Maudy mematung seketika. Ia mendadak percaya jika Bima adalah seorang stalker handal. Bagaimana bisa ia selalu berada di tempat yang sama dengan Maudy?
"Aku baru saja menjenguk temanku, lalu .. kenapa kamu ada di sini?" tanyanya sambil berjalan meninggalkan area depan ruangan suaminya. Maudy tidak boleh sampai ketahuan. Rencananya bisa hancur seketika jika laki-laki yang dibencinya ini tahu."Aku juga mengunjungi temanku, lalu ..."Belum selesai perkataan Bima, Maudy sudah berlalu dengan agak tergesa-gesa."Hey .. mau kemana? Tunggu aku!"Susah payah Maudy tetap mencoba untuk keluar dari are rumah sakit ini. Hal sekecil apa pun tidak boleh sampai ketahuan."Maaf aku sedang buru-buru untuk pulang.""Kau mau pulang ke Jakarta kan? Bagaimana kalau kamu pulang bersamaku?"Maudy melengos setengah kesal. Ia hampir tidak bisa menghindari Bima di manapun dirinya berada."Kau mau kabur lagi? Apa aku harus berbuat sesuatu untuk menghentikanmu? Akhir-akhir ini kamu terlihat mencurigakan."DEG.Maudy menghentikan langkahnya, kemudian mundur lagi beberapa langkah untuk menyamakan jaraknya dengan Bima."Aku hanya lelah, itu saja. Aku juga merasa jika akhir-akhir ini Tuan Bima jadi lebih sering mengekangku. Berikan aku kebebasan .. maksudku ....""Ikut saja denganku! Semuanya akan baik-baik saja."Tak ada pilihan lain bagi Maudy selain mengikuti kemauan si brengs*ek itu. Walaupun ketidaksengajaannya yang bisa berada di tempat yang sama dengan Maudy adalah hal yang mustahil. Tapi tetap saja tak ada pilihan lain yang bisa Maudy lakukan."Oke, aku ikut denganmu."**Maskapai khusus kaum-kaum elite itu mulai mengudara. Meninggalkan negara itu kembali ke rumah asalnya."Aku biasanya memang naik maskapai ini, sangat nyaman .. terlebih sekarang ada kamu di sampingku seperti ini."Tanpa aba-aba Bima langsung menyenderkan kepalanya ke bahu Maudy. Ia bahkan mulai menggenggam tangan Maudy dan menciuminya.'Dasar bedebah gila!' rutuk Maudy dalam hati."Sebenarnya siapa yang kamu pilih?" Maudy mencoba memecah suasana. Ia tidak ingin terus ditempeli oleh Bima."Maksudmu?"Mendengar pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan lain membuat Maudy makin malas.Ia melihat ke sekitar, hanya ada bodyguard dan asisten pribadi Bima."Aku atau Selly?"Pertanyaan dari Maudy langsung membuat Bima tertawa seperti orang gila. Laki-laki yang biasanya terlihat berwibawa itu mendadak terlihat seperti orang gila baru."Hahaha .. kalau bisa pilih dua kenapa harus pilih salah satunya? Apa kau keberatan? Kalau keberatan .. itu artinya kau harus menunggu sampai Selly mengundurkan diri untuk mendapatkanku."Maudy melengos lagi. Pemandangan di luar jendela pesawat jauh lebih enak dilihat ketimbang menghadapi laki-laki gila ini."Atau .. ayo kita menikah! Minggu depan? atau bulan depan? Kita tinggal atur tanggalnya saja."Mendengar perkataan Bima membuat Maudy mengerutkan dahi. Ia ingin mengeluarkan segala rutukannya tapi sebisa mungkin tetap harus ia tahan."Gampang sekali kau mengajak seseorang untuk menikah. Apa menikah se-sepele itu? Apa pernikahan itu hanya permainan saja bagimu?"Tanpa menjawab pertanyaannya, tiba-tiba Bima membawanya ke salah satu toilet.BRAK.Pintu toilet di dalam pesawat ditutup dengan kencang."Apa yang kau lakukan?" Maudy mulai panik. Bima mulai berulah lagi."Ayo kita lakukan sekarang!"Maudy mendorong badan tegap Bima dan memaksa untuk keluar tapi kenyataannya tidak semudah itu."Menikah atau tidak menikah itu semua adalah permainan. Jadi .. ayo buat permainan yang menyenangkan, Maudy!""Aku tidak mau melakukannya di sini!" kata Maudy yang mulai berontak."Lakukan saja! Cepat buka bajumu!""Tidak Bima! Aku tidak ..."Mulut Bima langsung membungkam bibir mungil Maudy. Menyisakan napas yang tersengal-sengal diantara keduanya."Kau gila ya!" bentak Maudy pada akhirnya saat Bima mulai membuka atasan yang dikenakannya.Terlihat Bima hanya diam dan terlihat kaget dengan bentakan Maudy barusan. Namun Maudy tidak peduli. Ia langsung merapikan kembali pakaiannya dan keluar dari toilet.Setelahnya, selama sisa perjalanan keduanya hampir tidak berbicara apa pun.**Satu minggu yang paling melelahkan dalam hidup Maudy akhirnya berlalu. Ia menunjukan rasa kesalnya kepada Bima dan memintanya agar tidak dulu menghubunginya.Di dalam kamar apartemennya setelah pulang dari Singapura, Maudy mulai mencatat bukti-bukti dan fakta yang ia terima.Selain itu ia juga berhasil menemukan fakta baru mengenai kelemahan Bima, yaitu diabaikan oleh orang didekatnya. Sekarang Maudy perlahan bisa mengontrol Bima lebih mudah dari yang ia pikirkan.Tak lama ia mulai mencatat satu per satu dengan teliti. Tanpa terkecuali data list mengenai tempat-tempat dan orang yang harus ia temui untuk memperkuat bukti."Hotel Rafless ya? Oke .. aku akan ke sana hari ini juga."Tanpa membuang waktu lebih banyak, Maudy menyiapkan dirinya untul pergi kw hotel itu. Sambil membawa bukti transaksi salah satu ruangan yang ia ambil dari ponsel Bima, Maudy mulai menutupi penyamarannya lagi.Ia menggunakan wig dengan warna yang tidak mencolok dan tentu saja kaca mata andalannya.Setelahnya ia juga harus bertemu dengan pengacara yang sudah Bredy siapkan untuknya."Perlahan tapi pasti kamu akan segera hancur Bima!" rutuknya.Sambil berjalan meninggalkan kamar apartemennya Maudy terus memikirkan cara alternatif lainnya untuk membalas dendam suaminya.**Siang itu dirinya telah berdiri di dalam lobby sebuah hotel paling terkenal di kota itu. Matanya mengerjap-ngerjap saat perasaan aneh yang familiar mengusik dirinya hampir enam bulan lalu. Saat ia pertama kali masuk ke hotel ini untuk mengusut kasus kecelakaan suaminya."Boleh saya bertemu dengan Tuan Ankara?"Si receptionist tampak sedikit kebingungan hingga melihat dan mengamati wajah Maudy berkali-kali."Maaf dengan siapa dan ada keperluan apa ya Nyonya?""Saya mendapat undangan dari Tuan Ankara." Maudy menunjukan undangan di ponselnya yang memang ia terima dari manajer hotel itu di malam hari sebelumnya.Kesepakatan yang terjadi diantara keduanya tidak boleh sampai diketahui orang lain.Tak lama kemudian, Tuan Ankara manajer Hotel Rafless itu muncul dari salah satu ruangan. Memberi kode pada Maudy untuk mengikutinya."Apa kabarmu Nyonya Maudy?""Saya baik, bagaimana dengan Anda?""Ah saya juga baik, sebelumnya saya ingin mengucapkan permintaan maaf saya atas kejadian yang menimpa suami Nyonya, Tuan Arga."Maudy tidak menjawab dan hanya menundukan wajahnya, teringat kembali kejadian malang yang menimpa suaminya itu.Sesampainya di sebuah ruangan, Tuan Ankara mempersilakan Maudy untuk duduk."Tuan .. Anda pasti sudah mengetahui maksud kedatangan saya kali ini."Dilihatnya si manajer yang mulai gelisah namun tetap berusaha terlihat tenang."Suami saya bukan orang yang akan melakukan itu .. Anda pasti paham maksud saya.""Ya .. saya juga meyakini hal itu Nyonya. Saya pernah bekerja dengan suami Nyonya lebih dari satu dekade dan suami Nyonya memang seorang yang sangat baik dan positif.""Jadi .. ini pasti kekeliruan atau .. ada faktor kesengajaan yang ditutupi rapat-rapat."Perkataan Maudy yang terkesan memojokan itu membuat Tuan Ankara angkat bicara.Sejak awal, hanya Tuan Ankara-lah yang selalu membantu Maudy dalam memecahkan kasus suaminya. Walaupun Maudy tahu jika ada hal yang disembunyikan oleh pihak hotel."Nyonya .. jadi begini .. beberapa waktu lalu saya menemukan salinan rekaman CCTV pada lorong-lorong koridor yang diinformasikan tidak berfungsi. Jadi ...""Tolong berikan saya semua file itu .. saya akan membayar Anda untuk ini berapa pun yang Anda minta. Tolong saya Tuan Ankara!""Maaf Nyonya .. tapi ini berkaitan dengan posisi saya di hotel ini, jadi saya ....""Tolong saya Tuan Ankara.. saya bisa menjamin keamanan Anda. Saya mohon..."Tak ada cara lain yang bisa Maudy lakukan selain memohon kepada si manajer. Ia tahu jika dahulunya Tuan Ankara telah menjalin hubungan yang baik dengan suaminya."Baiklah ..."Suara Tuan Ankara seperti oase bagi Maudy. Kedua tangan mungilnya menggenggam tangan Tuan Ankara dan mengucapkan terima kasih.Ia sangat bersyukur bahwa Tuan Ankara merupakan rekan baik suaminya. Namun Maudy lebih bersyukur jika kasus kecelakaan suaminya terungkap dan Bima dijebloskan masuk ke penjara. Itu saja.Sehabis menemui manajer Hotel Raffles, Maudy memutuskan untuk melihat lokasi kejadian kecelakaan suaminya, Arga. Sebuah ruangan VVIP yang biasanta hanya disewakan untuk acara-acara penting pejabat.Terlihat dari pintunya yang mewah bergaya klasik dan warna-warna kontras emas yang digunakan telah menambah kemegahan ruangan itu.Satu langkah kakinya
BRUK.Bima yang sempoyongan langsung terjatuh. Maudy dapat mencium dari baunya jika Bima sangat mabuk dan hampir tidak sadarkan diri.'Merepotkan saja!'Dengan susah payah ia berusaha mengangkat badan Bima ke atas sofa ruang tamunya. Entah apa yang ada dipikirannya, Maudy hanya ingin melihat Bima hancur namun ia juga tidak ingin Bima datang kepadanya seperti ini."Sialan! Semuanya sialan! Awas kau Arga! Aku akan mencarimu dan membuatmu tidak akan pernah bangun lagi! Selamanya!" teriak Bima secara tiba-tiba.Maudy sudah mengepalkan tangannya, bersiap untuk menghabisi laki-laki brengs*k ini. Namun lagi-lagi akal sehatnya kembali. Ia tidak boleh bertindak gegabah.Maudy merapatkan posisinya di sebelah Bima. Menggenggam tangannya untuk memperlihatkan jika ia peduli. Walaupun dalam hatinya tentu saja berbanding seratus delapan puluh derajat."Arga? Siapa dia?"Bima bergumam tak jelas mengatakan apa. Dia justru menarik badan Maudy agar berada di pelukannya."Dia manusia brengs*k! Bukan .. di
"Jika kau memang lajang .. menikahlah denganku Maudy!"Kedua tangan Bima mencengkeram erat bahu Maudy, menggoncangkannya agar Maudy menuruti apa yang ia mau.Maudy langsung tersadar jika ia tidak boleh lengah. Permintaan gila dari Bima itu harus ditolaknya dengan banyak alasan yang logis.Bagaimana pun juga ia harus tetap mendapat kepercayaan dari Bima agar semua sisi buruk Bima dapat ia korek lebih dalam."Aku akan menepis berita fitnah itu dan mengembalikan kejayaan perusahaanku .. juga nama baikku," Bima terus menatap Maudy dengan tatapan dalam.Maudy terus memberontak dan berusaha melepaskan diri. Semua perkataan sampah yang Bima ucapkan sudah seperti tuas bom yang siap membuatnya meledak kapan saja."Aku sudah menyerah untuk mendekatimu dan mendapatkan kontrak untuk perusahaanku. Lagipula .. sudah tidak tersisa berita baik untukmu."Maudy mendorong Bima jauh darinya. Dalam suasana genting itu terlihat Bima yang seperti sedang menahan amarah dan kekesalan yang mendalam."Jadi ini
Karen dan Bredy saling bertatapan, menunggu seseorang dengan canggung. Asisten pribadi dari masing-masing Maudy dan Arga itu sama sekali tidak tahu-menahu jika Maudy telah mengatur pertemuan untuk mereka bertiga."Sudah lama sekali kita tidak bertemu," ucap Bredy canggung."Ya .. sudah lama sekali."Karen hanya menjawab sesuai porsinya. Hubungan kedua asisten pribadi ini memang kurang begitu baik. Keduanya dulunya adalah sepasang kekasih yang tidak bisa bersama lagi.Melepas segala rasa canggung yang ada, Maudy datang tepat pada waktunya. Tak lupa untuk menyembunyikan penyamarannya pada Bredy, ia selalu menggunakan wig hitam yang mirip dengan model rambut aslinya."Kalian berdua sudah lama?"Karen dan Bredy kompak menggeleng dan berebut untuk menjawab pertanyaan sang Nyonya."Tidak .. maksud saya belum lama Nyonya."Maudy menatap keduanya. Ia teringat kembali dengan cerita dari suaminya mengenai Karen dan Bredy."Tidak usah canggung begitu .. hari ini kita akan membicarakan kemajuan p
"Kenapa kamu segila ini? Aku sudah tidak ada urusan lagi denganmu, lagipula perusahaanmu mengalami loss yang sangat banyak. Kurasa aku tidak membutuhkanmu lagi," ketus Maudy.Tak lupa tangannya sibuk mendorong badan laki-laki yang dibencinya itu agar keluar dari apartemennya.Bima tersenyum simpul. Sambil membalikkan badannya menuju pintu, ia mengucapkan kalimat dengan sangat yakin, "kamu tidak akan bisa lepas dariku Maudy! Aku akan anggap ini sebagai istirahat bagimu tapi .. aku akan terus berusaha untuk mendapatkanmu. Suatu saat kau akan jadi istriku!"BRAK.Pintu dibanting cukup keras, menyisakan perasaan tak karuan pada benak Maudy. Ia berpikir jika dirinya mungkin saja terlalu ceroboh dan terburu-buru.Akibatnya mau tidak mau Maudy harus membuat rencana baru untuk menghancurkan Bima.Dalam keputusasaan itu dirinya berdoa agar suaminya cepat sadar dari koma-nya.Sambil terduduk di lantai yang dingin dan memeluk lututnya sendiri, Maudy mengingat lagi awal mula dirinya ingin sekali
Sebelum meninggalkan apartemennya, Maudy mengamati dirinya lagi di depan cermin.Ada perasaan campur aduk saat melihat penampilannya sekarang yang terlihat sangat menyedihkan. Rambut berwarna fuchsia dan filler bibir yang menempel pada wajahnya sekarang sangatlah terlihat bodoh."Aku akan kembali menjadi Maudy yang dulu."Sambil bergegas keluar ia kembali menghubungi Bredy, memintanya agar menjemputnya beberapa jam lagi karena Maudy akan pergi ke salon langganannya terlebih dahulu.**"Rambut Anda sangat indah Nona .. apakah Anda yakin ingin mengubahnya menjadi hitam?" tanya salah satu karyawan di salon paling terkenal itu."Ya aku yakin, tolong hilangkan semua warna fuchsia pada rambutku yang memusingkan mata ini."Si karyawan sedikit tergelak. Maudy masih senyum-senyum sendiri saat suster yang ia sewa untuk menjaga suaminya tiba-tiba menghubunginya melalui panggilan video. Terlihat sosok Arga, suaminya yang sedang terduduk sambil sedikit kebingungan.Tanpa sadar Maudy meneteskan air
"Kau harus pulih dulu sayang .. baru nanti kita pikirkan mengenai hal itu ya?"Arga mengangguk mengerti walaupun kenyataannya ia belum memahami betul apa yang sedang Maudy dan Bredy tertawakan.Tak berapa lama, Bredy bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan dua orang itu agar dirinya tidak mengganggu, "saya permisi untuk pergi ke luar sebentar Nyonya."Maudy mengangguk dan sejujurnya ia lebih merasa bahagia jika berdua saja dengan suami yang sudah sangat dirindukannya itu."Jangan memaksakan diri untuk berpikir keras .. kau harus istirahat dulu sampai pulih .. apa kau mau makan sesuatu sayang?"Tanpa Maudy duga, Arga membelai rambutnya dan mengecup keningnya pelan."Aku merindukanmu Maudy," ucap Arga.Setengah terharu namun lebih banyak gemas dengan suaminya yang bertingkah seperti anak kecil itu membuat Maudy tersenyum senang."Aku juga merindukanmu."CUP.Sebuah kecupan manis di bibir Arga berhasil Maudy lakukan. Ia sudah sangat merindukan saat pertama kali Arga mengecupnya
Maudy menghela napas, ia kemudian menjelaskan semua hal dengan jujur. Barangkali pada saat ia menjelaskan, suaminya itu akan dapat mengingat sedikit kejadian pilu yang menimpanya setengah tahun lalu."Kau mengalami kecelakaan sayang .. kau terjatuh dari lantai empat di sebuah hotel."Maudy melihat raut wajah suaminya dalam sekejap langsung berubah, seperti sedang menahan sesuatu yang membebani dirinya."Aku terjatuh? Apa itu karena kesalahanku sendiri? Bagaimana kronologinya?"Maudy menghela napasnya. Ternyata benar sesuai dugaannya jika suaminya tidak mengingat kejadian naas yang membahayakan dirinya itu.Pertanyaan Arga tak Maudy jawab. Hanya ada hening yang perlahan memenuhi ruangan paling mewah di rumah sakit itu.Keheningan baru hilang saat Bredy masuk ke dalam ruangan. Membuat Maudy langsung mengalihkan pembicaraan karena ia sendiri juga tidak ingin suaminya memaksakan diri untuk mengingat kejadian itu di saat kondisinya belum begitu pulih."Kalau belum ada yang bisa kau ingat t
Bredy langsung bergegas menyembunyikan dirinya di balik pilar-pilar besar gedung perusahaan itu. Dirinya bersembunyi dari Bima dan juga istrinya yang berurutan melewatinya keluar dari gedung perusahaan."Apa yang sebenarnya terjadi? Apa aku melewatkan sesuatu? Lalu hal apa yang tidak aku ketahui selama ini?" gumam Bredy sambil terus berpikir keras, "apa Nyonya Maudy menyembunyikan sesuatu yang tidak aku ketahui? Karen pun?" lanjutnya.Sambil terus menerka, Bredy melanjutkan perjalanannya menuju tempat tujuan pertamanya hari ini. Di balik dirinya terdapat banyak pertanyaan yang belum menemukan jawaban dan ia sadar harus segera menemukan jawaban itu secepatnya.**Suasana rumah kala itu seperti sedang berada di dua dunia yang berbeda. Baik itu Maudy maupun Arga, keduanya kini membawa suasananya masing-masing. Keduanya sibuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini membebani jiwanya."Si brengs*k itu bilang jika ada perempuan yang memiliki tahi lalat di perutnya dan Mau
Maudy tak bisa berkomentar apa-apa lagi. Dirinya sudah terlempar ke dalam kebingungannya sendiri."Ayo pulang."Ajakan dari suaminya hanya bisa ia setujui tanpa mengucap apa pun.Begitu juga saat sampai di rumah. Maudy terus diam tanpa bisa mengucap apa-apa.Tanpa disangka, Arga datang dari belakang dan langsung memeluk dirinya.Maudy merasakan tepat di samping telinganya, suaminya membisikkan sesuatu, "maafkan aku sayang, aku benar-benar hanya terlalu antusias. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi, kau juga tak perlu khawatir. Dia tak mengatakan ancaman apa pun padaku."Maudy tahu betul jika perkataan suaminya hanya kebohongan yang dimaksudkan untuk menenangkan hatinya. Namun tetap saja jika dirinya terus merasa khawatir."Baiklah aku mengerti .. maafkan aku juga karena telah membatasi pergerakanmu. Aku hanya takut hal buruk akan menimpamu lagi sayang."Keduanya berpelukan dengan hangat. Namun tiba-tiba saja Maudy merasa jika dadanya kembali sesak, jantungnya berdebar tak menentu,
"Apa-apaan ruangan ini, bahkan masih sama seperti terakhir kali aku ke sini, tidak berubah sama sekali," batin laki-laki itu setelah memasuki ruang tunggu VIP untuk tamu perusahaan.Beberapa detik kemudian si laki-laki itu berjalan-jalan berkeliling ke seluruh bagian ruangan itu. Pada salah satu dinding terdapat foto masa kecil sang CEO, Arga bersama dengan teman masa kecil yang tak lain adalah si laki-laki itu sendiri."Ternyata kau masih menganggap aku sebagai temanmu? Hebat betul si sial*n ini!" gumam si laki-laki sambil setengah memukul tembok.**Mobil mewah yang dikendarai Bredy akhirnya sampai di gedung Argawica. Sambil mempersilakan sang CEO turun dari mobil dan memasuki gedungnya sendiri, Bredy melihat ke sekeliling untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang menurutnya mencurigakan."Silakan turun Tuan," ucap Bredy.Keduanya masuk beriringan menuju gedung megah Argawica Group itu.Arga berjalan sambil mengamati sekeliling. Terlihat jika Arga baru memahami kenapa orang-orang ker
Sudah lebih dari satu jam Maudy hanya mondar-mamdir di dalam ruang kerjanya. Setelah menyuruh suaminya agar tetap diam di rumah, Maudy tiba-tiba kepikiran sesuatu. Bagaimana jika si brengs*k itu datang menemui suaminya tanpa ia ketahui?Di tengah kebingungannya, ia dikejutkan oleh Karen yang tiba-tiba masuk tanpa permisi. Terlihat jelas wajah paniknya saat masuk ke dalam ruang kerja Maudy."Nyonya .. begini .. jadi ..," Karen menghentikan kalimatnya, mencoba untuk menenangkan dirinya lebih dulu."Ada apa Karen? Apa yang terjadi? Tenangkan dirimu lebih dulu, baru kau mulai bicara ya?"Karen mengangguk, namun Maudy tetap dapat merasakan kepanikan di wajah asistennya itu."Oke .. bisa kau jelaskan sekarang? Apa yang terjadi?"Sambil sesekali memegang dan meremas ujung bajunya, Karen akhirnya mengatakan sesuatu yang tidak Maudy duga, "Nyonya Maudy .. sekarang perusahaan kita sedang gawat, nilai saham turun dan para calon investor sepenuhnya tidak akan melanjutkan investasi ke perusahaan k
Maudy memasang wajah setenang mungkin walaupun di dalam dirinya jelas sangat panik dan gelisah."Tidak sayang .. aku tidak tahu itu bunga dari siapa .. karena bisa saja itu orang iseng," ucap Maudy berusaha sedantai mungkin.Sedangkan Arga yang percaya dengan Maudy langsung membuang bouquet itu ke dalam tempat sampah.Sambil mengikuti langkah suaminya masuk ke dalam rumah, Maudy diam-diam mengambil amplop yang ada di antara selipan bunga-bunga pada bouquet itu."Apa kau mau makan? Aku akan membuatkanmu makanan yang enak."Maudy melihat suaminya hanya menggeleng sambil berkata, "tidak usah sayang .. lagipula kau kan pasti lelah. Aku mau mempersiapkan diri untuk mulai bekerja besok. Kau juga istirahat saja."Maudy menelan ludah. Perasaan gelisah tidak dapat membohongi dirinya.Alih-alih melakukan sesuatu yang konyol guna meyakinkan suaminya agar percaya kepadanya, Maudy lebih memilih untuk diam dan tidak terlalu memikirkan hal itu.Di sisi lain, hal yang tidak diketahui oleh Maudy sedan
Kepanikan Maudy semakin menjadi-jadi saat suaminya tiba-tiba berteriak seperti orang yang sangat ketakutan."Sayang tenangkan dirimu .. jangan takut ya? Aku ada di sini bersamamu."Dipeluknya tubuh gemetar suaminya dengan penuh kehangatan. Maudy bahkan merasakan detak jantung suaminya yang berdetak sangat cepat seperti sedang melakukan lomba lari."Tenangkan dirimu, ada aku di sini .. kau tak perlu takut ya?"Dalam kungkungan Maudy perlahan tangan Arga dengan cepat menunjuk ke arah jendela, "aku tidak mau ada benda itu di ruangan ini! Ayo kita pulang saja!" teriaknya.Maudy tidak ingin kegaduhan yang terjadi di dalam kamarnya sampai diketahui oleh orang lain. Salah satu cara yang harus ia lakukan adalah dengan membungkam suaminya agar percaya jika dirinya aman bersama Maudy.CUP.Sebuah kecupan ringan mendarat di bibir Arga. Perlahan kepanikan suaminya itu mereda.Maudy menatap kedua bola mata suaminya yang juga sedang menatapnya dengan sayu.Kecupan ringan itu merupakan obat untuk ke
Gedung setinggi belasan lantai itu sudah di depan mata. Dengan sedikit tergopoh, Maudy menghentikan mobilnya di parkiran hotel dan mengeluarkan beberapa atribut."Sayang .. untuk apa topi dan masker ini?" tanya suaminya yang mulai menaruh tanda tanya karena tingkah aneh Maudy.Sambil memasangkan topi dan masker untuk suaminya, Maudy menjelaskan jika dirinya hanya ingin keamanan karena kesadaran suaminya belum boleh diketahui oleh media, "ini semua demi keamanan kita sayang .. semua orang tidak ada yang boleh mengetahui keberadaan kita.""Memangnya kenapa? Apakah aku pernah membuat kesalahan yang tidak aku ingat?"Maudy menggelengkan kepalanya, mencoba meyakinkan suaminya untuk percaya padanya.Keduanya akhirnya memasuki lobby hotel dan melakukan reservasi.Dalam pandangan Maudy, suaminya belum menunjukan tingkah laku yang aneh seperti sedang mengingat sesuatu.Ia pun tetap membawa suaminya untuk bermalam di kamar mewah dekat dengan tempat kejadian kecelakaan suaminya yang sampai saat
Setelah mengatakannya, perasaan dan emosi Maudy semakin berkecamuk. Ia merasakan desakan kata-kata yang pampat hanya sampai pada tenggorokannya.Cukup sulit mengatakannya begitu saja, terlebih hal itu bukanlah sesuatu yang sepele dan merupakan satu masalah terbesar di hidupnya."Apa saya boleh mengetahui apa itu masalahnya?" tanya dokter Luna.Maudy tampak ragu, ia berkali-kali membuka dan mengatupkan mulutnya kembali.Dengan ragu-ragu dan berat hati akhirnya Maudy mengatakannya, "saya telah melakukan sesuatu hal besar dengan gegabah dan sekarang suami saya pasti akan membenci saya."Sang dokter menggenggam tangan Maudy yang dingin karena gugup. Dokter itu sangat memahami Maudy dibanding keluarga Maudy sendiri. Bahkan sang dokter pun pernah hampir menjadi orang tua angkat untuk Maudy."Tenang saja Nona Maudy .. Anda itu perempuan yang hebat. Saya tahu bahwa Anda tidak akan melakukan tindakan besar kecuali dengan alasan yang kuat bukan?"Maudy mengangguk, segala kegetiran, kekhawatiran
"Ah tidak .. tadi hanya orang iseng saja," ucap Maudy sambil berusaha untuk terus menutupi, "kenapa belum tidur sayang?" lanjutnya sambil mencoba mengalihkan pembicaraan.Arga menggeleng pelan sambil berdecak. Ia berjalan dengan sedikit kesulitan menyeret satu kakinya yang belum sembuh betul itu, "aku mendengarnya .. suara laki-laki."Dada Maudy langsung terasa sesak, kepanikannya muncul kembali.Setengah gagap, ia mencoba untuk menjawab kecurigaan suaminya, "ti- tidak .. bukan! Aku tidak berbicara dengan laki-laki seperti yang kau kira .. barusan aku hanya ..."CUP.Dikecupnya bibir Maudy agar berhenti mengatakan sesuatu yang lain.Maudy tahu jika suaminya sudah marah, maka akan sangat sulit untuk memadamkannya."Jangan berbohong .. aku kira kau benar-benar hanya mencintaiku kan?""Ya memang benar .. aku hanya takut kau salah paham mengenai orang-orang yang sering berinteraksi denganku, terlebih jika orang itu laki-laki." Kedua tangan Maudy menggantung di leher suaminya, menatap mata