangat kencang, “Sial! Apa lagi yang kau pikirkan, hah!?"Dari jauh Iki dan Ika hanya bisa terdiam melihat semuanya. Sejak kepulangan mereka tiga hari yang lalu dari Raltz, Rai sama sekali tidak pernah keluar dari ruangan singgasananya. Bahkan tidak ada suara apapun yang terdengar.Semua penghuni kastel Haltz pun tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Entah mati atau hidup, Rai tidak pernah merespons sama se
Tik. Tok. Tik. Tok.Waktu terus berjalan, tapi Diana masih saja duduk diam di sana. Bahkan ia tidak sekalipun melirik isi nampan yang ada di hadapannya ini. Pandangannya hanya tertuju pada langit biru yang ia lihat dari jendela yang sedikit buram karena tertutup debu. Entah apa yang dipikirkannya.Rena hanya melihat wanita ini dalam diam. Dia sendiri bertanya-tanya, mengapa Dominic mengambil wanita ini? Seharusnya dia mengambil Diana. Bukan malah bermain-main seorang manusia seperti ini."Waktu habis. Aku akan melakukannya sekarang," dan Rena mendekati Diana.Rena mulai melakukannya. Ini adalah pemaksaan, dan tentu saja yang terjadi kemudian adalah hal-hal yang mengandung unsur kekerasan. Dengan kasar, ia menarik rambut merah panjang milik Diana. Membuka mulutnya secara paksa dan menjejalinya dengan makanan.Diana hanya diam saja, tanpa mengerang kesakitan ataupun berusaha menelan makanan ini agar Rena segera berhenti. Tap
Halo semuanya! Saya Selist Emerald Valley, penulis dari novel Pure Blood. -Terima kasih untuk kalian para pembaca yang sudah mencintai dan membaca Pure Blood sampai akhir! Ini adalah akhir dari Pure Blood! Saya harap kalian menyukai Pure Blood dan para tokoh di dalamnya! - Tanpa adanya dukungan dari para sahabat dekat saya, tentu saja Pure Blood tidak akan pernah ada! Terima kasih untuk HAKUJI dan Affifah, kalian memang yang terbaik!!! -Senang rasanya mempublikasikan Pure Blood di Goodnovel, selain bisa menjangkau lebih banyak pembaca, Pure Blood juga bisa diakses dengan mudah, baik menggunakan aplikasi maupun website Goodnovel.-Pure Blood merupakan novel pertama saya, sekaligus debut karya pertama saya di dunia penulis dan novelis. Dari dulu hingga sekarang, Pure Blood selalu menjadi bagian utama dan penting dari kehidupan saya dan karir saya sebagai penulis dan juga novelis.-Rencananya, Pure Blood akan menjadi novel s
Lub. Dub. Lub. Dub. Lub. Dub.Suara detak jantung terdengar saling berirama. “Apa kamu mendengarnya?” dan sosok yang sedang ditanya ini menganggukkan kepalanya.Terlihat Diana yang masih berada di tempat tidur. Ia tidak bergerak dan juga tidak bernapas. Tubuhnya sedingin es, dan wajahnya sepucat salju.Ika menatap Iki, “Jadi, apa seorang vampir yang merupakan anggota keluarga utama dapat mendengarkan bunyi detak jantung seorang vampir?”“Aku rasa begitu, Ika,” jawab Iki menjawab pertanyaan kembarannya.“Apa sejak pertama, Kak Diana juga dapat mendengarnya?”“Shhh... Ika!” seru Iki.“Ada apa?” tanya Ika tidak mengerti.“Kita tidak bisa memanggilnya dengan Kak Diana. Itu sangat tidak sopan, Ika.”“Ah... ya... Aku lupa, maaf.”Ika lalu duduk di atas tempat tidur dan menyentuh tangan Diana, “
Kevin mencari keberadaan Pine dan menemukannya. “Pine, apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Kevin.Pine berbalik dan tersenyum, “Hanya berpikir.”Kevin menghela napasnya, “Jangan terus menyalahkan dirimu, ini bukan salahmu,” dan Pine hanya menganggukkan kepalanya.Hap!Dua tangan kecil memeluk erat kaki Kevin dari belakang, “Ayah!”Kevin langsung menggendong anak ini, “Ada apa pangeran? Bukankah pangeran seharusnya bersama Julio?”Dan yang disebut namanya datang dengan tergesa-gesa, “Maafkan saya Yang Mulia, tapi pangeran berlari terlalu cepat!” ujar Julio.Pine mendekat dan menjentikkan jarinya pelan ke kening anak ini, “Regis...”Regis pun mengerutkan bibirnya, “Aku hanya bermain, Ibu. Tapi Julio sudah terlalu tua untuk mengejarku.”Julio memandang Regis dengan wajah tidak percaya, “Apa..
