“Namanya adalah Tumang.”
Semenjak Purbararang menceritakan pengalamannya bahwa ia telah kedapatan ditodong pisau oleh seorang pelayan kepada Indra Jaya, hari ini, demi mengawasi keamanan untuk tunangannya yang tersayang, … si putra Duke itu memilihkan ksatria muda yang sangat ia percaya talentanya, … karena dia adalah pengawalnya sendiri yang kerap kali menjadi lawan pelatihan semua aktivitas seni bela diri.Menenteng pedang dan menempatkannya untuk menjadi tongkat tumpuan tumpukkan tangan, Indra Jaya yang dengan setianya memerhatikan hal detail kecil terkait gerak-gerik Purbararang dalam mengabaikan ksatria bersangkutan yang menekuk satu lutut bersama wajah menunduk di samping meja tempat minum teh, … tersenyum dengan lepas.“Mulai hari ini, … dia akan menjadi pengawalmu, Rarang.”Lama mendiamkan seorang laki-laki muda yang kelihatannya memiliki usia yang hampir sebaya dengan tunangannya, pada akhirnya … Purbararang tetap menggulirkan netranya ke orang yang memiliki nama “Tumang”.Mata gelapnya yang menyipit dan menajam, menelisik setiap senti penampilan ksatria itu.Tampaknya, dia memiliki setengah rambut bagian bawah berwarna hitam dan setengahnya lagi yang bagian kuncup sampai depan poni berwarna coklat karamel.Ditambah lagi, dia juga mempunyai bola mata berwarna coklat tua yang dalam.Mengerutkan kening dan lekas melemparkan pandangan yang heran kepada Indra Jaya, Purbararang pun bertanya.“Apa dia dapat dipercaya?” ragunya, yang malah mendapatkan sebuah tawa kecil sebagai awal jawaban.“Tentu saja,” sahut Indra Jaya tak lama kemudian. “Aku akan memberikan sesuatu kepada Rarang, dengan kualitasnya yang betul-betul … sangat-sangat baik, dari yang terbaik.”Mengasongkan pedang bersarung lempengan perak berukir bintang di setiap permukaan, menandakan bahwa pedang itu memiliki simbol kepemilikan dari kediaman Jaya, … Indra Jaya berceloteh dengan nada yang ceria.“Ini. Ambil dan lantiklah dia menjadi orangmu.”Mengikuti saran dari tunangannya dengan mengulaskan senyuman tipis di wajah, Purbararang beranjak dari kursi dan langsung mencabut pedang dari sarung yang Indra Jaya pegangkan, … untuk seterusnya mengarahkan pedang itu ke samping wajah dan ke atas pundak sebelah kanannya Tumang.“Bersumpah setialah kepadaku, Purbararang. Dalam melayani, melindungi, juga melakukan segala hal terkait kebutuhanku yang harus kau jalankan dengan segenap hatimu sampai ke titik di mana kau merelakan nyawa juga harta bendamu, … untuk melaksanakan segala tugas.”Mengangkat wajahnya sampai seperempat dari mukanya supaya dapat bertatapan langsung dengan Purbararang tuk memperlihatkan keseriusan dari wajahnya, Tumang berikrar.“Saya bersumpah, akan tetap berlaku setia terhadap Anda dalam waktu yang tak terhitung jumlahnya, sampai sepanjang masa, … Master.”Tidak menyebut Purbararang dengan panggilan yang ditujukan untuk memanggil seorang putri, Tumang berinisiatif untuk memanggil tuan barunya ini dengan sebutan, “Master”.“Anda adalah majikan Saya, dan Saya adalah bawahan Anda. Baik itu saat ini maupun pada hari-hari ke depannya, Saya akan senantiasa berada di pihak Anda.”Dia menyebut “Master” kepada majikan muda yang di hari-hari ke depannya nanti, akan membuatnya mendapatkan sebuah gelar populer yang terkenal sebagai ….Menerima pedang yang digunakan sebagai alat saksi pelantikan dengan mata yang menyorot dalam terhadap Purbararang, Tumang lekas merundukkan badannya secara patuh. “Master.”… “Anjing Ratu”.~•••~SPLASH~!Hari sudah silih berganti ke setahun yang baru lagi.Purbararang yang merasa bahwa semakin hari semakin banyak pelayan yang dirasa ingin membuatnya kesal, kini melihat seseorang pelayan yang baru saja menabraknya sewaktu berdiri santai menikmati asrinya taman di waktu pagi, … sampai membuat gaunnya sebagian dibasahi oleh tumpahan panas cairan teh.Jelas-jelas, jalan yang ada di sekelilingnya masihlah luas untuk dilewati.Seseorang yang memiliki otak waras pun sudah pasti akan melihatnya dengan begitu jelas walau dari jarak lumayan jauh dalam jangkauan sekali pun, … bahwa ia saat ini tengah diam tak melakukan apa-apa dengan posisi tubuh yang tengah berdiri!Mungkin, karena tadinya Tumang pikir maid itu akan datang untuk menghampiri juga mengasongkan teh di dalam nampan kepada masternya, Purbararang, … jadi, ksatria itu tak dapat mencegah kejadian mengesalkan ini akibat dari mengendurkan kewaspadaan.“Katakan.”Mengeluarkan suara orang yang merasa geram seraya memandangi pelayan yang saat ini bertekuk lutut di hadapannya tuk memohon ampun, … Purbararang melontarkan beberapa patah pertanyaan.“Apa kesalahanmu?”Mendengar suara yang berat lagi penuh penekanan, jelas membuat si pelayan yang terjerembap ke dalam lubang ketakutan, semakin merendahkan tubuhnya dalam meminta maaf sedalam-dalamnya sekaligus mengatakan kesalahan apa yang telah ia perbuat dengan tubuh yang bergetar juga menggigil secara hebat.“S-saya telah mengotori g-gaun Anda, … Nyai Putri.”“Apa kau tahu, butuh waktu berapa lama untukku menggantikan baju yang basah lagi bernoda jelas ini?”“S-sa-saya dengar, … Anda rata-rata menghabiskan waktu selama tiga jam lebih untuk merias diri dan mengenakan set lengkap gaun y-yang roknya akan tampak besar bervolume, juga terlihat mengembang.”“Lantas kenapa?”Mengangkat satu tangan ke arah Tumang, Purbararang memandang rendah si pelayan.Hal ini telah sukses menjadikan si pelayan merinding luar biasa!“Kenapa kau tidak belajar dari kesalahan-kesalahan yang rekanmu telah perbuat di hari-hari kemarin? Dan meminimalisir kejadian serupa akan diperbuat olehmu?”Sudah paham dengan apa yang masternya maksud dengan uluran tangan seperti ini, Tumang menundukkan kepalanya patuh dan lekas memberi alat penyerang lain yang sering ia bawa-bawa baru-baru sekarang selain dari pedang.Dia mengasingkan sebuah alat pecut, yang sering juga disebut sebagai cambuk.“Atau kau ingin aku hukum terlebih dulu, baru akan sadar kalau kau tidak seharusnya melakukan kesalahan itu, hah?!”“T-tidak. Ampun … a-ampuni saya Nyai Putri.”Rahangnya langsung mengeras begitu kata-kata yang sama itu kembali terdengar ditelinganya seperti sebuah pengulangan walau masih terus ada saja yang mengucapkannya tanpa niatan untuk berhenti tuk introspeksi, … Purbararang mengayunkan tangan, mulai memecut punggung bergetarnya si pelayan yang tampak menyedihkan.Makin hari makin liar akan menjatuhkan hukuman terhadap pelayannya yang rata-rata mulai pada membuatnya tidak senang, … sebuah gosip lemah yang berdampak besar terhadap citra Purbararang di ranah istana kerajaan, kini malah menjadi membuatnya semakin memburuk.Dari mulut ke mulut, para pelayan menggunjingkannya sebagai seorang putri yang begitu kejam.Bahkan, gunjingan yang pedas ini pula sudah sampai ke masing-masing telinga para putri, para selir, sang ratu, … juga rajanya sendiri.Ini sebuah keminusan yang begitu fatal!Dikarenakan, akibat yang diterima oleh Purbararang atas tidak bertanggungjawabnya kabar rendahan dari gosip yang murahan itu, pandangan ratu juga raja terhadapnya … mulai berubah.Kecewa dengan putri sulung mereka yang terasa telah mulai berubah, … kedua pemimpin kerajaan Pasir Batang ini memutuskan untuk berbalik.Mereka menolehkan kepala dan menghadapkan badan dalam membelakangi Purbararang, untuk kemudian menatap secara lurus terhadap seorang putri lain yang ada di hadapan.Mata mereka betul-betul terfokus hanya untuk melihat putri yang berlaku sehangat sinar mentari, calon pemimpin yang sekiranya akan sangat bagus dalam memimpin kerajaan di masa depan.Putri itu adalah, … Putri Purbasari.“Hei, apa kau mendengarnya?”“Mendengar apa?”“Pelayan baru yang baru bekerja di sini selama satu minggu! Dia sudah keluar dan berhenti bekerja setelah mendapatkan hukuman dari Nyai Putri Purbararang!”“Ohh, be-benarkah? Memangnya apa kesalahannya?”“Aku dengar langsung darinya, dia tak melakukan kesalahan apa pun tapi tetap dihukum dengan tidak adil begitu saja!”“Sungguh?! Jika betul begitu, itu keterlaluan sekali!”“Ehhh?! Benarkah? Itu sulit dipercaya!”“Gasp!”Sekitar tiga pelayan yang baru saja asyik menggunjing, mendadak langsung tersentak begitu tahu-tahu sudah menyadari ada salah satu putri yang mereka layani, Purbasari, … tengah berdiri dengan raut muka yang syok, setelah memikirkan lamat-lamat terkait informasi apa yang tak sengaja ia dengar barusan.“Teteh Rarang-ku tidak mungkin seperti itu!”Ciut dan langsung bertekuk lutut di hadapan putri muda berusia 11 tahunan itu, ketiga pelayan yang takut akan memiliki nasib yang serupa dengan apa yang telah mereka omongkan, … leka
STRAKK!Anak panah menancap.Melesak dari busur milik Putri Purbararang, dan meluncur secara cepat dalam mengenai papan target panahan dengan tepat.“Luar biasa.”Seseorang memuji.Tak berapa lama, ia pun menggerakkan jari jemari yang bertaut dengan busur panahan pula, untuk ikut menyusul pencapaian serupa dalam mengenai target secara tepat jua, … seolah-olah tak ingin kalah dari menyaingi Purbararang.Dia adalah si putri tertua kedua Kerajaan Pasir Batang, Purbamanik.“Untuk seorang putri yang sudah terkenal ke mana-mana akan citranya yang bikin geleng-geleng kepala.”STRAKK!Sekali lagi, papan target panahan ditembak.Memberikan hasil dari lontaran anak panah milik Purbamanik yang mengenai titik tengah target, menancap selepas membelah anak panah milik Purbararang terlebih dahulu.“Apa kau tidak pernah bosan?”Membalikkan ucapan bernada sinis itu dengan pertanyaan, Purbararang yang juga sama keras kepalanya tidak ingin mengalah atau bahkan dikalahkan oleh saudara tirinya ini, … kemb
Merebut dan menjadikan mahkota kandidat ratu apanya?Melihat saingannya, Purbararang, yang dengan anggunnya menundukkan kepala di hadapan Paduka Raja juga Paduka Ratu untuk menerima pemberkatan, dan dimahkotai di hadapan seluruh tamu-tamu kalangan bangsawan kehormatan, … Purbamanik menggemeretukkan giginya dengan kesal dari balik rentangan kipas.Mata bermanik kuning kejinggaan itu tampak serius dalam mengilatkan pancaran kemarahan.Terutama, setelah ia kedapatan berkontak mata dengan bongkahan manik berwarna serupa milik ibunya sendiri, … Purbamanik semakin merutuk di dalam hati.“Diberkatilah, Putri Mahkota, Nyai Putri Purbararang.”Begitu sang raja mengucapkan kata-kata harapan itu, secara refleks, orang-orang banyak yang menjadi saksi atas pengangkatan Purbararang menjadi Putri Mahkota tepat di hari ulang tahunnya yang ke-18 ini, … ikut mengucapkan kata-kata yang serupa pula.Apalagi untuk si putra Duke Jaya, Indra, … yang mengujarkan ucapan doa sekaligus harapan itu dengan sangat
