Air mata Lira meleleh mendengar pembicaraan dua orang itu. Pandangan matanya jauh menatap langit-langit kamar yang redup.
Hari apa,tanggal berapa,siang atau malam. Tak lagi ia tahu. Rasanya tubuhnya begitu berat,bahkan untuk mengangkat tangan pun ia kesusahan.
Tak terhitung banyaknya Johan menyuntikan obat ke lengannya,membuat lengan itu membiru dan bengkak.
Membuatnya kadang kala berhalusinasi jika Sang Ibu datang dan memeluknya. Namun kenyataannya, pelukan iblis yang melingkari tubuhnya. Menimbulkan sakit tak berperi,kemudian hilang dan menjadi mati rasa.
"..Ta,tapi Jo..itu..bukankah itu anakmu?"
Dalam kesadarannya yang timbul tenggelam,Lira mendengar suara perempuan itu berkata lagi.
Johan tersenyum. Sonia bergidik saat senyum i
Mungkin otak Sonia yang ikut gila,atau cintanya yang memang gila.Sehingga sudah di perlihatkan hal paling menyakitkan pun,ia tetap setia di samping Johan.Demi Johan pula Sonia yang bekerja di sebuah klinik kesehatan kembali kuliah dan mengambil spesialis kebidanan.Johan sendiri begitu lulus langsung mendapat jabatan sebagai Manager pusat di bawah Ayahnya langsung. Entah Aji yang telah putus asa karena anak-anak nya yang lain telah tiada atau ia memang percaya pada kemampuan Johan dalam membina dan mengembangkan bisnis.Lelaki yang sekarang mulai menumbuhkan jambangnya itu di beri wewenang penuh untuk mengatur dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan yang dia inginkan tanpa perlu menunggu persetujuan Ayahnya lagi."Terimakasih,Pah." Johan yang mengenakan setelan kemeja cokelat lengkap dengan dasi yang menyemp
"Itu artinya,sampai mati pun kau tak mungkin bisa bebas dari Johan." Sonia menatap sinis sambil melipat kedua tangannya.Lira meringis memegangi kepalanya yang terasa pedih dengan rambut panjangnya yang rontok berjatuhan.Sonia mendengus melihat Lira yang menangis meratapi nasib."Kau beruntung tak mati seperti Anya." ia mengambil piring serta gelas minum dari atas meja dan menaruh begitu saja di atas nakas samping ranjang.Lira tertegun. Ia berhenti menangis dan balik memandang Sonia dengan mata begetar oleh rasa ngeri yang merayap.Sonia duduk di sampingnya kesal.Kalau bukan karena impiannya bisa membuat Johan sembuh dan mereka bisa hidup normal selayaknya pasangan lain. Tentu ia tak akan sudi melakukan hal ini.Apa lagi jika mel
"Kau..kau menyukai Kak Johan..?" ragu Lira bertanya.Sonia tersenyum lebar.Seharusnya Lira tak perlu bertanya. Karena tanpa itu pun,semestinya dia tahu.Dari dulu,Kakak nya memang punya banyak penggemar wanita.Tapi dari sekian banyak,hanya Sonia sajalah yang tetap ada di samping Johan.Bahkan ketika dulu Kakaknya tersebut bersanding dengan Anya,wanita itu tetap tak berpaling."Bukan menyukai." Sonia menatapnya. Wajahnya terlihat sendu. "Tapi mencintai.Seolah aku ingin melebur di dalamnya kalau bisa." ia tertawa.Lira tertegun.Tawa Sonia terhenti saat memandang Lira yang menatap aneh padanya. "Sayang Jo malah terobsesi padamu." ia berkata.Lira terdiam. Ia merasa ada yang aneh dari Sonia. Entah lah apa itu.Mereka sudah saling kenal
Club itu bertambah malam semakin ramai oleh pengunjung. Suara musik yang berdentum dan keriuhan memenuhi tempat yang di dominasi warna merah dengan sorotan lampu disko tersebut. Di tempat paling sudut,segerombolan muda-mudi bersorak menyemangati dua orang lelaki yang sedang berlomba menghabiskan satu botol vodka dalam sekali tengak. Rendy duduk di antara orang-orang yang heboh dengan kedua orang yang mati-matian menghabiskan vodka langsung dari botolnya tersebut. Rendy mendesis sambil memijit keningnya melihat Andreas menjadi salah satu dari orang konyol yang berlomba tersebut. Wajah Tuan mudanya sudah memerah.Sampai otot-otot lehernya bertonjolan,tapi dia terus mengelontorkan air yang rasanya tidak lebih buruk dari soda dengan rasa pahit dan panas di tenggorokan tersebut.