Dalam tidurnya, tangan dan kaki pria ini dirantai ke tempat tidur. Ia bagaikan seorang tawanan. Wajahnya terlihat pucat dan ia memiliki luka yang berada di sekujur tubuhnya.Walaupun begitu, sang kupu-kupu tetap mendekatinya, karena ia dapat mencium harum bunga Lily dari tubuhnya. Bau ini sangat kuat, membuat kupu-kupu mengira bahwa ia baru saja mendarat ke atas bunga.---“Kita harus menghentikan perjanjian ini, Christ. Kembalikan pria itu, aku tidak mau berhubungan dengan Harawaltz, apalagi dengan si pemimpin gila,” jelas Bianca.“Kau takut dengannya?”“Dengan Rai?”Christ menggeleng, “Dengan pria itu?”“Tidak.”“Lalu?”“Aku hanya tidak suka melihat pria itu ada di paviliun, apalagi Ben dan Dominic memperlakukannya bagaikan seorang tawanan.”Christ tersenyum, “Kau terlalu bermurah hati, Bianca. Mereka bisa saja men
Sebuah kastel megah yang berdiri di wilayah timur. Kastel yang terlihat sangat sepi dan hanya ada dijaga oleh beberapa vampir ini merupakan tempat tinggal bagi keluarga utama Klan Waltz serta para pengikutnya.Pada bagian belakang kastel terdapat sebuah paviliun sederhana, namun sangat tertutup. Bangunannya tampak masih kokoh, namun terlihat tidak terawat dengan tumbuhan yang menjalar di tembok, dedaunan di sekeliling bangunannya, dan tidak adanya penghuni kastel yang berkeliaran di sana.Klan Waltz sendiri terkenal sebagai klan yang kejam, memiliki persentase darah murni sebanyak sepuluh persen, dan juga mereka jarang berkomunikasi dengan vampir lainnya tanpa jalur formal dan tanpa adanya kepentingan.Christ Wilson de Waltz adalah nama vampir yang memimpin Klan Waltz. Tidak ada banyak informasi mengenai dirinya, ataupun bagaimana rupanya. Sama seperti klannya, Christ adalah vampir yang tertutup.Sama seperti pemimpinnya, mereka—par
Tiga bulan sudah berlalu. Saat ini, hujan turun dengan lebatnya. Petir menyambar hebat dan menghanguskan pohon mangga kesukaan Diana. Namun, di tengah derasnya hujan, semua orang masih berkumpul di ruang singgasana. Mereka berada di sana karena merasakan sesuatu akan terjadi, termasuk Allan dan Gail.“Kau ada di sini juga?” tanya Gail.“Kastel mendadak kosong, dan aku liat semuanya berkumpul di sini, jadi aku datang. Bagaimana denganmu?” jawab Allan.“Sama sepertimu.”Perlahan, dua vampir yang menempati tempat tidur yang ada di sana membuka matanya. Dengan manik mata yang berwarna merah darah, mereka melihat ke arah langit-langit, mencoba mengumpulkan kesadaran mereka."Pine!!!" seru Kevin langsung memeluk tubuhnya.Pine hanya terdiam, ia lalu terduduk, begitu pun dengan Rai. Mereka masih berusaha beradaptasi dengan hal yang terjadi. Sementara itu, Al berdiri di sebelah Rai dan melihatnya
Sebulan sudah berlalu sejak kejadian yang mengguncang Kastel Haltz terjadi. Rai dan Pine masih berada di tempat tidur yang ada di tengah-tengah ruang singgasana. Semua vampir baik Haltz dan Raltz berkumpul tanpa tahu harus melakukan apa.Walaupun Diana telah memberikan seluruh darahnya untuk mereka, mereka tidak langsung pulih. Butuh waktu untuk mengadaptasi semuanya, terlebih darah yang mereka terima adalah darah vampir yang memiliki kemurnian seratus persen.Tidak ada satu pun vampir yang pernah mengalami kejadian ini. Mereke menunggu tanpa batas waktu dan hanya bisa berharap keadaan bisa lebih baik.Sementara itu, Kevin dan Al setia berada di samping orang yang paling berharga untuk mereka. Kevin berdiri di sebelah tempat tidur Pine, dan Al berdiri di sebelah tempat tidur Rai.Sedangkan Julio berada tidak jauh di sana untuk melindungi tuannya. Allan dan Gail pun masih ada di kastel, meski mereka manusia, tidak ada satu pun vampir
Kevin dan Al langsung terdorong mundur karena atmosfer kuat tiba-tiba menerjang mereka. Sementara itu, para vampir di sana tidak dapat berbuat apapun. Mereka tertahan dan hanya bisa terdiam merunduk.Bersama dengan air mata yang terus mengalir, Diana melukai kedua telapak tangannya secara bergantian. Kemudian ia mengarahkan tetesan darah dari tangannya ke luka di dada Pine dan Rai yang baru saja ia buat.Diana terus saja mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Membuat darah miliknya dengan deras keluar dan jatuh ke luka tersebut. "Jika harus ada yang mati. Maka itu adalah aku," batin Diana berbicara.Vero melihatnya dengan cemas, "Dia akan mati! Yang Mulia akan mati jika terus mengeluarkan darahnya!!!" paniknya.Vero mencoba menghentikannya. Namun sia-sia karena kekuatan Diana tidak membiarkan siapa pun untuk mengganggunya. Diana terus mengepalkan tangannya, membuat setiap darah dalam tubuhnya keluar."Kau melakukann
Dengan rambut yang berantakan, wajah kusam, dan tanpa alas kaki. Diana berjalan mendekati Pine dan Rai berada. Ekspresinya terlihat kosong. Pikirannya terus memutar kejadian-kejadian yang ia lewati bersama mereka. Perlahan air mata membasahi pipinya. Semakin lama semakin deras."Namaku Diana Charlotte, sekarang namamu adalah Dion Charlotte."Kenangan ketika Pine memberikannya nama untuk pertama kali kembali terputar di pikiran Diana, membuatnya langsung jatuh ke lantai. Kenangan ketika Rai mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupnya juga terputar."Hiduplah sekarang dalam duniaku. Jadikan hidupmu menjadi bagian dari hidupku.”Diana sama sekali tidak bisa membendung tangisannya. Ia tertunduk dan menangis dalam diam. Kesedihannya sangat terasa, membuat semua orang yang ada di sana ikut merasakannya.Diana memegangi dadanya. Rasa sesak langsung menyerangnya. "Kenapa ini selalu terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi!" serunya d