BLARRR!Petir menyambar, dan hujan bercucuran dengan deras di hari yang mendung. Seolah-olah, mereka semua … ikut merasakan kesedihan yang begitu mendalam, terkait melepas kepergiannya sang rembulan kerajaan dari dunia kehidupan, … ke alam kematian.“Te— … heuk, Teteh.”Tak bisa menampung rasa sedihnya lebih lama lagi begitu melihat sang ibunda yang baru saja meninggal tepat di hadapan mata kepalanya sendiri, … Purbasari menghambur Purbararang, dan menangis di dalam pelukan.Ingin hati dirinya juga ikut mengekspresikan kesedihan dengan cara menangis, sama seperti Purbasari. Bersamaan dengan seperti pria yang berstatus sebagai ayah kerajaan, sekaligus ayah kandungnya, sang Paduka Raja, … Purbararang malah tetap berusaha untuk menjaga air mukanya supaya tenang.Dia yang melihat ayahnya tengah duduk di samping ranjang dengan tubuh yang menangis dalam diam, sampai-sampai membuatnya terlihat gemetaran dikala menggenggam tangan yang sudah kehilangan tenaga sekaligus nyawanya, … Purbararan
“Wah, lihat! Lihat! Calon Ratu kita!”“Uihh, dia memang cantik. Tetapi, jujur saja. Bukankah auranya agak sedikit menyeramkan?"“Uhm, yeah. Aku juga merasa begitu. Karena itu, aku jadi tidak yakin kalau kerajaan ini akan menjadi lebih baik dengan dia yang menjadi pengelolanya.”“Yah, betul! Bisa-bisa, kerajaan ini malah semakin terpuruk karena diperburuk olehnya.”"Ah, andai saja ada keajaiban sekarang, yang dapat mengubah watak pewaris kerajaan menjadi lebih baik."Tidak peduli dan sama sekali tidak mau peduli seolah-olah dia ini adalah seseorang yang tuli, mengabaikan semua kumpulan aristokrat yang sudah pasti bergunjing dalam membicarakan segala celah kesalahan maupun kekurangan untuk bisa menjatuhkannya, … dengan tenang, Purbararang berjalan secara anggun memimpin barisan keenam putri di belakang, memasuki ruang aula istana utama tuk menuju ke ujung altar.Tangan yang bertumpu saling menggenggam telapaknya di depan pusar. Wajah yang menengadah dan sepenuhnya menatap lurus ke depa
… Kenapa?Satu baris pertanyaan singkat yang tak dapat keluar dari mulut, digumamkan di dalam hati milik Purbararang.Mengepalkan tangannya dengan erat dibarengi bersama muka mengeras yang memandangkan tatapan horornya tuk melihat sang adik, Purbasari, … yang tadi baru saja menerima mahkota penerus kerajaan dengan cuma-cuma, dan kini tengah menarikan tarian pertamanya dalam debutan yang berlangsung sekalian dengan upacara peresmian, … Purbararang menggerutu di dalam batin.Diakui oleh semuanya, bahkan sampai ke selir dan para putri yang lain, terkecuali sang tunangan beserta dirinya sendiri, … Purbararang masih belum mau mempercayai akan hasil yang ia dapatkan.Ini aneh. Ini tidak dapat di terima dengan lapang dada. Juga, ini sangat tidak adil.Ada apa dengan keputusan mendiang ayahnya ini?Apakah kanselir itu benar-benar berkata jujur terkait mengumumkan wasiat raja, yang telah mewariskan seluruh kepercayaannya kepada Purbasari untuk mengelola semuanya?Apa benar tidak ada campur t
“Pfftahaha!”Tawa yang melengking, terdengar menggelegar.Memenuhi ruang makan istana yang tadinya bersuasana hening dari aksi Putri Purbamanik, tergelak puas melihati Purbararang duduk di kursi yang bertempat lumayan jauh dari Purbasari, … seolah- menyiratkan secara jelas bahwa ia memang tengah menghindari adik yang dulunya ia begitu sayang ini, dengan secara terang-terangan.“Hei, Rarang. Kau masih punya nyali untuk menunjukkan wajahmu yang berkulit tebal itu?”Tidak berbasa-basi lagi seperti dulu kalau dirinya ingin sekali mengatakan sesuatu ejekan atau hinaan dengan melancarkan sindiran berkalimat halus, kali ini, … Purbamanik dengan penuh percaya diri mengatakan di depan semuanya secara blak-blakan.“Jika aku jadi dirimu, aku mungkin sudah membunuh diriku sendiri saking parahnya rasa malu yang kuterima di depan orang banyak.”Apa yang saat ini tengah ia singgung adalah perihal Purbararang yang masih dengan tenangnya bertatapan muka dengan Purbasari, setelah diambil alihnya takhta
PRAKK!“Kyyaaa!”Vas yang jatuh.“Oh ya ampun? Purbasari! Apa kau baik-baik saja?”Atau memang sengaja dijatuhkan?Yah, pokoknya, insiden kecil itu telah memulai hari Purbasari yang diawali dengan kejutan dari Putri Purbaendah.Dia berdalih bahwa tidak sengaja menyenggol vas bunga yang terletak di sisi pagar tembok balkon kamarnya yang terletak di lantai atas, dengan ditambah sangkalan bahwa dirinya tak menyadari ada orang di bawah.Sedang serius-seriusnya berjalan menuju ke ruang kerja peninggalan ayahnya, yang nantinya juga akan bermaksud untuk segera menghadiri sidang kerajaan dalam memutuskan sesuatu akan permasalahan tertentu, tiba-tiba saja, … ada vas yang jatuh dari atas dan tepat mengenai permukaan di hadapannya sampai pecah berserakan.Akan sangat terbayang betapa mengerikannya jika vas itu sekiranya jatuh mengenai kepalanya! Ini benar-benar membuat Purbasari segera menyadari tentang betapa berharganya kemawasan diri.“A-aku tidak apa-apa, Teteh Endah. K-kalau begitu, … perm
Halo, ini dengan Aerina No 7! Terima kasih banyak telah mengikuti cerita ini sampai akhir. Wah, sulit dipercaya tapi kisah mereka hanya berakhir di sini, hehe. Saya tidak tahu harus mengatakan apa lagi, yang jelas, Saya sangat-sangat berterima kasih ^^ Ah, ngomong-ngomong, jika berkenan kalian bisa mengunjungi cerita karya Author yang temanya memang tidak jauh-jauh seputar dunia novel, romansa fantasi, dan ada unsur historikal fiksi. Akan tetapi, karena tidak sesuai dengan kriteria di sini, Author mempublikasikannya di tempat lain. Oh, dan …! Nama novelnya itu "Fall For Villains". Untuk lebih jelasnya lagi kalian bisa mengetahuinya di karya*arsa punya Author, dengan nama pena aerinano7. Sekali lagi, terima kasih atas perhatiannya ya! Author sayang kalian banyak-banyak 😘
“Lihatlah, Mama.”Memandang dengan haru sepasang bayi kembar laki-laki dan perempuan yang dibaringkan di samping Rarasati, Mahendra yang di beberapa masa lalu terus mengucapkan terima kasih selama berkali-kali, … tak bisa untuk berhenti menggoda istrinya ini.“Pangeran dan Tuan Putri kita benar-benar sekuat dan setangguh dirimu.”Rasa cemas berlebihan terkait dirinya, seorang Mahendra yang mengkhawatirkan keselamatan Rarasati dalam proses melahirkan tadi, … kini telah tergantikan oleh rasa lega dikala kembali mendapati senyuman yang senantiasa memperindah wajah lelah istrinya sebelum-sebelum itu, sama seperti yang dilakukan sekarang. “Mereka sangat aktif sekali dalam perutmu dulu. Akan tetapi, sekarang, mereka berdua justru jauh lebih kalem dari pada yang kukira ya?"Mungkin, karena merasa nyaman dengan dekapan hawa hangat dari sosok ibu, atau juga karena kelelahan sehabis menangis dengan kencang segera setelah terlahir ke dunia, … anak kembarnya Rarasati dan Mahendra malah asyik ter
Cemas. Khawatir. Gelisah.Semuanya bercampur aduk di dalam hati Mahendra Jaya selayaknya badai tornado, di tengah-tengah penantiannya menunggu masa istrinya, Rarasati Jaya, … melahirkan.Ini sudah sore, akan tetapi tanda-tanda dari berakhirnya kontraksi yang terjadi sedari pagi tadi masih belum menunjukkan hilal.Tungkai kaki yang tak bisa berhenti bergerak di tempat. Tangan berkeringatnya yang tak bisa lepas mengepal. Serta wajah seriusnya yang tak bisa sedikitnya dibawa bertenang, … segera dihempaskan semua tuk lepas secara paksa, begitu melihat kedua orang tua serta mertuanya datang memenuhi panggilan darurat yang ia buat tadi.“Bagaimana keadaan Raras?”Yah, itu benar.Bahkan untuk orang tersibuk di negara, Ayahnya Rarasati yang masih menjabat sebagai presiden negara mereka saja … sampai rela mengedepankan situasi putrinya ini dibandingkan dengan urusan lain.Well, paling tidak, Mahendra yang tahu bahwa meskipun Rarasati malu-malu mengakuinya, … lama-kelamaan, istrinya tersebut m
Gelisah, membolak-balikkan posisi tidur menyampingnya ini dari sisi satu ke sisi lain, calon ibu muda, istri dari seorang Mahendra Jaya, yakni Rarasati, … membuat tidur lelap suaminya yang kelelahan itu menjadi terkacaukan akibat terusik.“Urngh, … ada apa … cintaku?”Meski nyawanya terlihat belum sepenuhnya terkumpul, kendati demikian, … memaksakan tubuh lesunya itu untuk segera duduk dengan baik di samping sang istri yang masih tetap menunjukkan gelagat orang gelisah, … Mahendra menarik selimut untuk ia tarik menutupi tubuh Rarasati.“Apa kamu sakit?”Bukan hanya kali ini saja Rarasati bersikap seperti ini.Juga bukan sebab mengandung pulalah dia bertingkah laku semacam itu.Habisnya, dari sejak masih gadis pun, suasana hati milik wanitanya Mahendra Jaya ini gampang sekali berubah-ubah secara tidak karuan.“Kamu betulan sakit? Mana yang sakit? Biar kuperiksa.”Sekali lagi memutar arah tidurannya supaya kali ini dirinya dapat dengan jelas menghadapi duduknya Mahendra, memusatkan mata
“Jadi, jelaskan pada Bapak, Pepita.”Mempersembahkan senyuman yang paling-paling menawan di antara biasanya, wakil kepala sekolah yang duduk di balik meja berpapan nama Mahendra Jaya itu, berhasil membuat anggota OSIS yang hanya beranggotakan inti berupa satu ketua, satu sekretaris, serta satu bendahara sekaligus seksi keamanan, … menjadi merinding mendadak.“Kenapa anak Pak Jang, sekretarisnya 'Ayah Mertua' dari Bapak ini mendadak ingin menjadi anggota OSIS gara-gara kamu?”“Apa?”Bertanya balik sembari melihat murid yang di waktu jam istirahat pertama tadi ia tolong dari para tukang rundung itu, yang saat ini dengan malu-malu bersembunyi di balik bahu wakil kepala sekolah sambil mengintipnya sedikit-sedikit menembus lensa kacamata, … Pepita menautkan alisnya penasaran.“Anak itu …?” lanjutnya dengan nada heran, merasa tidak habis pikir dengan apa yang terjadi. “Dia yang anak sekretaris Presiden ingin menjadi anggota OSIS gara-gara aku? Kenapa? Bagaimana bisa?”Tidak bisa berhenti m
“Pepita Jaya.”Menyahuti panggilan bernada suara lembut lagi menenangkan seolah-olah badai amukan tidak akan pernah menerjang muka cerah berseri-seri milik wakil kepala sekolah, Pepita menengadahkan wajahnya secara percaya diri.“Mendekatlah, Bapak ingin membisikkan sesuatu.”Ahh~!Apakah kakaknya ini sedang benar-benar dalam mode seorang guru di sekolahan sekarang?“Ada apa, Pa—uakhh?!”Awal mula menyangka bahwa kakak laki-lakinya itu akan merasa bangga terhadapnya dan berakhir menghadiahkan tepukan pelan di pucuk kepala, … ujung-ujungnya, Pepita malah menjerit kaget dengan serangan tiba-tiba dari cuping telinga target dari jeweran.“Haha~ anak nakal ini. Kamu salah makan apa sih pas sarapan tadi? Kamu mau jadi wakil kepala OSIS? Murid yang sudah seharusnya menjadi teladan yang baik bagi murid-murid lain? Kamu? Yang suka berantem, merokok, bolos, bajunya berantakan, ngomong kasar, dan malas belajar itu?”Berbicara secara panjang lebar begitu tanpa sekali-kali pun menghapus senyuman p
“Arghh! Sialan!”Menendang batu kerikil di tanah dengan kesal akibat dirinya diadukan oleh Ketua OSIS SMA elite tempatnya bersekolah, sampai dimarahi oleh kakak laki-lakinya yang berprofesi sebagai wakil kepala sekolah, anak gadis bernama Pepita Jaya, … kedapatan mengamuk tidak karuan.“Dia benar-benar …!”Selain dari gara-gara dilaporkan dan menerima sangsi langsung yang kakaknya jatuhkan untuknya supaya dihukum membersihkan rumput bergoyang di halaman belakang gudang penyimpanan alat-alat olahraga, juga disuruh untuk berpakaian dengan benar, … hukuman tambahan yang ditimpakan kepadanya adalah berupa rokok kesayangan harus disita.“… Aku membencinya! Sangat membencinya dari sejak Kakak memberikan beasiswa untuknya!”Pertama kali Pepita melihat sang ketua OSIS, pengadunya, pemuda bernama Lukman yang berasal dari lingkungan kumuh semacam panti asuhan itu, adalah saat kakaknya dan kakak iparnya yang masih berstatus calon, … bersama-sama anak menyebalkan tersebut berkunjung ke rumah tempa
“Hufft!”Menarik nafas panjang-panjang akibat merasa tegang pada hari ini, hari di mana seluruh pekerja atau pula para pelajar diliburkan aktivitasnya agar mereka dapat menyaksikan baik secara langsung maupun lewat televisi, berita terkait detik-detik upacara pernikahannya dengan Mahendra yang melamarnya di 27 hari yang lalu, … Rarasati meneguk ludahnya gugup.“Eyy, jangan khawatir. Hari ini dan seterusnya, kamu itu adalah Tuan Putri paling cantik sedunia! Apalagi untuk Mahendra!”“Benar. Tegakkan wajahmu dengan tegas dan percaya dirilah. Aku tahu kamu orang yang seperti itu, Rarasati.”Melirik kedua sahabatnya yang tengah menemaninya lengkap dalam balutan dandanan dua orang pagar ayu, Indah dan Monika, yang menghiburnya dengan tulus begitu, … Rarasati tersenyum simpul.“Baiklah.”Seperti apa yang dikatakan oleh teman-temannya, Rarasati yang melihat bayangannya sendiri ini merasa kalau dirinya memang lebih cantik dari hari-hari biasa.Apakah mungkin ini semua disebabkan karena berdand
Kenapa ya … hubungan ini terasa hampa?“Sini, aku pakaikan helmnya.”Seraya mata memandang laki-laki berstatus tunangan untuk dua setengah tahun ke belakang di hadapannya dengan ceria melakukan hal-hal remeh jika itu menyangkut dirinya, Rarasati membatin sendiri.“Awas, hati-hati naiknya.”Padahal, dengar-dengar dari orang-orang yang berkencan dan berpacaran dengan pasangannya itu … katanya sudah sering kali melakukan hubungan intim, apalagi ciuman panas yang sudah pasti tidak akan bisa dihitung lagi.“Pastikan rokmu tidak turun dan menggapai rantai motornya ya~ itu bahaya.”Akan tetapi, kenapa hubungannya dengan Mahendra yang sudah bisa dikatakan terjamin dengan ikatan cincin pertunangan ini, bahkan sudah satu atap dalam rumah yang dihadiahkan oleh kakaknya atas pertunangan ini, … tidak pernah melakukan hal aneh-aneh selain dari pegangan tangan, kecupan dahi dan pucuk kepala, atau cipika-cipiki saja?“Kita berangkat~!”Apa Mahendra tidak tertarik dengannya?“Ehh?! Seriusan itu!?”“Ka