"Surprise,Ren." Johan berjalan pelan ke arah mereka. "Kau membicarakan ku?" ia tersenyum sambil merangkul pundak Rendy yang terdiam seolah tengah terpergok mencuri."Bukan seperti itu Kak,saya..""Baru beberapa bulan nggak ketemu,kenapa penampilanmu jadi kayak Bapak-bapak gini?" kalimat Rendy terpotong oleh celetukan konyol yang keluar dari mulut Andreas."Astaga..orang ini.." Rendy mengerang dalam hati.Hanya mampu dalam hati,karena begitu hormatnya pada lelaki seumurannya itu."Aku sudah bekerja dan kini membawahi langsung salah satu Perusahan milik keluarga ku,jadi sudah sepantasnya aku berpenampilan seperti ini." Johan tersenyum ramah,seperti tidak tersinggung dengan kata-kata Andreas.Keramaian Club masih terdengar jelas dari tempat mereka berada. An
Johan keluar dari Club ekslusif itu dengan amarah yang ia pendam.Wajahnya kaku,dan ia melangkah cepat dengan pandangan lurus menuju lahan parkir yang terletak di samping gedung. "Aku memang bajingan.Tapi setidaknya aku tak pernah berbohong,dan bersikap munafik seperti mu!" Kata-kata Andreas beberapa saat lalu membuat emosinya hampir tak tertahan. "Bagaimana lelaki bodoh itu bisa tahu..?" ia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. BUUGH! Seorang pemuda yang tengah mabuk berat berjalan sempoyongan dan tak sengaja menubruk pundak Johan. "Heh,b4ngs4t,punya mata enggak lu?" ia mengumpat dan menyemburkan aroma alkohol yang pekat. Johan hanya menatap.
Rendy dan Andreas memang seperti dua sisi mata uang.Berbeda,namun tak bisa di pisahkan.Beberapa orang bahkan menganggap jika mereka berdua pasangan sejenis karena kadang terlalu over dalam hal kedekatan.Walaupun di aku saudara,dari cara dan sikap Rendy memanggil Andreas,pastilah kita sudah bisa menebak jika hubungan mereka tidaklah sesederhana itu.Benar,mereka bersaudara.Tapi tidak kandung. Rendy anak angkat di Keluarga Martadinata yang terhormat.Di adopsi untuk menemani Andreas yang anak tunggal dalam keluarga tersebut.Entah Rendy yang tahu diri atau merasa minder,ia selalu sungkan untuk memanggil Papa kepada Adnan,dan tak enak memanggil Andreas tanpa embel Tuan Muda."Tuan muda jauh lebih cerdas dari saya jika sudah serius dengan tujuannya." akhirnya Rendy berkata."
Nafas Sonia tercekat saat melihat Liana berjalan pelan memasuki ruang tengah yang temaram. "Sonia?" tak kalah terkejut.Wanita berusia empat puluh lima tahunan yang baru saja datang itu kaget melihat Sonia berada di rumahnya subuh seperti ini. "Kenapa tidak ada orang?" Aji yang mengekor di belakang istrinya bertanya dengan pandangan berkeliling. "Sonia?" sama seperti istrinya ia kaget. Sonia menelan ludah.Tak beranjak dari tempatnya karena kejadian ini begitu tiba-tiba. Liana berjalan mendekatinya."Kenapa pagi-pagi..." "Tidak perlu di tanya." potong Aji sambil merangkul istrinya dan mengajak pergi. "Kini kau tahu bagaimana kelakuan Johan di belakang kita." Aji memandang sinis pada Sonia yang rikuh. &nbs
"Semalam hujannya deras sekali,pohon di dekat rumahku sampai tumbang."seorang suster bercerita. "Padahal sudah masuk musim kemarau.Tapi masih hujan saja." rekannya menimpali. "Bikin malas berangkat shif pagi." ia tertawa. "Mendung memang paling enak buat rebahan." rekannya membenarkan dan ikut tertawa. Dua orang suster itu berjalan beriringan di koridor rumah sakit dengan beberapa pasien yang nampak di sekitar taman untuk menghirup udara segar. "Selamat pagi." dari arah berlawanan,seorang suster lain menyapa. "Selamat pagi." berbarengan mereka menyahut. Pasien yang berada di samping suster tersebut,ikut tersenyum kepada mereka berdua.
