#Pura_Pura_RebahanPart 9 : Tunggakan Cicilan BankSetelah ponsel jadulku lowbet karena terus menelepon Mas Nizar tapi tak juga disambut, kaki ini kesemutan karena kelamaan berdiri, tubuh bentolan karena digerogoti nyamuk ganjen, Aisha tertidur di gendongan, sedang Naffa tertidur tengkurap di atas motor, barulah Mas Nizar keluar dari pintu restoran itu. Wajahnya terlihat sangat letih dengan keringatan bercucuran, seperti habis lari marathon saja.“Mas, ke mana aja sih kamu?” todongku dengan wajah perang, sambil garukan bentolan di sana-sini akibat serangan wabah nyamuk.Mas Nizar hanya melengos kesal dengan sambil menggendong Naffa, putri sulung kami, lalu menyuruhku naik ke motor duluan dan setelah itu mendudukan Naffa di depanku, dia langsung naik dengan memelukkan tangan Naffa ke pinggangnya. Suamiku mulai memacu motor menuju arah pulang.Sepanjang perjalanan, aku hampir sesak napas karena aroma tak sedap yang keluar dari tubuh suamiku itu, ih ... bau sekali.“Mas, kamu ngapain tad
#Pura_Pura_RebahanPart 10 : Ancaman Mertua“Jadi, kamu tetap tidak mau memberikan Mbakmu pinjaman?” Mama mertua melotot.Aku tak jadi beranjak karena kakiku terjepit kakinya Mas Nizar, mau tak mau, aku akan menyaksikan perang anak-beranak ini. Kalau kubuat cerbung, judul yang tepat apa, ya? Aku mengerutkan dahi dengan memutar otak, mencari judul yang unik agar mendapat banyak like jika diposing di grup kbm fb. Ya elah, isi kepalaku ini halu semuanya. Pletak!“Maaf, Ma, Mbak Mona ... aku tak bisa memberikan pinjaman segitu banyak sebab aku juga sedang tak punya punya uang, baru juga seminggu yang lalu dirampok dua juta ama kalian,” lirih suamiku.“Oh, jadi begitu?! Main hitung-hitungan kamu sekarang, Zar?! Ingat, ya, kalau bukan karena Mama nggak nikahin kamu dengan Viona, kamu itu akan jadi bujang lapuk karena tak ada yang mau dengan kamu yang hanya lelaki kuper dan pelit! Viona ini seharga dua puluh juta senilai dengan hutang ayahnya. Kalau dinominalkan ke angka sekarang, mungkin ak
#Pura_Pura_RebahanPart 11 : Memilih DuitHingga pukul 09.00, belum terdengar juga suara deru motor Mas Nizar. Apa ia libur hari ini? Kok nggak ke kantor, ya? Aku jadi bertanya-tanya, cemilan satu kantong plastik juga sudah ledes kueksekusi bersama dua bocil. Inilah untungnya menyembunyikan aneka cemilan di bawah ranjang biar kalo pas lapar dan tak mau keluar kamar, jadi nggak mati kelaparan.“Ma, Kakak mau pipis,” rengek Naffa, putri sulungku.Aku segera mengemasi bekas bungkus snack dan memasukkannya ke dalam kantong plastik, lalu membuka pintu kamar dan mengajak kedua putriku untuk ke dapur. Terlihat olehku, Si Tuan Crab alias Muhammad Nizar Iskandar bin Alm. Iskandar Malik itu sedang terbaring di sofa ruang tamu dengan meletakkan lengannya di atas dahi.Aku tetap menuju dapur, mengantar dua putriku untuk pipis juga sekalian mandi. Setelah itu membuat sarapan untuk kami, bikin nasi goreng dan telor mata sapi karena kedua putriku ini sukanya lauk telor saja.Setelah sarapan selesai
#Pura_Pura_RebahanPart 12 : Teman KolabSegera kututup mesanger, sebaiknya pura-pura nggak tahu saja. Dia pasti Cuma orang rese sebab tak ada satu pun teman atau fans dunia maya yang mengetahui jati diriku sebenarnya. Oke, Vio, kamu harus tenang. Tarik napas dari hidung dan hembuskan dari pantat, eh!“Ih, Mama kok kentut sih!” protes Naffa dengan menutup hidung dan menjauh dariku.Aku hanya nyengir menatap putri sulungku yang kini sudah pandai mengomel melihat kelakuan gak ada akhlak mamanya. Ah, dia sudah semakin besar, tahun depan udah lima tahun dan akan masuk sekolah TK. Sehat terus anak-anakku, kita akan bisa tetap hidup kok walau tanpa papa kalian, doain saja halu mamamu ini tak ada putusnya, isyallah rezeki akan selalu datang jika mau berusaha. Terkadang aku ini bisa bijak loh, rada error semenjak jadi istri Si Taun Crab saja soalnya kebanyakan makan umpatan dia.Setelah menyuapi kedua putriku makan siang, kini saatnya menghalu dengan bebas. Ide di kepalaku ini sudah menari-na
#Pura_Pura_RebahanPart 13 : Saling Jaga Privasi[Kamu di mana? Kok nggak nongol-nongol sih?]Dia kembali mengirimkan pesan kepadaku, aku jadi dilema antara menemuinya atau putar arah saja. Aku berusaha berpikir cepat dan menghela napas panjang. Hmm ... pulang saja deh, aku bergegas bangkit tanpa sempat menunggu pesanan datang.“Eh!” Aku malah bertabrakan dengan karyawan kafe yang sedang membawa cappucino dingin pesananku.“Maaf, Mbak ... saya tak sengaja .... “ ujar sang pelayan dengan wajah merasa bersalah melihat bagian depan pakaianku yang basah.“Tidak apa-apa, saya yang salah. Hmm ... ini saya bayar di sini saja minumannya, maaf ... saya sedang buru-buru,” ujarku terburu-buru dengan sambil meletakkan uang lima puluh ribu di atas meja.Aku membalik badan dan kini mataku malah beradu dengan pria berjaket hitam yang kemungkinan besar si pemilik akun ‘semua semu.’ Ya tuhan, wajahnya bikin meleleh. Vio, sadar, Vio! Ini bukan adegan drama Korea yang akan bertabur bunga Sakura saat kam
#Pura_Pura_RebahanPart 14 : Kejutan Bikin JengkelJika benar permasalahan tunggakan cicilan di bank itu sudah selesai, ya udah aku mau deh pulang. Serasa jadi istri durhaka juga ninggalin suami berhari-hari begini. Kuketik sebuah pesan untuk Mas Nizar, sebab tadi telepon tiba-tiba terputus begitu saja, yang menurutku dia pasti kehabisan pulsa soalnya ku tahu, pulsa di Tuan Crab takkan lebih dari sepuluh ribu saja yang ada di ponselnya itu.[Oke, kami akan pulang. Nanti sore jemput di dekat lampu merah pukul 17.00]Kukirimkan pesan itu, lalu kembali rebahan dengan sambil tengkurap, menatap layar ponsel mahalku untuk update status biar pada fans makin kesensem. Oh iya, aku juga harus mengirimkan part 10 cerbung kolabku kepada akun ‘semua semu’ untuk meminta pendapatnya tentang tulisanku sebelum diposting di grup kepenulisan di fb.[Udah oke, postingnya entar siang aja.]Begitulah balasan pesan dari pemilik nama asli ‘Zidan’ itu.[Oke, Jeng, sippp.]Aku menahan senyum dan mengirimkan ba
#Pura_Pura_RebahanPart 15 : Pengungsi Tak Tahu DiriSuasana rumah menjadi berbeda sejak hari itu, karena ada Mama mertua dan keluarga Mbak Mona. Rumah kami yang hanya berukuran 7mx9m terasa semakin sesak, apalagi mereka bertindak layaknya raja dan aku yang dijadikan babu. Beres-beres rumah dan memasak memang pekerjaanku sehari-hari, tapi sekarang pekerjaan itu malah menjadi dua kali lipat, semenjak ada pengungsi tak tahu diri ini.“Vio, cuciin baju Mama, ya!” Mama mertua meletakkan tumpukan pakaiannya saat aku sedang duduk di depan baskom cucian.Mas Nizar yang pelit nggak mau beliin mesin cuci, katanya selain harganya mahal, nanti bisa boros listrik dan air. Dasar pelit!Aku hanya melengos dan mengangguk, nyuciin baju mertua sekali-sekali bolehlah biar dapat pahala. Anggap saja aku sedang berbakti kepadanya.“Vio, cuciian bajunya Mbak Mona juga, ya!” Eh, kakak iparku yang kang minta kini malah ikut-ikutan Mama mertua juga.“Duh ... Mbak, cucian Vio udah banyak ini .... “ Aku menata
#Pura_Pura_RebahanPart 16 : Truck Sampah“Nizar, istri yang bisanya cuma rebahan doang ini jangan dibelain terus, ngelunjak dia!” Mama mertua ikutan mengeroyokku. “Rebahan juga setelah semua pekerjaan beres, Ma. Udah beres-beres rumah, nyuciin bajunya Mama juga tadi terus masak makan siang. Di saat anak-anak kami tidur siang, apa salahnya Vio juga ikutan rebahan?” Aku tak mau kalah, mumpung udah dibelain Mas Nizar.“Coba di saat anak-anakmu itu tidur, kamu cuciin baju Si Aldi yang disuruh Mona, ‘kan sore-sore begini nggak akan ada keributan!” ujar Mama mertua lagi dengan wajah judesnya, isshh ... ingin kulembar eek kucing rasanya.“Ma, Viona ini istrinya Nizar, menantunya Mama, dia bukan babu!” ketus suamiku itu dengan sambil menggandeng tanganku menuju kamar.Duh ... senang banget dah kalau dibelain kayak ini, entar malam tak kasih jatah tiga ronde dia, biar makin sayang. Aku duduk di tempat tidur dan menatapnya yang terlihat meraih handuk, mungkin hendak mandi. Untung ada anak-ana
Pura-pura RebahanBab 36 : TamatEh, panggilan videoku langsung tersambung padanya dan tampaklah si oppa dari layar pipih di tanganku. Aku beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu dan melangkah ke ruang tengah, soalnya takut anak-anak terbangun karena suara berisik teman kolab yang kini sudah menjadi teman main film.“Hay, Tante .... “ sapanya dengan selalu tebar senyum.Zidan terlihat sedang berbaring di tempat tidur, dan sendirian saja, tak ada siapa pun di sampingnya.“Ada kejutan apa besok? Jangan suka ngerjain, ya!” ujarku sambil duduk di atas kasur bulu depan tv.“Siapa juga yang mau ngerjain? Suka su’udzon aja nih tante-tante!” ejaknya.“Enaknya gue dibilang tante-tante, kalau dilihat dari umur ... masih mudaan elu om dari gue,” jawabku dengan mengerucutkan bibir.“Oh, ya?” Dia menahan senyum.“Iya!”“Besok aku minta fotocopy ktpnya deh biar percaya.” Dia menahan tawa.“Buat apaan? Jangan aneh-aneh deh, Om. Kasih tahu gak, besok itu ada apa? Apa Pak Mahmud mau ngontrak kit
#Pura_Pura_RebahanPart 35 : Ajakan Rujuk“Nggak usah repot-repot, Mas, aku bisa kok menjaga Aisha. Tadi aku cuma panik aja, mau bawa dia sendiri ke rumah sakit, repot juga .... “ ujarku saat dia beranjak ke ruang tengah dan sok akrab dengan Naffa yang sedang menonton acara kartun di tv.“Ya sudah kalau gitu,” jawabnya dengan raut wajah yang berubah muram.Aku beranjak menuju dapur, lalu mulai memasak makanan untuk makan malam. Yang simple-simple saja, yang mudah dimasak dan nggak repot yaitu bikin sup dengan dicampur bulatan bakso, gitu aja soalnya Naffa suka. Kalau aku mah, apa aja dimakan, sandal jepit disaosin juga ludes.Aisha menolak untuk makan, dia hanya meminta mimik susu saja, sedangkan Naffa kini sedang makan dengan papanya di dapur sana. Mas Nizar kok pulang-pulang juga, ya? Sok baik banget dia. ***Pukul 20.00, Naffa sudah kusuruh untuk tidur di samping adiknya yang sudah terlelap sejak tadi, mungkin karena habis minum obat dia jadi selalu mengantuk. Mas Nizar masih terl
#Pura_Pura_RebahanPart 34 : Undangan dari MantanRutinitas super sibuk pun dimulai, aku harus berlatih sungguh-sungguh agar aktingku tak banyak mengulang dan lancar sebab sudah seminggu ini aku menjalani syuting film perdana. Ternyata jadi artis itu capek, gaes, enakan aja rebahan sambil menghalu.Bu Desi sudah kukontrak selama sebulan menjadi pengasuh juga asisten rumah tangga karena anak-anak sudah akrab dengannya dan aku percaya dengannya. Dia juga menerima pekerjaan itu dengan senang hati.Yang bikin tak tenang itu, kini setiap waktu aku selalu bersama Zidan dan beradegan mesra karena kami sedang berakting jadi suami istri. Berat godaannya, gaes, kalo nggak karena aku mau jadi artis, aku nggak akan kuat selalu bersama dan baper sepanjang waktu. Mana dia makin sok perhatian lagi, ‘kan jadi bikin ngenes karena pastinya aku cuma di-php doang soalnya doi udah punya Maemunah, eh istrinya bernama Maemunah. Isshh ... bibit pelakor seakan mulai berakar saja. Ups!“Tante, ayo makan dulu.
#Pura_Pura_RebahanPart 33 : Artis Dadakan[Selamat siang Mas Zidan, kami sudah melakukan casting kepada beberapa calon pemeran film kita, tapi kayaknya belum ketemu juga karakter yang cocok untuk pemeran Hana dan Alwinya. Gimana kalau Mas Zidan dan Mbak Viona saja yang memerankan tokoh ini? Soalnya ‘kan kalian penulis cerita ini, jadi pasti mendalami sekali karakternya.]Zidan mengirimkan sebuah chat yang ia teruskan kepadaku.[Itu chat dari Pak Mahmud, Penerbit sekaligus produser Cahaya Media. Gimana, menurutmu, Tan?]Aku melongo dan membaca chat itu hingga sepuluh kali, maklum, otakku yang hanya tamatan SMP ini agak lemot untuk memahami sesuatu yang kaya makna seperti ini. Melihat chatnya hanya kubaca tanpa dibalas, eh Si Oppa malah video call. Duh, bikin hidup tak tenang aja nih orang. Mana tampangku sedang kusut lagi soalnya baru bangun tidur siang.Rencananya cuma mau ngelon Aisha dan Naffa saja, tahunya aku yang malah tidur sedang kedua bocil itu meninggalkanku untuk main di ru
#Pura_Pura_RebahanPart 32 : Klarifikasi Samuel Ataya[Tante, sore nanti kita diundang ke salah satu acara di stasiun televisi. Mereka ingin berbincang-bincang tentang Novel kita yang sudah laku 2000 eksemplar hanya dalam kurun waktu satu bulan, serta tentang film yang diangkat dari novel kita yang akan tayang bulan Juli mendatang.]Sebuah chat dari Zidan kembali menyejukan hati sekaligus mendebarkan juga. Ya Tuhan, Viona Adella akan masuk tv, duh ... jadi berdebar-debar deh. Debarannya lebih keras saat sedang di dekatnya. Isshh ... aku benci perasaan ini. Aku bukan janda gatel, ya, gaes, tapi janda kaya, amin.Belum sempat membalas chat, dia malah menelepon. ‘Kan, nih oppa yang tak hentinya tebar pesona. Nggak tahu aja dia, kalau teman kolabnya ini lemah iman jika di dekatnya. Aku ‘kan nggak mau jadi pelakor.“Assalammualaikum, Tante.” Suara gantengnya kembali terdengar di layar pipih ini.“Waalaikumsalam. Ada apa?” tanyaku pura-pura bego.“Udah baca chat aku ‘kan? Acaranya pukul 16.
#Pura_Pura_RebahanPart 31 : Segera DifilmkanHingga sore, Mas Nizar belum datang juga untuk mengembalikan anak-anak. Chatku juga hanya ia baca tanpa dibalas, ditelepon pun tak diangkat. Apa maksudnya, coba? Dia takkan mengambil Naffa dan Aisha ‘kan? Hati jadi bimbang. Sebenarnya waktu di saat anak-anak sedang tak ada begini, bisa kumanfaatkan untuk menulis tapi aku malah tak bisa berpikir dengan santai dalam keadaan resah begini. Mood nulis juga ambyar sebelum dua putriku kembali ke rumah.Taklama kemudian, terdengar deru mobil di depan rumah dan aku langsung berlari menuju pintu lalu membukanya. Terlihatlah sebuah mobil merah di depan sana dengan seorang wanita yang turun dengan menggandeng dua putriku. Aku langsung melangkah turun dan mengambil Naffa dan Aisha darinya.“Mas mana Nizar mana? Kok bukan dia yang mengantar anak-anak pulang?” tanyaku kepada wanita dengan tubuh ideal namun berwajah tua itu.“Mas Nizar sedang sibuk, maaf ya,” jawabnya dengan senyum ramah.“Bilang Mas Niza
#Pura_Pura_RebahanPart 30 : Oppa MeresahkanPonsel di tanganku berdering, mau tak mau aktifitas menari-nari ala penari balet ini terhenti mesti dua putriku masih tetap berputar-putar dengan sambil berpegangan tangan. Eh, ini Zidan. Kulihat nama teman kolabku itu terpampang di depan layarnya. Aku duduk di sofa dengan untuk mengontrol pernapasan yang kini jadi ngos-ngosan.“Hmm ... Assalammualaikum,” ucapku. “Waalaikumsalam. Tante kok nggak balas chat sih?” Terdengar suara gantengnya dari benda pipih yang kutempelkan ke telinga.“Ini baru mau balas,” jawabku dengan masih berbunga-bunga, membayangkan sebentar lagi bakalan bisa meluk Zidan, eh bukan! Meluk karya sendiri alias novel cetak perdanaku, walau bikinnya kolab ma dia.“Tante bisa ‘kan? Nanti pukul 15.30 aku jemput, anak-anak dibawa saja. Oke, Tante?”“Oke, Om, siap!” jawabku bersemangat.“Ya sudah kalau gitu, sampai jumpa nanti sore. Assalammualaikum .... “ Suaranya terdengar makin ganteng aja.“Waalaikumsalam.” Aku mengakhiri
#Pura_Pura_RebahanPart 29 : Kontrak Novel Kolaborasi“Tante, rumahnya di sini sekarang?” tanya pria berjas hitam itu, dia masih suka sok akrab saja dan seolah-olah aku ini udah tante-tante saja padahal masih muda gini. Kalau dipakaikan seragam SMA, aku bakalan terlihat sebagai anak sekolahan malah.“Hay, Om-om .... “ Naffa malah melambaikan tangannya kepada pria berwajah ala oppa itu.“Hay!” Dia makin sok akrab saat putri tertuaku itu menyapanya.Naffa dan Aisha terus berputar-putar dengan sepedanya di halaman rumah, aku mengerucutkan bibir sembari menghampiri dia, sang teman kolab alias oppa alias Zidan Rizaldi.“Hay, Tante, makin cakep aja. Nggak terasa, kita udah lama nggak ketemu dan pas ketemu ... Eh, malah satu kompleks begini,” ujarnya lagi.“Jadi, rumah kamu di sekitar sini juga?” Aku menatapnya sinis.“Iya, rumah paling ujung. Ayok, main-main ke rumah!” Dia semakin sok ramah.“Hmm ... entar dikira pelakor oleh istrimu pula kalo gue ke rumah lo bawa anak-anak.” Aku memutar bo
#Pura_Pura_RebahanPart 28 : Masing-masing Satu JutaAku segera pulang ke rumah sebab tak mau meninggalkan Naffa dan Aisha terlalu lama, walau sudah ada Bu Desi yang menjaganya. Di kepalaku masih saja terbayang Mas Nizar dan wanita ini. Tega sekali dia, dada terasa nyeri. Semua ini sungguh mengganggu mood dalam menulis, walau cintaku terhadapnya tak terlalu dalam tapi aku tetap sakit hati karena dia mencampakkan kami hanya karena wanita kaya itu. Kuhembuskan napas kasar dan berusaha menenangkan diri. Aku dan anak-anak akan baik-baik saja tanpamu, Tuan Crab. Kusapu buliran air mata yang kembali berjatuhan. Ayolah Vio, berhentilah menjadi sosok lebay, kembalilah menjadi wanita jenaka yang akan segera melupakan segala permasalahan dan mengukir senyum di wajah. Aku mensugesti diri. Kutatap dua putriku yang sedang tertidur di kamar, aku tak apa menjadi janda, tapi aku kasihan dengan kedua putriku akan kehilangan papanya. Mama janji, kalian takkan kekurangan kasih sayang walau nanti hanya