Di kediaman Jay Gilard.Seorang pelayan pria mendorong sebuah kursi roda dengan pria tua berambut putih yang kemudian masuk ke area ruang tamu mewah dengan seorang tamu yang telah menunggunya.Pria berkemeja putih dan mengenakan sweater rajut cokelat itu adalah Jay Gilard. Ia yang sebelumnya diberi tahu oleh pelayannya bahwa dirinya telah kedatangan seorang tamu, merasa terkejut saat ia tahu siapa tamu yang dimaksud."Selamat pagi Tuan Gilard. Bagaimana kabarmu?" sapa Logan sopan ketika Gilard masuk. Ia berdiri dari duduknya untuk menyambut Gilard."Masih hidup," balas Jay Gilard dingin. Ia memberi isyarat pada pelayannya dengan lambaian tangan agar ia meninggalkan dirinya."Berani juga kau mengunjungiku kemari," lanjut Jay setelah pelayannya tak terlihat.Logan tersenyum. "Aku senang kau masih tampak sehat dan bersemangat," balasnya santun."Ck, apa menurutmu aku harus berbaring seperti pria tua pesakitan, begitu? Jika aku mau, sampai sekarang pun aku masih tetap bisa mengguncang per
Amanda sedikit tergesa-gesa saat mengikuti seorang pelayan yang membimbingnya di depannya untuk membawanya menuju ke suatu ruangan terbuka. Ya, karena ia kini telah berada di kediaman Jay Gilard.Beberapa jam sebelumnya, setelah ia keluar dari perusahaan Jacob, ia meminta Wade untuk membawanya ke stasiun terdekat agar ia dapat menyusul Logan. Selama dalam perjalanannya, ia menghubungi beberapa teman, rekan, atau siapa pun yang memiliki kemungkinan dan peluang agar dapat membantunya keluar dari masalah penyediaan bahan baku untuk butik sepatunya.Dan saat ia sampai pada kediaman Jacob yang diketahuinya dari Wade, ia bertambah cemas. Ia takut kalau-kalau Logan mungkin membuat suatu perjanjian atau semacam persetujuan yang mungkin bisa merugikan suaminya itu karena dirinya.Napas Amanda sedikit tersengal saat ia telah sampai di area ruangan luas yang menunjukkan pemandangan di mana Logan sedang duduk berhadapan dengan seorang pria tua yang ada di atas kursi roda, yang dapat ia asumsikan
"Apakah benar hanya begitu saja?" tanya Amanda setelah sekian kali ia menanyakannya pada Logan.Ia masih tak mengerti mengapa urusan meminta bantuan pada Jay Gilard dapat selesai begitu saja dan tak sesulit seperti yang ia bayangkan sebelumnya.Logan hanya mengangguk sebagai jawaban atas reaksinya pada Amanda. Saat ini, mereka telah berada di dalam kereta yang akan membawa mereka kembali ke Sydney. "Semua telah beres, Sayang. Setelah mereka selesai memanen semua bunga yang kau butuhkan, hari ini juga mereka akan mengirimkannya. Dan paling lambat malam ini, semua sudah akan sampai di tempat produksi.""Luar biasa," gumam Amanda takjub. "Aku masih tak percaya ini, tapi ini sungguh melegakan. Terima kasih, Logan.""Logan? Kau sudah berjanji akan memanggilku sayang. Dan bukankah ini semua adalah karenamu sendiri? Jika kau tak datang, mungkin mereka tak akan membantuku semudah itu. Dan berkat itu juga, kau tak perlu cemas untuk memikirkan bahan baku untuk suplai butik sepatumu lagi, bukan?