Pesta topeng yang di selengarakan di salah satu Hotel milik Keluarga Marthadinata itu begitu meriah.Penyanyi papan atas di undang untuk semakin menghangatkan suasaan.Pesta ulang tahun Perusahaan tahun ini memang spesial,sebab Pimpinan Perusahaan,yaitu Adnan Marthadinata,memperkenalkan menantu beserta cucu cantiknya.Di atas panggung dengan dekorasi hitam-emasnya,Andreas terlihat bahagia mengandeng istri mungilnya yang terlihat menawan dalam balutan gaun malam."Daddy,gendong."putri kecilnya yang bermata cokelat terang mirip dirinya merengek manja.Andreas yang dulu angkuh,terkesan tak peduli,serta seenaknya sendiri.Menjelma menjadi sosok Ayah yang penyayang.Dan itu sangat terlihat dari caranya memperlakukan gadis kecil tersebut.Pria berjas merah dan bertopeng badut itu
Asalamualaikum wr wb Apa kabar?Semoga kita semua masih di beri kesehatan di masa pandemik Covid 19,serta di mudahkan dalam memperoleh rizki. Bercerita tentang PSYCHOPATH LOVE,ini novel yang saya buat paling lama,hampir satu tahun dengan jumlah bab di bawah 90. Jujur saya sangat kesulitan dengan tokoh Johan yang dari awal kemunculan di Novel SEBENARNYA sudah sangat dark. Menulis adegan sadis dan berdarah-darah di Novel ini adalah yang pertama. Saya tertantang,bisa tidak feel dark ini sampai ke pembaca hanya lewat tulisan?(Kalau nonton kan sudah pasti langsung kerasa banget) Dan saya senang membaca beberapa komentar,yang merasakan ketegangan itu. Walaupun untuk saya sendiri,belum merasa berhasil 'menggambarkan' rasa ngeri itu lewat tulisan.🙈
POV Johan- Gelap, Takut, Punggungku sakit,habis di cambuk Papa. Pipi ku perih di pukul Kak James. Kepala ku pusing dan berdengung. Tolong aku... Tolong! Toloong..! .................... "Happy birthday to you...happy birthday to you...happy birthday,happy birthday...Happy birthday kakak.." Mataku silau oleh cahaya lilin yang tertancap di kue ulang tahun yang ia bawa. "Ayo,tiup lilinnya,Kak." ia menyodorkan kue itu ke arahku. "Aku yang membuat,di bantu Mama." adik tiriku itu masih tersenyum lebar. Aku terpana,jantungku berdebar.Selama 10 tahun aku hidup,baru kali ini ulang tahunku di rayakan. Biasanya Papa dan ke
"Kau bilang akan membantuku bebas,kan...?" bibir pucat Lira yang di poles lipstik warna merah oleh Sonia,berucap pelan. Kening Sonia berkerut.Dia sengaja mencoreng pipi Lira dengan lipstik,kemudian mendengus kesal. Lira yang memakai kebaya warna putih,dengan rambut panjang yang di sanggul sederhana,serta sisipan mawar merah,tak berusaha menghapus corengan lipstik yang seolah terlihat ia sedang tersenyum. "Kalau bisa,saat ini juga,aku ingin 'membebaskan' mu sampai dasar neraka." Sonia berkata bengis,persis di depan wajah Lira. Mata Lira meremang,namun ia tak berkata apa pun. "Kenapa kau tak ikut mati bersama anakmu?" Sonia menegakkan tubuhnya congkak.Ia meletakkan palette make up nya begitu saja ke atas meja. Sonia marah,
Adnan mendengarkan dengan kening berkerut dalam. Rendy yang berdiri di belakang Andreas mendesah beberapa kali. "Kenapa masih saja memohon untuk hal yang mustahil?" ucapnya dalam hati. "Johan yang menculik Lira.Dia juga memperkosanya sampai hamil dan anak yang di lahirkan tak selamat,karena Lira mengalami kekerasan fisik." berapi-api Andreas menerangkan di depan Ayahnya yang masih duduk tenang di kursi kebesaran. "Lira juga bilang,pasangan suami istri Prawira bukan meninggal karena kecelakaan seperti yang ada di berita,tapi karena di bunuh oleh Johan." ia melanjutkan. Ayahnya masih tak bergeming. Andreas menelan ludah.Raut wajahnya menyiratkan kekesalan,sebab respon yang di terima Ayahnya,jauh berbeda ketika se
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat