“Mari kita bernegosiasi.”“Hah? Negosiasi? Persetan dengan itu!”“Tuanku.”“Euk …?!”“Ini memang pernikahan politik. Dan di dalam politik itu terkadang ada kesepakatan akhir bersama, supaya kita dapat menjalankan visi dan tujuan secara adil juga merata, bukan?”Seperti langsung tercekat dengan aura misterius yang terasa dari senyuman Purbamanik yang menekan, Arcadika tak mampu untuk bersilat lidah dalam mengucapkan segala pernyataan menyangkal lagi. “Saya percaya Anda tidak akan menekan hak kebebasan Saya sampai sebegitunya. Makanya, mari mulai dari langkah awal untuk menyetujuinya. Maukah Anda mendengarkan semuanya terlebih dahulu?” Arcadika yang awalnya menampakkan raut muka keberatan itu, terdiam sejenak untuk menimang-nimang penawaran.“Jika Anda tidak mau menyetujuinya maka tidak ada pilihan lain. Saya tidak akan pernah mau melahirkan penerus keluarga Anda.”Terlebih lagi, ….“Saya tidak menginginkan seorang suami yang akan berlaku kurang ajar sampai bisa mempermalukan istrinya.
“Ah~ akhirnya, kita pulang juga.”Membaringkan diri berpenampilan kumal di dinginnya lantai kayu asrama untuk para ksatria, ketuanya peleton kecil ksatria tersebut, Sir Satria, yang baru pulang dari pembasmian iblis di daerah perbatasan dekat desa yang memakan waktu selama seminggu lebih itu, … mendadak harus dikejutkan dengan sesuatu.Dia yang tak sengaja menangkap siluet orang besar yang tengah mencoba bersembunyi di bawah kolong meja tempat menyimpan makanan itu pun, sontak mengejutkan rekan-rekannya yang lain untuk kemudian terkejut bersama.“Milord! Apa yang Anda lakukan di sana?!” tanyanya dengan kaget sekaligus heran, seraya menarik orang yang ternyata adalah majikannya untuk keluar dari tempat sempit itu dibantu dengan ksatria lain.“Ya ampun, Anda kenapa?! Apa Anda sudah lama terjebak di sini? Tugas yang dijalankan oleh kami kan lumayan lama, jadi tidak akan pulang kemari sesering mungkin. Bagaimana jika Anda terjebak di sini selamanya dan baru diketahui saat Anda sudah menja
“Selamat atas pernikahan kalian~!”Menyambut dengan antusias pasangan suami-istri baru berganti pakaian setelah memutuskan untuk langsung pulang ke kediaman yang terasa lebih bersih juga rapi, patut untuk ditinggali oleh orang, … baik itu Juan dan istrinya, dengan bangga mempersiapkan perjamuan makan.“Kalian berdua sudah pasti sangat lapar kan? Dengan begitu, ayo cepatlah duduk.”Mempersilahkan Arcamanik untuk duduk dengan Arcadika, Ibu Koki menampilkan gurat senyum penuh arti.“Nah~ karena Head Butler dan Vivi ada tugas untuk membantu Saya di dapur, kami bertiga akan pamit terlebih dahulu ya~!”Seolah-olah sudah menanti hari menggebu-gebu ini, wanita yang sudah berpengalaman dalam menjalani kehidupan cinta ikatan pernikahan, menghilangkan jejak secepat kilat dari hadapan sang tuan dan nyonya rumah sembari menyeret serta sang anak dan sang suami.“….”Pada akhirnya, rasa canggung, menghinggapi keduanya.“….”Beraktivitas dalam diam berupa melilitkan serbet di leher sama seperti apa y