Dua minggu kemudian ....Pasca terselesaikannya segala permasalahan di kedua butik Amanda, hari-hari yang Amanda kira akan tenang, ternyata masih jauh dari perkiraannya. Terlebih, setelah ia mendatangi Francesca dua minggu lalu, ia yang mengira Francesca tak akan melakukan 'sesuatu' lagi ternyata terlalu cepat mengambil kesimpulan.Hari ini Meredith meminta Logan dan dirinya untuk menghadiri makan malam bersama di kediaman orang tua Logan untuk merayakan keberhasilan butik sepatu milik Meredith dan Francesca, dalam penjualan yang mencapai 300 pasang sepatu hanya dalam kisaran waktu sebulan lebih itu. Jelas saja Amanda tak dapat menolak hal itu dengan alasan apa pun. Terlebih, saat Loana saudari Logan sendiri bahkan menyempatkan diri untuk pulang agar dapat memenuhi janji makan malam tersebut.Setelah melakukan persiapan, Logan yang sudah rapi bersama Andrew menghampiri Amanda di dalam kamar."Apa kau sudah siap, Sayang?" tanya Logan sambil menggandeng putra tampan mereka.Amanda yang
Meredith masih menganga tak percaya saat putranya mampu mengatakan kata-kata yang menusuk pada Francesca. Kebenciannya pada Amanda semakin mendalam seketika itu juga."Apa kau sudah tak waras? Kau mengatakan apa pada Francesca!""Wanita itu yang sudah tak waras, Mom. Ia selalu menyakiti Amanda dengan semua kebusukan dan sandiwaranya. Dan sungguh, jika aku tak memikirkan hubungan baik kedua keluarga kita aku sudah sangat ingin menghancurkannya!""Dan kau juga, sadarlah, Mom. Hentikan saat kuminta itu dan jangan menjadi wanita tak waras sepertinya!""Logan!!" seru Meredith tak percaya. "Oh, Rupert! Lihat putramu! Katakan sesuatu!""Jangan bersikap tak sopan pada ibumu, Logan!" ucap Rupert yang kemudian menimpali."Bersikap tak sopan? Apa kau tak lihat Dad, sepanjang makan malam ini siapa yang sudah bersikap tak sopan? Dan mengecewakannya itu adalah ibuku sendiri!""Berhenti!" teriak Meredith. "Sadarkan dirimu dari pengaruh wanita ini!""Ia bukan sekadar wanita ini, wanita itu! Ia istrik
"Apa maksudmu di rumah sakit? Apakah ia mengalami kecelakaan atau apa?" Jessi yang telah mengenakan piyama miliknya terkejut saat nomor Liam meneleponnya malam-malam. Ia lebih terkejut lagi karena si penelepon adalah Wade. "Tidak, bukan kecelakaan, lebih tepatnya perkelahian." "Liam berkelahi? Dengan siapa?" Ada nada terkejut dalam suara Jessi. "Logan," jawab Wade singkat. "Dan ia telah dihajar habis-habisan. Bisakah kau ke sini agar kita dapat mengantarnya ke apartemennya? Kurasa beberapa suntikan merupakan penahan nyeri yang mungkin saja bisa membuatnya mengantuk. "Maaf sudah meneleponmu selarut ini. Aku hanya dapat terpikirkan nomormu. Pria yang berjalan saja masih susah itu memaksa ingin mengendarai mobilnya sendiri. Tentu kita tak bisa membiarkannya, bukan?" "Baiklah, aku mengerti. Tunggu aku di sana. Aku akan segera bergegas dan sampai sekitar lima belas menit lagi." Jessi yang terlihat turun dari taksi dengan mengenakan sweater hitam, membuat Wade merasa begitu lega. Deng
Jessi yang terlelap di atas sofa tersentak kecil dan terbangun, saat ia mendengar suara langkah kaki dan mendapati Liam tengah mengambil minuman dingin dari dalam lemari pendinginnya. Ia beringsut dan turun dari sofa. Ia menahan Liam ketika pria itu hendak kembali masuk ke dalam kamarnya. "Tak adakah yang ingin kau bicarakan padaku?" ucap Jessi sambil bersedekap di depan Liam. "Tak ada. Pulanglah," balas Liam. Saat pria itu hendak melangkah lagi, saat itu juga Jessi menarik lengan Liam dan membawanya duduk di atas sofa. "Kenapa? Apa kau ketahuan telah membohongi Amanda tentang masalah kecelakaan itu? Karena itukah Logan kemudian menghajarmu?" ucap Jessi berlagak tak acuh. "Asal kau tahu, Liam, Amanda sebenarnya telah mengetahui perbuatanmu itu dan ia tak mengalami amnesia." Liam tersentak dan menatap Jessi dengan raut penuh tanya. Hatinya seketika terasa tertusuk. "Aku tak akan heran jika wanita bodoh keras kepala sepertinya tak membuka hal itu di hadapan Logan mau pun mengonf
Amanda perlahan beringsut mendekati Logan yang masih berbaring di atas ranjang. Ia menjulurkan tangannya untuk menyentuh dahi suaminya yang masih terpejam."Masih panas," ucapnya lirih.Sebenarnya, sejak semalam sebelum mereka berangkat menuju ke kediaman orang tuanya, Logan sudah menunjukkan gejala demam. Gejala yang sudah ada itu diperparah setelah ia kembali ke rumah.Amanda bergegas turun dari ranjangnya dan menemui pelayan. Ia meminta air hangat dan makanan lunak yang lembut agar segera diantar ke dalam kamar. Dan setelah semua siap, ia kembali lagi menemui Logan."Kau sudah terbangun?" tanya Amanda yang kemudian mendekat di sisi ranjang dan kembali memeriksa Logan."Kau dari mana?" tanya Logan dengan suaranya yang terdengar serak dan lemah."Aku baru saja mandi dan meminta Joel menyiapkan air hangat dan makanan untukmu. Aku akan membantumu menyeka tubuhmu," jawab Amanda."Aku demam ternyata. Maaf kalau membuatmu tak nyaman, aku banyak berkeringat," ucap Logan. Ia meletakkan pons
"Apa maksudnya Anda memintaku untuk menemani perjalanan bisnis Anda? Mengapa?" ucap Bella sambil membetulkan letak kacamatanya dan menatap Liam tak percaya setelah pria di hadapannya itu mengutarakan maksudnya beberapa saat tadi."Ya, kau sudah mendengarnya, bukan? Aku akan ada perjalanan dinas selama seminggu untuk proyek baru perusahaan. Aku ingin kau ikut denganku karena kau adalah asistenku. Apakah ada yang salah?" tanyanya.Bella mengembuskan napasnya dengan sedikit keras. Ia kemudian melepas kacamatanya dan memijat tepat di pangkal tulang hidung, di antara kedua matanya tanda frustasi. "Begini, Tuan Liam, tidakkah Anda tahu benar apa inti dari pertanyaanku?"Dengan menahan kesalnya Bella kemudian meletakkan kacamatanya di atas meja kerjanya dan berdiri menghampiri bosnya itu agar dapat sejajar dengannya."Baru sebulan ini Anda menempatakanku di dalam ruangan yang sama dengan Anda dan mengajariku banyak hal untuk menjadi asisten pribadi yang profesional sesuai yang Anda mau. Tapi
"Apa yang sebenarnya telah kau lakukan hingga kau dapat mengambil posisi Iris?" tanya seorang pria berkacamata pada Isabella saat ia menghadap pada sekretaris Liam, pria yang bernama Peter itu.Seperti yang pernah ia dengar, Peter yang merupakan sekretaris sekaligus sahabat bos mereka itu tak terlalu ramah pada karyawan wanita. Dan sekarang memang terbukti karena pria itu terlihat sangat tegas. Pria bernama Peter yang lebih mengedepankan rasionalitas dan pekerjaan itu, terkenal sangat detail dan perfeksionis."Karena kurasa Iris melakukan kesalahan yang membuat Tuan Liam tak suka, kurasa," ucap Bella apa adanya.Peter menggeleng kecil dan mengembuskan napasnya."Dengar Nona Isabella, kulihat kau tak memiliki pengalaman sebagai seorang sekretaris mau pun asisten atau semacamnya. Entah kesalahan apa yang telah Iris perbuat hingga Liam menurunkannya. Tapi, karena kau adalah penggantinya, maka aku akan memperingatkanmu di awal sebelum terlambat. Jangan pernah mencoba mengacaukan pekerjaan
"Memang sungguh kasihan. Padahal ia masih muda. Jika aku menjadi dirinya, aku tak akan menyia-nyiakan begitu saja tubuh dan wajahku itu. Sungguh sayang sekali, bukan? Terlalu mencintai seseorang memang akan berakhir tragis saat tak bisa mendapatkannya." Walau tak berbicara dengan suara lantang, namun percakapan antara seorang wanita berkemeja biru pada lawan bicaranya, wanita berambut pendek berkemeja putih itu nyatanya terdengar juga di telinga seorang gadis yang sedang duduk di balik tembok penyangga di atas atap pada siang itu. "Bagus, aku malah mendengar gosip murahan di sini," gumam gadis itu sambil membuka kotak bekal makan siangnya. "Kupikir ini adalah tempat yang tenang." Gadis berkacamata itu memutuskan untuk tak menghiraukan obrolan dua karyawan lainnya yang ada di balik tembok. Ia dengan tenang kemudian mulai menyantap makanannya. "Ya, benar, bukan? Sungguh sangat disayangkan. Bos kita memiliki tubuh yang sangat bagus. Jika aku adalah wanita yang dicintainya, aku pasti a
Dua tahun kemudian ... "Selamat pada kalian, Tuan-Tuan, bayi kalian telah lahir dengan selamat dan sehat," ucap seorang perawat yang terlihat di dalam televisi layar lebar. Lalu, sorotan beralih pada dua orang pria gagah yang tengah berpelukan dengan haru setelah mendengar berita tersebut. "Lihat wajahmu," ucap Logan terkikik geli sambil menekan tombol berhenti pada televisi layar lebar miliknya yang ada di ruang santai itu. "Jangan mengejekku. Kau sendiri terlihat lucu dengan wajah itu. Tubuh besarmu pun rupanya tak mampu untuk tak bereaksi saat mereka memberi tahu kelahiran putrimu, kan?" balas Wade yang duduk di sebelahnya sambil mencomot keripik yang ada di hadapannya sambil tertawa kecil. Logan dan Wade kini sedang duduk sambil memangku putra dan putri mereka masing-masing. Ya, Jessi dan Amanda sama-sama telah melahirkan bayi mereka dalam waktu yang bersamaan dua tahun lalu. Dan kini, mereka sedang merayakan ulang tahun kedua bayi yang lahir bersamaan itu dengan santai di ked
Keesokan harinya ....Rupert yang memiliki wajah yang terlihat kusut, pagi itu datang ke kediaman Logan. Ia bersama putra dan menantunya kini telah duduk saling berhadapan. Amanda dan Logan sendiri pun sudah dapat mengerti apa yang sedang dirasakan pria itu hanya dengan melihat raut wajahnya yang muram."Jadi, kau memang mendatangi Patricia, benar? Karena itu Sammy menolak semuanya."Logan mengembuskan napasnya dan mengangguk. "Ya, Dad, aku memang mendatanginya.""Lalu mengapa ia memberikan sahamnya dengan namamu?" gumamnya frustasi."Itu karena ia tak ingin Sammy mengambil alih perusahaan Langdon. Bukankah kau juga tahu akan hal itu?" jawab Logan tenang."Tapi mengapa? Bukankah itu juga hal yang bagus untuk putranya?!" ucap Rupert seolah tak mengerti.Ucapan Rupert membuat Logan memicingkan matanya dan menatap Rupert tak suka. "Putranya? Kau kira kau hanya memiliki satu orang putra saja? Apakah kau sadar dengan apa yang telah kau lakukan, Dad?" geramnya."Aku telah bersalah pada Patr
Ayolah, Sayang. Sampai kapan kau akan memasang wajah sebal padaku seperti ini? Bisakah kita tidur dengan damai tanpa kekesalan malam ini?" ucap Logan sambil memeluk sang istri dan mencium bahunya.Amanda yang kini sedang berbaring memunggunginya, tak menjawab bujukan Logan. Ia jelas masih merasa kesal sepulang kunjungan mereka dari dokter kandungan sejak mereka pulang sore tadi yang memang menyatakan dirinya telah hamil lima minggu."Apa kau tak merasa senang akan memiliki putri yang begitu cantik dengan perpaduan wajah seperti dirimu dan diriku, Sayang?" rajuk Logan lagi.Mau tak mau Amanda tersenyum geli. "Oh, please, kita bahkan belum tahu jenis kelamin bayi kita apa karena ia masih terlalu kecil.""Ah, kau sudah tersenyum. Itu lebih baik. Maafkan aku, Sayang. Jangan terlalu membenciku, ya?" Kali ini Logan membalikkan tubuh istrinya dan membelai wajahnya."Aku tak kesal karena memiliki bayi kita, tahu. Tapi aku kesal karena kau membohongiku!"ucap Amanda.Aku tahu, aku tahu, aku aka
Amanda, Logan, Sammy, dan Patricia kini telah duduk melingkar di sebuah meja yang berada di area taman belakang. Setelah Wade, Alan, dan pengacara Grey pergi, mereka meneruskan pembicaraan di dalam rumah. "Jadi, sekarang kau sudah mengerti mengapa aku melakukan ini, bukan?" ucap Patricia pada Sammy. "Sudah cukup aku berurusan dengan pria itu, Sammy. Aku ingin hidup tenang denganmu tanpa memikirkan apa pun. Karena itulah, aku menyerahkan Royal Triumph padamu setelah kau lulus dengan sekolah bisnismu dan kau mampu mengambil alih semuanya." "Jika masih ada harga diri yang tersisa dari diriku, itu adalah perusahaan kakekmu dan nama belakangmu. Aku tak menginginkan namamu menjadi Langdon karena itu tak akan mengubah apa pun. Henson adalah nama belakangmu sejak kau lahir dan akan seterusnya seperti itu." "Mengertilah, Sammy. Bisakah kali ini kau menghentikan semua dan melepaskan hal yang sia-sia itu? Karena aku sungguh-sungguh tak menginginkan untuk hidup bersama pria itu lagi. Tolong, a
"Apa? Menikah? Mereka berdua? Secepat ini?" ucap Logan tak percaya saat Amanda memberitahukan berita mengejutkan tentang rencana pernikahan Wade dan Jessi."Yap. Tiga hari lagi mereka akan mengadakan pernikahan sekaligus resepsi.""Wow, apa Jessi sedang ha ....""Hei!" potong Amanda cepat. "Memangnya kita? Ia tak sedang hamil. Walau ya, Wade memang menginginkan memiliki anak secepatnya. Mungkin karena itu akhirnya mereka mempertimbangkan untuk segera menikah.""Ck, mereka pandai memilih waktu yang sangat 'tepat' di saat-sat seperti ini!" gerutu Logan.Amanda tertawa kecil. "Tak apa. Kita bisa menyelesaikan masalah perusahaan setelah menghadiri pernikahan mereka sejenak. Kediaman Patricia juga tak terlalu jauh dari sana, bukan? Lagi pula, ia sudah seperti keluargaku sendiri. Tak mungkin jika aku tak hadir di pernikahan itu," ucap Amanda."Aku mengerti. Baiklah, kita memang harus tetap hadir di sana."****Tiga hari kemudian ...."Cantik sekali mempelai kita!" ucap Debora, ibu Amanda ke
Logan dan Amanda sama-sama berkutat pada pekerjaannya masing-masing di dalam ruang kerja, dari siang hingga sampai malam menjelang. Mereka begitu fokus karena harus mempersiapkan proposal dan rincian detail yang masing-masing nanti akan mereka gunakan untuk menarik dukungan dari para pemegang saham agar kedudukan Logan menguat untuk dapat menolak keputusan Rupert yang diusulkan secara sepihak tersebut."Logan, seperti yang kita duga, ternyata saham Tuan Baron telah ia jual dengan identitas pembeli yang masih belum diketahui karena tak tercantum dalam informasi," ucap Amanda sambil menyerahkan selembar berkas pada suaminya.Logan membetulkan letak kacamatanya dan meneliti berkas tersebut dengan serius. "Ya, kau benar. Aku akan mencari tahu."Logan kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia menekan sebuah nomor dan menanti panggilannya terjawab.Logan berbicara di teleponnya sekitar lima belas menit dengan seseorang yang ia hubungi sebelumnya. Pembicaraan yang serius rupanya berjalan baik. Ia