“Pesta berburu?”“Ya. Ini pesta berburu tahunan yang akan selalu diselenggarakan di pertengahan akhir musim gugur.”Beberapa minggu telah berlalu lagi.Arcamanik yang menjalani hari dengan tenang dalam membantu Arcadika mengelola kepemimpinannya secara sukarela setelah tidak jadinya proses malam pertama di waktu itu, … menelengkan kepalanya dengan wajah penasaran. “Mungkin kamu pasti merasa sumpek untuk terus-menerus berlalu lalang di mansion yang membosankan ini. Jadi, jika kamu mau … ayo menyegarkan mata dengan pergi ke Dukedom.”Arcadika yang sudah berangsur-angsur berubah rajin, mengurangi berbicara kasar atau kotor, juga lebih kurusan daripada sebelumnya lagi ini, … menjalankan petuah dari ksatria pemberi sarannya untuk memepet hati sang istri yang sudah mulai terbuka perasaannya, … sambil menampilkan senyum yang lembut.Walau setelah hari penyatuan tempat tidur berdua gagal dilaksanakan sekali pun, tetap saja, … sampai saat ini pula mereka betul-betul tidur sekamar berdua.Mesk
“Manik.”“…?”Sungguh.Semuanya seketika menjadi berbeda begitu Arcamanik dikunjungi oleh ibu mertua yang menyuruh istrinya ini untuk pulang ke istana tempat kelahiran, demi merebut takhta dari orang berstatus saingan yang hampir sepenuhnya dilupakan.“Apa makanannya tidak enak?”Segalanya tak serupa lagi. Yah.“Atau kamu sedang tidak enak badan?”Arcadika yang sudah merindukan sosok Arcamanik yang malu-malu menyanggah perasaannya itu, tidak merasa nyaman jika terus mendapati istrinya jadi pendiam begini.Padahal ini sudah sembilan belas hari berlalu semenjak ibunya datang kemari. Akan tetapi, obrolannya di waktu itu yang mengakibatkan Arcadika melihat sisi Arcamanik yang menangis dengan rapuh, … sepertinya masih terngiang-ngiang secara jelas di dalam kepala.“Anu, itu … apa caraku memegang sendok ini benar?”Bahkan, meski Arcadika kali ini sengaja menyalahi peraturan tata krama di meja makan yang biasanya akan membuat istrinya mengomel panjang lebar hanya untuk mengembalikan suasana
Kalau saja Arcamanik pikir-pikirkan lebih dalam lagi, benarkah ia itu sangat-sangat membenci sang saingan,… si saudari tiri yang lebih tua darinya selama beberapa bulan saja?-“Ayo kita pergi bersama-sama!”-Padahal ibunya sudah sering kali memperingatkannya untuk tidak berdekatan dengan putri tertua ayahnya itu, akan tetapi, … tawarannya yang manis untuk Arcamanik kecil dulu, tak bisa untuk ditolak segera.-“Um!”-Sejujurnya, pada awalnya dia tidak sebenci ini.-“Tidur cukup dua jam saja. Kau harus menggunakan banyak sisa waktu di hari-harimu untuk mengisi otak kopongmu itu dengan banyaknya pelajaran.”-Sebetulnya, dia pula tidak menginginkan tuk mulai menorehkan banyak bibit kebencian yang ditaburkan oleh ibunya begitu. -“Dasar anak bodoh. Bisa-bisanya kau kalah saing dengan j*lang kecil itu?!”-Akan tetapi, karena tekanan yang ibunya berikan kepadanya yang selalu saja diteriakkan keras-keras sembari menampar, menoyor, atau pula mencengkeram kerah pakaiannya demi menghukumnya supay
“Baik anak-anak, biar Ibu perkenalkan.”“….”Terpaku menatap anak perempuan yang berdiri di depan kelas juga di samping ibu guru sebagai murid baru, seorang anak laki-laki berambut coklat lempung pucat dan mata coklat agak kemerahan, … melebarkan matanya terpesona.“Nama teman baru kalian ini adalah Rarasati. Dia dan keluarganya baru saja pindah tempat tinggal untuk menetap di kota kita.”“Halo.”Tentang bagaimana mungkin pipi miliknya ini bisa memerah seketika tatkala mendengarkan suara dari murid baru tersebut yang berpenampilan seperti boneka, dengan rambut hitam dan mata hitam kelamnya berpadu bersama raut muka yang cenderung kurang berekspresi dengan baik, … anak laki-laki itu tidak tahu dengan pasti.Yang jelas.“Salam kenal.”Murid laki-laki yang baru menginjak kelas 4 sekolah dasar itu sepertinya mulai mengerti apa itu pubertas yang kerap kali muncul pembahasannya di pelajaran buku IPA.“Panggil aku Raras.”°°°“Psst! Dengar tidak? Ayahnya Raras katanya sedang gencar-gencar me
“Woah~ irinya.”Berbinar-binar melihat hasil dari tes yang diberlakukan di dalam les yang baru dijalani oleh teman masa kecilnya ini jauh lebih baik dari dirinya, Rarasati menunjukkan raut muka kagum.“Padahal, yang sudah biasanya ahli di bidang ini itu yang punya nilai tinggi. Tetapi untuk kamu yang berbeda jurusan saja kenapa bisa sebaik itu?”“Ngehehe.”Tertawa dengan polos seolah-olah dia itu adalah makhluk yang tak berdosa, … Mahendra merasa bangga akan pencapaiannya yang dapat mengalahkan nilai bagus milik ketua OSIS perasa tidak puas dengan nilai 96.“Itu hanya kebetulan,” sanggahnya merendah. “Kamu tetap yang terbaik loh, Raras.”Apakah ini adalah penghinaan terang-terangan? Pikir ketua OSIS.Melihat seperti apa tersipu malunya Rarasati terhadap godaan Mahendra yang remeh itu, … sepertinya ucapan laki-laki menyebalkan di depannya tadi bukanlah sekadar gertakan.Dengan begini …!“Ini sudah sore.”Melemparkan upaya untuk mengambil kesempatan lain mendekati Rarasati, menawarkan m
Halo, ini dengan Aerina No 7! Terima kasih banyak telah mengikuti cerita ini sampai akhir. Wah, sulit dipercaya tapi kisah mereka hanya berakhir di sini, hehe. Saya tidak tahu harus mengatakan apa lagi, yang jelas, Saya sangat-sangat berterima kasih ^^ Ah, ngomong-ngomong, jika berkenan kalian bisa mengunjungi cerita karya Author yang temanya memang tidak jauh-jauh seputar dunia novel, romansa fantasi, dan ada unsur historikal fiksi. Akan tetapi, karena tidak sesuai dengan kriteria di sini, Author mempublikasikannya di tempat lain. Oh, dan …! Nama novelnya itu "Fall For Villains". Untuk lebih jelasnya lagi kalian bisa mengetahuinya di karya*arsa punya Author, dengan nama pena aerinano7. Sekali lagi, terima kasih atas perhatiannya ya! Author sayang kalian banyak-banyak 😘
“Lihatlah, Mama.”Memandang dengan haru sepasang bayi kembar laki-laki dan perempuan yang dibaringkan di samping Rarasati, Mahendra yang di beberapa masa lalu terus mengucapkan terima kasih selama berkali-kali, … tak bisa untuk berhenti menggoda istrinya ini.“Pangeran dan Tuan Putri kita benar-benar sekuat dan setangguh dirimu.”Rasa cemas berlebihan terkait dirinya, seorang Mahendra yang mengkhawatirkan keselamatan Rarasati dalam proses melahirkan tadi, … kini telah tergantikan oleh rasa lega dikala kembali mendapati senyuman yang senantiasa memperindah wajah lelah istrinya sebelum-sebelum itu, sama seperti yang dilakukan sekarang. “Mereka sangat aktif sekali dalam perutmu dulu. Akan tetapi, sekarang, mereka berdua justru jauh lebih kalem dari pada yang kukira ya?"Mungkin, karena merasa nyaman dengan dekapan hawa hangat dari sosok ibu, atau juga karena kelelahan sehabis menangis dengan kencang segera setelah terlahir ke dunia, … anak kembarnya Rarasati dan Mahendra malah asyik ter
Cemas. Khawatir. Gelisah.Semuanya bercampur aduk di dalam hati Mahendra Jaya selayaknya badai tornado, di tengah-tengah penantiannya menunggu masa istrinya, Rarasati Jaya, … melahirkan.Ini sudah sore, akan tetapi tanda-tanda dari berakhirnya kontraksi yang terjadi sedari pagi tadi masih belum menunjukkan hilal.Tungkai kaki yang tak bisa berhenti bergerak di tempat. Tangan berkeringatnya yang tak bisa lepas mengepal. Serta wajah seriusnya yang tak bisa sedikitnya dibawa bertenang, … segera dihempaskan semua tuk lepas secara paksa, begitu melihat kedua orang tua serta mertuanya datang memenuhi panggilan darurat yang ia buat tadi.“Bagaimana keadaan Raras?”Yah, itu benar.Bahkan untuk orang tersibuk di negara, Ayahnya Rarasati yang masih menjabat sebagai presiden negara mereka saja … sampai rela mengedepankan situasi putrinya ini dibandingkan dengan urusan lain.Well, paling tidak, Mahendra yang tahu bahwa meskipun Rarasati malu-malu mengakuinya, … lama-kelamaan, istrinya tersebut m
Gelisah, membolak-balikkan posisi tidur menyampingnya ini dari sisi satu ke sisi lain, calon ibu muda, istri dari seorang Mahendra Jaya, yakni Rarasati, … membuat tidur lelap suaminya yang kelelahan itu menjadi terkacaukan akibat terusik.“Urngh, … ada apa … cintaku?”Meski nyawanya terlihat belum sepenuhnya terkumpul, kendati demikian, … memaksakan tubuh lesunya itu untuk segera duduk dengan baik di samping sang istri yang masih tetap menunjukkan gelagat orang gelisah, … Mahendra menarik selimut untuk ia tarik menutupi tubuh Rarasati.“Apa kamu sakit?”Bukan hanya kali ini saja Rarasati bersikap seperti ini.Juga bukan sebab mengandung pulalah dia bertingkah laku semacam itu.Habisnya, dari sejak masih gadis pun, suasana hati milik wanitanya Mahendra Jaya ini gampang sekali berubah-ubah secara tidak karuan.“Kamu betulan sakit? Mana yang sakit? Biar kuperiksa.”Sekali lagi memutar arah tidurannya supaya kali ini dirinya dapat dengan jelas menghadapi duduknya Mahendra, memusatkan mata
“Jadi, jelaskan pada Bapak, Pepita.”Mempersembahkan senyuman yang paling-paling menawan di antara biasanya, wakil kepala sekolah yang duduk di balik meja berpapan nama Mahendra Jaya itu, berhasil membuat anggota OSIS yang hanya beranggotakan inti berupa satu ketua, satu sekretaris, serta satu bendahara sekaligus seksi keamanan, … menjadi merinding mendadak.“Kenapa anak Pak Jang, sekretarisnya 'Ayah Mertua' dari Bapak ini mendadak ingin menjadi anggota OSIS gara-gara kamu?”“Apa?”Bertanya balik sembari melihat murid yang di waktu jam istirahat pertama tadi ia tolong dari para tukang rundung itu, yang saat ini dengan malu-malu bersembunyi di balik bahu wakil kepala sekolah sambil mengintipnya sedikit-sedikit menembus lensa kacamata, … Pepita menautkan alisnya penasaran.“Anak itu …?” lanjutnya dengan nada heran, merasa tidak habis pikir dengan apa yang terjadi. “Dia yang anak sekretaris Presiden ingin menjadi anggota OSIS gara-gara aku? Kenapa? Bagaimana bisa?”Tidak bisa berhenti m
“Pepita Jaya.”Menyahuti panggilan bernada suara lembut lagi menenangkan seolah-olah badai amukan tidak akan pernah menerjang muka cerah berseri-seri milik wakil kepala sekolah, Pepita menengadahkan wajahnya secara percaya diri.“Mendekatlah, Bapak ingin membisikkan sesuatu.”Ahh~!Apakah kakaknya ini sedang benar-benar dalam mode seorang guru di sekolahan sekarang?“Ada apa, Pa—uakhh?!”Awal mula menyangka bahwa kakak laki-lakinya itu akan merasa bangga terhadapnya dan berakhir menghadiahkan tepukan pelan di pucuk kepala, … ujung-ujungnya, Pepita malah menjerit kaget dengan serangan tiba-tiba dari cuping telinga target dari jeweran.“Haha~ anak nakal ini. Kamu salah makan apa sih pas sarapan tadi? Kamu mau jadi wakil kepala OSIS? Murid yang sudah seharusnya menjadi teladan yang baik bagi murid-murid lain? Kamu? Yang suka berantem, merokok, bolos, bajunya berantakan, ngomong kasar, dan malas belajar itu?”Berbicara secara panjang lebar begitu tanpa sekali-kali pun menghapus senyuman p
“Arghh! Sialan!”Menendang batu kerikil di tanah dengan kesal akibat dirinya diadukan oleh Ketua OSIS SMA elite tempatnya bersekolah, sampai dimarahi oleh kakak laki-lakinya yang berprofesi sebagai wakil kepala sekolah, anak gadis bernama Pepita Jaya, … kedapatan mengamuk tidak karuan.“Dia benar-benar …!”Selain dari gara-gara dilaporkan dan menerima sangsi langsung yang kakaknya jatuhkan untuknya supaya dihukum membersihkan rumput bergoyang di halaman belakang gudang penyimpanan alat-alat olahraga, juga disuruh untuk berpakaian dengan benar, … hukuman tambahan yang ditimpakan kepadanya adalah berupa rokok kesayangan harus disita.“… Aku membencinya! Sangat membencinya dari sejak Kakak memberikan beasiswa untuknya!”Pertama kali Pepita melihat sang ketua OSIS, pengadunya, pemuda bernama Lukman yang berasal dari lingkungan kumuh semacam panti asuhan itu, adalah saat kakaknya dan kakak iparnya yang masih berstatus calon, … bersama-sama anak menyebalkan tersebut berkunjung ke rumah tempa
“Hufft!”Menarik nafas panjang-panjang akibat merasa tegang pada hari ini, hari di mana seluruh pekerja atau pula para pelajar diliburkan aktivitasnya agar mereka dapat menyaksikan baik secara langsung maupun lewat televisi, berita terkait detik-detik upacara pernikahannya dengan Mahendra yang melamarnya di 27 hari yang lalu, … Rarasati meneguk ludahnya gugup.“Eyy, jangan khawatir. Hari ini dan seterusnya, kamu itu adalah Tuan Putri paling cantik sedunia! Apalagi untuk Mahendra!”“Benar. Tegakkan wajahmu dengan tegas dan percaya dirilah. Aku tahu kamu orang yang seperti itu, Rarasati.”Melirik kedua sahabatnya yang tengah menemaninya lengkap dalam balutan dandanan dua orang pagar ayu, Indah dan Monika, yang menghiburnya dengan tulus begitu, … Rarasati tersenyum simpul.“Baiklah.”Seperti apa yang dikatakan oleh teman-temannya, Rarasati yang melihat bayangannya sendiri ini merasa kalau dirinya memang lebih cantik dari hari-hari biasa.Apakah mungkin ini semua disebabkan karena berdand
Kenapa ya … hubungan ini terasa hampa?“Sini, aku pakaikan helmnya.”Seraya mata memandang laki-laki berstatus tunangan untuk dua setengah tahun ke belakang di hadapannya dengan ceria melakukan hal-hal remeh jika itu menyangkut dirinya, Rarasati membatin sendiri.“Awas, hati-hati naiknya.”Padahal, dengar-dengar dari orang-orang yang berkencan dan berpacaran dengan pasangannya itu … katanya sudah sering kali melakukan hubungan intim, apalagi ciuman panas yang sudah pasti tidak akan bisa dihitung lagi.“Pastikan rokmu tidak turun dan menggapai rantai motornya ya~ itu bahaya.”Akan tetapi, kenapa hubungannya dengan Mahendra yang sudah bisa dikatakan terjamin dengan ikatan cincin pertunangan ini, bahkan sudah satu atap dalam rumah yang dihadiahkan oleh kakaknya atas pertunangan ini, … tidak pernah melakukan hal aneh-aneh selain dari pegangan tangan, kecupan dahi dan pucuk kepala, atau cipika-cipiki saja?“Kita berangkat~!”Apa Mahendra tidak tertarik dengannya?“Ehh?! Seriusan itu!?”“Ka